Referat Anes Final

download Referat Anes Final

of 60

Transcript of Referat Anes Final

BAB I PENDAHULUANTubuh kita terdiri atas 60% air, sementara 40% sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proposi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak dibandingkan pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75% berat badan, usia 1 bulan 65% dewasa pria 60% dan wanita 50%. Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan nutrien-nutrien tersebut. Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan homeostasis. Namun demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan melalui oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syok hipovolemik, mual muntah yang hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus puasa lama karena akan dilakukan pembedahan. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukan obat dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam basa.

1

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR CAIRAN TUBUH

KOMPARTEMEN TUBUH Tubuh kita sebagian besar terdiri dari air. Air tubuh total pada pria sebesar 60% dari berat badan dan pada wanita sebesar 50% dari BB. Di dalam air tersebut terlarut zat-zat erlarut (solute) inorganic dan ongarnik, dimana secara umum air dengan zat terlarut di dalamnya disebut cairan tubuh. Kompartemen berisi cairan intraseluler (40% BB) dan cairan ekstraseluler (20% BB). Ruang ekstraseluler meliputi ruang interstisial yang berisi cairan interstisial (15% BB) dan ruang intravascular yang berisi cairan intravascular, darah dan plasma (5%BB). Serta ruang serebrospinal berisi cairan serebrospinal. Terdapat ruang ketiga yang termasuk ruang ekstraseluler yang disebut ketiga (third space). Cairan dalam ruang ketiga diabaikan isinya seperti di ruang intrapleura, perikard, intraperitoneal dan lain-lain. Air dapat masuk secara bebas memasuki ruang intraseluler dan ruang ektraseluler secara bebas melalui proses osmosis mengikuti konsentrasi osmotik. Konsentrasi osmotic ditentukan oleh jumlah solute dalam larutan tersebut. Natrium (Na) adalah solute yang berperan dalam ruang ekstraseluler dan kalium (K) adalah solute yang berperan dalam ruang intraseluler. Terjadi gangguan volume pada masing masing kompartemen sering kali terkait gangguan pada keseimbangan elektrolit terutama Na. Air Masuk dan Keluar ke Dalam TubuhAir sebagai kebutuhan pokok masuk kedalam tubuh secara fisiologis melalui makanan dan minuman sehari hari, baik secara oral normal atau secara artificial melalui pipa naso atau orogastrik maupun melalui gastrotomi. Apabila tidak memungkinkan, cairan dimasukkan melalui vena perifer atau vena sentral.

2

Sementara pengeluaran air dari tubuah dapat melalui urin, evaporasi melalui kulit, evaporasi melalui paru dan feses. Dengan total pengeluaran keseluruhannya sebesar 2500ml yang sebagian besar keluar melalui urin yaitu sekitar 1200ml.

OSMOLALITAS DAN TONISITAS Perpindahan air dari cairan ekstraseluler dan intraseluler atau sebaliknya disebut sebagai pergeseran cairan. Air akan berpindah dari ruang dengan konsentrasi osmotic rendah menuju ruang dengan konsentrasi osmotic tinggi, sehingga akhirnya didapat keseimbangan yang membuat konsentrasi osmotic kedua ruang menjadi sama. Konsentrasi osmotic ini ditentukan oleh sejumlah solute terlarut. Ukuran yang dipakai adalah osmolalitas atau osmolaritas. Beberapa unit pengukuran solute yang sebagian besar berupa elektrolit adalah sebagai berikut: Milligram adalah mengukur berat Miliequivalent adaah ukuran kapasitas untuk ikatan kimia sesuatu zat sesuai dengan valensinya. Milimol adalah ukuran jumlah partikel dalam larutan.di dalam larutan. Hampir semua eletrolit terutama yang terdapat didalam cairan ekstraseluler dianggap terionisasikan dengan sempurna menjadi kation dan anion. Kation terbanyak di ekstraseluler adalah Natrium ( Na ) dan kation terbanyak dalam intraseluler adalah kalaium ( K ). Anion terbanyak dalam ekstraseluler adalah klorida dan anion terbanyak dalam intraseluler adalah fosfat. Osmolaritas cairan ekstraseluler adalah sama dengan jumlah zat terlarut dalam milimol atau mEq ( bilamana valensi=1 ). Tonisitas adalah pengukuran hasil perhitungan dari partikel partikel yang aktif secara osmotic yang mana nilainya kira kira sama dengan osmolaritas. Osmolaritas serum normal = 290 10 mOsm/L Tonisitas serum normal = 28010 mOsm/L

3

Untuk kepentingan klinik, osmolalitas dan tonisitas normal adalah 29010 mOsm/L. Bila nilai berada dalam batas batas 280 300 Mo sm/L disebut isotonik. Nilai lebih dari 300 mOsm/L disebut hipertonik dan niali kurang dari 280mOsm/L disebut hipotonik.

A. Tekanan Osmotik dan Tekanan Onkotik

Tekanan osmotik adalah besar tekanan yang diperlukan untuk menahan agar perpindahan air dari larutan konsentrasi rendah ke dalam larutan konsentrasi tinggi melalui membran semipermeabel tidak terjadi. Tekanan osmotik (mmhg)= 19,3 x Osmolaritas (mOsm/L) Tekanan onkotik plasma adalah tekanan osmotik yang ditimbulkan oleh larutan koloid plasma. Walaupun nilainya kecil (1,4 mOsm/L) sanagat penting dalam menjaga keseimbangan air antara cairan interstisial dan cairan intravaskular. Kemampuan koloid seperti albumin,dextran atau HES dalam menahan air adalah berkisar antara 14 20ml untuk setiap gram.

B. Hubungan Antar Kompartemen

Ruang intravaskular dipisahkan dari ruang interstisial oleh membran kapiler. Membran kapiler bersifat permeabel terhadap air, elektrolit dan moleku molekul kecil, yang dalam keadaan normal tidak permeabel terhadap protein, albumin dan molekul besar. Struktur membran kapiler tersusun kontinyu, berlubang atau discontinuos. Kapiler jenis kontinyu, berlubang atau tidak kontinyu sangat selektif menahan protein plasma, permeabel tehadap air dan ion. Jenis tidak kontinyu sangat permeabel terhadap protein plasma. Kapiler jenis kontinyu, endotel tersusun rapat terdapat pada jaringan otot, subkutan, paru, jantung, ginjal. Jenis berlubang terdapat pada glomerulus, gastrointestinal dan tidak kontinyu terdapat pada hepar, limpa dan beberapa kelenjar.

4

Perpindahan zat zat dari intravaskular melewati dnding kapiler dengan cara difusi, vesikuler transport dan bulk transport. Difusi misalnya oksigen, karbondioksida, glukosa, amonium dan lain lain kecuali protein dan molekul besar lainnya. Vesicular transport (endositosis, eksositosis) misalnya molekul besar, lipid terlarut antibodi. Bulk transport adalah filtrasi dan absorbsi, seperti yang terjadi pada glomerulus dan tubulus ginjal.

Proses Pasif Proses pasif adalah difusi, osmosis, filtrasi dan difusi terfasilitasi. Zat zat yng berdifusi melaluimembran yang bersifat permeabel terhadap zat tersebut. Air dan molekul molekul lipid terlarut seperti oksigen, karbon dioksida, nitrogen, steroid, vitamin A, D,E,K, Urea, gliserol, sedikit amonia dan alkohol berdifusi melalui membran fosfolipid masuk dan keluar sel. Zat zat yang tidak lipid terlarut berdifusi keluar dan masuk sel melalui pori pori kecil terbentuk oleh protein seperti Na, K, Ca, Cl. Difusi melalui pori pori lebih lambat daripada melalui membran fosfolipid. Osmosis adalah proses pasif dimana terjadi perpindahan zat terlarut yaitu air, melalui membran permeabel yang selektif. Air berpindah secara osmosis dari tempat konsentrasi tinggi ke tempat dengan konsentrasi rendah. Proses osmotik menimbulkan tekanan osmotik dan tekanan osmotik memberikan nilai tonisitas Filtrasi adalah proses perpindahan air dan beberapa zat terlaurt melewati suatu membran oleh karena gaya gravitasi atau tekanan hidrostatik air. Molekul beukuran kecil dan sedang dapat dipaksa melewati membran seperti nutrien, gas gas, ion, hormon dan vitamin. Difusi terfasilitasi adalah difusi melalui membran sel yang dibantuoleh protein integral yang berfungsi sebagai transporter ( carrier ). Contohnya adalah glukosa yang di ubah menjadi glukosa 6 fosfat oleh enzim kinase, menggunakan ATP sebagai energi fosfat. Difusi terfasilitasi terjadi lebih cepat daripada difusi sederhana dan bergantung pada perbedaan konsentrasi zat`di dalam dan diluar membran, jumlah transporter yang ada, kecepatan kombinasi transporter dengan zat. Insulin mempercepat proses difusi terfasilitasi glukosa dalam sel.

Proses Aktif 5

Beberapa zat tidak dapat masuk dan keluar sel melalui membran sel secara pasif. Zattersebut memerlukan proses yang membutuhkan energi transport aktif dan bulk transport . Kedua cara tersebut membuthkan energi dari pemecahan ATP. Protein integral pada membran sel berfungsi sebagai pompa pengendali ATP. Bulk transport adalah endositosis dan eksositosis yaitu cara cara untuk memindahkan bahan bahan masif masuk dan keluar sel. Transpor aktif ada dua yaitu primer dan sekunder. Transpor aktif primer adalah energi dari ATP langsung memindahkanzat melewati membran sel, memakai energi untuk menginduksi perubahan dalam protein transport- pump di membran sel. Pada transpor yang sekunder, energi disimpan dalam bentuk gradien ion membawa zat melewati membran. Pompa natrium merupakan pompa transpor aktif primer yang mempertahankan kadar Na tetap rendah di dalam sel dengan memompanya keluar melawan gradien konsentrasi, juga memindahkan K ke dalam sel melawan gradien konsentrasi. Pompa natrium bekerja terus menerus sebab K dan Na dapat bocor melalui membran secara pelan pelan melalui pori pori. Pompa transpor aktif primer ini disebut Na/K pump atau lebih sering disebut pompa natrium. Pengaturan Cairan dan Protein Melewati Kapiler Filtrasi cairan intravaskular ke ruanginterstisial dan absorpsi cairan interstitial kedalam ruang ruang intravaskular dijelaskan dalam persamaan ernest starling: JV = kA(Pc-Pt) j( CoPc-CoPt) JV k A Pc Pt j = Laju filtrasi cairan melewati kapiler = koefisien ultrafiltrasi = lua area terjadinya filtrasi = tekanan hidrostatik kapiler = tekanan hidrostatik jaringan = koefisien refleksi

CoPc = tekanan koloid osmotik kapiler6

CoPt = tekanan koloid osmotik jaringan Koefisien refleksi dinyatakan dengan nilai antara nol sampai nilai mendekati satu, menunjukan kemampuan membran kapiler guna mencegah perpindahan air. Setiap jaringan mempunyai nilai j tertentu. Makin kecil nilai j maka makin mudah air dan partikel kecil lain melewati dinding kapiler.

Ruang Ketiga Istilah ini awalnya dimaksudkan untuk kompartemen yang tidak termasuk kedalam intraseluler dan ekstraseluler yaitu ruang intraperitoneal, ruang intrapleural. Ruang ketiga disebut ruang penampung hilangnya cairan masa perioperatif, disamping hilang cairan karena irreversible loss akibat berkeringat dan puasa. Sehingga pada praktiknya kita memberikan cairan dengan balans positif yang berlebihan selama operasi besar dan lama. Komposisi Cairan Tubuh Komposisi cairan tubuh yang dimaksud adalah komposisi kandungan elektrolit kation dan anion yang ada pada masing masing kompartemen.

7

BAB III PENILAIAN DAN TARGET TERAPI CAIRAN

Metode Pemantauan dan Penilaian Hemodinamik Metode yang digunakan untuk menilai volume intravaskular dan preload penting untuk penataklasanaan pasien yang menjalani pembedahan. Dalam perkembangan nya parameter tradisional seperti pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital sering keliru disebabkan tingginya tingkat sensitvitas dari pemeriksa. Montoring hemodinamik lebih akurat dalam menilai cairan intravaskuler, curah jantung dan tekanan perfusi sistemik. Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan hemodinamik memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure). Pemantauan hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter ke dalam ke dalam pembuluh darah atau rongga tubuh. (Eddy Harijanto, 2009) Pendekatan non invasive dapat dipakai pada kasus yang sudah diberi bolus cairan (cairan tantangan ) dan tekanan darah jumlah urine, status mental dan kadar laktat normal. Namun, jika tantangan cairan empirik tidak memberikan perbaikan, maka perlu dipasang jalur sentral. (Fundamental Course on Fluid Therapy, 2003)8

Indikasi Pemantauan Hemodinamik a. b. c. d. e. f. g. h. i. Shock. Infark Miokard Akut (AMI), yg disertai: Gagal jantung kanan/kiri, Nyeri dada yang berulang, Hipotensi/Hipertensi. Edema Paru. Pasca operasi jantung. Penyakit Katup Jantung. Tamponade Jantung. Gagal napas akut. Hipertensi Pulmonal. Sarana untuk memberikan cairan/resusitasi cairan, mengetahui reaksi pemberian

obat. . (Eddy Harijanto, 2009) Parameter Hemodinamik a. b. c. d e. Tekanan vena sentral (CVP) Tekanan arteri pulmonalis Thermodilution cardiac out put Pengukuran volume darah intratoraks Transesophageal echocardiography ( TEE ). (Eddy Harijanto, 2009)

Tekanan Vena Sentral Tekanan vena sentral atau central venous pressure (CVP) digunakan sebagai indeks dari preload ventrikel. Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastole. (Eddy Harijanto, 2009) Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) memasang kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik pengukuran menggunakan manometer air atau transduser, 2) Melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis. Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem transduse (Rokhaeni H., 2001) Meskipun tidak ada nilai mutlak untuk CVP pada penggunaanya berkisar antara 6-12 mmHG cukup kuat sebagian besar kasus. Nilai CVP lebih dari 15 mmHg biasanya9

merupakan indikasi ada masalah pada jantung dan respirasi.Sedangakan nilai CVP kurang dari 6 mmHg dengan hemodinamik stabil tidak perlu intervesi lebih lanjut.CVP juga akan merespon terrhadap pengisian cairan. Contohnya pada pasien dengan keadaan hipovolemik, respon terhadap cairan berupa peningkatan tekanan darah dan jantung yang akan berakibat penurunan CVP. (Eddy Harijanto, 2009) Dalam prateknya penggunaannya harus dikritisi terutama pada pasien dengan kondisi buruk. Misalnya pada keadaan meningkatnya tekanan torak atau karena peningkatan tekanan intra perkardial akan menyebabkan CVP berbanding terbalik dengan preload, nilai CVP tinggi meskipun preload ventrikel rendah. (Eddy Harijanto, 2009)

Kateter Arteri Pulmonal Sentral Kateter arteri pulmonal mempunyai banyak data hemodinamik yang bisa dperoleh seperti CVP,tekanan arteri pulmonal (pulmonary artery pressure, PAP) tekanan baji ateri pulmonal (pulmonary capiler wedge pressure, PCWP) volume sekuncup (SV), curah jantung (CO),mixed venous oxygen saturation (SvO2) resistensi sistemik (sistemik vascular resistance, SVR) dan resistensi paru (pulmonary vascula resistance, PVR). Data data tersebut disertai dengan interprestasi yang tepat akan mengurangi morbiditas dan mortalitas. PCWP mencerminkan preload ventrikel kiri karena PCWP dianggap ekuivalen dengan left ventricular end diastolic volume (LVEDV). Hal itu bisa terjadi dengan asumsi bahwa PCWP adalah ekuivalen dengan atrium kiri, sedangkan atrium kiri sebanding dengan left ventrikel end diastolic pressure ( LVEDP), perubahan LVEDP sebanding lurus dengan perubahan LVEDV. Tetapi pada pasien gangguan jantung dan ventrikel perubahan LVEDV dabn LVEDP akan berbanding terbalik. Pada pasien bedah nilai pCWP biasanya berkisar antara 6-15 mmHg. Seperti CVP, respon PCWP pada loading cairan lebih berguna daripada nilai absolut. Kateter arteri pulmonal menuntungkan untuk digunakan pada pasien dengan pembedahan mayor karena mempunyai akses yang cepat. Ada 3 fakor yang mempengaruhi monitoring kateter arteri pulmonal yaitu: 1. Faktor pasien, pasien dengan disfungsi organ akan meningkatkan resiko gangguan hemodianamik10

2. Faktor prosedur. Pasien menjalani prosedur pembedahan mayor yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan disfungsi ogan3. Faktor praktisi. Monitoring kateter arteri pulmonal tergantung denagn kompetensi

dasar dari dokter dan perawat. (Eddy Harijanto, 2009)

Thermodilution Cardiacoutput Sentral Thermodilution cardiac output yaitu sejumlah cairan dingin diinjensikan ke atrium kanan yang akan dideteksi oleh termistor pada ujung kateter arteri pulmonal.Penyebab pengukuran jantung tidak akurat: 1. Volume yang diinjeksikan lebih kecil dari volume yang dianjurkan menyebabkan overtimasi CO 2. adanya aliran infus yang cepat bersamaan dengan cairan injeksi dingin menyebabksn undertimasi CO 3. adanya koordinasi antara injeksi dingin dengan siklus ventilasi mekanik dikarenakan ada pengaruh tekanan intrapleura pada preload ventrikel kanan 4. adanya regurgitasi katup triskupid menyebabkan adanya undertimasi CO 5. perubahan yang cepat pada temperatur tubuh menyebabkan undertimasi CO Pengukuran tidak langsung curah jantung menggunakan end tidal CO2 tension, bila kondisi ventilasi semenit dan CO2 relatif stabil. Tetapi jika ada penurunan pada aliran darah paru karena menurunnya curah jantung menyebabkan end tidal CO2 menurun (Eddy Harijanto, 2009) Pengukuran Volume Darah Intratoraks Intrathoracic blood volume ( ITBV) menverminkan jumlah end diastolic blood volume darah pada sirkulasi pulmonal dan aorta torakalis. Dengan menggunakan teknik11

transpulmonary indicator dilution dapat diperoleh nilai ITBV, CO extra vascular lung water ( EWLW) dan total end tidal (TEDV). EVLW merupakan indikator yang sensitif terhadap edem paru, sedangkan ITBV dan TEDV merupakan parameter baik terhadap volume darah dan preload . ITBV juga sensitif untuk digunakan pada pasien dengan gagal nafas, perubahan pada cardiac index, tissue organ delivery. (Eddy Harijanto, 2009) Transesophgeal Echocardiography (TEE TEE dugunakan untk menilai preload dan CO yang bersifat kurang invasif dibandingkan dengan arteri pulmonal. Preload pada TEE dianilai terutama dengan mengukur left ventrikel end diastolic area sedangkan CO diperoleh dengan metode doppler.Sehingga TEE lebih superior dalam hal diagnosis penyebab instabilitas hemodianamik dibandingkan dengan kateter arteri pulmonal. (Eddy Harijanto, 2009) Penilaiaan Volume Intravaskuler Pada Sasien Syok dan Kritis Resusitasi cairan yang hanya diberikan dengan hanya berdasarkan keadaan nyata yang diukur dalah pedoman yang jelek untuk terapi, terutama pada pasien dengan keadaa syok septik, karena jumlah cairan yang diperlukan dapat jauh lebih banyak dari volume normal. Pada keadaan syok dapat terjadi hipoksia jaringan berat biarpun kelihatannya aliran darah, tekanan dan oksigenasi sistemik jantung dapat diukur dengan memakai kateter arteri pulmonal termodilusi dan bersama-sama dengan pengukuran SaO2 dan Hb dapat digunakan untuk menilai DO2. Namun, kendati dilengkapi dengan pengukuran-pengukuran tersebut, kita tidak dapat menilai kecukupan perfusi jaringan tanpa menghubungkan DO 2 dengan VO2 ( Fundamental Course Fluid Therapy, 2003). Ekspansi volume ( loading cairan ) sering digunankan pada pasien kritis untuk memperbaiki hemodinamik, karena ada hubungan antar LVEDV denagn volume sekuncup (SV). Respon yang diharapkan pada loading cairan adalah terjadi peningkatan LVEDV,SV dan curah jantung. Tetapi pada prateknya hanya 40-72 % pasien krtitis yang responsif terhadap peningkatan SV pada ekspansi volume. Hal itu disebabkan peningkatan SV yang disebabakan peningktan LVEDV tergantung pada pada fungsi ventrikel. Bila fungsi ventrikel menurun maka hubungan LVEDV dengan SV tidak signifikan. Oleh karena itu pada pasien kritis dibutuhkan suatu faktor prediksi untuk apakah paien responsif terhadap ekspansi volume atau tidak. Dengan tujuan memastikan apakah dengan pemberian cairan keadaan menjadi lebih baik atau tidak. Contohnya pada penggunaan12

katekolamin tanpa disertai dengan resusitasi yang adekuat akan menyebabkan iskemia jaringan. Sebaliknya loading cairan tanpa ada peningkatan CO akan menyebabkan edem jaringan dan disfungsi organ. Parameter yang digunakan di klinik selama ini adalh pengisian jantung misalnya pada vena sentral, tekanan baji arteri pulmonalis dan LVEDA dengan TEE. Salah satu teknik untuk mengukurvolume intravaskuler adalah dengan mengukur gelombang tekanan arteri yang ditimbulkan pada ventilasi mekanik. (Eddy Harijanto, 2009)

Dikutip: dari Eddy Harijanto. 2000

1.

Systolik pressure variation (SPV) adalah selisih antara sistolik maksimal dan

minimal selama satu siklus ventilasi bertekanan positif 2. 3. 4. 5. Up adalah selisih antara tekanan sistolik maksimal dengan sistolik dasar Down adalah selisih antara tekanan sistolik dasar dengan sistolik minimal Tekanan sistolik dasar adalah tekanan sistolik yang diukur apada periode apneu Pulse press varition ( PPV ) yaitu selisih antara pulse pressure maksimal dan

minimal yang s ventilasi bertekanan positif.13

Pasien dikatakan responsif bila down 11+4 mmHg dan curah jantung nya meningkat kurang lebih 15 persen terhadap loading cairan. Dan tidak responsif bila down 4 +2 mmHg dengan nilai therehold down nya 5 mmHg. Pada pasien dengan gagal sirkulasi karena sepsis dan dengan ventilasi mekanik dianjurkan PPv untuk menilai efek loading cairan. Nilai PPV > 13% dinyatakan responsif dan jika < 13% dinyatakan tidak responsif. Sedangkan indikator SPV adalah jika > 5 mmHg dinyatakan responsif. Tetapi dalam prateknya nilai PPV lebih akurat dari SPV. Pasien dengan gangguan jantung dianjurkan memakai ventilasi mekanik dengan pernafasan kontrol volume tidal yang normal karena penilaian SPV dan PPV tidak akurat.

Metode Untuk Menilai Sirkulasi Mikro Sentral Terapi cairan periopertif bertujuan nuntuk mempertahankan tanda tanda vital dalam batas normal dan produksi urin 0,5 ml/kg/jam. Tetapi dalam perkembangan nya penilaian tanda vital tersebut tidak dapt menjadi pegangan kareana banyak komplikasi pasca operaalsi .Maka ada perubahan paradigma penilaian dari tanda vital menjadi keseimbangan antara suplai 02 dengan dengan kebuuhan O2 baik sebelum, selama dan sesudah operasi.Jadi terapi cairan perioperatif mengguankan sirkulasi mikro sebagai goal dari terapi caira untuk menjaga ketersediaan 02 dalam tubuh untuk menghadapi sterss anestesi pada pembedahan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu mdiperhatikan dalam penilaian sirkulasi mikro (Eddy Harijanto, 2009) DO2 (oksigen delivery) O2

digunakan untuk menjamin metabolisme jaringan secara aerob untuk

menghasilkan energi yang digunakan organ dan menghasilkan produk akhir yang akan di keluarkan oleh tubuh. Sehingga kegagalan dalam memasok O2 akan mengakibatkan kegagalan organ seperti pada pasien syok yang tidak diresusitasi dengan baik .Untuk mencegah hal tersebut perlu diperhatikan golbal oksigen delivery yaitu jumlah total oksigen yang di sediakan untuk seluruh jaringan setiap menit ter gantung dengan aliran darah. Pada keadaan istirahat jantung yang normal akan membutuhkan global deliver oksigen lebih banyak dari total oksigen yang dibutuhkan untuk mejaga metabolisme berjaln secara aerob.

14

Difusi oksigen mengikuti hukum Fick yang berabnding lurus dengan luas area difusi, konstanta medium difusi, perbedaan tekanan parsial antara kedua medium, dan berbading terbalik dengan jarak difusi. Jumlah i yang masuk dapat dihitung dengan rumus Fick: DO 2 (mil/min )=`10 x CO ( L/min)x CaO 2 Keterangan CaO2 adalah kandungan oksigen di dalam arteri ( 1,34 x Hb x SaO2 + 0,003 x Pa02) 1,34 adalah jumlah oksigen yang dapt diikat oleh satu hemoglobin. CO adalah curah jantung hasil perkalian antara laju nadi dan isi sekuncup. Dalam keadaan normal DO2 mendekati 1000 mil/min didapat dari perkiraan co 5l/min. Hemoglobin 15 gr/100ml dan SaO2 100%. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi oksigen dari kapiler darah ke jaringan : 1. faktor yang mempengaruhi difusi2. jumlah oksigen yang sampai ke kapiler ( DO2 )

3. posisi kurva disoisasi oksigen (P50 )4. jumlah oksigen yang di konsumsi ( VO2)

Menurut hukum fick meningkatan oksigen delivery ke jaringan paling efisien dengan meninggkatkan konsentrasi hemoglobin dan curah jantung. Peningkatan konsentrasi hemoglobin dengan transfusi darah. Sedangkan curah jantung sendiri ditingkatkan dengan pemberian cairan dan pemberian vasoaktif dan inotropik. Oxygen Consuption dan Oksygen Extraction Ratio Sentral Ada 2 cara dalam menghitung konsumsi oksigen dengan cara yang langsung adalh analisa gas darah dan grafik metabolisme. Dan cara tidak langsung adalah dengan memaki hukum Fick : VO 2 ( miln/min) =10 CO ( mil/min )x (caO2 CvO2 ) CvO2 adalah kandungan oksigen darah mixed venous (1,34 x hemoglobin x SvO2 +0,003 x PvO2 ) dimana PvO 2adalah tekanan parsial oksigen untuk mixed venous. Pengukuran langsung mempunyai nilai lebih akurat daripada tidak langsung.15

Oxygen extraction ratio adalah perbandingan oxygen consumption terhadap oxygen delivery (O2ER) O2ER = VO2/DO2 Beberapa keadaan yang dapat meningkatkan O2ER misalnya pada keadaan latihan berat, anemia berat dan gagal jantung. Hubungan DO dan VO2 adalah bifasik. pada keadaan penurunan DO2 contoh pada perdarahan atau hipoksia VO2 tetep dipertahankan normal. O2ER meningkat sampai tidak dapt ditingkatkan lagi, sehingga terja penurunan VO2 dan DO2. Nilai batas penurunan VO2 dan DO2 disebut critical value. (Eddy Harijanto, 2009) Mixed Venous Oksygen Saturation Sentral Mixed venous oxygen saturation merupakan salah satu penanda klinis dari kecukupan oksigen delivery dan rasio ekstraksi oksigen dan merupakan pemeriksaan rutin untuk pasien yang kritis.Penurunan nilai mixed venous berhubungan dengan prognosis pasien syok sepsia dan kegagaln jantung. Mixed okygen menggambarkan jumlah oksigen yang tidak di ambil oleh jaringan dan kembali ke jantung.. Karena kemampuannya inilah mixed venous juga sering digunakan dalm pemantauan hemodinamik, ansietas, anemia, atau gangguan dalm rongga dada. Pengukuran mixed venous dapat melalui arteri pulmonalis degan menggunakan keterter Swan Ganz yang merupakan pengukuran invasif dan melalui vena` cava superior dengan menggunakan vena sentral. Parameter standar yang digunakan nilai mean areteril pressure >65 mmHg, CVP > 18-22mmHg dan produksi urin 0,5 ml /kg /bb /jam. Mixed venous diambil melalui vena sentral dengan target > 70%. (Eddy Harijanto, 2009)

Laktat Kadar laktat dalam darah merupakan indikator tanda adnya metabolisme anaerob dan kekurangan energi pada tingkat seluler contoh nya pada syok septik yang mengalami

16

hipoperfusi jaringan. Peningkatan kadar laktat dalam darah dipengaruhi oleh ambilan alanin oleh hati dan gangguan pernafasan di mitokondria. Kadar laktat yang meningkat pada syok akan menujukkan bahwa terjadi hipoksia jaringan dan nteralisasi jarinagn asisdosis metabolik merupakan salah satu tujuan terapi cairan dan mengarahkan ke resusitasi Karena fungsinya sebagai indikator kekurangan energi dalam jaringan, bersihan laktat menjadi parameter prognosis mortalitas dan morbiditas. Bersihan laktat setiap peneliti berbeda beda namun memberikan nilai yang sam pada bersihan sebesar 50%. (Eddy Harijanto, 2009)

Penggantian Cairan Tubuh Selama Perioperatif

Terapi cairan dibutuhkan kalau tubuh sudah tidak mampu memasukkan air dan elektrolit dan makanan secara oral misalnya pada pasien harus puas lama kareana pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, dan lain sebagainya. Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat agar sistem kardiovaskular dan organ vital lain agar dapat bekerja optimal. Subtitusi cairan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan sebelumnya, mengganti kebutuhan cairan yang normal, mengganti cairan pada saat operasi. Kebutuhan cairan untuk rumatan ( keperluan sehari-hari ) dapt dilihat dari:

4ml /kg/bb jam untuk berat badan 10kg pertama 2ml /kg /bb untuk berat badan 10 kg kedua 1 ml/kg /bb untuk sisa berat badan. (Eddy Harijanto, 2009)

Kehilangan Cairan Sebelumnya

17

Pasien yang akan dioperasi akan puasa dan mengalami defisit cairan proposional. Untuk menghitung defisitnya dapat diestimasi dengan mengalikan jumlah jam puasa dengan kebutuhan normal rumatan. Puasa selama 6 -8 jam sebelum induksi anestesi merupakan program standar pada pembedahan elektif dengan tujuan mencegah terjadinya regurgitasi, muntah dan apirasi paru. Tapi dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa puasa terlalu lam akan menyebabkan rasa haus dehidrasi, tidak nyaman dan naiknya morbiditas. Rekomendasi yang terbaru menyebutkan puasa pada pasien bedah elektif adalah 2 jam sebelum induksi. (Eddy Harijanto, 2009)

Penggantian Cairan Setelah Puasa Defisit cairan setelah puasa terutam karena kehilangan air harus diganti dengan air pula (glukosa 5% ) Infus glukosa l juga dapat diberikan karena dapat memperbaiki kekuatan otot. Tetapi pengguanaannya harus dikontrol karena stres pembedahan akan meningkatkan kadar gula darah. Pada pelaksanaanya infus glukosa dapat diberikan 2 jam sebelum induksi. (Eddy Harijanto 2009) Insebile Water Loss Sentral Insebile water loss adalah kehilangan pure water dan tidak ada hubungan dengan zat terlarut pada waktu tidak kita sadari. Kehilangan tersebut dapat terjadi karena evaporasi melalui kulit dan pernafasan. Dalam klinis insebile water loss sering kali tidak diperhitungkan karena sudah diganti dengan produksi air hasil metabolisme. (Eddy Harijanto, 2009) Kehilangan Cairan Abnormal Sentral Kehilangan cairan abnormal seperti muntah, diare, perdarahan pre operatif, asites, demam, hiperventilasi,yang harus dikoreksi untuk mencegah hipotensi dan hipoperfusi yang dapat muncul saat induksi anestesi. (Eddy Harijanto, 2009)

Kehilangan Cairan Selama Pembedahan Sentral18

Salah satu tugas terpenting dari seorang anstesi adalah memperkirakan jumlah kehilangan darh yang terjadi. Metode yang sering dipakai adalah menghitung jumlah darah yang ada dalam suction dan perkiraan jumlah darah yang terhisap pada kasus bedah. Nilai hematokrit dapat menggambarkan rasio sel-sel darah terhadap plasam. Nilai hematokrit ini diperlukan untuk operasi yang lama atau perhitungan darah sulit dilakukan. Dalam pembedahan seorang anestesi harus bisa memperhatikan petunjuk- petunjuk ( misalnya; urine output, keadaan jantung aritmia atau tidak) yang dijadikan acuan dalam terapi cairan dan transfusi. Kebutuhan cairan berdasarkan derajat trauma pada pembedahan 1. derajat keparahan minimal ( herniorapphy ) kebutuhan cairan tambahan 0-2 ml/kg2. derajad keparahan sedang ( kolesistektomi ) kebutuhan cairan tambahan 2-4 ml/kg 3. derajad keparahan berat ( reseksi usus ) kebutuhan cairan tambahan 4 8 ml/kg (Eddy

Harijanto, 2009) Bentuk Kehilangan Cairan yang Lain Bentuk kehilangan ini sering disebabakan evaporasi dan redistribusi internal cairan tubuh. Kehilangan cairan akibat evaporasi sering berkaitan dengan luka yang besar dan area permukaan yang terpapar dan lamanya oprerasi. Redistribusi cairan sering disebut dengan perpindahan cairan intervaskuleer ke permukaan serosa atau ke lumen saluran cerana sehingga dapat terjadi peningktan komponen fungsional pada bagian ekstra selulernya. Redistribusi dapat terjadi pada yang berat seperti luka bakar yang luas atau peritonitis . Dari penelitian Lamke mengenai kehilangan cairan akibat evaporasi dariu rongga abdomen, pembedahan minor dengan hanya sedikt manipulasi organ visera terdapat kehilangan cairan sebesar 2,1 + 0,5 g/jam , insisi sedang dengan manipulasi usus akan kehilangan cairan sebesar 8 g /jam.Sedangakan insisi luas dengan ekoriasi usus akan menyebabkan kehilangan cairan sebesar 32,3 + 2,9 g/jam Kehilangan cairan yang disebabkan karena efusi plura, asites dan obstruksi usushanya bisa diestimasi. Estimasi kehilangan cairan dari rongga abdomen yang terbuka dengan evaporasi berkisar antara 10 ml/kg ?jam sementara torak yang terbuka 5 ml / kg /jam (Eddy Harijanto, 2009)19

Penggantian Cairan Intraoperatif Sentral Pengantian cairan intraopertif berupa penyediaan kebituhan cairan dasar dan penggantian sisa defist intraopertif serta kehilangan cairan intra operatif. Penggantian cairan infus sangat tergantung pada pembedahan dan perkiraan kehilangan darah. Untuk pembedahn yang menimbulkan kehilangan dan pergeseran cairan yang minimal dapat diguankan rumatan, cairan rumatan yang seing dipakai adalah RL. (Eddy Harijanto, 2009)

Penggantian Kehilangan Darah Sentral Dalam tubuh kita darah yang hilang harusnya digantikan dengan cairan kristoloid atau koloid dengan tujuan mempertahankan volume intravaskuler agar tetap normovolemia. Pada batas tersebut kehilangan darah dapt diganti dengan transfusi sel darh merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin agar tetap 7-8 g/dl atau ht 21-24%. Sedangkan Hb 10 digunakan untuk orang tua dengan penyakkit jantung atau paru-paru yang nyata. Pada pratiknya, penggantian kehilangan darah akn diberikan RL sebannyak kira 3 4 volume darah yang hilang. Sedangkan pemberian koloid dengan perbandingan 1:1 sampai tercapai ambang batas untuk transfusi. (Eddy Harijanto, 2009)

VOLUME DARAH MENURUT UMUR DewasaUmur Prematur Cukup bulan Bayi Laki-laki PerempuanDikutip: dari Eddy Harijanto. 2009

Volume darah 95ml/kg 85 ml/kg 80 ml/kg 75 ml/kg 65 ml/kg

Indikator transfusi adalah: perdarahan akut Hb , 8gr% atau ht < 30 %

pada orangtua dengan kelainan paru atau jantung HB plasma akan menyebabkan penarikan air dari ISF masuk ke dalam IVF. Makin tinggi kadar Na infuse,makin banyak air ISF yang dapat ditarik ke dalam IVF. Larutan yang sekarang mulai banyak digunakan adalah NaCl 7-7,5% dan 5%. Kemampuan air tidak Nampak bermakna pada kadar 10%.24

Mekanisme perpindahan cairan ini dapat diperkiran sbb : Volume yang akan pindah = (kadar NaCl hipertonik : 0,9) x volume NaCl hipertonik yg diberikan

Larutan garam hipertonik NaCl 1,5-7,5% (500-2400mOsm/L) dipakai untuk : -syok hipovolemik -resusitasi pasien luka bakar -trauma kepala dalam upaya mengurangi bertambahnya edema -luka bakar -edema otak Efek larutan garam hipertonik : -meningkatkan curah jantung (perbaikan preload) memperbaiki aliran darah ke organ2 vital. -pengaruhi keseimbangan cairan menurunkan TIK -hipernatremi -hiperkloremia -ggg elektrolit (tanda aritmia) -mengurangi cairan paru extravaskuler -sindrom kompartemen abdomen sekunder (co : pasien syok akibat luka bakar yg diresusitasi). Indikasi larutan garam hipertonik : -resusitasi volume cairan pada pasien kritis -terapi cedera kepala25

Larutan Hipertonik memberikan keuntungan dalam pembentukan edema jaringan ,keseimbangan cairan,dan sindroma kompartemen intracranial,tetapi salin hipertonik dapat membantu dalam kasus dimana peningkatan TIK tidak dapat diatasi dengan manitol.

CAIRAN KOLOID(Indro Muljono,Eddy Harijanto,Sun,Sunatrio)

Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik. Sehingga menghasilkan tekanan onkotik. Bila diinfuskan koloid akan tinggal dalam ruang intravaskuler. Darah dan produk darah seperti albumin,menghasilkan tekanan onkotik karena mengandung molekul protein besar. Koloid artificial juga mengandung molekul besar ,seperti gelatin,dextran,kanji hidroxyetil. Kendati semua larutan koloid akan mengekspansi ruang intravaskuler. Albumin Endogen Pada trauma dan stress ,sintesis albumin menurun secara akut sementara produksi dan kadar globulin serta fibrinogen serum meningkat. Dalam keadaan ini,penurunan 50% albumin dapat dioreksi dengan translokasi interstitial iv. Sintesis albumin meningkat akut setelah pendarahan dan luka bakar. Dapat hilang melalui bermacam2 cairan tubuh seperti : edema pada CHF,penyakit ginjal,sirosis,limfedema,ascites ataupun melalui urine (sindroma nefrotik). Albumin Eksogen Efek samping pemberian albumin eksogen : -hepatitis -AIFS -edema paru -penularan penyakit -penurunan kadar Ca26

-rx.anafilakti

Koloid sintetik (Dextran, Hidroksietil Starches, HES dan Gelatin)Koloid sintetik tidak mempunyai sifat seperti albumin dalam hal efek onkotik ataupun sebagai alat pengangkut hormone,obat,as.lemak,bilirubin,logam,enzim,dll.

plasma sintetik ideal,sebaiknya : - iso-onkotik dan isotonic -efek volume sedang dan dapat diperkirakan waktu paruhnya dalam iv -tak meningkatkan viskositas plasma -dapat diekskresikan ginjal /dipecah dengan cepat tanpa penyimpanan intrasel -tidak ada aktivitas farmakologis yang merugikan selain efek volume - larutan stabil dan mudah disimpan untuk waktu yang lama -koloid bebas dari zat-zat pirogen,antigen,dan toxic -infus tidak menyebabkan koagulopati ,hemolisis,aglutinasi sel darah merah,atau gangguan cocok silang. -mengganti kehilangan volume darah dengan cepat -mengganti keseimbangan hemodinamik -menormalkan aliran sirkulasi mikro -memperbaiki homeorologi -memperbaiki penyediaan O2 dan fungsi organ. -tidak ada efek samping/infeksi tertentu -tidak mahal dan dapat disimpan dalam suhu ruang untuk jangka panjang. Efek yg tdk disukai dari koloid adalah :27

-rx.alergi dan anafilaksis -menetap di jaringan -metabolisme yg tdk lengkap -efek hemostatik -gagal ginjal akut -masalah cross-match -overload volume

DEXTRAN Merupakan glukopolisakarida netral dengan BM tinggi. Keuntungannya : -terjangkau -dapat disimpan jangka lama pengganti volume -profilaksis embolus thrombus (=heparin tak terfraksinasi) menurunkan f.VIIIagregasi trombosit Kerugiannya: -rx.anafilaktoid -kegagalan osmotic ginjal KontraIndkasi : -gagal jantung kongestif -gagal ginjal -hipervolemia28

-riwayat hipersensitivitas dextran

GELATIN Keuntungan : - terjangkau - dampak terhadap sist.koagulasi tak terlalu menonjol, karena dilusi factor koagulasi , trombosit,dan eritosit. - aman bagi ginjal Kerugiannya : -mempercepat agregasi trombosit -meningkatkan viskositas darah -rx.alergi

HES ( hydroxyethil starch )Keuntungannya : -menurunkan viskositas darah -perbaiki aliran mikrosirkulasi darah -aman untuk ginjal -potensi rx.anafilaktik dextran>albumin>HES Terdapat 4 faktor resiko terjadinya rx.anafilaktoid,yaitu: -pemberiann gelatin -pemberian dextran -riwayat alergi obat -jenis kelamin : laki-laki Pengaruh Koloid sintetik pada fungsi ginjal Meningkatkan volume iv dan menurunkan viskositas plasma memperbaiki perfusi ginjal pasien hipovolemik. Dampak koloid sintetik terhadap ginjal bergantung pada keamanan kandungannya.

Kesimpulan-Dextran menunjukkan resiko resiko keuntungan terburuk terburuk dari semua koloid (rx.anafilaktoid ,resiko gagal ginjal,pengaruhi hemostatis). -Efek gelatin pada ginjal masih belum jelas ,tapi kerugiannya : rx.anafilaktoid >> , dan terbatasnya volume yg dihasilkannya -HES rx.anafilaktik +

> + sering >>

< + Jarang GFR menurun

(Eddy Hariyanto,2009)

Larutan DextrosaElektrolit seimbang lainnya, karena perpindahan glukosa ke dalam sel disertai perpindahan osmotic air.translokasi air intrasel akhirnya mencapai keseimbangan dengan ekstrasel bersamaan dengan terjadinya metabolism glukosa yang akan menghilangkan tekanan osmotic molekul glukosa.

31

Tujuan pemberian cairan glukosa untuk menjamin kecukupan energi yang dibutuhkan untuk metabolisme sel otak, sel darah merah, penyembuhan Cairan yang mengandung glukosa dengan kadar rendah maupun sedang sering diberikan sbagai terapi untuk pasine psien perioperatif. Meskipun pemberian cairan glukosa di indikasikanuntuk hidrasi pasien pasien yang menjalani puasa atau penyakit akut, kegunaannya selama dan sesudah operasi masih merupakan kontroversi. Perubahan volume pada kompartemen cairan tubuh akibat pemberian cairan glukosa berbedadibandingkan cairan luka, dan menghambat glukoneogenesis sehingga mencegah hilangya massa otot. Pemeberian glukosa selama operasi diragukan manfaatnya karena stress dan trauma akan merangsang pelepasan katekolamin, kortisol, hormone pertumbuhan yang akan menghambat kerja insulin terhadap glukosa sehingga menyebabkan hiperglikemia. Pada pasien ambulatory pemberian cairan intraoperatif sekitar 1liter untuk mengganti puasa dapat memperbaiki kondisi pasien pasca operasi dikarenakan pemberian cairan akan menghilangkan rasa haus, pusing, mual ,muntah pasca operasi sehingga mempercepat pemulihan dan pemulangan pasien. Pemberian cairan sering dihindari pada pasien dengan gangguan serebral, trauma kepala ataupasien bedah saraf. Kadar glukosa darah yang berlebihan terbukti akan memperberat kerusakan sel saraf serta dapat memperburuk kondisi akhir pasien iskemia fokal atau global serebral.CAIRAN GLUKOSA TIDAK DAPAT PLASMA 1. Cairan glukosa tidak efektif untuk meningkatkan volume plasma DIPAKAI UNTUK MENINGKATKAN VOLUME

Karena adanya proses distribusi dan klirens glukosa dari plasma serta menimbulkan akumulasi air didalam sel. Tubuh akan mendistribusikan dan memetabolisme glukosa didalam sel dan air akan mengikuti glukosa ke dalam sel sehingga kemampuan cairan glukosa untuk meningkatkan volume plasma tidak besar. Cairan glukosa dapat meningkatkan volume plasma dalam 30 menit pertama pemberian setara dengan cairan ringer dan Nacl 0,9 tapi seiring dengan masuknya glukosa disertai ikutnya air kedalam sel maka volume plasma akan kembali turun dan mengakibatkan hipovolemia ringan meskipun hal ini tidak akan berlangsung lama.

32

2. Pemberian cairan hipotonik glukosa dalam jumlah besar tanpa disertai elektrolit lainnya dapat menimbulkan hiponatremia sub akut yang dapat timbul 12 jam setelah operasi kecil sedang atau 2 sampai 4 hari pasca operasi besar. Cairan glukosa diberikan bila terjadi hipernatremia, atau pasien dengan diabetes dimana hipoglikemia dapat terjadi.

Cairan glukosa dapat diberikan sebagai sumber free water untuk mengkompensasi kehilangan air akibat evaporasi melalui jalan nafas atau luka pembedahan. Namun demikian pada kondisi dimana evaporasi tidak terlalu besar pemberian cairan glukosa harus disertai elektrolit lainnya untuk mencegah hiponatremia.

3. Cairan glukosa dapat dipakai untuk mengganti kehilangan cairan pada penderita dibetes insipidus.

Diabetes insipidus sering terjadi pada kelainan atau kerusakan kelenjar pituitary atau hipotalamus, trauma kepala, meningitis bacterial, pasca operasi intracranial, pemakaian fenitoin atau intoksikasi alcohol. Diabetes insipidus juga terjadi pada pasien dengan tekanan intracranial tinggi atau mati batang otak. Gejala klinis adalah produksi dilusi urin yang sangat banyak disertai peningkatan osmolaritas plasma.PEMBERIAN CAIRAN GLUKOSA UNTUK HIDRASI EKSTRA INTRASELULER SERTA SEBAGAI SUMBER ENERGI

1. Glukosa adalah sumber utama energi dalam metabolisme sel 2. Pasien yang menjalani operasi umumnya dalam kondisi puasa. Puasa akan menyebabkan timbulnya stress response dan pada kondisi cadangan glikogen yang menurun akan meningkatkan resistensi terhadap insulin. 3. Pemberian cairan glukosa dan insulin padapasien pasca operasi terbukti dapat menurunkan mortalitas. Pemberiannya seringdisertai pemberian Kalium untuk mencegah komplikasi 4. Tubuh memberikan respon berbeda terhadap glukosa dalam kondisi normal dengan kondisi stress operasi, ditandai dengan timbulnya resistensi insulin dan produksi glukosa endogen yang lebih tinggi selama operasi33

5. Pemberian cairan glukosa dapat mencegah hipoglikemi akut yang dapat terjadi pada saat nutrisi parenteral atau ketika cairan glukosa diberhentikan mendadak saat awal maupun akhir operasi 6. Pemberian cairan glukosa dihindari padapasien dengan serebral akibat CVD, Trauma, henti jantung, hipoksia karena hipoglikemi dapat menambah kerusakan sel saraf dibandingkan dengan normoglikemia

PEMBERIAN CAIRAN GLUKOSA DAN TERAPI INSULIN UNTUK MENCAPAI KADAR GLUKOSA YANG OPTIMAL PADA PASIEN PASCA OPERASI

1. Pemberian terapi insulin iv untuk mencegah hiperglikemi selama stabilisasi pasien post operasi dengan kondisi kritis di ICU. Terapi insulin diberikan secara intravena dalam larutan glukosa secara kontinyu 2. Pemberian terapi insulin harus mengikuti protocol yang sudah divalidasi dengan target kadar glukosa yang optimal yaitu < 50mg/dl ( 8,3 mmol/lt) 3. Pemberian terapi insulin harus disertai pemberian glukosa sebagai sumber kalori. Kadar guladadarah harus dimonitor tiap 1 2 jam sampai kadar glukosa darah optimal dengan dosis insulin yang tepat, setelah itu gula darah dapat dimonitoring tiap 4 jam. 4. Pengukuran kadar glukosa plasma atau arterial dapat memberikan hasil lebih tinggi daripada kadar glukosa yang sebenarnya, sehingga hasil yang paling rendah untuk kadar glukosa yang optimal harus diinterpretasikan secara hati hati.

34

BAB V TERAPI CAIRAN PADA PRAKTIK ANESTESI

TERAPI CAIRAN PADA ANESTESIA SPINAL Anestesia spinal sering dilakukan karena mudah dan efisien dalam pelaksanaannya. Hipotensi merupakan respon fisiologis yang terjadi akibat anesthesia spinal, karena hambatan simpatis menyebabkan dilatasi arteri dan vena akibatnya aliran darah balik vena menuju jantung kanan menurun dan manifestasinya adalah penurunan tekanan darah. Salah satu cara paling cepat untuk mengatasi hipotensi adalah pemberian cairan kristaloid atau koloid secara cepat. Definisi hipotensi antara lain tekanan sistolik kurang dari 90-100 mmHg atau kurang dari 70-80% tekanan sistolik awal, atu penurunan MAP(mean arterial pressure) lebih dari 2030% MAP awal. Anestesia spinal meningkatkan volume intravascular central (central blood volume) dengan pemberian cairan infuse intravena (kristaloid atau koloid) atau secara mekanik menaikan preload dengan elevasi kaki. Khusus pasien obstetric trias yang rutin dilakukan adalah prehidras, memposisikan uterus ke kiri (left lateral displacement) dan pemberian obat vasopresor CAIRAN KRISTALOID Cairan kristaloid sebagai preload tidak dianjurkan karena tidak terbukti mencegah hipotensi pasca anesthesia spinal. Beberaa kasus edema paru karena terjadi akumulasi cairan di paru-paru akibat pemberian cairan yang cukup besar. Pemberian cairan harus dilakukan secara benar karena bila berlebihan malah meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Pemberian tambahan obat vasopresor cukup efisien mengatasi hipotensi namun tidak dianjurkan pemberian rutin tanpa disertai pemberian cairan karena memiliki efek samping.35

Pemberian cairan kristaloid pada saat atau segera setelah di lakukan anestesia spinal adalah cara yang lebih baik untuk mencegah hipotensi dibandingkan pemberian preload, cara pemberian tersebut di sebut coload. Pemberian kristaloid sebagai preload tidak efektif mencegah terjadinya hipotensi pasca spinal karena waktu paruhnya yang relatif singkat dalam intravascular dan cepat terdistribusi keluar ke ekstravaskular.selain itu pemberian cairan secara cepat dalam jumlah banyak(loading) meningkatkan tekanan preload di atrium kanan dan merangsang keluarnya ANP(atrial natriuretic peptide) yang bersifat merelaksasi otot polos dan menimbulkan vasodilatasi. CAIRAN KOLOID Pemberian cairan kristaloid untuk mengatasi hipotensi merupakan hal yang rutin dilakukan namun pemberian cairan yang berlebihan dapat menimbulkan komplikasi seperti meningkatnya resiko infeksi,memperlambat penyembuhan luka, menimbulkan gagal organ, terutama akibat edema paru. Cairan koloid merupakan alternative pilihan karena terbukti efektif mengisi volume intravascular lebih lama daripada kristaloid. Kekurangan koloid adalah dapat menimbulkan reaksi alergi, gangguan pembekuan darah dan harganya relative mahal dibanding kristaloid. Cairan koloid diberikan sebagai preload sebelum dilakukan anestesia spinal dapat menurunkan angka kejadian hipotensi dibandingkan cairan kristaloid. Semakin besar jumlah koloid yang diberikan semakin sedikit terjadi hipotensi Pemberian albumin sebagai preload dapat mencegah timbulnya hipotensi tapi tidak lebih baik dari koloid. Molekul albumin yang besar hanya sedikit yang melewati sawar pembuluh darah dan tidak menembus membrane sel sehingga merupan cairan ekspander volume intravascular yang baik. Namun harga yang mahal dan kemungkinan terjadinya penularan penyakit lewt human albumin jadi pertimbangan tersendiri pada pemberian albumin untuk mencegah hipotensi. Molekul Natrium melewati sawar pembuluh darah tapi tidak menembus membrane sel(tetap brada di luar sel). Tonisitas Natrium dapat menarik cairan sehingga dapat membantu mempertahankan volume intravascular. Cairan koloid yang mengandung Natrium dapat mempertahankan intravascular lebih baik.36

Pemberian vasopresor seperti efedrin dan fenilefrin membantu mangatasi hipotensi tapi sebaiknya diberikan bersama pemberian cairan. Pemberian cairan hanya meningkatkan volume intravascular sedangkan vasopresor untuk meningkatkan retensi pembuluh darah, sehingga kombinasi dapat mencegah dan mengatasi hipotensi. Vasopresor efedrin dan fenilefrin dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh koroner dan menimbulkan iskemia organ tapi tidak menimbulkan iskemia umbilikalis yang berefek pada janin. Fenlefrin dianggap ebih baik daripada efedrin karena menghasilkan pH umbilical dan skor APGAR yang lebih baik Pemberian preload koloid atau coload kristaloid dapat menurunkan kejadian mual muntah, mobilisasi lebih cepat dan masa pulih yang lebih baik. Pemberian cairaan dapat membantu mencegah dan mengatasi hipotensi dengan mengisi volume intravasculer dan memperbaiki curah jantung. Koloid sendiri terbukti lebih baik untuk meningkatkan tekanan darah meskipun memiliki komplikasi seperti dapat mangganggu fungsi koagulasi dibanding kristaloid.

TERAPI CAIRAN KRISTALOID & KOLOID PADA PASIEN SAKIT KRITIS Terapi Cairan Untuk pasien kritis, pasien pasca bedah resiko tinggi, pemberian cairan secara cepat tanpa melampaui tekanan baji arteri paru (pulmonary artery wedge pressure, PAWP) stinggi 20mmHg adalah terapi pertama yang paling penting diperlukan untuk mencapai tujuan terapi aliran rendah akut. Strategi dasar dalam terapi adalah membuat optimal variabel-variabel hemodinamik dan transport O2 (delivery oxygen,DO2) dalam 8-12 jam pertama pascabedah. Kemudian terapi tambahan apat dititrasikan secara lebih gradual untuk mencapai titik akhir kedua yaitu DO2 ditinggikan sampai tidak terjadi lagi peningkatan konsumsi O2 Tujuannya adalah untuk meminimalkan derajat dan lama hipoksia jaringan dengan memakai tujuan-tujuan fisiologis sabagai hasil keluaran(outcome) untuk titrasi cepat dan kasar dan konsep interdependensi VO2 untuk titrasi gradual ke titik akhir final. HES 200/0,5 bermanfaat terutama pada pasien sakit kritis dengan gagal organ yang sudah terwujud atau yang masih mengancam, karena potensial khasnya untuk mencegah kebocoran kapiler, hipovolemia dan edema jaringan. Infus 10% HES 200/0,5 pada pasien37

sakit kritis dengan hipovolemia dan syok akibat trauma, operasi berat, sepsis atau kombustio untuk memperoleh nilai PAWP setinggi 15-18 mmHg memperbaiki hemodinamik(indeks jantung(cardiac index,CI), DO dan VO2) ke nilai-nilai normal atau supranormal. Pemberian cairan pada pasien syok melibatkan pertimbangan kualitatif dan kuantitatif. Konsep terpenting pada setiap resusitasi hemodinamik adalah membuat optimal prabeban(preload) dengan memberi volume intravascular yang adekuat untuk kontraktilitas yang masih ada. Pada syok hipovolemik dan juga syok kardiogenik bahwa peninggian prabeban seringkali disebabkan oleh kontraktilitas yang menurun. Syok hiperdinamik terjadi hipovolemia relative akibat vasodilatasi dan hipovolemia absolute akibat permeabilitas kapiler yang meningkat. Karena berbagai faktor hormonal seperti histamine, bradikinin, komplemen, leukotriene dan endotoksin.

TERAPI CAIRAN PADA PASIEN PASCABEDAH TANPA KOMPLIKASI Respon tubuh terhadap stress adalah menahan Na+ dan air mencakup peningkatan sekresi hormone antidiuretik dan aldosteron. Pada pasien muda sehat aman membeikan kristaloid dalam jumlah besar karena mempunyai mekanisme kompensatori yang baik untuk mengatasi kelebihan cairan. Pada pasien kritis lebih berbahaya, paling baik memberikan cairan yag mengekspansikan ruang tersebut yakni koloid. TERAPI CAIRAN PADA PASIEN SAKIT KRITIS Penggunaan cairan intravena untuk resusitasi lebih sulit pada pasien sakit kritis karena sel-sel endotel kapiler sering bocor sehingga molekul-molekul protein besar keluar ke ruang interstitial. Kebocoran kapiler ini paling sering dijumpai pada cendera paru akut dan SIRS akibat septisemia. Penatalaksanaan pasien ini terutama suportif dan pada cedera paru akut ventilasi mekanis seringkali diperlukan karena adanya hipoksemia. Dalam melakukan resusitasi pada pasien ini penting mengingat dua konsep. Yang pertama, ditandai rembesan cairan ke dalam interstisium paru dan alveolus. Persamaan starling ada dua faktor yang mempengaruhi perpindahan kapiler yaitu tekanan38

hidrostatik dalam kapiler dan tekanan osmotic koloid plasma. Ruang intravascular diisi sampai adekuat untuk mempertahankan variable-variabel hemodinamik normal dan pasien tidak kekeringan. Yang kedua disertai hipoksemia karena itu pengantaran oksigen dan DO2 darah harus dimaksimalkan dengan memberikan darah lengkap atau eritrosit(packed cells) untuk mempertahankan kadar hemoglobin normal(12-14 g/dL) dan memastikan tekanan pengisian ventricular kiri adekuat untuk mempertahankan curah jantung normal atau tinggi. RESUSITASI CAIRAN PADA PASIEN KOMBUSTIO Perawatan kombustio melibatkan kehilangan integritas kapiler pada jaringan yang rusak, yang mengakibatkan kehilangan cairan isotonic dan albumin dari kompartemen intravascular ke dalam jaringan sekitar cedera. Ini akan menimbulkan tekanan onkotik plasma yang rendah, edema yang luas dan penurunan PV disertai dengan hipotensi, curah jantung dan keluaran urine yang menurun dan syok. Edem paru disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, yaitu hipoproteinemia, cedera inhalasi dan perubahan permeabilitas kapiler paru akibat kombustio atau sepsis. Dengan kristaloid tidak timbul peningkatan air paru ekstravaskular asalkan tidak ada sepsis. Sekali pasien terinfeksi, maka kebocoran paru bertambah dan air paru ekstravaskular meningkat. Kristaloid dapat dipakai untuk resusitasi walaupun diperlukan volume yang lebih besar dan disertai dengan peningkatan edema perifer dan penambahan berat badan. Kebanyakan pasien kombustio mendapat volume kristaloid yang besar dalam 24 jam pertama untuk ekspansi cairan ekstravaskular. Sesudah 24 jam umumnya dipakai volume koloid yang lebih besar dan volume kristaloid yang lebih kecil.

TERAPI CAIRAN PADA PEMBEDAHAN INTRA ABDOMINAL Penilaian Kebutuhan Cairan Pasien-pasien yang akan menjalani pembedahan mayor intra abdominal sudah mengalami gangguan keseimbangan cairan sejak prabedah, disebabkan oleh berbagai factor antara lain: puasa prabedah, adanya muntah-muntah, karena pengaruh penyakit dasarnya, persiapan operasi(bowel preparation), diare, febris, atau dehidrasi. Semua keadaan di atas akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien yang39

bersangkutan. Kompartemen yang pertama akan tepengaruh adalah kompartemen ekstraseluler(intravascular dan interstitial) terlebih lagi bila sudah terjadi asites, obstruksi usus,dan pada sepsis. Pemerikasaan klinis, dengan memeriksa system kardiovaskular seperti aju jantung, tekanan darah, CVP, dan dieresis masih merupakan parameter untuk menilai tingkat defisit cairan yang terjadi akan tetapi bukan indikator yag adekuat untuk menunjukan perfusi organ. Penilaian aliran darah(flowl perfusi) untuk menentukan status cairan pasien, penilaian volume sekuncup(stroke volume) atau curah jantung(cardiac output) dapat merupakan parameter yang sensitive dibandingkan tekanan darah atau CVP saja, parameter ini dapat diukur bila di pasang kateter arteri pulmonalis(swann-ganz catheter) tetapi merupakan prosedur yang invasive, memerlukan keterampilan(skill) khusus, dengan efek samping yang cukup membahayakan.

PERUBAHAN KESEIMBANGAN CAIRAN ANTAR KOMPARTEMEN SAAT PEMBEDAHAN Kehilangan cairan saat pembedahan dapat terjadi oleh berbagai sebab antara lain; perdarahan, hilangnya cairan k rongga ke-3(sequesterisasi). Besarnya/tingkat sequesterisasi sebandig dengan berat ringannya injuri dan komposisi dari cairan sequester ini sama dengan cairan plasma atau interstitial. Jumlah sequsterisasi akan lebih besar lagi pada sepsis dan trauma dimana kaskade inflamasi menyebabkan kebocoran sistem vascular yang akan menyebabkan kehilangan cairan dari intravascular ke daerah transcellular fluid space. Harus di perhitungkan insensible loss karena adanya penguapan dari daerah yang terekspos Jumlah perdarahan tergantung dari jenis pembedahan dan keterampilan pembedahnya. Tidak setiap perdarahan harus diganti dengan darah, allowable blood loss dapat diganti dengan cairan saja tujuannya untuk mempertahankan euvolemia dan mempertahankan hematokrit di sekitar nilai sebelum pembedahan. Pada pasien yang nilai hematokrit rendah saat prabedah maka perdarahan saat pembedahan memerlukan penggantian darah secepatnya. Tujuan penatalaksanaan cairan perioperatif pada pasien pembedahan mayor abdomen adalah: untuk mempertahankan hidrasi normal selama pembedahan, memaksimalkan perfusi,

40

mempertahankan dieresis, dan mempertahankan volume intravaskular yang adekuat terutama saat melepaskan klem aorta pada pembedahan repair aneurisma aorta abdominalis.

JENIS-JENIS CAIRAN YANG DIGUNAKAN 1. Cairan kristaloid Sering digunakan pada pembedahan intra abdominal antara lain:-

Cairan Ringer Laktat dikenal sebagai balanced crystalloid solution mengandung K, Na, dan laktat yang bertindak sebagai buffer

-

Cairan NaCl 0,9% sebagai cairan kristaloid isotonic Cairan Dekstrosa 5% mengandung glukosa 50 mg/l

Didistribusikan ke seluruh kompartemen interstitial kecuali dekstrosa yang akan juga masuk ke intraseluler jadi kurang efektif mengisi volume intravascular. Cairan kristaloid ini merupakan cairan ideal unuk mengganti deficit cairan di interstitial yang tidak terlalu banyak. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah banyak ke intravascular akan menyebabkan ekspansi interstitial. Hal inilah yang dapat meyebabkan edem paru dan edema jaringan yang disebabkan oleh penurunan tekanan koloid onkotik dan bocornya cairan dari intravascular ke interstitial. NaCl 0,9% dalam jumlah banyak dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik hiperkloremik, yang disebabkan pemberian Cl dalam jumlah banyak. Hiperkloremik menyebabkan vasokonstriksi renal yang menyebabkan penurunan GFR. Cairan Ringer Laktat mempunyai komposisi yang lebih mendekati komposisi plasma. Memberikan hasil: gangguan hemostasis minimal, memperbaiki perfusi gaster, dan menunjukan fungsi renal yang lebih baik. Dekstrosa 5% dimetabolisme dengan cepat dan tinggal tersisa air saja, diperlukan untuk memperbaiki dehidrasi ringan tetapi cairan ini tidak dapat digunakan sebagai cairanresusitasi. 41

2.

NaCl hipertonikCairan ini digunakan untuk resusitasi dan dapat meningkatkan tekanan darah dan curah

jantung pada suatu syok hipovolemik yang refrakter saat bedah jantung dengan CPB. Cairan hipertonik tidak mempengaruhi system koagulasi, dan fungsi renal, dapat mengurangi kejadian edema serebri pada pembedahan bedah saraf dibandingkan NaCl fisiologis. NaCl hipertonik berperan sebagai rapid, transient volume expander dengan cara meningkatkan osmolaritas plasma dan dapat menarik caran interstitial dan intravascular untuk masuk ke intravascular

3.

Cairan koloidCairan koloid mengandung molekul koloid semisintetik yang mempertahankan cairan tersebut

di intravascular untuk waktu yang lebih lama. Keuntungan cairan koloid adalah; meningkatkan tekanan onkotik koloid dan menurunka pergerakan cairan ke interstitial.

Cairan koloid yang sering digunakan pada pembedahan intra abdominal: Human Albumin 5% dan 20% Dekstran 40 dan 70, hasil biosintesa sukrosa Gelofusin dan Hemacel mengandung Gelatin hasil hidrolisis dari kolagen bovine Hespan dan Hextend mengandung hydroxyethyl starch

4.

Kristaloid vs Koloid Pada pembedahan abdomen, pemberian cairan koloid dapat mecegah edema pada

usus(interstinal) karena cairan koloid dapat mempertahankan tekanan onkotik plasma, serta dapat meningkatkan pO2 jaringan saat pembedahan. Pada pembedahan intra abdominal masalah yang sering dihadapi saat pasca bedah salah satunya adalah disfungsi system gastrointestinal. Apabila edema usus dapat dikurangi maka diharapkan fungsi dari usus akan lebih cepat pulih, dan pasien dapat mentoleransi makanan peroral lebih cepat, mual dan muntah lebih sedikit, dan lama rawat pasien dapat menjadi lebih pendek.

42

Cairan koloid dapat digunakan komposisi RL atau NaCl, dimana penggunaan komposisi RL dapat mencegah asidosis hiperkloremik, dan menunjukkan perfusi mukosa gaster lebih baik. TRANSFUSI DARAH DAN PRODUK DARAH Kehilangan darah diganti dengan pemberian cairan kristaloid sejumlah; darah: kristaloid = 1 3, 1 cc darah digantikan kristaloid 3 cc. Bila perdarahan mencapai 10% dari estimated blood volume, diberikan koloid, penggantiannya adalah 1 cc darah diganti 1 cc cairan koloid. Batas kadar Hb direkomendasikan pada prabedah adalah 8% pasien normal dan 10% pasien dengan gangguan system kardiovaskular. Pada pembedahan kolorektal karena karsinoma ternyata pasien-pasien yang mendapat transfusi menunjukan kejadian infeksi lebih tinggi, dan berpengaruh terhadap prognosis. Transfusi degan darah alogenik mempengaruhi system imun resipien, dan menyebabkan peningkatan kejadian infeksi. Keputusan memberikan transfuse pada Hb antara 8-10 gr% atau Ht 27-31%. Keputusan komponen darah yang berhubungan dengan fungsi pembekuan dipandu dengan pemeriksaan PT dan APTT. Bila pasien sudah menerima transfuse sel darah merah >4 unit maka nilai PT dan APTT memanjang >1,5 kali akan memerlukan pemberian komponen koagulasi. Pasien dengan nilai platelet 25m mol/L atau 1,5 kali dari nilai normal. Pasien harus menjalani evaluasi klinis menyingkirkan kemungkinan cedera ginjal pre- atau post- kidney. Obat di evaluasi kembali untuk mengidentifikasi adanya obat yang nefrotoksik. Urine output sulit dinilai selama 24 jam pasca operasi dikarenakan respon fisiologi tubuh menyimpan garam dan cairan. Oliguria didefinisikan sebagai output urin 200kDa) (hetastarch dan pentastarch) dihindari pada pasien sepsis berat karena peningkatan resiko AKI. AKI salah satu komplikasi yang sering terjadi pada kasus sepsis yang membuat angka mortalitas pasien sepsis meningkat. Penggunaa koloid sebagai cairan pemeliharaan maupun resusitasi harus memperhatikan resiko ini. Kadar puncak yang mendapat HES adalah sebesar 225 sedangkan pada grup gelatin 169.47

PEMBERIAN KOLOID DENGAN BERAT MOLEKUL TINGGI PADA PASIEN YANG MENJADI DONOR GINJAL Hyroxyethyl starch berat molekul tinggi (>200kDa) dihindari pada donor ginjal dari pasien dengan kematian batang otak karena adanya lesi osmotic nephrosis like, menyebabkan penurunan fungsi ginjal setelah transplantasi sehingga memerlukan hemodialisa setelah transplantasi. RINGER LAKTAT VS SALIN 0,9% UNTUK PASIEN DENGAN AKI DAN TRANSPLANTASI GINJALdekstrose salin. Pada pasien yang mengalami hiperkalemia atau AKI progrsif caira diganti kristaloid seperti Cairan dengan elektrolit yang seimbang dan mengandung kalium digunakan

pada pasien dengan AKI lebih baik dibandingkan dengan NaCl 0,9%, namun harus dalam monitoring ketat di HCU atau ICU. Jika diperluka cairan bebas elektrolit mka dilakukan pemberian dekstrose 5% atau 0,45% salin atau 4%/0,18 dekstrose/salin. Pemberian cairan yang mengandung kalium seperti Ringer Laktat (RL) menyebabkan hiperkalemia terutama pada pasien dengan kelainan ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). Normal Salin (NS) menyebabkan terjadiny asidosis metabolik hiperkloremik dapat menyebabkan hiperkalemia dengan mekanisme perpindahan kalium ekstraselular. Penggunaan NaCl berhubungan dengan perubahan status mental dan ras tidak nyaman pada perut pada pasien sehat. Penggunaan infuse RL pada orang tua yang menjalani operasi dapat meningkatkan perfusi splanknikus.

PEMBERIAN ALBUMIN DOSIS TINGGI INTRAOPERATIF TERHADAP PERBAIKAN FUNGSI GINJAL PADA TRANSPLANTASI GINJAL DENGAN KADAVER Pasien yang menjalani transplantasi ginjal menghadapi kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal segera setelah operasi. Pemberian furosemid, manitol maupun albumin dapat memperbaiki fungsi ginjal. Pemberian albumin intraoperatif dosis tinggi (1,2-1,6 g/kg) dapat memperbaiki angka ketahanan ginjal dibandingkan albumin dosis rendah. Hal ini disebabkan albumin dosis tinggi meningkatkan volume intravaskular sahingga dapat meningkatkan perfusi ginjal dan menurunkan cedera ginjal akibat hipoksia.48

MANAJEMEN TERAPI CAIRAN UNTUK KEBUTUHAN RUMATAN Pendekatan Dalam Menyusun Program Terapi Cairan Untuk Cairan Untuk Kebutuhan Rumatan Gangguan homeostatis dan metabolism pada penderita sakit berat terjadi secara akut missalnya terpacu oleh trauma, infeksi berat dan luka bakar, tindakan kedokteran sendiri bisa memicu gangguan homeostatis. Terapi cairan mempunyai tujuan dan fungsi sebagai berikut: 1. Untuk mengkoreksi setiap kekurangan volume dan cairan tubuh 2. Untuk memelihara perfusi yang sebaik mungkin Sebagai kelanjutan dari fungsi terapi cairan, amak tujuan berikutnya adalah untuk: 1. Memelihara volume dan perfusi sirkulasi cairan 2. Memelihara perimbangan yang baik dari zat air elektrolit dan ion-ion asam basa 3. Memelihara homeostatis antara system anabolic dan katabolic 4. Memelihara homeostatis dari system metabolism energy 5. Memberikan intake bagi keperluan metabolism secara parenteral, baik partial maupun total 6. Memelihara homeostatis dari metabolism secara keseluruhan

Tolok ukur yang sering digunakan dalam terapi cairan adalah: 1. Stabilitas sirkulasi(nadi,tensi) 2. Perfusi perifer adekuat ditandai produksi urin yang cukup 3. Status elektrolit yang optimal(baik plasma maupun urine) 4. Kebutuhan perimbangan energy melalui:49

a. Metabolisme energy ex karbohidrat(kadar glukosa darah dan urin) b. Metabolisme energy ex lemak( kadar asam bebas dalam sirkulasi dan ketouria) c. Metabolisme energy ex protein(glukoneogenesis, berkurangnya otot rangka dan ekskresi metabolit asam amino melalui renal. Dasar orientasi Sebagai dasar orientasi menyusun terapi cairan terdapat 2 faktor yang penting mendapat perhatian, yaitu: 1. Faktor waktu Berapa lama pasien memerlukan terapi tersebut 2. Faktor kebutuhan penderita Berdasarkan kedua faktor diatas, penderita dapat dibagi dalam 4 kategori, yaitu: 1. Yang membutuhkan waktu singkat, untuk 2 hari saja (Nitrogen Sparring Efect) hanya memerlukan cairan kristaloid saja, untuk memelihara volume sirkulasi dan memelihara perfusi jaringan, 2. Yang membutuhkan dalam waktu pendek, terbatas 5 hari.cairan elektrolit dan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan minimal untuk mencegah katabolisme protein endogen. 3. Yang membutuhkan waktu panjang dalam batas minggu atau bulan. Cairan elektrolit dan nutrisi adekuat sesuai kebutuhan dan laju metabolism dalam tubuhnya. Diharapkan membawa tubuh dalam status anaboli. Progam terapi cairan berdasarkan requirement adapted nutrition 4. Yang membutuhkan waktu panjang dalam minggu ataupun bulan daitambah dengan kondisi metabolism yang khusus Memerlukan cairan elektrolit ditambah nutritional yang khusus yang bersifat terapi misalnya insufisiensi renal, ensefalopatia hepatogenik.

50

Kebutuhan cairan dan zat-zat perhari Kebutuhan air adalah sekitar 40ml/kg/hari atau sekitar 1,5-2 ml/kgbb/jam. Kebutuhan ion Natrium sekitar 150 meq/hari. Ion kalium adalah sekitar 50-100 meq/hari.cairan yang osmolaritasnya isotonic dengan plasma sekitar 300m0sm/L disebabkan jalur masuk intravaskulaer yang umumnya melalui vena perifer. Kebutuhan substrat untuk produksi energy Merancang jumlah substrat tujuan perhitungan adalah untuk memberikan jumlah yang seimbang dengan kebutuhan minimal, sesuai laju metabolisme penderita. Metabolism basal sebagai batas minimal laju metabolism pada penderita harus berjalan terus untuk menghasilkan energy biologic bagi kerja otot-otot secara tidak disadari, keperluan kerja seperti pompa sodium-kalium dan untuk keperluan kerja biosintesis kegiatan organ. Pada dasarnya proses energy biologic dimulai dari konversi asetil co A dan oksaloasetat ked an didalam siklus asam sitrat, dikenal sebagai siklus asam sitrik,dan di dalam siklus kreb dengan outpunya terbentuk ATP dan ADP. Keadaan metabolism yang berubah mendadak akan menyebabkan pengerahan cadangan glukosa melalui proses glikogenolisis didalam hepar. Jika kebutuhan tidak dapat dipenuhi, pengerahan molekul glukosa yang baru yang berasal dari protein dikenal dengan gluko neogenesis dan pembentukan asetil co A dari asam lemak melalui proses lipolisis. Hipermetabolisme sering pada penderita-penderita yang dirawat di ICU, baik akibat trauma berat, operasi berat maupun infeksi berat dalam keadaan operasi maupun tidak. Suplai komponen cairan Karbohidrat Kebutuhan minimal Karbohidrat untuk nitrogen sparing untuk mencegah/mengurangi terjadinya glukoneogenesis pada keadaan biasa atau katabolisme ringan berkisar antara 400600 kal/hari Karbohidrat non glukosa yaitu sorbitol,xylitol, dan fruktosa digunakan pada pasien dengan keadaan hiperkatabolisme karena bersifat non insulin dependent dan juga mencegah terjadinya Mallard reaction dalam cairan.51

Protein Untuk parenteral nutrisi ada 2 macam, yaitu: 1. Hidrolisat enzimatik (fibrin, casein) 2. Kristal asam amino sintetik hanya L form yang efektif Kebutuhan dalam kuantum: a. Untuk minimal requirement pada basic nutrition b. Untuk requirement adopted Lemak Lipolisis dalam tubuh mengakibatkan ketogenesis (ketosis) yaitu meningginya kadar aceto-acetat, hydroxybutirat dan aceton dalam darah. Tetap perlu diberikan untuk memberikan asam lemak esensial seperti asam linoleat, arakidonat. Vitamin Banyak vitamin merupaka bagian dari molekul koenzim dan substrat metabolism intermediate. Misalnya Asetil co A mengandung asam panthothenat suatu bagian dari vitamin B kompleks. Kesimpulan Cairan rumatan segera setelah resusitasi cairan pada penderita sakit berat. Terapi cairan untuk rumatan sering diberikan sebagai sarana untuk parenteral nutrisi. Untuk terapi cairan perlu dipahami mengenai fisiologi cairan yang mendalam sehingga tujuan akhir dari terapi cairan ini dapat tercapai.

BAB VI

EFEK SAMPING PADA TERAPI CAIRAN52

REAKSI SAMPINGAN AKIBAT CAIRAN INFUS.

Cairan infus intravena yang digunakan untuk mengoreksi gangguan volume cairan

dan plasma pada prosedur pembedahan atau pengelolaan pasien kritis memiliki resiko terjadinya efek samping. Hal ini dibuktikan pada jenis larutan kristaloid dan larutan koloid buatan/ sintetik yang sering digunakan saat ini atau koloid alami. Efek samping akibat terapi cairan intravena dapat diklasifikasikan sebagai respon local atau respon sistemik.Nyeri/ tromboflebitis/ thrombosis

Cairan koloid dan kristaloid umumnya bersifat nontoksik dan mempunyai efek terhadap dinding pembuluh darah pada tempat insersi infuse kecuali bila cairan yang diberikan sangat dingin atau panas. Larutan glukosa dengan kadar glukosa lebih dari 10% dan osmolalitas 600 mOsm/Kg, bila di infuskan kedalam vena perifer dihubungkan dengan resiko terjadinya reaksi peradangan local dan menyebabkan terjadinya tromboflebitis pembuluh darah yang sangat nyeri. Larutan osmolaritas yang sangat tinggi sebaiknya di infuskan melalui jalur vena sentral sehingga beban osmolar local akan dikurangi oleh aliran darha yang lebih besar pada vena sentral. Larutan garam hipertonik (HS) (7,5%) yang digunakan untuk resusitasi cairan akut pada pasien trauma dan untuk pengelolaan perioperatif pasien bedah, memiliki osmolalitas tinggi sekitar 2400 mOsm/Kg dan menyebabkan peradangan local. Cairan hiperosmolar ini disebut menyebabkan sensasi panas dan rasa tertekan disekitar lengan tempat infuse.A. Sensasi Akibat Temperatur dan osmolalitas

Infuse cairan dingin terkadang menyebabkan menggigil sebagai respon terhadap perubahan temperature. Sementara cairan dengan suhu yang sama dengan suhu tubuh menimbulkan rasa tidak nyaman berupa rasa berat di dada. Infuse cepat HS [ 7,5% Nacl + 6% DEX 70, dekstran Nacl hipertonik ( HSD )] pada dosis 4 ml/ kgBB yang diberikan selama 10 menit, dapat menimbulkan sensasi panas yang dimulai dari bagian atas dada dan menyebar ke tenggorokan, wajah serta kepala. Dapat pula dirasakan nyeri kepala ringan atau euphoria. Pada infuse HSD gejala nyata terjadi pada pasien normovolemia disbanding hipovolemia. Peskin, dkk menyatakan larutan Na hipertonik yang mengandung klorida menyebabkan serangan panic pada pasien panic yang tidak diemukan pada pasien normal.53

B. Hipervolemi/ Hipertensi/ Hipotensi 1. Hipervolemi/ Hipertensi Koloid

Cairan koloid dengan tekanan osmotic koloid yang sama atau lebih rendah dari plasma umumnya menyebabkan ekspansi volume plasma yang isovolemik, meski diberikan dengan laju infuse yang cepat. Koloid dengan COP yang lebih beasr dari plasma akan menarik cairan ekstravaskuler dari ruang interstitial keruang intravaskuler. Dengan demikian, kapasitas ekspansi volume plasma intravascular dari cairan tersebut dapat melebihi volume yang sebenarnya di infuskan. Mengingat tingginya efektifitas koloid yang rutin digunakan dalam praktik klinis dalam mensupport volume plasma, jelaslah bahwa pasien dengan euvolemia atau hipovolemia sedang terdapat pada resiko overload volume plasma dan peningkatan tekanan darah. Dengan demikian, infuse cepat koloid dengan kapasitas penyokong volume plasma yang baik pada pasien dengan gagal jantung laten atau manifest dapat menyebabkan kelebihan volume intravascular yang akan membahayakan sirkulasi.1. Hipotensi Pasien dengan gagal jantung laten atau manifest dapat mengalami gangguan sirkulasi dan hipotensi bila menerima beban volume intravena yang berlebihan. Resutisasi HS pada kondisi hipovolemia, khususnya jika diberikan infuse cepat juga memilki efek yang merugikan yang lebih besar dibanding manfaatnya terhadap jantung dengan mencetuskan aritmia, depresi miokard dan penurunan tekanan darah. Kien dkk menyebutkan bahwa hipotensi akut akibat infuse cepat HS mungkin tidak melalui mekanisme depresi jantung akan tetapi diakibatkan oleh penurunan total tahanan pembuluh darah perifer. Namun demikian baik jantung iskemik maupun noniskemik menunjukkan adanya efek depresi miokard sementara. Dengan demikian, adanya resiko hipotensi sementara baik akibat depresi miokard maupun akibat penurunan resistensi perifer total pada resusitasi cairan berbasis HS, khususnya pada pemberian HS dengan infuse cepat.

2. Hidrasi Jaringan Pembentukan edema berlebihan edema

54

Pada pasien hipovolemia untuk menyokong volume plasma diperlukan infuse cairan kristaloid intravena dalam jumlah yang relative besar, untuk mencapai normovolemia dan stabilitas hemodinamik. Hal ini dikarenakan redistribusi kristaloid dari ruang intravascular keseluruh kompartemen cairan ekstrasel yan lebih cepat. Edema paru dianggap sebagai factor dari resusitasi cairan kristaloid. Cairan ekstravaskuler akan terkumpul dalam jaringan yang memiliki komplians tinggi seperti kulit dan jaringan. Beberapa tinjauan meta analisis sistemik tentang tentang studi control random menunjukan bahwa pemilihan resusitasi berbasis kristaloid pada pasien kritislebih bermanfaaat dan dapat menurunkan angka kematian total dibanding resusitasi berbasis koloid. Manfaat serupa juga tampak nyata pada resusitasi kristaloid untuk pasien trauma dibanding aritmia3. Hipotermia

Perlunya menghangatkan cairan iv yang diberikan, tidak hanya untuk cairan dingin seperti darah dan produk darah, tetapi juga semua jenis cairan yang dipakai dalam terapi massif. Efek membahayakan dari infuse cairan dan hipotermia antara lain resiko terjadinya aritmia jantung , kegagalan perfusi jaringan, gangguan metabolic dan koagulopati. Sebagian besar reaksi koagulasi tidak dapat berlangsung pada suhu dibawah 37C dan fungsi trombosit juga terganggu pada suhu tersebut. Hipotermia akan menurunkan sintesis factor factor koagulasi oleh hepar. Dengan demikian, pada kasus hipotermia yang disebabkan oleh infuse cairan dingin terutama dan pembedahan, jelas terdapat risiko koaglopati akibat pengaruh temperature ditambah dengan efek pengenceran langsung factor factor koagulasi.4. Efek terhadap Keseimbangan Asam Basa Garam Fisiologis

Sebagian besar larutan kristaloid bersifat asidotik dan memiliki kandungan klorida yang tinggi. Oleh karena itu, infuse cairan dapat menyebabkan asidosis hiperkloremia dan akan memperburuk asidosis yang telah ada akibat hipoperfusi jaringan sebelum pemberian cairan. Pembedahan yang lama dapat meningkatkan kadar klorida dimana waters dkk melaporkan adanya hubungan kuat antara volume Nacl yang diberikan, perubahan kadar klorida dan perubahan base excess. Asidosis delusional, yaitu penambahan volume yang menyebabkan pengenceraan HCO3 dan pembuangan HCO3 ginjal. Disarankan untuk memeriksakan klorida bila di dapati asidosis metabolic preoperasi.55

Larutan koloid berimbang

Penggunaan larutan jenis rnger yang mengandung klorida dalam konsentrasi yang lebih rendah akan mencegah terjadinya asidosis metabolic akibat hiperkloremia disamping menurunkan SID. Wilkes, dkk menyebutkan Nacl kombinasi dengan KOLOID ( HES ), infuse larutan kristaloid berimbang (mengandung laktat) dikombinasi dengan koloid (HES) dapat mencegah terjadinya asidosis metabolic hiperkloremik pada pasien bedah usia lanjut. Selain itu, kombinasi kristaloid berimbang koloid juga dapat memperbaiki perfusi mukosa lambung dibandingkan dengan larutan koloid berbasis Nacl. Larutan Ringer mengandung asetat lebih menguntungkan dibanding yang

mengandung laktat karena kemampuan tubuh untuk memetabolisme laktat sangat tergantung pada kapasitas fungsional ginjal dan hati.5. Gangguan Homeostasis

Gangguan homeostasis dapat disebabkan oleh semua jenis cairan infuse Mekanismenya antara lain pengenceran factor koagulasi yang beredar, hipotermia dan interaksi spesifik dari komponen cairan dengan mekanisme hemostasis normal. Kristaloid Terapi cairan hanya memiliki pengaruh minimal terhadap koagulasi dan hemostasis. Penambahan volume plasma yang terjadi pada pemberian kristaloid hanyalah sedikit dan larutan jenis Ringer fisiologis berimbang tidak memiliki pengaruh khuus terhadap mekanisme hemostasis. Hemodilusi akibat penambahan volume plasma akan menurunkan kadar faktorfaktor koagulasi dan pada kasus pemberian Klorida yang berlebihan(infuse NaCl fisiologis), gangguan hemostasis dapat disebabkan oleh adanya asidosis metabolic hiperkloremik. Cairan jenis Ringer dengan kandungan Klorida yang lebih rendah dan kemampuan buffernya(laktat atau asetat) lebih disukai untuk memnimalkan efek hemostasis. Pengenceran darah invitro dengan lautan garam dapet meningkatkan koagulasi whole blood yang diukur dengan trombelastogram(TEG). Hemodilusi meningkatkan koagulabilitas whole blood invitro dan komponen garam juga memiliki efek terhadap kekuatan bekuan. Hemodilusi menyebabkan efek prokoagulan melalui peningkatan pembentukan thrombin. Kadar antitrombin III disebabkan oleh hemodilusi saja. Status hiperkoagulabel dapat dikurangi atau dicegah bila penurunan antitrombin III yang disebabkan oleh56

pengenceran dicegah dengan pemberian antitrombin III. Pengenceran darah dengan larutan Ringer dalam konsentrasi lebih dari 20% terbukti menurunkan koagulabilitas.

BAB VII KESIMPULAN57

Tubuh mengandung 60%air yang di sebut juga cairan tubuh, cairan tubuh ini mengandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolism sel sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan. Dalam pembedahan tubuh kekurangan cairan karena perdarahn selama pembedahan di tambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi maka diperlukan metode yang tepat yang tepat untuk menilai volume intravaskuler dan preload yang merupakan komponen yang penting dalam pembedahan. Dalam perkembangannya parametee tradisional seperti pemeriksaan fisik dan tanda vital sering menghasilkan hasil yang keliru.monitoring hemodinamik invasif lebih akjurat dalam menilai status cairan intravaskuler. Curah jantung dan tekanan perfusi sistemik. Monitoring hemodinamik invasive yang sering digunakan adalah tekanan vena sentral kateter, arteri pulmonal, dan termodilusion, transesovageal ecocardiografi. Terapi cairan amat di perlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan dan mencegah kehilangan cairan terlalu banyak yang bisa membahayakan. Cairan tubuh terdistribusi dalam intrasel dan ekstrasel yang dibatasi membrane sel adanya tekanan osmotik yang isotonic menjaga difusi cairan ekstrasel atau masuk kedalam sel. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhan sesuai usia dan keadaan pasiaen serta cairan infus itu sendiri. Pemberian infus yang tidak sesuai untuk keadaan tertentu akan sia-sia dan tidak bias menolong pasien. Terapi cairan bertujuan untuk mempertahankan tandfa-tanda vital dan produksi urin 0,5mljenis v/kgBB. Tapi dalam perkembangannya target akhir dari resusitasi cairan adalah keseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen baik sebelum operasi, selama operasi dan setelah tindakan operasi. Hal ini menjadi dasar pertimbangan untuk menyatakan target resusitasi cairan telah tercapai. Dalam terapi cairan diperlukan pemahaman yang jelas tentang jenis cairan intravena, karena tiap jenis cairan mempunyai fungsi dan efek samping yang tidak sama. Contohnya : -Perbedaan dalam hal fungsional : Bila terjadi kekurangan cairan intravascular yng cocok adalah koloid dan darah.Bila terjadi kekurangan cairan inerterstitial, maka kristraloid lebih cocok. Mungkin perlu memberi koloid dan kristaloid bila terjadi deficit di ruang intravaskuler dan interstitial.

58

-Perbedaan dalam hal efek samping : Dextran (koloid) menyebabkan reaksi anafilaktoid,resiko gagal ginjal,pengaruhi hemostasis. Semua jenis cairan IV baik kristaloid maupun koloid dapat menimbulkan reaksi reaksi sampingan bila tidak digunakan secara tepat atau bila terdapat faktor faktor berisiko spesifik pada pasien. Efek samping local pda tempat infuse yang disebabkan oleh suhu, susunan molekul, atau osmolalitas cairan yag tidak tepat lebih jarang terjadi dan tidak begitu penting secara klinis. Respon sistemik dari terapi cairan akibat infuse yang telalu cepat atau pemberian cairan yang berlebihan berupa hipervolemia, overload sirkulasi atau pembentukan edema terutama pada pemberian kristaloid, atau terjadinya asidosis hiperkloremik dapat dihindari dengan pemilihan jenis cairan yang tepat dan monitoring terapi cairan yang baik. Salah satu faktor yang penting yang harus diperhatikan untuk keamanan penggunaan cairan IV adalah bahwa terapi cairan harus didasarkan pada pengetahuan yang tepat tentang kebutuhan individual pasien dan bahwa kemungkinan bahaya akibat pemberian infuse berbagai jenis cairan yang tersedia telah diketahui dengan baik.

59

DAFTAR PUSTAKA

1- Anonim.http://www.nmanet.org2- Fundamental Course Fluid on Therapy. Jakarta.2002. Hal 1-3 3- Harijanto,Eddy. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Periopertif. Jakarta.2009.Hal 2-

16; 52-79; 88-97; 108-117; 117-129; 133-135; 248; 259; 261-273; 306-315; 3463684- Rokhaeni.Buku Ajar keperawatan Kardiovaskular.Jakarta.2001. Hal 21-22 5- Terapi Cairan Untuk Rumatan dan Resusitasi. Semarang. 2000. Hal 2-3, 5-8

60