Preskas Anes

38
Presentasi Kasus PENATALAKSANAAN GENERAL ANESTESI PADA LAPAROTOMY BIOPSI TERHADAP TUMOR PADA OVARIUM SUSPECT MALIGNANCY DENGAN ASCITES Oleh : Sayekti Asih Nugraheni G99131076 Pembimbing Muh. Husni Thamrin, dr., Sp.An., M.Kes KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

description

presentasi kasus anestesi general anestesi pada tumor padat ovarium

Transcript of Preskas Anes

Page 1: Preskas Anes

Presentasi Kasus

PENATALAKSANAAN GENERAL ANESTESI PADA LAPAROTOMY

BIOPSI TERHADAP TUMOR PADA OVARIUM SUSPECT

MALIGNANCY DENGAN ASCITES

Oleh :

Sayekti Asih Nugraheni

G99131076

Pembimbing

Muh. Husni Thamrin, dr., Sp.An., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Preskas Anes

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laparotomi berasal dari kata laparo yang berarti abdomen atau perut dan

tomi yang berarti penyayatan. Laparotomi merupakan suatu tindakan

pembedahan dengan membuka dinding abdomen atau perut untuk mencapai isi

rongga abdomen.

Abdomen merupakan sebuah rongga yang berisi berbagai macam organ

penting. Manipulasi pada bagian abdomen dapat memberikan pengaruh pada

organ lainnya sehingga dibutuhkan teknik operasi yang tepat guna meminimalisir

komplikasi pasca bedah.

Pembedahan yang dilakukan pada penderita yang akan menjalani

laparotomi dilakukan dengan teknik anestesi umum. Hal tersebut sesuai dengan

indikasi dari anestesi umum yaitu pembedahan yang lama, dewasa yang memilih

anestesi umum serta operasi besar (Latief et al., 2002).

Teknik pembedahan yang dilakukan pada penderita struma nodusa non

toksik dapat menimbulkan beberapa komplikasi. Abses Stitch, Sellulitis,

Gangren, Hematoma, Keloid dan Disrupsi merupakan komplikasi yang dapat

terjadi post pembedahan. Pasien dengan keadaan komplikasi seperti yang sudah

disebutkan diatas membutuhkan suatu pemantauan yang lebih intensif dan

adekuat.

B. Tujuan

Presentasi kasus ini bertujuan untuk mengetahui teknik anestesi pada

pembedahan laparotomi

Page 3: Preskas Anes

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. General Anestesi (Anestesi Umum)

a. Definisi

Anestesi umum adalah suatu tindakan medis dengan tujuan utama

untuk menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat reversible. Anestesi umum juga mempunyai

karakteristik menyebabkan amnesia anterograd pada pasien, sehingga pasien

tidak akan bisa mengingat apa yang terjadi pada saat dilakukan anestesi atau

pun operasi pada pasien tersebut. Komponen trias anestesi yang ideal pada

anestesi umum terdiri dari hipnotik, analgesik, dan reaksasi otot (Miller,

2006).

b. Keuntungan

1. Mengurangi kesadaran pasien

Memungkinkan pemilihan obat pelemah otot yang tepat untuk jangka

waktu yang lama. (Sebelet al, 2004)

2. Memfasilitasi pemantauan penuh terhadap jalan nafas, pernapasan serta

sirkulasi pasien.

3. Dapat digunakan pada keadaan pasien yang memiliki alergi pada obat-

obatan anestesi lokal.Dapat diberikan tanpa merubah atau memindahkan

pasien dari posisi terlentang (Sebel et al, 2004).

4. Pemberian dapat disesuaikan atau ditambah secara lebih mudah untuk

durasi tambahan tak terduga.

5. Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel (Jenkins dan Baker, 2003).

c. Kerugian

1. Membutuhkan pemantauan ekstra dan biaya mahal.

2. Membutuhkan persiapan pra operasi pada pasien

3. Dapat menyebabkan peningkatan fisiologis yang membutuhkan

intervensi aktif

4. Dapat menimbulkan komplikasi seperti mual atau muntah, sakit

tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan terrtundanya fungsi mental

menjadi normal kembali.  

Page 4: Preskas Anes

5. Beberapa obat anestesi umum dapat mengakibatkan kenaikan suhu akut

dan berpotensi mematikan, asidosis metabolik, dan hiperkalemia(Jenkins

dan Baker, 2003).

d. Indikasi

Indikasi anestesi umum(Miller, 2006)

1. Infant dan anak

2. Dewasa yang memilih anestesi umum

3. Pembedahannya luas atau eskstensif

4. Penderita sakit mental

5. Pembedahan lama

6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis untuk digunakan

7. Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi lokal

e. Stadium anestesi

Pada anestesi umum dikenal stadium anestesi untuk mengetahui

kedalaman anestesi, yang terdiri dari (Latief, 2002):

1. Stadium I (Stadium Analgesia )

Dimulai dari saat pemberian obat anestesi sampai hilangnya

kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan

terdapat analgesi (hilangnyarasa sakit). Tindakan pembedahan ringan,

seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukanpada

stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflex

bulu mata.

2. Stadium II(Stadium Eksitasi atau Stadium Delirium)

Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernafasan yang

irreguler,pupil melebar dengan refleks cahaya (+/+), pergerakan bola

mata tidak teratur,lakrimasi (+/+),tonus otot meninggi

dan diakhiri dengan hilangnya refleksmenelan dan kelopak mata.

3. Stadium III (Stadium Pembedahan)

Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernafasan

hingga hilangnya pernafasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya

pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat

digerakkannya kepala ke kiri dan kek mulai menurun anan dengan

Page 5: Preskas Anes

mudah. Pada stadium ini, pembedahan sudah boleh dilakukan. Stadium

ini dibagi menjadi 4 stage:

a) Stage 1 : pernafasan teratur dan bersifat thoracoabdominal, pupil

miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi meningkat, refleks faring dan

muntah hilang, tonus otot mulai menurun.

b) Stage 2 : respirasi teratur bersifat thoracoabdominal, tidal volume

menurun, frekuensi nafas meningkat, bola mata terfiksir di sentral,

pupil mulai midriasis, refleks cahaya mulai menurun dan refleks

kornea hilang.

c) Stage 3 : respirasi teratur dan bersifat abdominal akibat kelumpuhan

nervi intercostalis, lakrimasi hilang, pupil melebar dan sentral,

tonus otot semakin menurun.

d) Stage 4 : respirasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot

diafragma lumpuh dan makin nyata. Tonus otot sangat menurun,

pupil midriasis, reflek sfingter ani dan reflek kelenjar air mata

hilang.

4. Stadium IV ( stadium paralysis)

Mulai henti nafas dan henti jantung (Himendra, 2004).

f. Teknik anestesi umum

Terdapat tiga cara ventilasi pada anestesi umum:

1.) Dengan sungkup muka – nafas spontan

Indikasi teknik ini dilakukan untuk operasi dengan tindakan singkat (30-

60 menit) dengan keadaan umum pasien baik (ASA 1). Keadaan

lambung harus kosong. Prosedur teknik ini antara lain:

a) Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

b) Pasang infuse, sebagai media untuk memasukan obat anestesi

c) Premedikasi, apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat

penenang yang memberi efek sedasi atau anti-anxiety seperti

benzodiazepine ataupun obat dengan efek analgesia, seperti

golongan opioid.

d) Induksi

e) Pemeliharaan

Page 6: Preskas Anes

2.) Intubasi Endotrakeal dengan nafas spontan

Dilakukan dengan memasukkan endotrakheal tube (ET) ke dalam

trakhea melalui oral atau nasal. Diindikasikan untuk tindakan operasi

lama dan kemungkinan terdapat kesulitan dalam mempertahankan

airway seperti pada operasi-operasi dibagian leher dan kepala. Prosedur

teknik ini antara lain:

a) Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

b) Pasang infuse, sebagai media untuk memasukan obat anestesi

c) Premedikasi, apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat

penenang yang memberi efeksedasi atau anti-anxiety seperti

benzodiazepine ataupun obat dengan efek analgesia, seperti

golongan opioid.

d) Induksi

e) Diberikan obat pelumpuh otot dengan durasi singkat

f) Intubasi

g) Pemeliharaan

3.) Intubasi Dengan Nafas Kendali (Kontrol)

Prosedur teknik ini dilakukan sama dengan prosedur Intubasi

Endotrakeal dengan nafas spontan, namun obat pelumpuh otot yang

digunakan adalah obat pelumpuh otot dengan efek durasi lebih panjang.

Selain itu, obat pelumpuh otot dapat diulang kembali pemberiannya pada

saat pemeliharaan.

g. Obat pada anestesi umum

1. Premedikasi

Premedikasi dilakukan pada tahap persiapan pra bedah. Tujuan

dilakukannya pemberian obat premedikasi adalah untuk mencegah efek

parasimpatomimetik dari anestesi, mengurangi kecemasan dan nyeri

yang dirasakan pasien. Obat yang digunakan adalah:

a. Anxiolythic

Contoh: golongan benzodiazepine (diazepam, midazolam)

b. Analgesic

Contoh: paracetamol, opium

c. Parasympathetic blocker

Page 7: Preskas Anes

Contoh: hyoscine, atropine, glycopyrronium

d. Acid aspiration prophylaxis

Contoh: cimetidin, ranitidin

e. Antithrombotic prophylaxis

Contoh: heparin

2. Induksi anestesi dan penjagaan anestesi

a. Thiopentone

Obat ini berasal dari golongan barbiturate, bekerja dengan

cepat.obat yang berasal dari golongan ini tidak mempunyai efek

analgesik

1) Farmakodinamik

Obat ini seperti halnya golongan barbiturat lainnya

menyebabkan mengantuk (hipnotik), sedasi dan depresi

pernafasan. Mekanisme kerja dari thiopenton adal;ah

dengan meningkatkan ambang batas neuron terhadap

eksitasi, mendepresi pusat pernapasan secara langsung,

dan menurunkan kepekaan terhadap CO2.

2) Farmakokinetik

Obat ini dapat diberikan secara intravena. Thiopentone

dimetabolisme di hepar dan diekskresikan oleh ginjal

bersama urin.

3) Dosis

Thiopentone diberikan dengan dosis pada orang dewasa

3 – 5 mg/kg BB diberikan selama 10 – 15 detik.

4) Efek samping

Penggunaan Thiopentone dapat menyebabkan hipotensi,

apnea, obstruksi jalan napas, aritmia, batuk, bersin, dan

reaksi hipersensitif.

b. Propofol

Propofol merupakan emulsi minyak-air yang berwarna putih

dan mudah larut dalam lemak. Propofol memiliki waktu induksi

yang singkat dan pemulihan yang cepat pula tanpa rasa pusing

dan mual.

1) Farmakodinamik

Page 8: Preskas Anes

Propofol termasuk dalam obat sedative-hipnotik, injeksi

intravena pada dosis terapeutik memberi efek hipnotik.

Waktu paruh dalam darah otak 1 – 3 menit. Obat ini

bekerja dengan menghambat reseptor GABA pada saraf

pusat.

2) Farmakokinetik

Propofol dimetabolisme di hepar dan sebagian besar

diekskresikan lewat ginjal bersama urin, hanya

sebagian kecil yang diekskresikan bersama feses.

3) Dosis

Pada orang dewasa sehat kurang dari 55 tahun dosis

induksi yang diberikan adalah 2 – 2,5 mg/kg BB. Pasien

dengan usia di atas 55 tahun atau pasien ASA III dan

IV dapat diberikan dosis 1 – 1,5 mg/kg BB. Pasien

pediatric dapat diberika dosis 2,5 – 3,5 mg/kg BB.

4) Efek samping

Efek samping dari propofol antara lain depresi

pernapasan, pada sistem kardiovaskular dapat berupa

hipotensi, aritmia, bradikardia. Propofol juga berefek

pada sususan saraf pusat berupa kejang, euphoria, dan

kebingungan.

c. Ketamin

Ketamin merupakan salah satu agen anestesi umum yang sering

dijumpai dan sering pula disalahgunakan. Obat ini termasuk

golongan non barbiturate dengan mula kerja cepat. Ketamin

memiliki efek analgesik yang baik namun tidak menyebabkan

hipotensi.

1) Farmakodinamik

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik

maka pasien akan mengalami perubahan kesadaran.

Apabila diberikan secara intramuscular efek akan

tampak dalam waktu 5 – 8 menit. Ketamin bekerja

dengan menghambat aktivasi reseptor NMDA oleh

Page 9: Preskas Anes

glutamate, mengurangi pembebasan presinaps

glutamate.

2) Farmakokinetik

Ketamin dapat diberikan melaui intravena atau

intramuscular. Ketamin larut dalam lemak, selain itu

obat ini di metabolisme di hepar dan diekskresikan oleh

ginjal.

3) Dosis

Dosis yang digunakan untuk induksi adlah 1 – 2

mg/kgBB secara intravena dan 6 – 8 mg/kgBB secara

intramuscular. Untuk rumatan digunakan dosis serial

50% dosis intravena dan 25% dosis intramuscular

4) Efek samping

Penggunaan obat ini dapat mnyebabkan peningkatan

denyut jantung, peningkatan tekanan intra cranial,

peningkatan tekanan intraocular, hipersalivasi,

halusinasi dan mimpi buruk.

d. Halothane

Halothane merupakan agen anestesi yang poten. Obat ini

bersifat non iritan dan depresan kardiak yang cukup poten.

Konsentrasi yang diberikan sebesar 30%. Halothane dapat

menurunkan tonus otot bronchial, sehingga bagus untuk pasien

yang beresiko mengalami bronkokonstriksi. Halothane

dimetabolisme di hepar dan dapat menyebabkan disfungsi

hepar. Efek samping dari obat ini adalah hipotensi, disritmia,

dan disfungsi hepar.

e. Isofluran

Memiliki aksi yang serupa dengan halothane. Obat ini tidak

menyebabkan depresi kardiak serta tidak bersifat hepatotoksik

maupun nefrotoksik.

f. Sevofluran

Obat ini lebih poten dibandingkan dengan isofluran dan

pemulihannya lebih cepat.

g. N2O

Page 10: Preskas Anes

Nitrous oxide memiliki kemampuan analgesik kuat tetapi

anestetik lemah. Gas tersebut kurang poten untuk induksi dan

tidak dimetabolisme dalam tubuh. Untuk anastesi digunakan

campuran 70% nitrous oxide dan 30% oksigen. Untuk

analgesic, digunakan campuran 50% nitrous oxide dan 50%

oksigen. Efek samping dari gas ini adalah mual, muntah,

pneumothorax, pneumoenchepal, pneumo peritoneum,

kembung dan tuli pasca operasi.

II. Laparotomi

a. Definisi

Suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka dinding abdomen untuk

mencapai isi rongga abdomen.

b. Teknik

1. Midline Epigastric Incision

Incisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc.

Xiphoideus hingga 1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba,

fat extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu persatu.

2. Midline Subumbilical Incision

Incisi dilakukan persis pada garis tengah,dan bisa merupakan perluasan

dari Midline

3. Epigastris Incision

Sebagai aturan umum, peritoneum harus dibuka dari ujung bawah dari

incisi, untuk menghindari lig.falciforme, tetapi untuk Midline

Subumbilical Incision peritoneum harus dibuka dari bagian atas incisi

untuk menghindari cidera kandunung kemih.

Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang paling aman

adalah membukany adengan menggunakan dua klem artery, yang

dijepitkan dengan sangat hati-hati pada peritoneum. Kemudian

peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-goyang untuk memastikan

tidak adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit. Kemudian

peritoneum diincisi dengan menggunakan pisau. Incisi ini harus cukup

lebar untuk memasukkan 2 jari kita yang akan dipergunakan untuk

Page 11: Preskas Anes

melindungi struktur dibawahnya sewaktu kita membuka seluruh

peritoneum.

4. Upper Paramedian Incision

Incisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah.

Kira-kira 2,5-5 cm dari garis tengah. Incisi dilakukan vertical, mulai dari

batas costa, berakhir pada 2-8 cm dibawah umbilicus.

5. Lower Paramedian Incision

Incisi ini similiar dengan Upper Paramedian Incision dan, biasanya,

memang merupakan perluasan dari Upper Paramedian Incision hingga

dapat mencapai abdomen dari batas costa hingga ke pubis.

6. Lateral Paramedian Incision

Modifikasi dari Paramedian Incision yang dikenalkan oleh Guillou et al.

Dimana incisi dilakukan pada pertemuan dari pertengahan dan 1/3 luar

dari rectus sheat. Pada titik ini anterior rectus sheat terdiri dari 2 lapis.

Anterior sheat dipisahkan dari otot rectus. Dan kemudian Posterior sheat

atau peritoneum , atau keduanya dipisahkan dengan cara yang sama

dengan anterior sheat. Secara teoritis, tekhnik ini akan memperkecil

kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan incisional hernia.

7. Vertical Muscle Splitting Incision

Incisi ini sama dengan conventional paramedian incision, hanya otot

rectus pada incisi ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally)

pada 1/3 tengahnya, atau jika mungkin pada 1/6 tengahnya. Incisi ini

berguna untuk membuka scar yang berasal dari incisi paramedian

sebelumnya.

8. Kocher Subcostal Incision

Incisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk megakses

gallbladder dan biliary passages.. Sedangkan incisi subkostal kiri

dilakukan biasanya untuk splenektomi elektif.

Incisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc.

Xiphoideus dan diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5 cm

dibawahnya, sepanjang kira-kira 12 cm

9. McBurney Gridiron Incision

Dilakukan untuk kasus Appendicitis Akut Dan diperkenalkan oleh

Charles McBurney pada tahun 1894. Incisi dilakukan pada titik

Page 12: Preskas Anes

McBurney secara transverse skin crease, tetapi jika penderitanya gemuk

atau jika mungkin diperlukan untuk memperluas incise maka dibuat

incise oblique.

10. Pfannenstiel Incision

Incisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat

memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk

melakukan extraperitoneal retropubic prostatectomy. Incisi dilakukan

kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease sepanjang ± 12 cm.

c. Komplikasi

1. Stitch Abscess

Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya,

sebelum jahitan incisi tersebut diangkat.. Abses ini dapat superficial

ataupun lebih dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang teraba

dibawah luka, dan terasa nyeri jika di raba. Abses ini biasanya akan

diabsopsi dan hilang dengan sendirinya, walaupun untuk yang

superficial dapat kita lakukan incisi pada abses tersebut. Antibiotik

jarang diperlukan untuk kasus ini.

2. Sellulitis

Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema

dan proses inflamasi sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa

Staphylococcus Aureus, E. Colli, Streptococcus Faecalis, Bacteroides,

dsb. Penderitanya biasanya akan mengalami demam, sakit kepala,

anorexia dan malaise. Keadaan ini dapat diatasi dengan membuka

beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan penggunaan

antibiotika yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan berupa

suppurasi yang extensiv hingga kedalam lapisan abdomen, maka

tindakan drainase dapat dilakukan.

3. Infeksi Gangren

Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-

72 jam setelah operasi, peningkatan temperature (39° -41° C),

Takhikardia (120-140/m), shock yang berat. Keadaan ini ddapat diatasi

dengan melakukan debridement luka di ruang operasi, dan pemberian

Page 13: Preskas Anes

antibiotika, sebagai pilihan utamanya adalah, penicillin 1 juta unit IM

dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8 jam.

4. Hematoma

Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya

hilang dengan sendirinya, ataupun jika hematom itu cukup besar maka

dapat dilakukan aspirasi.

5. Keloid

Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang

sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini

lebih dari orang lain. Jika keloid scar yang terjadi tidak terlalu besar

maka injeksi triamcinolone kedalam keloid dapat berguna, hal ini dapat

diulangi 6 minggu kemudian jika belum menunjukkan hasil yang

diharapkan. Jika keloid scar nya tumbuh besar, maka operasi excisi yang

dilanjutkan dengan skin-graft dapat dilakukan.

6. Disrupsi dan Eviserasi

Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi

antara 0-3 %. Dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun

dibanding yang lebih muda. Laki-laki dibanding wanita 4 : 1.

Komplikasi ini dapat terjadi karena kesalahan pada prosedur

pembedahan ataupun karena faktor kondisi pasien.

Page 14: Preskas Anes

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. M

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No RM : 00994372

Diagnosis pre operatif : Tumor Padat Ovarii Suspect Malignancy

dengan Ascites

Macam Operasi : Laparotomy biopsi

Macam Anestesi : Anestesi Umum

Tanggal Masuk : 24 Juni 2013 jam 10.00

Tanggal Operasi : 19 Agustus 2014 jam 11.30

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

1. Anamnesis

a. Keluhan Utama : perut membesar

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang wanita 60 tahun, P6A0 datang sendiri ke RSDM

dengan keluhan perut membesar. Pasien mengeluh perut

membesar sejak 2 bulan yang lalu. Pasien sudah menopause sejak

14 tahun yang lalu. Penurunan berat badan (+) 6 kg dalam 2 bulan

disertai BAB tidak lancer, dan tidak terdapat keluhan pada BAK.

Riwayat keputihan (-), perdarahan (-). Riwayat operasi section

caesaria pada kehamilan terakhir, 18 tahun yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma: disangkal

Riwayat Hipertensi K disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Operasi : (+) section caesaria tahun 1996

d. Riwayat makan minum terakhir : jam 03.00 WIB

Page 15: Preskas Anes

e. Riwayat pemasangan gigi palsu : disangkal

f. Riwayat Gigi Goyah : disangkal

2. Pemeriksaaan Fisik

KU : Sedang, CM, berat badan 43kg

Vital Sign : T : 120/90 mmHg RR: 20x/menit

HR : 88x/menit Suhu: 36.6’c

Mata : Conjungtiva anemis (-), Sklera ikteri (-), pupil isokor

(3mm/3mm)

Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)

Mulut : Buka mulut > 3 cm, Mallampati 1

Leher : JVP tidak meningkat, KGB servikal tidak membesar, gerak

leher bebas

Thoraks : Retraksi (-)

Mammae : Payudara kanan dan kiri tidak ada kelainan

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : icturs cordis tidak kuat angkat

Perkusi ; batas jantung tidak melebar

Auskultasi : BJ i-ii intensitas normal, regular bising (-)

Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan dan kiri sejajar

Palpasi : fremitus raba dada kanan dan kiri sejajar

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi: suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)

Abdomen : supel, nyeri tekan (-), massa tidak teraba

Genitalia

Inspeksi : v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh,

OUE tertutup, darah (-), discharge (-).

VT : v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, OUE

tertutup, adneksa para metrium kanan dan kiri dbn, darah (-),

discharge (-)

Ekstremitas : CRT < 2

Page 16: Preskas Anes

o Oedema : -

o Akral dingin : -

o Sianosis ujung jari : (-)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Hb : 11.3 g,dl

Hct : 32 %

AE : 4 juta/ul

AL : 7100/ul

AT : 392ribu/ul

PT : 13.3 detik

APTT : 31 detik

HBsAg : Non reaktif

b. USG Abdomen

Tampak vesic urinaria terisi, tampak uterus dalam batas

normal, tampak gambaran hipoechoic uk : 9x7x6 cm kesan dari

adneksa tampak gambaran floating gut (+). Kesan menunjukkan

gambaran tumor padat ovarium dan ascites.

4. Kesimpulan

Seorang wanita, 60 tahun, P6A0, datang dengan keluhan

membesar sejak 2 bulan yang lalum mengalami penurunan berat

badan 6 kg dalam 2 bulan. BAB tidak lancer. Pada pemeriksaan USG

terdapat gambaran hipoechoic uk 9x6z7 dan floating gut, kesan

menunjukkan gambaran tumor pada ovarium dan ascites. Pasien

didiagnosis dengan tumor padat ovarii suspect malignancy dengan

ascites. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah

120/90 mmG, kegawatan (-), status fisik ASA II.

Page 17: Preskas Anes

LAPORAN ANESTESI

A. Rencana Anestesi

1. persiapan operasi

2. jenis anestesi : general anestesi

3. teknik anestesi : general anestesi dengan ET

4. premedikasi :

- ondansentron 2 mg IV

- ketorolac 60 mg IV

- midazolam 3 mg IV

- fentanyl 100 mg IV

5. induksi

- propofol 100 mg IV

- atracurium 30 mg IV

6. maintenance

- N2O/O2 = 2 lpm/ 2lpm

- Isofluran 1-2 vol %

7. monitoring : tanda vital selama operasi tiap 5 menit, cairan,

perdarahan, ketenangan pasien dan tanda tanda komplikasi

anestesi.

8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan.

B. Tata Laksana Anestesi

1. di ruang persiapan

a. cek persetujuan operasi

b. periksa tanda vital dan keaadaaan umum

c. lama puasa lebih dari 6 jam

d. cek obat dan alat anestesi

e. infus RL 20 tpm

f. posisis terlentang

g. pakaian pasien diganti pakaian operasi

2. di ruang operasi

Page 18: Preskas Anes

a. jam 11.30 pasien masuk kamar operasi, manset dan

monitor dipasang

b. jam 11.30 mulai dilakukan anestesi umum dengan

prosedur sebagai berikut :

c. jam 11.40 dilakukan intubasi endotrakeal dengan ET

nomor 7.0

d. pukul 11.40 operasi dimulai, selama ioerasi dilakukan

bagging.

e. Monitoring terhadap tanda vital dan saturasi O2 tiap 5

menit

f. Jam 14.00 operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang

pemulihan

g. Monitoring selama anestesi

Jam Tensi Nadi SaO211.30 120/80 88 9911.35 120/80 88 9911.40 120/80 88 9911.45 120/80 88 9911.50 120/80 88 9911.55 120/80 88 9912.00 120/80 88 9912.05 120/80 88 9912.10 120/80 88 9912.15 120/80 88 9912.20 120/80 88 9912.25 120/80 88 9912.30 120/80 88 9912.35 120/80 88 9912.40 120/80 88 9912.45 120/80 88 9912.50 120/80 88 9912.55 120/80 88 9913.00 120/80 88 9913.05 120/80 88 9913.10 120/80 88 9913.15 120/80 88 9913.20 120/80 88 9913.25 120/80 88 9913.30 120/80 88 9913.35 120/80 88 9913.40 120/80 88 99

Page 19: Preskas Anes

13.45 120/80 88 9913.50 120/80 88 9913.55 120/80 88 99

3. di ruang pemulihan

a. jam 14.00 : pasien dipindahkan ke ruang pemulihan

dalam keadaan sadar penuh, dalam keadaan posisi

terlentang diberikan O2 2lpm.

b. Jam 14.30 : pasien dipindahkan ke bangsal.

Monitoring pasca anestesi

Jam Tensi Nadi SaO214.00 120/80 88 9920.00 120/80 88 99

4. intruksi pasca anestesi

a. oksigen 2 lpm

b. rawat pasien posisi terlentang, control vital sign. Bila

tensi turun di bawah 100/60 mmJG, infus dipercepat,

berikan ephedrine 10mg. bila muntah, berikan

metoclopramide 10 mg. bila kesakitan berikan ketorolac

30mg.

c. BU (+) dref biasa

d. Infus asering 20 tpm

e. Lain lain

- puasa sampai dengan flatus

- control balance cairan

- monitor vital sign

- antar material ke laboratorium PA

BAB IV

Page 20: Preskas Anes

PEMBAHASAN

Penggunaan anestesi sangat penting untuk melakukan tinddakan

medis tertentu. Sebagaimana tindakan medis lainnya, tindakan anestei

khususnya penggunaan obat-obatan anestesi memiliki risiko

tersendiri. Oleh karena itum dari hasil kunjungan pra anestesi baik

dari anamnesis, pemeriksaan fisik akan dibahas masalah atau risiko

tersendiri. Oleh karena itu, dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari

anamnesis, pemeriksaan fisik akan dibahas masalah atau risiko yang

timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi

A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK

Tumor ovarium adalah suatu massa yang tumbuh pada

ovarium. Tumor jinak ovarium yang juga dikenal sebagai

‘atypical proliferating tumors’ adalah massa yang terdiri dari

kelompok tumor yang menunjukkan proliferasi. Diantara

tumor0tumor ovarium ada yang bersifat neoplastic dan ada

yang bersifat non neoplastic. Operasi pengankatan juga

bertujuan untuk mengetahui tingkat keganasan dari massa

yang muncul pada ovarium pasien.

B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH

1. Pembedahan dilakukan di daerah abdomen dimana

terdapat beberapa otot otot abdomen sehingga jika

terjadi lesi yang mengenai otot abdomen, maka

kemungkinan akan timbul nyeri post operasi yang dapat

mengganggu proses pernafasan. Oleh karena itu, jika

terdapat nyeri post operasi dapat dilakukan pemberian

analgesic agar tidak mengganggu pernafasan.

2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi

3. Iatrogenic (resiko kerusakan organ akibat

pembedahan). Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka

Page 21: Preskas Anes

perlu dipersiapkan jenis dan teknik anestesi yang aman

untuk operai yang lama, juga perlu dipersiapkan darah

untuk mengatasi perdarahan.

4. Kemunkinan infeksi dapat diatasi dengan pemberian

antibiotic pre dan post operasi.

C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI

1. pemeriksaan pra anestesi

pada penderita ini telah dilakukan persiapan pra-

anestesi yang cukup, antara lain :

a. puasa lebih dari 6 jam

b. pemeriksaan laboratorium darah

berdasarkan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi, yaitu:

a. bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita

sebelum dilakukan anestesi dan operasi.

b. Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang

sesuai dengan keaadaan umum penderita.

Dalam memperbaiki keadaan umum dan

mempersiapkan operasi pada penderita perlu dilakukan :

a. pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien

masuk RS.

b. Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung,

sehingga bahaya muntah dan aspires dapat diindarkan.

c. Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi

karena pada operasi ini diperlukan hilangnya

kesadaran, rasa sakit dan amnesia dengan

menggunakan obat-obatan premedikasi seperti

bezodiazepin, opioid, dan anti muntah. Teknik anestesi

yang digunaan adalah general anestesi dengan

pemasangan endotrakeal tube (ET)

2. Premedikasi

Page 22: Preskas Anes

a. Obat premedikasi yang digunakan adalah ondansentrn

2 mg iv, ketorolac 60 mg iv, midazolam 3 mg IV,

fentanyl 100 mg IV.

b. Pemberian ondansentron bertujuan untuk mengurangi

mual dan muntah pada pasien, sedangkan ketorolac

sebagai analgetik.

c. Pemberian midazolam 3 mg bertujuan agar pasien

dapat mencapai keaadaan sedatif sehingga tindakan

operasi dapat dilakukan.

d. Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca

bedah, mengurangi kebutuhan obat anestesi dan

memudahkan induksi dignakan fentanyl 100 mg IV.

3. Induksi

a. induksi anestesi mengguanakan propofol 100 mg IV

karena memiliki efek induksi yang cepat dengan

distribusi dan eliminasi yang cepat.

b. Untuk relaksasi otot selama operasi dilakukan dengan

pemberian atracurium 30mg IV.

4. Rumatan

a. pada ruamtan anestesi, digunakan N2O dan O2 dengan

perbadingan 2 liter : 2 liter untuk menghasilkan efek

sedasi dan analgesi.

b. Penggunaan isofluran 1-2 vol % mempertahankan

anestesi dan efek hipnotik.

5. terapi cairan

a. defisist cairan karena puasa 6 jam

2cc x 50 kg x 6 jam = 600cc

b. keutuhan cairan selama operasi besar dan karena

trauma operasi selama 1 jam

= (2cc xx 50kg x 1 jam) + (8cc x 50kg x 1 jam)

Page 23: Preskas Anes

= 100cc + 400cc = 500cc

c. perdarahan yang terjadi = 100cc

EBV = 70 cc x 50 kg = 3500 cc

Jadi kehilangan darah = 100/3500 x 100% = 3%

Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 90 xx = 270 cc

d. kebutuhan cairan total = 600 + 500 +270 = 1370 cc

e. cairan yang sudah diberikan

1. pra anestesi = 500cc

2. saat operasi = 1000 cc

total cairan yang masuk = 1500 cc

jadi kebutuhan cairan pada pasien ini sudah terpenuhi

namun berlebih (+130 cc) sehingga pengawasan

teradap pemberian cairan masih diperlukan saat pasien

berada di bangsal, diperhatikan kemungkinan

terjadinya overload dan produksi urin.

D. EFEK PENGGUNAAN ANESTESI UMUM

Berdasarkan kasus di atas ada beberapa efek yang dapat

timbul sebagai akibat dari penggunaan general anestesi, antara

lain :

Isofluran yang digunakan pada rumatan anestesi

memiliki efek depresi kontraktilitas jantung dan iritasi

saluran pernafasan.

Selain nitrit oksidan obata anestesi inhalasi memiliki

efek menurunkan volume tidal dan meningkatkan

frekuensi pernafasan.

Obat anestesi umum juga memiiki efek menurunkan laju

metabolic ottot dan meningkatkan aliran darah ke otak

sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan

intracranial

Page 24: Preskas Anes

Pada ginjal dan hati, obat anestesi memiliki efek penurunan

aliran darah sehingga menurunkan filtrasi glomerulus pada

ginjal.

Penggnaan benzodiazepine dapat berakibat amnesia

anterograde dan memperpanjang penyembuhan pasca bedah.

Opioid memiliki efek depresi pernafasan pasca bedah.

BAB V

KESIMPULAN

Page 25: Preskas Anes

Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada

operasi laparotomy biopsy pasien wanita, usia 60 tahun, status fisik ASA II

dengan diagnosis tumor padat ovarium suspect malignancy, teknik anestesi yang

digunakan adalah teknik anestesi umum pemasangan intubasi endotrakeal

nomor 7,0 respirasi terkontrol.

Pemeriksaan preanestesi memegang peranan penting pada setiap operasi.

Pemeriksaan yang teliti meungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan

memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga komplikasi anestesi

dapat diantisipasi ataupun ditekan seminimal mungkin.

Prosedur anestesi umum pada laparotomy dalam kasusu ini tidak

mengalami hambatan yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan

operasinya. Selama di ruang pemulihan pasien sadar penuh, hemodinamik stabil

dan tidak terjadi hal yang memerlukan pengangann serius. Secara umum

penatalksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada kasusu ini berjalan

lancer tetapi terdapat kelebihan cairan pasca operasi sehingga masih perlu

pengawasan terhadap overload cairan dan produksi urin di bangsal.

DAFTAR PUSTAKA

Page 26: Preskas Anes

Djokomoeljanto, M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : FKUI.

Dobson, M.B. 2004. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta : EGC. 12-13 hal

Ernst, A. Kelly, C., Sidhu, PG. 2011.Tracheomalacia and Tracheobronchomalacia in

Adults. Available at

http://46.4.230.144/web/UpToDate.v19.2/contents/f37/13/38332.htm.

Gilligan, J.E. Transport Critical Ill.

Hartini, S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam,  Jilid I, hal. 461, Jakarta : FKUI.

Himendra, A. 2004. Teori Anestesiologi. Bandung: Yayasan Pustaka Wina

Jenkins K, Baker AB. Consent and anaesthetic risk. Anaesthesia. 2003;58(10):962-84

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Kemenkes 1778/MENKES/SK/XII/2010. Tentang

petunjuk teknis penyelenggaraan pelayanan intensive Care Unit (ICU) di

Rumah Sakit.

Khanzada, TW., Abdul S., Waseem, M., Basant K. 2010. Post thyroidectomy

Complication. J Ayub Med Coll Abbottabad 1; 22

Latief, S.A., Kartini, A.S., Rusman, D. 2002.Anestesiologi.Jakarta : FKUI

Miller, RD. 2006. Anesthesis, Seventh edition. Melbourne: Churcill Livingstone

Pitoyo, D dan Amin, M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis Proses Proses

Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

Sebel PS, Bowdle TA, Ghoneim MM, et al. The Incidence of Awareness During

Anesthesia: a Multicenter United States Study. Anesth Analg. 2004;99(3):833-

9

Sjamsuhidayat, R. Dan Wim D.J. 2006. Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hal

609-10 Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987