PRESKAS obgin plasenta previa.docx

106
Presentasi Kasus POST SCTP EMERGENCY ai APH EC PLASENTA PREVIA TOTALIS PADA MULTIGRAVIDA HAMIL PRETERM INPARTU DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESARIA Disusun Oleh : Tenri G.99131015 Fitria G.99131078 Isfalia Muftiani G.99131045 Pembimbing : Hermawan, dr., Sp OG

Transcript of PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Page 1: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Presentasi Kasus

POST SCTP EMERGENCY ai APH EC PLASENTA PREVIA TOTALIS PADA

MULTIGRAVIDA HAMIL PRETERM INPARTU DENGAN

RIWAYAT SECTIO CAESARIA

Disusun Oleh :

Tenri G.99131015

Fitria G.99131078

Isfalia Muftiani G.99131045

Pembimbing :

Hermawan, dr., Sp OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

ABSTRAK

Seorang G1P0A0, 33 tahun, UK 35 +4 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat

obstetri belum diketahui. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 190/100 mmHg

dengan hasil laboratorium, proteinuria +3 yang merupakan dasar diagnosis pre

eklamsia berat.

Pemeriksaan abdomen teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, puka,

preskep, his (+) 2x/10 menit/30 detik, portio lunak, mendatar 1cm, eff 20%, kepala

turun di H-II, KK dan penunjuk belum dapat dinilai, AK (-), STLD (+), TBJ : 1701

gram. DJJ 110/90/105 (+) ireguler mengarah pada keadaan fetal distress

Dari hasil USG diperoleh HC 26,37 cm dan AC 26, 38 cm (HC/AC =1)

yang mengesankan IUGR simetris, AFI 4,54 mengindikasikan adanya

oligohidramnion.

Riwayat mondok sebelumnya, pada tanggal 6 Januari 2015 karena tekanan

darah tinggi dan B 20 serta diberikan pengobatan ARV.

Berdasarkan keterangan di atas pasien didiagnosis dengan fetal distress,

IUGR, PEB, pada primigravida hamil preterm dalam persalinan kala 1 fase laten dan

oligohidramnion dengan B20. Pasien dimondokkan serta dilakukan protap PEB dan

terminasi dengan SCTP emergency ai fetal distress.

_____________________________________________________________________

Kata kunci : PEB, IUGR, fetal distress, prematur

1

Page 3: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh

timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu.

Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik, kelainan

vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati. Faktor-faktor

resiko lain dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan

ayah janin.

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan oksigenasi dan

atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu

kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi). Penyebab dari fetal distress diantaranya hipotensi

atau syok yang disebabkan oleh apapun, penyakit kardiovaskuler, anemia, penyakit

pernafasan, malnutrisi, asidosis dan dehidrasi, kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu

lama, degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta, kompresi tali pusat, infeksi, malformasi dan

lain-lain.

Pertumbuhan janin terhambat merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi pola

pertumbuhan janin. Yang terjadi pada IUGR adalah proses patologi yang menghambat janin

mencapai potensi pertumbuhannya. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan

suatu keadaan dimana janin tidak mampu berkembang sesuai dengan ukuran normal akibat

adanya gangguan nutrisi dan oksigenase, atau dengan kata lain suatu keadaan yang dialami

bayi dengan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari umur kehamilannya. IUGR

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu IUGR tipe 1/simetris dan IUGR tipe 2/asimetris.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom/ Sindrom imunodefisiensi didapat),

adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang yang dikenal

sebagai spektrum infeksi HIV. HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell

Lymphotropic Virus III) atau LAV (Lymphadenophaty Virus) adalah virus sitopatik dari

famili retrovirus

2

Page 4: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GAWAT JANIN INTRAUTERIN (FETAL DISTRESS)

1. Definisi

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan

oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut

(kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi) (Bisher and

Mackay, 1986).

2. Etiologi

Penyebab dari fetal distress diantaranya (Hariadi, 2004) :

a. Ibu : hipotensi atau syok yang disebabkan oleh apapun, penyakit kardiovaskuler,

anemia, penyakit pernafasan, malnutrisi, asidosis dan dehidrasi.

b. Uterus : kontraksi uterus yang telalu kuat atau terlalu lama, degenerasi vaskuler.

c. Plasenta : degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta.

d. Tali pusat : kompresi tali pusat.

e. Fetus : infeksi, malformasi dan lain-lain.

3. Pembagian gawat janin

a. Gawat janin sebelum persalinan

Gawat janin sebelum persalinan biasanya merupakan gawat janin yang

bersifat kronik berkaitan dengan fungsi plasenta yang menurun atau bayi sendiri

yang sakit (Hariadi, 2004).

1). Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin menurun. Pasien mengalami kegagalan dalam

pertambahan berat badan dan uterus tidak bertambah besar. Uterus yang lebih

kecil daripada umur kehamilan yang diperkirakan memberi kesan retardasi

pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion. Riwayat dari satu atau lebih

faktor-faktor resiko tinggi, masalah-masalah obstetri, persalinan prematur atau

lahir mati dapat memberikan kesan suatu peningkatan resiko gawat janin

(Hariadi, 2004).

3

Page 5: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

2). Faktor predisposisi

Faktor-faktor resiko tinggi meliputi penyakit hipertensi, diabetes

mellitus, penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia, dan lain-

lain(Hariadi, 2004).

3). Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat janin sepenjang

(a) denyut jantung dalam batas normal (b) akselerasi sesuai dengan gerakan

janin (c) tidak ada deselerasi variabel dengan adanya kontraksi uterus.

Ultrasonografi : Pengukuran diameter biparietal secara seri dapat

mengungkapkan bukti dini dari retardasi pertumbuhan intrauterin. Gerakan

pernafasan janin, aktifitas janin dan volume cairan ketuban memberikan

penilaian tambahan kesekatan janin. Oligihidramnion memberi kesan

anomali janin atau retardasi pertumbuhan (Hariadi, 2004).

Kadar estriol dalam darah atau urin ibu memberikan suatu pengukuran

fungsi janin dan plasenta, karena pembentukan estriol memerlukan

aktifitas dari enzim-enzim dalam hati dan kelenjar adrenal janin seperti

dalam plasenta (Hariadi, 2004).

HPL (Human Placental Lactogen) dalam darah ibu : kadar 4 mcg/ml atau

kurang setelah kehamilan 3 minggu member kesan fungsi plasenta yang

abnormal (Hariadi, 2004).

Amniosintesis : adanya mekonium di dalam cairan amnion masih

menimbulkan kontroversi. Banyak yang percaya bahwa mekonium dalam

cairan amnion menunjukkan stress patologis atau fisiologis, sementara

yang lain percaya bahwa fasase mekonium intrauterin hanya menunjukkan

stimulasi vagal temporer tanpa bahaya yang mengancam. Penetapan rasio

lesitin sfingomielin (rasio L/S) memberikan suatu perkiraan maturitas

janin (Hariadi, 2004).

4). Penatalaksanaan

Keputusan harus didasarka pada evaluasi kesehatan janin inutero dan

maturitas janin. Bila pasien khawatir mengenai gerakan janin yang menurun

pemantauan denyut jantung janin atau dimiringkan atau oksitosin challenge test

sering memberika ketenangan akan kesehatan janin. Jika janin imatur dan

keadaan insufisiensi plasenta kurang tegas, dinasehatkan untuk mengadakan

observasi tambahan. Sekali janin matur, kejadian insufisiensi plasenta biasanya

4

Page 6: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

berarti bahwa kelahiran dianjurkan. Persalinan dapat diinduksi jika servik dan

presentasi janin menguntungkan. Selama induksi denyut jantung janin harus

dipantau secara teliti. Dilakukan sectio secaria jika terjadi gawat janin, sectio

sesaria juga dipilih untuk kelahiran presentasi bokong atau` jika pasien pernah

megalami operasi uterus sebelumnya (Hariadi, 2004).

b. Gawat janin selama persalinan

Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin. Tanpa oksigen

yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan

menunjukkan deselerasi variabel pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap,

glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun

(Hariadi, 2004).

1). Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat

janin. Tetapi biasanya tidak ada gejala-gejala subyektif. Seringkali

indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan dalam pola denyut

jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya variabilitas, atau

deselerasi variabel) (Hariadi, 2004).

Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi uterus

yang hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan dapat menyebabkan

asfiksia janin (Hariadi, 2004).

2). Faktor-faktor etiologi (Hariadi, 2004),

a. Insufisiensi uteroplasental akut

aktivitas uterus berlebihan.

hipotensi ibu.

solutio plasenta.

plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasental kronik

penyakit hipertensi.

diabetes mellitus.

isoimunisasi Rh.

postmaturitas atau dismaturitas

c. Kompresi tali pusat

d. Anestesi blok paraservikal

5

Page 7: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

3). Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin : pencatatan denyut jantung janin

yang segera dan kontinu dalam hubungan dengan kontraksi uterus

memberika suatu penilaian kesehatan janin yang sangat membantu dalam

persalinan (Hariadi, 2004).

Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin adalah:

1. bradikardi : denyut jantung janin kurang dari 120 kali permenit.

2. takikardi : akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (> 160)

dapat dihubungkan dengan demam pada ibu sekunder terhadap

terhadap infeksi intrauterin. Prematuritas dan atropin juga

dihubungkan dengan denyut jantung dasar yang meningkat.

3. variabilitas: denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi

sistem saraf otonom janin oleh mediksi ibui (atropin, skopolamin,

diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesik narkotik).

4. pola deselerasi: Deselerasi variabel menunjukan hipoksia janin yang

disebabkan oleh insufisiensi uteroplasental. Deselerasi yang bervariasi

tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan

muncul untuk menunjukan kompresi sementara waktu saja dari

pembuluh darah umbilikus. Peringatan tentang peningkatan hipoksia

janin adalah deselerasi variabel, penurunan atau tiadanya variabilitas,

bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.

Contoh darah janin (pH darah kepala janin) memberikan

informasi objektif tentang status asam basa janin. Pemantauan janin

secara elektronik dapat menjadi begitu sensitif terhadapt perubahan-

perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin dapat

diduga bahkan bila janin dalam keadaan sehat dan hanya menber

reaksi terhadap stess dari kontraksi uterus selama persalianan. Contoh

darah janin diindikasikan bila mana pola denyut jantung janin

abnormal atau kacau memerlukan penjelasan (Hariadi, 2004).

Mekonium dalam cairan ketuban : arti dari mekoneum dalam

cairan ketuban adalah tidak pasti dan kontroversial sementara

beberapa ahli berpendapat bahwa pasase mekoneum intrauterun

adalah suatu tanda gawat janin dan kemungkinan kegawatan, yang

lainya merasakan bahwa adanya mekoneum tanpa kejadian asfiksia

6

Page 8: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

janin lainnya tidak menunjuka bahaya janin. Tetapi, kombinasi

asfiksia janin dan mekoneum timbul untuk mempertinggi potensi

asfirasi mekoneum dan hasil neonatus yang buruk (Hariadi, 2004).

4). Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip umum

a. bebaskan setiap kompresi tali pusat.

b. perbaiki aliran darah uteroplasental.

c. menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi

kehamilan merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada

faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan jalannya

persalinan (Hariadi, 2004).

Langkah-langkah khusus (Hariadi, 2004):

a. posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring, sebagai usaha

untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan aliran darah

uteroplasental. Perubahan dalam posis juga dapat membebaskan

kompresi tali pusat.

b. oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai usaha meningkatkan

penggantian oksigen fetomaternal.

c. oksitosin dihentikan karena kontraksi uterus akan mengganggu

sirkulasi darah keruang intervilli.

d. hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL. Transfusi darah

dapat diindikasikan pada syok hemorragik.

e. pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan

menentukan perjalana persalinan. Elevasi kepala janin secara lembut

dapat merupakan suatu prosedur yang bermanfaat.

f. pengisapan mekoneum dari jalan nafasi bayi baru lahir mengurangi

resiko asfirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung

dan mulut dibersikan dari mekoneum dengan kateter penghisap.

Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi

langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa

endotrakeal (Melfiawati, 1994)

B. OLIGOHIDRAMNION

1. DEFINISI

7

Page 9: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada

pemeriksaan USG ditemukan bahwa index kantong amnion 5 cm atau kurang dan

insiden oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan pada usia kehamilan 41

minggu.Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari

normal, yaitu kurang dari 500 cc (manuaba, 2007), atau juga didefinisikan dengan

indeks cairan amnion 5 cm atau kurang dari 12% dari 511 kehamilan dengan usia

kehamilan 41 minggu atau lebih (Dexa Media no.3 tahun 2007).

Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas,

kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak

usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya

kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang

berulang. Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion

didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran (Kapita Selekta, 2000).

Normal volume cairan amnion bertambah dari50 ml pada saat usia kehamilan

12 minggu sampai 400 ml pada pertengahangestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat

aterm. Pada kehamilan postterm jumlahcairan amnion hanya 100 sampai 200 ml

atau kurang. Menurut  Lehn, jumlah air ketuban yang normal pada primigravida

adalah 1 liter, pada multigravida  sebanyak 1,5 liter, dan sebanyak – banyaknya

yang masih dalam batas normal adalah 2 liter (Dexa Media no.3 tahun 2007).

2. ETIOLOGI

Etiologi yang pasti belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal

agenosis janin. Etiologi primer  lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik

pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini

( premature rupture of the membrane = PROM ).

Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan :

a. Pecahnya membran ketuban

b. Penurunan fungsi ginjal  atau terjadinya kelinan ginjal bawaan

c. Kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta.

d. Gangguan pertumbuhan janin

e. Penyakit yang diderita ibu seperti Hipertensi, Dibetes mellitus, gangguan

pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimmune seperti Lupus.

Jika dilihat dari  segi Fetal, penyebabnya bisa karena :

a. Kelainan Kromosom

8

Page 10: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

b. Cacat Kongenital

c. Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim

d. Kehamilan postterm

e. Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Jika dilihat dari sisi Maternal, penyebabnya :

a. Dehidrasi

b. Insufisiensi uteroplasental

c. Hipertensi / Preeklamsia

d. Diabetes Mellitus

e. Hypoxia kronis

Induksi Obat : seperti obat antihipertensi

3. PATOFISIOLOGI

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang

berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan

oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit). Kelainan yang utama adalah gagal

ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal

bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal

berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air

kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari

sindroma Potter.

Ginjal janin mengeluarkan urin sejak usia 12 minggu dan setelah mencapai

usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14 cc/hari. Janin

aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 250 cc dalam sehari.Sirkulasi air ketuban

sangat penting, sehingga jumlahnya dapat dipertahankan dengan tetap.

Pengaturannya dilakukan oleh tiga komponen penting berikut:

a. Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion.

b. Jumlah produksi air kencing.

c. Jumlah air ketuban yang ditelan janin.

Produksinya akan berkurang jika terjadi insufisiensi plasenta, kehamilan post

term, gangguan organ perkemihan, janin terlalu banyak minum, sehingga dapat

menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri

“ologohidramnion” dengan kriteria:

a. Jumlah kurang dari 200 cc

9

Page 11: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

b. Kental.

c. Bercampur mekonium. (Kapita selekta, 2000)

4. GAMBARAN KLINIS

a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.

b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

c. Sering berakhir dengan partus prematurus.

d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih

jelas.

e. Persalinan lebih lama dari biasanya.

f. Sewaktu his akan sakit sekali.

g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal janin atau

ginjal yang sangat abnormal)

b. Rontgen perut bayi

c. Rontgen paru-paru bayi

d. Analisa gas darah.

6. KOMPLIKASI

a. Dari sudut maternal

1) Sebagian persalinannya dilakukan dengan induksi

2) Persalinan dilakukan dengan sc

b. Komplikasi terhadap janin

Oligohidramnion menyebabkan tekanan langsung pada janin:

1) Deformitas janin

2) Leher telalu menekuk miring

3) Bentuk tulang kepala janin tidak bulat

4) Deformitas ekstremitas

5) Talipes kaki terpelintir keluar

6) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal distress.

7) Amniotic band

10

Page 12: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

7. TINDAKAN KONSERVATIF

a. Tirah baring.

b. Hidrasi.

c. Perbaikan nutrisi.

d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST).

e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.

f. Amnion infusion.

g. Induksi dan kelahiran.

C. PRE-EKLAMPSI

1. Definisi

Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai

oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu.

Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara

bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan

pertumbuhan janin) (Wagener, 2004).

2. Etiologi

Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas (Wagener, 2004). Hipotesa

faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu :

genetik, imunologik, gizi dan infeksi serta interaksi antara faktor-faktor tersebut

(Mignini dkk, 2006).

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan

tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan “The disease of theory” adapun

teori-teori tersebut antara lain (Mignini dkk, 2006):

a. Peran prostasiklin dan tromboksan S

Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga

terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal

meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit

menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi

vasospasme dan kerusakan endotel.

b. Peran faktor imunologis

11

Page 13: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan

dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak

sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun

dalam serum. Beberapa studi yang mendapati aktivasi komplemen dan system

imun humoral pada Preeklampsia.

c. Peran faktor genetik / familial

Beberapa bukti yang mendukung faktor genetik pada Preeklampsia antara

lain:

1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

2) Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada

anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.

3) Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak

cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.

4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS)

3. Faktor Resiko

Faktor Risiko Preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik,

kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropatin

(Mignini dkk, 2006). Faktor-faktor resiko lain dihubungkan dengan kehamilan itu

sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin (Wagener, 2004).

Faktor Resiko Preeklampsia

Faktor yang

berhubungan dengan

kehamilan

Faktor yang

berhubungan dengan

kondisi maternal

Faktor yang

berhubungan dengan

pasangan

Abnormalitas

kromosom

Mola hidatidosa

Hidrops fetalis

Kehamilan ganda

Donor oosit atau

inseminasi donor

Anomali struktur

Usia > 35 tahun

atau <20 tahun

Ras kulit hitam

Riwayat

Preeklampsia pada

keluarga

Nullipara

Preeklampsia

Partner lelaki

yang pernah menikahi

wanita yang kemudian

hamil dan mengalami

preeklampsia

Pemaparan

terbatas terhadap sperma

12

Page 14: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

kongenital

ISK

pada kehamilan

sebelumnya

Kondisi medis

khusus : DM, HT

Kronik, Obesitas,

Penyakit Ginjal,

trombofilia

Stress

Antibody

antifosfolipid syndrom

Primipaternity

4. Patofisiologi

Walaupun penyebab pasti Preeklampsia tetap tidak jelas, banyak teori

memusatkan masalah pada impantasi plasenta dan level invasi trofoblas. Penting

diingat bahwa walaupun hipertensi dan proteinuria adalah kriteria diagnostik

Preeklampsia, kedua hal ini hanyalah symptom / gejala dari perubahan-perubahan

patofisiologi yang muncul pada kelainan ini. Salah satu perubakan patofisiologi yang

paling menonjol adalah vasospasme sistemik yang sangat nyata yang bertanggung

jawab terhadap penurunan perfusi semua system organ. Perfusi juga berkurang karena

hemokonsentrasi vaskuler dan pengeluaran cairan ke rongga ketiga. Selain itu,

Preeklampsia disertai oleh respon inflamasi berlebihan dan aktivasi endotel yang tidak

tepat. Aktivasi kaskade pembekuan dan resultan dari pembentukan thrombin lebih

lanjut menghalangi aliran darah organ (Wagener, 2004).

Tanda-tanda utama pada Preeklampsia adalah (Wagener, 2004):

a. Penurunan perfusi uteroplasental

b. Peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator dengan akibat

vasokonstriksi local dan sistemik.

c. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Hipotesa perubahan patofisiologis Preeklampsia sangat banyak antara lain :

kegagalan invasi trofoblas, stress oksidatif, disfungsi endotel, perubahan hormone-

hormon kalsiotrofik, pelepasan faktor-faktor pertumbuhan dan protein antiangiogenik

(Mignini dkk, 2006).

Skema patofisiologi Preeklampsia

13

Page 15: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

5. Klasifikasi

Preeklampsia termasuk kelainan hipertensi dalam kehamilan. Penggolongan

kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain : hipertensi kronis, Preeklampsia,

14

Faktor Predisposisi Preeklampsia( imun, genetik, dll )

Obstruksi mekanik dan fungsional dari arteri spiralis

Perubahan plasentasi

Penurunan perfusi uteroplasental

Renin/angiotensin II Tromboksan

Vasokonstriksi arteri

Disfungsi endotel endotelin, NO

Hipertensi sistemik

Aktivasi intravascular koagulasi

SSP

DIC

Ginjal Hati Organ lainnya

Proteinuri kejang LFT abnormal iskemi GFR koma fibrin, trombin

PGE2/PGI2

Kerusakan endotel

Page 16: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

superimposed eklampsia pada hipertensi kronis dan hipertensi gestasional (Wagener,

2004).

Hipertensi kronik adalah peningkatan tekanan darah yang timbul sebelum

kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau menetap setelah 12

minggu post partum. Sebaliknya, Preeklampsia didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah dan proteinuria yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu.

Eklampsia, komplikasi berat preeklampsia adalah munculnya kejang pada wanita

dengan preeklampsia. Kejang eklampsia relatif jarang dan muncul <1% wanita dengan

eklampsia (Wagener, 2004).

Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik ditandai dengan proteinuria

(atau dengan peningkatan tiba-tiba level protein jika sebelumnya sudah ada

proteinuria), peningkatan mendadak hipertensi ( dengan asumsi telah ada proteinuria)

atau terjadi HELLP Syndrome (Wagener, 2004).

Hipertensi gestasional didiagnosa jika terjadi kenaikan tekanan darah tanpa

proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dan tekanan darah kembali normal

dalam 12 minggu post partum. Seperempat wanita dengan hipertensi gestasional

mengalami proteinuria dan belakangan berkembang menjadi preeklampsia (Wagener,

2004).

Wanita hamil dengan tekanan darah

>140/90 mmHg

Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (POGI, 2005):

a. Pre eklampsia ringan

15

Sebelum usia kehamilan 20 minggu Setelah usia kehamilan 20 minggu

Proteinuria (-) / stabil

Proteinuria (+) / meningkat, TD meningkat, HELLP Syndroma

Proteinuria (+) /

Proteinuria (-) /

Preeklampsia / Hipertensi Gestasional

Hipertensi kronik

Preeklampsia superimposed

pada Hipertensi kronik

Page 17: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; atau

kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg.

Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan

jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1

kg per minggu.

Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin

kateter atau mid stream.

b. Pre eklampsia berat

Tekanan darah 160/110 mmHg.

Proteinuria 5 gram/liter.

Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium.

Terdapat oedem paru dan sianosis.

Thrombosytopenia berat

Kerusakan hepatoseluler

Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat

Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu (Marjono, 1999):

a. Genuine pre-eklampsia

Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu disertai

dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg sampai

160/90. Juga terdapat proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach)

b. Super imposed pre-eklampsia

Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu disertai

proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai oedem. Biasanya

disertai hipertensi kronis sebelumnya.

6. Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk preeklampsia (Manoe dkk, 2006) :

Preeklampsia

16

Page 18: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Tekanan darah : sistolik > 140 mmHg atau diastolic > 90 mmHg setelah

kehamilan 20 minggu yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang

normal.

Proteinuria : 0,3 gr atau lebih protein 24 jam

Preeklampsia berat

Tekanan darah : sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 110 mmHg

Proteinuria : 5 gr atau lebih protein 24 jam

Gejala lain : oliguria ( < 500 ml urin dalam 24 jam), gangguan pandangan,

edema paru dan sianosis, nyeri epigastrik kuadran atas, gangguan fungsi

liver, trombositopenia, gangguan pertumbuhan janin.

7. Pencegahan

Tidak ada alat ukur yang pasti untuk mencegah preeclampsia (Wagener, 2004).

Walaupun demikian, beberapa usaha untuk mencegah preeklampsia telah dilakukan,

antara lain :

a. Pencegahan non medikal

1) Restiksi garam

Tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeclampsia

2) Suplementasi diet yang mengandung :

a) Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh,

misalnya Omega-3 PUFA.

b) Antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl

cysteine, zinc, magnesium, calcium.

3) Tirah baring tidak terbukti :

a) Mencegah terjainya preeklampsia

b) Mecegah persalinan preterm

Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang

mempunyai resiko tinggi terjadinya preeklampsia.

b. Pencegahan dengan Medikal

1) Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeclampsia bahkan

memperberat hipovolemia.

2) Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia

17

Page 19: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

3) Kalsium : 1500-2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada

resiko tinggi terjadinya preeklampsia, meskipun belum terbukti bermanfaat

untuk mencegah preeklampsia.

4) Zinc : 200 mg / hari

5) Magnesium 365 mg / hari

6) Obat anti thrombotik :

a) Aspirin dosis rendah : rata-rata di bawah 100 mg / hari, tidak terbukti

mencegah terjadinya preeklampsia.

b) Dipyridamol

7) Abat-obatan antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl

cysteine, asam lipoik-6.

Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah, banyak kematian akibat kelainan ini

dapat dicegah. Deteksi awal, monitoring ketat dan terapi preeklampsia sangat penting

dalam mencegah mortalitas akibat kelainan ini (Amirudin dkk, 2007).

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pre-eklapsi, antara lain (Manoe dkk, 2006):

a. HELLP syndrome

b. Perdarahan otak

c. Gagal ginjal

d. Hipoalbuminemia

e. Ablatio retina

f. Edema paru

g. Solusio plasenta

h. Hipofibrinogenemia

i. Hemolisis

j. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin

9. Penatalaksanaan Pre-eklampsia Berat

18

Page 20: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Penatalaksanaan Pre-eklampsia Berat (Marjono, 1999) :

a. Perawatan Aktif

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita

dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST & USG).

1) Indikasi (salah satu atau lebih)

a) Ibu

- Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

- Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan

desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-

gejala status quo (tidak ada perbaikan).

b) Janin

- Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)

- Adanya tanda IUGR

c) Laboratorium

- Adanya "HELLP syndrome" (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,

trombositopenia).

2) Pengobatan Medisinal

Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :

a) Segera masuk rumah sakit

b) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,

refleks patella setiap jam.

c) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125

cc/jam) 500 cc.

d) Antasida

e) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

f) Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat

g) Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah

jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40mg/im.

h) Antihipertensi diberikan bila :

Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau

MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis

kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan

perfusi plasenta.

19

Page 21: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan

obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi.

Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press

disesuaikan dengan tekanan darah.

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet

antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5

kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama

mulai diberikan secara oral.

i) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan

digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

j) Lain-lain :

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.

- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius

dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau

xylomidon 2 cc IM.

- Antibiotik diberikan atas indikasi (Mignini dkk, 2006). Diberikan

ampicillin 1gr/6jam/IV/hari.

- Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.

Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2

jam sebelum janin lahir.

3) Pemberian Magnesium Sulfat (POGI, 2005)

Cara pemberian magnesium sulfat :

a) Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit

kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti

segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc)

dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat

diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan

IM.

b) Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam

pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam

dimana pemberianMgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

20

Page 22: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

c) Syarat-syarat pemberian MgSO4 (POGI, 2005):

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%

dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

- Refleks patella positif kuat

- Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.

- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).

d) MgSO4 dihentikan bila :

o Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks

fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan

dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-

otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat

adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10

mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan

dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

o Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :

Hentikan pemberian magnesium sulfat

Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV

dalam waktu 3 menit.

Berikan oksigen.

Lakukan pernapasan buatan.

o Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan

sudah terjadi perbaikan (normotensif).

b. Penanganan konservatif

1) Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-

tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

2) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan

aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup

intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada

bokong kanan.

3) Pengobatan obstetri :

a) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

21

Page 23: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

b) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

medisinal gagal dan harus diterminasi.

d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu

MgSO4 20% 2 gram intravenous.

4) Penderita dipulangkan bila :

a) Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan

telah dirawat selama 3 hari.

b) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan

(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

D. IUGR

1. Definisi

Pertumbuhan janin terhambat merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi

pola pertumbuhan janin. Yang terjadi pada IUGR adalah proses patologi yang

menghambat janin mencapai potensi pertumbuhannya. Intra Uterine Growth

Restriction (IUGR) merupakan suatu keadaan dimana janin tidak mampu berkembang

sesuai dengan ukuran normal akibat adanya gangguan nutrisi dan oksigenase, atau

dengan kata lain suatu keadaan yang dialami bayi dengan berat badan lahir dibawah

batasan tertentu dari umur kehamilannya (Hasibuan, 2009).

Definisi IUGR yang sering digunakan adalah bayi yang mempunyai berat

badan lahir dibawah persentil ke-10 dari kurva berat badan normal yang disesuaikan

dengan usia kehamilan (Hasibuan, 2009).

2. Klasifikasi

Terjadinya IUGR dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok (Hasibuan, 2009):

a. IUGR tipe-1 (simetris atau proporsional)

Pada IUGR tipe-1 dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil

akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan berkurangnya proliferasi

seluler semua organ janin. IUGR tipe-1 ditandai dengan berat badan, lingkar

kepala dan panjang badan berada dibawah persentil 10. IUGR simetris ini terjadi

22

Page 24: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

selama kehamilan trimester ke-1 dan trimester ke-2 dan angka kejadian kira – kira

20 – 30 % dari seluruh bari IUGR.

b. IUGR tipe-2 (asimetris, diproporsional)

IUGR tipe-2 terjadi karena janin kurang mendapat nutrisi dan energi, sehingga

sebagian besar energi digunakan langsung untuk mempertahankan pertumbuhan

organ vital (seperti otak dan jantung). Hal ini umumnya terjadi akibat insufisiensi

plasenta. IUGR asimetris mempunyai ukuran kepala normal tetapi lingkar perut

kecil. IUGR tipe-2 memiliki berat badan yang kurang dari persentil ke-10,

sedangkan ukuran kepala dan panjang badan normal. IUGR asimetris terjadi pada

trimester terakhir, yang disebabkan karena terjadinya penurunan kecepatan

pertumbuhan.

Simetris Asimetris

Insidensi 20 – 30 % Insidensi 70 – 80 %

Terjadi pada trimester ke-1 &

ke-2

Terjadi pada trimester ke-3

Semua bagian tubuh kecil Kepala lebih besar dari abdomen

Penyakit genetik, infeksi Insufisiensi pembuluh darah

plasenta

Komplikasi neonatus, prognosis

buruk

Biasanya keadaan neonatus agak

buruk dan membaik bila

komplikasi dihindari atau

diterapi secara adekuat.

Lin dan Santolaya Forgas (1998), melaporkan proses pertumbuhan sel – sel

secara mitosis cepat pada organ – organ janin dan plasenta, dapat dibagi kedalam 3

fase, yakni :

a. Fase hiperplasia atau proliferasi (penambahan jumlah sel)

Terjadi penggandaan sel – sel secara mitosis cepat pada organ – organ janin dan

peningkatan kandungan DNA. Hal ini terjadi sejal permulaan perkembangan janin

sampai usia kehamilan 16 minggu.

b. Fase Hiperplasia dan Hipertropi

23

Page 25: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Terjadi penurunan mitosis sel dan peningkatan ukuran sel. Hal ini berlangsung

sampai usia 32 minggu.

c. Fase Hipertropi

Terjadi peningkatan kecepatan pertambahan ukuran sel, akumulasi jaringan

lemak, otot, dan jaringan ikat, dimana puncak kecepatan pertambahan ukuran sel

terjadi pada usia kehamilan 33 minggu.

Fase hiperplasia dimulai pada awal perkembangan janin, kemudian secara

bertahap terjadi pergeseran ke fase hipertopi. Gangguan pertumbuhan pada malnutrisi

yang terjadi selama fase hiperplasia akan menyebabkan berkurangnya jumlah sel yang

sifatnya permanen (IUGR simetris). Malnutrisi yang terjadi selama fase hipertropi

akan menyebabkan berkurangnya ukuran sel, yang sifatnya reversibel (IUGR

asimetris). Apabila malnutrisi terjadi pada fase hiperplasia dan hipetropi akan

menyebabkan berkurangnya jumlah dan ukuran sel (IUGR kombinasi) (Hasibuan,

2009).

3. Faktor Resiko dan Etiologi

a. Faktor Resiko (Hasibuan, 2009)

1) Lingkungan sosio-ekonomi rendah

2) Riwayat IUGR dalam keluarga

3) Riwayat obstetri yang buruk

4) Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah

5) Komplikasi obstetrik dalam kehamilan

6) Komplikasi medik dalam kehamilan

24

Page 26: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

b. Etiologi (Hasibuan, 2009)

MATERNAL PLASENTAL FETAL

Gangguan Vaskular

(25-30%)

Hipertensi

Diabetes Melitus

Penyakit Ginjal

Gangguan hiperkoagulasi

Thrombophilia

Syndromea antibodi

Antiphospholipid

Hipoksia persisten

(penyakit paru atau jantung,

anemia yang berat)

Malnutrisi, toksin (alkohol,

rokok, obat-obatan,dll)

Malformasi uterus atau

adanya massa

Invasi trofoblast

abnormal

Infark plasenta

Plasenta previa

Plasenta

sirkumvallate

Anomali vaskular

umbilikal – plasental

Insersi tali pusat

velamentosa

Genetik (20%)

Kelainan kromososm

Kelainan kongenital

Kehamilan ganda (5%)

Infeksi Intrauterine

Cytomegalovirus

Malaria

Parvovirus

Rubella

Toxoplasmosis

Herpes virus

HIV

4. Patofisiologi

Penyebab multifaktor dari IUGR ini disebabkan oleh tiga kemungkinan yaitu

gangguan fungsi plasenta, faktor ibu ; dimana berkurangnya suplai oksigen atau

asupan gizi, faktor janin; dimana penurun kemampuan janin untuk menggunakan

asupan gizi. Plasenta memainkan peranan penting dalam dua kategori yang pertama.

Perkembangan abnormal, berkurangnya perfusi, dan disfungsi vili – vili plasenta

sering mengakibatkan IUGR, khususnya pada tipe simetris (Hasibuan, 2009).

Pada plasenta dari ibu dengan hipereklamsi terjadi invasi sitotrofoblas yang

dangkal pada rahim dan diferensiasi sitotrofoblas yang abnormal. Kegagalan invasi

sitotrofoblas ini akan mencegah remodeling desidual distal menyebabkan

berkurangnya perfusi maternal-vili plasenta, hipoksia plasenta setempat yang akan

mengakibatkan terjadinya IUGR. Disfungsi vili plasentayang disebabkan oleh

apoptosis pada trofoblas, stress oksidatif, infark dan kerusakan sitokinin akan

25

Page 27: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

mengakibatkan terjadinya angiogenesis yang tidak menentu pada plasenta, sehingga

menghambat pemulihan dari plasenta (Hasibuan, 2009).

5. Skrining Janin

Walaupun pemeriksaan tunggal dengan biometri atau doppler dapat secara

tepat dalam membantu penegakkan diagnosa IUGR, skrining dari IUGR sangat

penting untuk mengidentifikasi janin dengan resiko tinggi. Secara umum skrinng

dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara

rutin pada waktu pemeriksaan antenatal (PAN) sejak usia kehamilan 20 minggu

sampai aterm (Cunningham dkk, 2001).

Pada wanita yang mempunyai resiko untuk terjadinya IUGR sebaiknya

dilakukan pemeriksaan USG serial sepanjang kehamilannya. Pemeriksaan skrining

IUGR terutama dilakukan pada kehamilam trimester ke-2 (18 minggu – sampai 20

minggu) untuk evaluasi ada tidaknya malformasi, dan kehamilan multipel.

Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu smpai 32

minggu untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan, pertumbuhan asimetris dan

retribusi darah ke organ penting, antara lain otak, jantung dan kelenjar adrenal

(Karsono, 2002).

Pengukuran TFU, secara normal dilakukan dalam 3 minggu, pada usia

kehamilan 20 minggu sampai 38 minggu. Jika TFU kurang dari atau sama dengan 3

cm lebih rendah dari yang diharapkan pada usia kehamilan tertentu, maka kita mulai

mencurigai adanya IUGR (POGI, 2008).

6. Diagnosis

Diagnosis pasti IUGR baru dapat diketahui setelah janin dilahirkan. Syarat

utama utama untuk mengetahui apakah pertumnuhan janin berjalan normal atau tidak,

adalah keharusan utnuk mnegetahui usia kehamilan secara tepat. Tanpa diketahui usia

kehamilan, ketepatan pertumbuhan janin tidak dapat ditentukan dan kekeliruan yang

serius dalam penatalaksanaan pasien bisa saja terjadi (Hasibuan, 2009).

Usia kehamilan dapat dihitung dari tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT)

pada wanita yang siklus haidnya teratur. Sebelum USG berkembang, IUGR di

diagnosa dengan berkurangnya penambahan berat badan ibu dimana pertambahan

berat badan kurang dari 5 kg pada usia kehamilan 24 minggu atau kurang dari 8 kg

pada kehamilan 32 minggu ( untuk ibu dengan BMI kurang dari 30) ; pemeriksaan

palapsi (leopold), dimana akurasinya terbatas dalam mendeteksi janin kecil masa

26

Page 28: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

kehamilan (KMK) sebesar 30 %, sehingga perlu pemeriksaan tambahan biometri

janin; dan pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) yang sampai saat ini masih bayak

digunakan (Hasibuan, 2009).

TFU akan sesuai dengan jumlah minggu usia kehamilan 22 minggu sampai 32

minggu dengan syarat kandung kemih dalam keadaan kososng. Jika diperoleh hasil

pengukuran tinggi fundus uteri ≤ 3 cm lebih rendah dari yang diharapkan pada usia

kehamilan lebih dari 34 minggu, maka perlu dicurigai adanya IUGR. Namun

pengukuran ini tidak dapat dilakukan bila usia kehamilan lebih dari 35 minggu. Hasil

pengukuran ini tidak bisa diterapkan pada kehamilan multipel, hidramnion atau janin

dnegan letak lintung, obesitas dan ukuran plasenta yang besar (Hasibuan, 2009).

Data yang paling akurat dalam menentukan usia kehamilan dengan melakukan

pemeriksaan USG. Pada usia kehamilan 4 minggu sampai 6 minggu, parameter yang

dipakai untuk menetukan usia kehamilan adalah diameter kantong gestasi. Pada usia

kehamilan 7 minggu sampai 12 minggu, parameter yang dipakai adalah jarak kepala –

bokong (crown-rump length atau CRL) dengan kesalahan sekitar 3 0 4 hari (Hasibuan,

2009).

Pada usia kehamilan 12 minggu sampai 20 minggu, parameter yang dipakai

adalah diameter biparietal (DBP) dengan kesalahan sekitar 7 hari. Pada kehamilan

trimester ke-2 dan trimester ke-3, penentuan usia kehamilan dapat juga dilakukan

dengan menggunakan parameter biometri lainnya, seperti lingkar kepala, femur,

humerus, dan sebagainya. Penentuan HPHT, pengukuran besar uterus pada awal

kehamilan, dan deteksi DJJ merupakan cara yang paling bermanfaat dalam menetukan

usia kehamilan (Hasibuan, 2009).

Cara yang paling umum digunakan dalam penetuan pertumbuhan janin adalah

dengan memperkirakan BB janin pada usia kehamilan tertentu. Disini dianggap bahwa

usia kehamilan sudah diketahui dengan tepat. Dugaan IUGR adalah apabila pada usia

kehamilan tertentu BB janin yang diobservasi ternyata lebih kecil dari BB janin yang

diharapkan dalam normogram (Hasibuan, 2009).

27

Page 29: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Gambar 1. Persentil Berat Badan Janin sesuai dengan Usia Kehamilan

Taksiran berat badan Janin (TBJ) yang paling banyak digunakan yakni

pengukuran berdasarkan ukuran diameter biparietal (BPD), head sircumference (HC),

abdominal sircumference (AC) dan femur length (FL) (Hasibuan, 2009).

Beberapa parameter lain dari USG untuk mendiagnosis IUGR adalah rasio

berbagai variasi pengukuran seperti lingkar kepala dibagi dengan lingkar perut

(HC/AC) normal sama dengan 1.0 sebelum usia kehamilan 32 minggu sampai 34

minggu dan kurang dari 1.0 setelah usia kehamilan 34 minggu (Hasibuan, 2009).

Pada IUGR asimetrikal , HC tetap lebih besar dibanding AC karena otak

merupakan organ yan gpaling sedikit terpengaruh ukurannya oleh hambatan

pertumbuhan janin dibanding dengan hepar yang paling banyak mengalami gangguan.

Sedangkan IUGR simetrikal, HC dan AC kedua–duanya sama–sama lebih kecil,

karenanya rasio HC/AC tidak membantu, rasio lainnya yang berguna adalah rasio

panjang femur per lingkar perut (FL/AC) (Hasibuan, 2009).

Hasil pengukuran AC kurang dari persentil ke-10 dibawah rata-rata dapat

diperkirakan suati pertumbuhan asimetris. Baschat dan Weiner mengatakan bahwa

persentil AC yang rendah mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi yakni 98.1 %

dalam mendiagnosa IUGR, sedangkan TBJ mempunyai nilai sensitivitas 85.7%

(Hasibuan, 2009).

7. Penatalaksanaan

Langkah pertama dalam menangani IUGR adalah mengenali pasien-pasien

yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah

28

Page 30: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

membedakan janin IUGR atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat.

Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada

pasien-pasien IUGR dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal (POGI,

2008).

Tatalaksana kehamilan dengan IUGR bertujuan, karena tidak ada terapi yang

paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam

kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu (POGI, 2008). Tatalaksana

yang harus dilakukan adalah :

a. Tatalaksana umum :

1) Istirahat

Mungkin merupakan satu-satunya terapi yang paling sering

direkomendasikan. Secara teori istirahat akan menurunkan aliran darah ke

perifer dan meningkatkan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta, yang diduga

dapat memperbaiki pertumbuhan janin. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Laurin Dkk, menunjukkan bahwa rawat inap di rumah sakit tidak bermanfaat,

tidak terdapat perbedaan berat badan lahir antara pasien yang dirawat inap

dengan rawat jalan.

2) Suplementasi Nutrisi Ibu

Pada suatu penelitian ditemukan bahwa kurangnya nutrisi ibu memilki

sedikit efek pada berat lahir. Kekurangan kalori yang berat hingga lebih kecil

1500 kalori per hari dihubungkan dengan penurunan berat bayi lahir rata-rata

hampir 300 gram. Terdapat data yang menunjukkan bahwa suplementasi

nutrisi dalam bentuk asupan kalori oral dan atau suplemen protein memilki

sedikit efek dalam meningkatkan berat badan lahir. Defisiensi beberapa logam

pada asupan makanan ibu juga dihubungkan dengan IUGR. Walles Dkk.

membuktikan bahwa kadar seng pada leukosit perifer, yang merupakan

indikator sensitif keadaan seng jaringan, menurun pada ibu dengan janin

dengan IUGR (Cunningham dkk, 2001).

Asam eikosapentanoid yang terdapat pada minyak ikan, diduga dapat

meningkatkan berat lahir dan dapat digunakan dalam pencegahan dan terapi

IUGR. Asam ini bekerja secara kompetisi dengan asam arakhidonat yang

merupakan substrat dari enzim siklooksigenase. Zat vasoaktif, tromboksan A2

(TxA2) dan prostasiklin I2 (PGI2) telah diteliti sebagai mediator yang dapat

menurunkan aliran uteroplasenta pada IUGR idiopatik. Prostasiklin merupakan

29

Page 31: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

vasodilator, dan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang kuat.

Keseimbangan antara dua zat ini menghasilkan tonus vaskuler pada

uteroplasenta. Konsumsi minyak ikan diduga menghasilkan penurunan sintesis

tromboksan dan meningkatkan konsentrasi prostasiklin. Perubahan rasio ini

akan menghasilkan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah

utreroplasenta dan meningkatkan berat lahir, sehingga berguna dalam

pencegahan dan terapi IUGR.

b. Tatalaksana farmakologis :

1) Aspirin dan Dipiridamol

Aspirin atau asam asetilsalisilat, menghambat enzim siklooksigenase

secara ireversibel. Pemberian aspirin dosis rendah 1-2 mg/kg/hari

menghambat aktifitas siklooksigenase dan menghasilkan penurunan sintesis

tromboksan. Pemberian aspirin dosis rendah berkaitan dengan peningkatan

berat lahir rata-rata sebesar 516 gram. Juga ditemukan peningkatan yang

bermakna pada berat plasenta.

Dipiridamol, merupakan inhibitor enzim fosfodiesterase, dapat

menghambat penghancuran cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Ini akan

meningkatkan konsentrasi cAMP yang dapat menyebabkan trombosit lebih

sensitif terhadap efek prostasiklin dan juga merangsang sintesis prostasiklin

yang menghasilkan vasodilatasi.

2) Beta mimetik

Obat ini memilki berbagai efek pada aliran daerah uteroplasenta. Salah

satunya adalah merangsang adenilat siklase miometrium yang menyebabkan

relaksasi uterus. Relaksasi ini akan menurunkan resistensi aliran darah uterus

dan meningkatkan perfusi. Efek vasodilatasi langsung pada arteri uterina juga

meningkatkan perfusi uterus. Secara teori hal ini bermanfaat pada pengobatan

IUGR.

8. Persalinan pada IUGR

Beberapa keadaan dimana janin dengan IUGR harus dilahirkan, adalah

(Hasibuan, 2009):

a. Janin dengan kromosom normal dengan usia kehamilan lebih dari 36 minggu

lengkap

b. Oligohidramnion pada kehamilan 36 minggu atau lebih

30

Page 32: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

c. Deselerasi lambat berulang pada usia kehamilan berapapun

d. Tidak terdapat pertumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3

minggu

Sedangkan pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu, persalinan harus

dipikirkan pada keadaan berikut ini (POGI, 2008):

a. Tidak terdapatnya pertumbuhan janin dalam jangka waktu 3 minggu dan memiliki

paru yang matang

b. Anhidramnion pada kehamilan 30 minggu atau lebih

c. Terdapat AEDF (absent umbilical artery end diastolic flow) dan REDF (reversed

umbilical artery end distolic flow)

d. Pola denyut jantung janin yang abnormal menetap

9. IUGR Pada Janin Mendekati Aterm

Persalinan secepatnya merupakan cara untuk mendapatkan hasil terbaik bagi

janin yang dicurigai IUGR pada atau mendekati aterm. Persalinan juga harus

dilakukan pada keadaan janin dengan IUGR dengan kromosom yang normal dengan

usia kehamilan lebih dari 36 minggu, terdapat oligohidramnion pada usia kehamilan

telah mencapai 34 minggu atau lebih, gambaran deselerasi lambat berulang denyut

jantung janin pada usia kehamilan berapapun, kehamilan di atas 36 minggu dengan

dugaan adanya gangguan tali pusat, atau bila tidak terdapat pertumbuhan janin pada

pemeriksaan USG dalam jarak 3 minggu. Bila gambaran denyut jantung janin baik,

dapat dilakukan persalinan pervaginam. Seringkali janin dengan IUGR memiliki

toleransi yang lebih buruk dibandingkan dengan janin yang tumbuh normal, sehingga

persalinan perabdominam dibutuhkan bila terjadi gangguan pada saat persalinan

(POGI, 2008).

10. IUGR Pada Janin Jauh Aterm

Bila IUGR didiagnosis sebelum usia kehamilan mencapai 34 minggu, cairan

amnion dan pengawasan antenatal menunjukkan hasil normal, maka dianjurkan untuk

dilakukan observasi. Pemeriksaan USG dilakukan setiap 2-3 minggu. Selama terdapat

pertumbuhan janin dan evaluasi terhadap janin normal, kehamilan dapat dilanjutkan

hingga paru janin matang. Amniosentesis untuk menilai kematangan paru janin sering

menolong untuk membuat keputusan (POGI, 2008).

Oligohidramnion merupakan petunjuk penting adanya IUGR, walaupun

volume air ketuban yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya IUGR.

31

Page 33: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Pada IUGR jauh dari aterm, tidak ada pengobatan khusus yang dapat memperbaiki

kondisi. Tidak terdapat bukti yang cukup yang menunjukkan bahwa istirahat dapat

mempercepat pertumbuhan janin atau memperbaiki keadaan janin dengan IUGR.

Walaupun demikian, para ahli menyarankan istirahat pada posisi miring, dimana curah

jantung dan mungkin juga perfusi plasenta menjadi maksimal (POGI, 2008)

11. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada IUGR, antara lain (POGI, 2008):

a. Anomali janin

b. Asfiksia perinatal

c. Persalinan operatif

d. Kematian perinatal

e. Hipoglikemia dan hipokalsemia neonatal

f. Enterokolitis nekrotikan

g. “longterm handicap”

12. Pencegahan

Beberapa penyebab dari IUGR tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor

seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi

yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari

dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan

menggunakan narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur

yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik

dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari

penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik (Karsono, 2002).

E. KEHAMILAN PRETERM

A. Definisi

Kehamilan preterm adalah suatu kehamilan yang terjadi pada seorang wanita

dengan usia kehamilan antara 20 minggu sampai 37 minggu, sedangkan persalinan

preterm atau kurang bulan didefinisikan sebagai masa kehamilan yang terjadi sesudah

20 minggu dan sebelum genap 37 minggu. Persalinan yang terjadi di antara usia

gestasi ini didefinisikan sebagai persalinan kurang bulan (Abadi, 2004).

32

Page 34: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Dalam literature yang digunakan adalah kriteria yang didasarkan pada berat

badan kelahiran kurang bulan yakni bobot lahirnya kurang dari 2500 gram.

Keuntungan dari parameter ini adalah kita mudah menentukan usia kehamilan, tetapi

cara ini kurang tepat, dimana berat badan lahir denagn berat badan rendah dengan

umur gestasi aterm (Abadi, 2004).

B. Etiologi

Penyebab untuk kelahiran kurang bulan biasanya tidak diketahui. Di bawah ini

tercantum sebagian kejadian yang menjadi predisposisi untuk persalinan preterm

(Abadi, 2004):

1. Ruptura spontan selaput ketuban

Persalinan spontan yang jauh sebelum aterm umumnya didahului oleh ruptura

spontan selaput ketuban. Penyebab ruptura selaput ketuban ini jarang diketahui,

tetapi infeksi setempat semakin sering terlibat dalam tahun-tahun belakangan ini

(Abadi, 2004).

2. Infeksi cairan ketuban

Meskipun insiden yang tepat bagi terjadinya persalinan preterm tidak diketahui,

terdapat semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa kemungkinan sepertiga

darikasus-kasus persalinan preterm berkaitan infeksi membran koriamnion.

Kasus-kasus ini mempunyai hubungan dengan ruptura preterm selaput ketuban di

samping dengan persalinan idiopatik (Abadi, 2004).

3. Anomali hasil pembuahan

Malformasi janin atau plasenta bukan hanya merupakan faktor predisposisi

terjadinya retardasi pertumbuhan janin, tetapi juga meningkatkan kemungkinan

persalinan preterm (Abadi, 2004).

4. Persalinan preterm sebelumnya atau abortus lanjut

Wanita yang pernah melahirkan jauh sebelum aterm, lebih besar kemungkinan

untuk mengalami hal yang sama sekalipun tidak ditemukan faktor predisposisi

lainnya (Abadi, 2004).

5. Uterus yang overdistensi

Hidramnion, khususnya kalau bersifat akut atau mencolok, atau keberadaan dua

janin atau lebih, akan meningkatkan resiko persalinan preterm yang mungkin

disebabkan oleh overdistensi uteri (Abadi, 2004).

33

Page 35: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

6. Kematian janin

Kematian janin yang terjadi sebelum aterm umumnya, tapi tidak selalu diikuti oleh

persalinan preterm spontan (Abadi, 2004).

7. Inkompetensi serviks

Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm, serviks

yang inlompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari

peningkatan aktivitas uterus, melainkan akibat dari kelemahan intrinsik serviks

(Abadi, 2004).

8. Anomali uterus

Sangat jarang terjadi, anomali uterus ditemukan pada kasus-kasus persalinan

preterm (Abadi, 2004).

9. Plasentasi yang salah

Solusio plasenta dan plasenta previa besar kemungkinan berkaitan dengan

persalinan preterm (Abadi, 2004).

10. Retensio IUD

Kemungkinan persalinan preterm meningkat secara nyata kalau kehamilan terjadi

sementara pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) (Abadi, 2004).

11. Kelainan maternal yang serius

Penyakit sistemik pada ibu kalau berat dapat menyebabkan persalinan preterm

(Abadi, 2004).

12. Induksi persalinan elektif

Perkiraan usia gestasional yang keliru dapat menyebabkan kekhawatiran yang tidak

semestinya mengenai kemungkinan kehamilan posterm, atau menimbulkan desakan

yang cukup besar dari pasien agar melakukan tindakan. Induksi persalinan pada

sebagian kasus terutama dilakukan demi kenyamanan ibu namun menggunakan

oksitosin khusus (Abadi, 2004).

13. Sebab-sebab yang tidak diketahui

Sayangnya terlalu banyak penyebab yang harus digolongkan ke dalam kategori ini

(Abadi, 2004).

C. Diagnosis

Diagnosis persalian kurang bulan harus didasarkan pada adanya kontraksi

rahim teratur pada kehamilan kurang bulan yang berkaitan dengan perubahan serviks

akibat dilatasi atau pembukaan (Abadi, 2004).

34

Page 36: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Pada umumnya seperti Inggris, Amerika juga Indonesia tidaklah lazim untuk

memeriksakan serviks pada kunjungan antenatal. Beberapa peneliti melaporkan

manfaat pemeriksaan tersebut untuk meramalkan kemungkinan persalinan preterm.

Papiernik menemukan untuk bahwa indikator yang paling sensitive ialah servik yang

pendek < 2 cm dan pembukaan (tanda servik yang matang) mempunyai resiko relatif

persalinan preterm mencapai 3-4x. Meskipun masih terdapat kendala, yakni

kuantifikasi penilaian dan perbedaan antar pemeriksa (Abadi, 2004).

D. Pencegahan Persalinan Preterm

1. Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan kerugian

kelahiran preterm atau berat lahir rendah. Masyarakat diharapkan untuk

menghindari faktor resiko diantaranya ialah dengan menjarangkan kelahiran

menjadi lebih dari 3 tahun, menunda usia hamil sampai 22-23 tahun .

2. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal

yang baik.

3. Mengusahakan makanan lebih baik pada masa hamil agar menghindarkan

kekurangan gizi dan anemia.

4. Menghindarkan kerja berat selam hamil. Dalam hal ini diperlukan peraturan yang

melindungi wanita hamil dari sangsi pemutusan hubungan kerja (Abadi, 2004).

E. Kriteria persalinan premature antara lain :

- kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran

lendir kemerahan cairan pervaginam diikuti salah satu berikut ini

- periksa dalam :

· pendataran 50-80% atau lebih

· pembukaan 2 cm atau lebih

- mengukur panjang servik dengan vaginal probe USG

· panjang servik kurang dari 2 cm pasti terjadi persalinan premature (Abadi,

2004)

F. Penanganan

Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya

persalinan premature.

35

Page 37: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Ketika mendiagnosis persalinan kurang bulan, beberapa keputusan penanganan

perlu dilakukan tentang (Abadi, 2004) :

- umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis dari berat

janin

- pemeriksaan dalam

penilaian ini dilakukan bila tidak ada kontraindikasi seperti plasenta previa.

Penilaian awal harus dilakukan untuk memastikan panjang dan dilatasi servikal

serta kedudukan dan sifat dan bagian yang berpresentasi.

- apakah ada demam atau tidak

- kondisi janin (jumlahnya, letaknya, presentasi, taksiran berat badan janin,

hidup/gawat janin/mati, kelainan kongenital dan sebagainya dari USG).

- letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi seksio seksaria

- fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang

neonatologi

- pada pasien ini juga diperiksa untuk mencari ada tidaknya setiap masalah yang

mendasari yang dapat dikoreksi, misalnya infeksi saluran kencing. Pasien harus

ditempatkan pada posisi lateral dekubitus dipantau untuk mendeteksi adanya

frekwensi aktifitas rahim, dan diperiksa ulang untuk mencari ada tidaknya

perubahan servik setelah selang waktu yang tepat. Selama periode observasi hidrasi

oral dan parental harus dilakukan.

F. HIV/ AIDS

B. Definisi HIV/AIDS

AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom/ Sindrom imunodefisiensi

didapat), adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis

yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV yang dulu disebut sebagai

HTLV-III (Human T cell Lymphotropic Virus III) atau LAV (Lymphadenophaty Virus)

adalah virus sitopatik dari famili retrovirus (Price, 2005). HIV (Human

Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus dengan materi genetik asam

ribonukleat (RNA). Retrovirus mempunyai kemampuan yang unik untuk mentransfer

informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang

disebut reverse transcriptase, setelah masuk ke tubuh penjamu (Lan, 2006). Virus ini

menyerang dan merusak sel- sel limfosit T-helper (CD4+) sehingga sistem imun

penderita turun dan rentan terhadap berbagai infeksi dan keganasan (Murtiastutik,

36

Page 38: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

2008). Genom HIV mengandung sembilan protein yang esensial untuk siklus

hidupnya.

C. Penularan

HIV ditularkan selama kontak seksual (termasuk seks genital-oral), melalui

paparan parenteral (pada transfusi darah yang terkontaminasi dan pemakaian bersama

jarum suntik / injecting drugs use (IDU)) dan dari ibu kepada bayinya selama masa

perinatal. Seseorang yang positif- HIV asimtomatis dapat menularkan virus, adanya

penyakit seksual lainnya seperti sifilis dan gonorhoe meningkatkan resiko penularan

seksual HIV sebanyak seratus kali lebih besar, karena peradangan membantu

pemindahan HIV menembus barier mukosa. Sejak pertama kali HIV ditemukan,

aktivitas homoseksual telah dikenal sebagai faktor resiko utama tertularnya penyakit

ini. Resiko bertambah dengan bertambahnya jumlah pertemual seksual dengan

pasangan yang berbeda. Transfusi darah atau produk darah yang terinfeksi merupakan

cara penularan yang paling efektif. Pengguna obat-obat terlarang dengan seringkali

terinfeksi melalui pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi. Paramedis dapat

terinfeksi HIV oleh goresan jarum yang terkontaminasi darah, tetapi jumlah infeksi

relatif lebih sedikit. Angka penularan ibu ke anaknya bervariasi dari 13 % sampai 48%

pada wanita yang tidak diobati. Bayi bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses

persalinan atau yang lebih sering melalui air susu ibu (ASI). Tanpa penularan melalui

ASI, sekitar 30% dari infeksi terjadi di dalam rahim dan 70% saat kelahiran. Data

menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh infeksi HIV perinatal di Afrika

disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi pada 6 bulan

pertama setelah kelahiran (Jawetz, 2001).

D. Gejala Klinis

Gejala-gejala dari infeksi akut HIV tidak spesifik, meliputi kelelahan, ruam

kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari. AIDS ditandai dengan supresi

yang nyata pada sitem imun dan perkembangan infeksi  oportunistik berat yang sangat

bervariasi atau neoplasma yang tidak umum (terutama Sarkoma Kaposi). Gejala yang

lebih serius pada orang dewasa seringkali didahului oleh gejala prodormal (diare dan

penurunan berat badan) meliputi kelelahan, malaise, demam, napas pendek, diare

kronis, bercak putih pada lidah (kandidiasis oral) dan limfadenopati. Gejala-gejala

penyakit pada saluran pencernaan, dari esophagus sampai kolon merupakan penyebab

utama kelemahan. Tanpa pengobatan interval antara infeksi primer oleh HIV dan

timbulnya penyakit klinis pertama kali pada orang dewasa biasanya panjang, rata-rata

37

Page 39: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

sekitar 10 tahun (Jawetz, 2005). WHO menetapkan empat stadium klinik pada pasien

yang terinfeksi HIV/AIDS, sebagai berikut :

Di negara berkembang, tes serologi maupun antigen HIV belum memadai.

Untuk memudahkan diagnosis, WHO menetapkan kriteria diagnosis HIV/AIDS

apabila terdapat dua gejala mayor dan satu gejala minor di bawah ini (Murtiastutik,

2008).

a. Gejala Mayor

- Penurunan berat badan > 10% berat badan

- Diare kronis > 1 bulan

- Demam > 1 bulan

- Kesadaran menurun dan gangguan neurologis

- Demensia

b. Gejala Minor

- Batuk > 1 bulan

- Pruritus Dermat itis menyeluruh

- Infeksi umum yang rekuren

- Kandidiasis Orofaringeal

- Infeksi Herpes Simpleks yang meluas atau menjadi kronik progresif

- Limfadenopati generalisata

Tabel 1.1. Stadium klinik HIV

38

Page 40: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

39

Page 41: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

(Sumber: WHO, 2008)

E. Diagnosis

Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu metode

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi

uji imunologi dan uji virologi.

a). Diagnosis klinik

Sejak tahun 1980 WHO telah berhasil mendefinisikan kasus klinik dan sistem

stadium klinik untuk infeksi HIV. WHO telah mengeluarkan batasan kasus infeksi

HIV untuk tujuan pengawasan dan merubah klasifikasi stadium klinik yang

berhubungan dengan infeksi HIV pada dewasa dan anak. Pedoman ini meliputi kriteria

diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit berat HIV untuk mempertimbangkan

memulai terapi antiretroviral lebih cepat (Read, 2007).

Tabel 1.2. Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV

40

Page 42: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

[Sumber : Dep Kes, 2007]

b). Diagnosis Laboratorium

Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV

dibagi dalam dua kelompok yaitu :

1). Uji Imunologi

Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan

digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme –

linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji

Western blot atau indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk

memperkuat hasil reaktif dari test krining. Uji yang menentukan perkiraan

abnormalitas sistem imun meliputi jumlah dan persentase CD4+ dan CD8+ T-

limfosit absolut. Uji ini sekarang tidak digunakan untuk diagnose HIV tetapi

digunakan untuk evaluasi.

Deteksi antibodi HIV

41

Page 43: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV.

ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang

sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA (Indirect

Immunofluorescence Assays). Sedangkan hasil yang negatif tidak memerlukan tes

konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang terinfeksi pada masa jendela

(window period), tetapi harus ditindak lanjuti dengan dilakukan uji virologi pada

tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat terjadi pada orang-orang yang

terinfeksi HIV-1 tetapi belum mengeluarkan antibodi melawan HIV-1 (yaitu,

dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi, termasuk semua tanda-tanda klinik

dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif palsu dapat terjadi pada

individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil, dan

transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang

terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia

kurang dari 18 bulan harus di konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum

anak dianggap mengidap HIV-1.

Rapid test

Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi

terhadap HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot

(dipstik), imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan

untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus

dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.

Western blot

Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid

tes sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan

keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan

enzimatik). Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining

berulang (ELISA atau rapid test). Hasil negatif Western blot menunjukkan

bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu

dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1. Hasil Western blot positif

menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu dengan usia lebih dari 18

bulan.

Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)

Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih

sedikit dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan

42

Page 44: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada pada

sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif

(reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.

Penurunan sistem imun

Progresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan CD4+ T limfosit,

sebagian besar sel target HIV pada manusia. Kecepatan penurunan CD4 telah

terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah

CD4 menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan

penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun.

2). Uji Virologi

Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes

amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk

menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk

komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24)).

Kultur HIV

HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam

plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan

menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas reverse

transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus.  

NAAT HIV-1 (Nucleic Acid Amplification Test)

Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk

diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet virus mungkin

berada dalam jumlah yang sangat banyak dalam sampel. Pengujian RNA dan

DNA virus dengan amplifikasi PCR, menggunakan metode enzimatik untuk

mengamplifikasi RNA HIV-1. Level RNA HIV merupakan petanda prediktif

penting dari progresi penyakit dan menjadi alat bantu yang bernilai untuk

memantau efektivitas terapi antivirus.

Uji antigen p24

Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau

dalam keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada

umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA

atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat dengan

peningkatan teknik yang digunakan untuk memisahkan antigen p24 dari antibodi

anti-p24 (Read, 2007).

43

Page 45: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

F. Infeksi Oportunistik

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien HIV tahap lanjut adalah

infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen-agen yang jarang

menyebabkan penyakit serius pada individu dengan kemampuan imun baik. Oleh

karena itu pengobatan ditujukan untuk mengatasi beberapa agen patogen oportunistik

sehingga memungkinkan pasien AIDS bertahan hidup lebih lama. Infeksi oportunistik

yang paling sering terjadi pada pasien AIDS meliputi infeksi dari:

(1). Protozoa- spesies Toxoplasma gondii, Isospora belli

(2). Jamur – Candida albicans, Cyyptococcus neoforman, Coccidioides immitis,

Histoplasma capsulatum, Pneumonitis carinii  

(3). Bakteri – Mycobacterium avium-intraseluler, Mycobacterium tuberculosis,

Lysteria monocytogen, Nocardia asteroids, spesies Salmonella, spesies

Streptokokus

(4).Virus- Cytomegalovirus, virus Herves Simpleks, virus Varicella-Zoster,

Adenovirus, virus hepatitis (Jawetz, 2001).

G. Obat Antiretroviral

Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat replikasi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) (DepKes, 2006). Pengobatan infeksi HIV dengan

antiretroviral digunakan untuk memelihara fungsi kekebalan tubuh mendekati keadaan

normal, mencegah perkembangan penyakit, memperpanjang harapan  hidup dan

memelihara kualitas hidup dengan cara menghambat replikasi virus HIV. Karena

replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif sistem imun, menyebabkan

berkembangnya infeksi oportunistik, keganasan (malignasi), penyakit neurologi,

penurunan berat badan yang akhirnya mendorong ke arah kematian (McEvoy, 2004).

Terdapat lebih dari 20 obat antiretroviral yang digolongkan dalam 6 golongan

berdasarkan mekanisme kerjanya, terdiri dari :

• Nucleoside/ nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTI)

NRTIs bekerja dengan cara menghambat kompetitif reverse transcriptase

HIV-1 dan dapat bergabung dengan rantai DNA virus yang sedang aktif dan

menyebabkan terminasi. Obat golongan ini memerlukan aktivasi intrasitoplasma,

difosforilasi oleh enzim menjadi bentuk trifosfat. Golongan ini terdiri dari : Analog

deoksitimidin (Zidovudin), analog timidin (Stavudin), analog deoksiadenosin

(Didanosin), analog adenosisn (Tenovir disoproxil fumarat/TDF), analog sitosin

(Lamivudin dan Zalcitabin) dan analog guanosin (Abacavir) (Katzung, 2004).

44

Page 46: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

• Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs)

NNRTIs bekerja dengan cara membentuk ikatan langsung pada situs aktif

enzim reverse transcriptase yang menyebabkan aktivitas polimerase DNA terhambat.

Golongan ini tidak bersaing dengan trifosfat nukleosida dan tidak memerlukan

fosforilasi untuk menjadi aktif. Golongan ini terdiri dari: Nevirapin, Efavirenz,

Delavirdine (Katzung, 2004).

• Protease inhibitors (PIs)

Selama tahap akhir siklus pertumbuhan HIV, produk-produk gen Gag-Pol dan

Gag ditranslasikan menjadi poliprotein dan kemudian menjadi partikel yang belum

matang . Protease bertanggung jawab pada pembelahan molekul sebelumnya untuk

menghasilkan protein bentuk akhir dari inti virion matang dan protease penting untuk

produksi virion infeksius matang selama replikasi. Obat golongan ini menghambat

kerja enzim protease sehingga mencegah pembentukan virion baru yang infeksius.

Golongan ini terdiri dari: Saquinavir, Ritonavir, Nelfinavir, Amprenavir (Katzung,

2004).

• Fusion inhibitors (FIs)

FIs menghambat masuknya virus ke dalam sel, dengan cara berikatan dengan

subunit gp 41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke sel target dihambat.

Obat golongan ini terdiri dari : Enfuvirtide (T-20 atau pentafuside).

• Antagonists CCR5

Bekerja dengan cara mengikat CCR5 (reseptor kemokin 5) di permukaan sel

CD4 dan mencegah perlekatan virus HIV dengan sel pejamu. Golongan ini terdiri dari

: Maraviroc, Aplaviroc, Vicrivirox (Tsibris, 2007).

• Integrase strand transfer inhibitors (INSTI)

Bekerja dengan cara menghambat penggabungan sirkular DNA (cDNA) virus

dengan DNA sel inang (hospes). Golongan ini terdiri dari: Raltegravir dan elvitegravir

(Evering H, 2008).

45

Page 47: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Tabel 1.3. Saat memulai terapi pada ODHA dewasa

(Sumber : DepKes, 2007)

Pada pasien dengan infeksi opotrunistik aktif, jangan memulai terapi ARV bila

masih terdapat IO yang aktif. Pada dasarnya IO harus diobati atau diredakan dulu,

kecuali Mycobacterium avium Complex (MAC), dimana terapi ARV merupakan

pilihan yang lebih baik, terutama apabila terapi spesifik untuk MAC tidak tersedia.

Keadaan lain yang mungkin akan membaik ketika dimulai terapi ARV adalah

kandidosis dan kriptosporidosis.

46

Page 48: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Tabel 1.4. Diagnosis Klinis dan Tatalaksana Infeksi Oportunistik

47

Page 49: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

48

Page 50: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

(Sumber : DepKes, 2007)

H. Evaluasi terapi Antiretroviral

Setelah pengobatan dengan ARV dimulai, diperlukan pemantauan klinis dan

laboratorium, meliputi :

• Penilaian tanda/gejala toksisitas obat yang potensial

• Konseling dan penilaian kepatuhan penilaian respon terapi dan tanda-tanda

kegagalan pengobatan

• Pengukuran berat badan

• Pengujian CD4 paling sedikit setiap 6 bulan

• Pemantauan Hb bagi pasien yang menggunakan AZT

Pemantauan dilakukan 2,4,8,12 dan 24 minggu setelah pengobatan dimulai dan

kemudian setiap enam bulan sekali untuk pasien yang telah stabil pada terapi

(DepKes, 2007).

49

Page 51: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Candida merupakan jamur yang dapat hidup sebagai saprofit di saluran

pernapasan, saluran cerna, dan kotoran di bawah kuku orang sehat. Selain sebagai

komensal jamur tersebut juga dapat menyebabkan infeksi atau kandidosis baik

superfisial maupun sistemik. Perubahan dari bentuk saprofit menjadi patogen terjadi

bila ada faktor predisposisi yang biasanya merupakan penurunan imunitas tubuh.

Salah satu keadaan dengan penurunan sistem imunitas adalah HIV/AIDS yang dapat

mengubah sifat jamur yang semula komensal menjadi patogen. Pada penderita AIDS

biasanya terjadi kandidosis oral atau esofagitis (DepKes, 2007).

Pasien yang terinfeksi HIV pada tingkat klinik II biasanya mengalami infeksi

jamur pada rongga mulut yang berulang dan kelainan kulit yang ringan. Pada tingkat

klinik III, penderita sering mengalami kandidosis rongga mulut, tenggorok dan

esofagus serta diare kronik dengan penyebab yang tidak diketahui. Banyak tulisan

menunjukkan bahwa gejala awal dari AIDS berupa kelainan pada rongga mulut seperti

sarcoma kaposi, herpes simpleks dan kandidosis. Infeksi Candida di rongga mulut dan

esofagus dapat menjalar ke saluran pencernaan dan menimbulkan keluhan berupa

diare dengan tinja lembek sampai cair tanpa darah, nyeri perut bahkan kontraksi perut,

mual atau muntah. Infeksi jamur pada saluran pencernaan umumnya disebabkan oleh

genus Candida dan kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh golongaan khamir

lainnya, seperti Geotrichum. Jenis Candida yang tersering ditemukan menginfeksi

manusia adalah Candida albicans kemudian diikuti oleh spesies Candida yang lainnya

(DepKes, 2007).

No. Spesimen Candida Jumlah1 Candida albicans 22 (52,38%)2 Candida tropicalis 7 (16,67%)3 Candida guilliermondii 4 (9,52%)4 Candida krusei 7 (16,67%)5 Candida glabrata 2 (4,76%)6 Candida lusitaniae 2 (4,76%)7 Candida pseudotropicalis 1 (2,38%)

Jumlah 45 (100%)

Tabel 2.1. Isolat spesies Candida dari tinja pasien HIV/AIDS pada penelitian di RS

Cipto Mangunkusumo, 2002 (Mulyati,dkk., 2002)

Pendekatan diagnostik diare kronis pada pasien HIV/AIDS meliputi

pemeriksaan dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tinja, urin, darah

50

Page 52: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

kemudian pemeriksaan lanjutan jika diperlukan. Anamnesis yang perlu digali pada

pasen diare kronis adalah waktu dan frekuensi diare, bentuk, keluhan lain yang

menyertai diare, riwayat penggunaan obat, makanan/minuman, dan keluhan lain yang

mendukung seperti pada sindrom usus iritatif (IBS) didapatkan banyak keluhan yang

menyertai diare, antara lain: perut begah, nyeri daerah anus setelah defekasi, mual atau

sendawa. Pada pemeriksaan fisik, kebanyakan gejala klinik tidak spesifik dan

menunjukkan adanya malabsorbsi nutrien dan defisiensi vitamin/mineral. Pemeriksaan

tinja pada pasien HIV/AIDS harus diperhatikan apakah tinja berbentuk air/cair,

setengah cair/lembek, berlemak atau bercampur darah. Contoh tinja harus segera

diperiksa untuk melihat adanya leukosit, eritrosit, parasit, maupun jamur. Pemeriksaan

laboratorium lain, yaitu darah dan urin. Pemeriksaan lanjutan yang bias dilakukan

adalah pemeriksaan BNO (foto polos abdomen), barium enema, dan sigmoidoskopi

(DepKes, 2007).

Prinsip penatalaksaan pasien diare kronis pada HIV/AIDS meliputi modifikasi

diet, intervensi psikologis, dan farmakologis. Modifikasi diet terutama untuk

peningkatan konsumsi makanan dan minuman. Intervensi psikologis terutama pasien

HIV/AIDS dengan sindrom usus iritatif karena biasanya pasien-pasien memiliki

kecenderungan stress akibat penyakitnya. Intervensi farmakologis terutama untuk

menghilangkan rasa nyeri abdomen, konstipasi, maupun untuk mengatasi infeksi

jamur (DepKes, 2007).

H. SECTIO CAESARIA

a. Definisi

Kelahiran fetus melalui incisi dinding perut pada usia kehamilan lebih dari

28 minggu. Definisi ini tidak termasuk pengeluaran fetus dari rongga abdomen

dalam kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdominal. Newnham and

Hobel menyebutkan bahwa sektio caesaria sebagai kelahiran janin melalui insisi

pada dinding perut dan rahim anterior. Pembedahan sektio caesaria dapat

merupakan tindakan emergency ataupun tindakan elektif (yang direncanakan).

Seksio cecarea emergency, biasanya dilakukan pada keadaan: fetal distress,

distokia atau persalinan yang tak maju, perdarahan plasenter. Seksio sesarea

emergency selalu mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada yang direncanakan

(Marjono, 1999).

51

Page 53: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

b. Indikasi (Abadi, 2004)

i. Indikasi Maternal

1. Disporposi Kepala Panggul

2. Plasenta Previa

3. Abnormalitas Jalan Lahir (tumor jalan lahir)

4. Abnormalitas uterus

5. Pre Eklampsia Berat

6. Eklampsia

7. Riwayat SC (2x/lebih, SC Corporal,Incisi bentuk huruf T)

8. Ruptur Uteri Imminens

ii. Indikasi Fetal (Abadi, 2004)

1. Fetal Distress

2. Prolaps Tali pusat

3. Makrosomia

4. Kelainan letak, misal : letak lintang, letak sungsang.

5. Kelainan kongenital, misal : hidrosefalus

6. Infeksi jalan lahir ibu, misal : herpes

iii. Indikasi Persalinan (Abadi, 2004)

1. Persalinan tak maju atau distosia.

c. Komplikasi (Abadi, 2004)

i. Terhadap ibu

1. Infeksi puerperal, seperti infeksi rahim atau endometriosis

2. ISK

3. Perdarahan, Anemia

4. Komplikasi Obat Bius, misal: gangguan saluran pencernaan, gangguan

pernafasan

5. Tromboemboli

ii. Resiko Janin (Abadi, 2004)

1. APGAR Score yang rendah

2. Gangguan pernafasan

d. Seksio cecarea digolongkan menurut tipe incisi dari rahim, yaitu (Abadi, 2004):

1. Segmen bawah

Incisi pada isthmus atau bagian servikal rahim

a. Tranverse (Munro-Kerr)

52

Page 54: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

b. Vertical (Beck atau Kronig)

2. Klasik

Incisi pada fundus uteri

a. Longitudinal

b. Tranverse

3. Ekstraperitoneal

Incisi segmen rendah tanpa masuk ke cavum abdominal

a. Tranverse (Waters)

b. Vertical (Latzko)

4. Post mortem

Incisi uterus pada fundus, yang dilakukan setelah ibu meninggal

I. IUD

a. Pengertian IUD

Pengertian IUD adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang telah

dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi

kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi,

menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplementasi dalam uterus

(Hidayati, 2009).

Pengertian AKDR atau IUD atau Spiral adalah suatu benda kecil yang

terbuat dari plastic yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung

hormone dan di masukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang

(Handayani, 2010).

IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang

bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polythyline), ada yang dililit

tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi ada pula yang dililit dengan tembaga

bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang batangnya berisi hormon

progesterone. (Kusmarjati, 2011).

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi

yang berarti pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang mengakibatkan

kehamilan, sehingga kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya

kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan

sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma (Wiknjosastro,

2003).

53

Page 55: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

b. Jenis – Jenis IUD

Jenis - jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain :

a. Copper-T

Menurut Imbarwati,(2009). IUD berbentuk T, terbuat dari bahan

polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus.

Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang

cukup baik. Menurut ILUNI FKUI (2010). Spiral jenis copper T (melepaskan

tembaga) mencegah kehamilan dengan cara menganggu pergerakan sperma

untuk mencapai rongga rahim dan dapat dipakai selama 10 tahun.

b. Progestasert IUD (melepaskan progesteron)

Progestasert IUD hanya efektif untuk 1 tahun dan dapat digunakan

untuk kontrasepsi darurat Copper-7. Menurut Imbarwati (2009). IUD ini

berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini

mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan

kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan

tembaga halus pada IUD Copper-T.

c. Multi load

Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene)

dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari

ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga

54

Page 56: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas.

Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini.

d. Lippes loop

Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari polyethelene,

berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol,

dipasang benang pada ekornya Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda

menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang

biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang

kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop

mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD

jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau

penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plasti.

a. Cara Kerja IUD

Menurut Saifudin (2010), Cara kerja IUD adalah:

Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ketuba falopi

Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun

AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi perempuan dan

mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.

Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

b. Efektivitas

Keefektivitasan IUD adalah: Sangat efektif yaitu 0,5 – 1 kehamilan per100

perempuan selama 1 tahun pertama penggunaan (Sujiyantini danArum, 2009).

c. Keuntungan (Imbarwati, 2009)

Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi Sangat efektif → 0,6 - 0,8 kehamilan /

100 perempuan dalam 1 tahun pertama ( 1 kegagalan dalam 125 – 170

kehamilan).

AKDR dapat efektik segera setelah pemasangan.

55

Page 57: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT – 380A dan tidak perlu

diganti)

Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat –ingat

Tidak mempengaruhi hubungan seksual

Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil

Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR ( CuT -380A)

Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak

terjadi infeksi)

Dapat digunakan sampai menopause ( 1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)

Tidak ada interaksi dengan obat – obat

Membantu mencegah kehamilan ektopik.

d. Kerugian (Imbarwati, 2009)

Efek samping yang mungkin terjadi:

- Perubahan siklus haid ( umum pada 3 bulan pertama dan akan berkurang

setelah 3 bulan)

- Haid lebih lama dan banyak

- Perdarahan ( spotting ) antar menstruasi

- Saat haid lebih sakit

Komplikasi Lain (Imbarwati, 2009):

- Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan

- Merasa sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan

- Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang memungkinkan

penyebab anemia

- Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)

Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS

Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering

berganti pasangan

Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai

AKDR. PRP dapat memicu infertilitas

Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik terganggu karena fungsi AKDR

untuk mencegah kehamilan normal

e. Peralatan Pemasangan IUD (Imbarwati, 2009)

56

Page 58: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

- Bivalue speculum ( speculum cocor bebek )

- Tampontang

- Tenakulum

- Gunting

- Mangkuk untuk larutan antiseptic

- Sarung tangan dan barakscort

- Duk steril

- Kapas cebok

- Cairan antiseptic ( betadin )

f. Perlengkapan Pemasangan IUD (Imbarwati, 2009)

- Meja ginekologi

- Lampu sorot / lampu senter

- Kursi duduk

- Tempat klorin 0,5 %

- Tempat sampah basah

g. Pemasangan IUD (Imbarwati, 2009)

a. Sewaktu haid sedang berlangsung

Karena keuntungannya pemasangan lebih mudah oleh karena servik

pada waktu agak terbuka dan lembek. Rasa nyeri tidak seberapa keras,

perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa dirasakan,

kemungkinana pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil tidak ada

(Imbarwati, 2009).

b. Sewaktu post partum

Pemasangan IUD setelah melahirkan dapat dilakukan:

57

Page 59: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

- Secara dini yaitu dipasang pada wanita yang melairkan sebelum

dipulangkan dari rumah sakit

- Secara langsung yaitu IUD dipasang dalam masa 3 bulan setelah partus

atau abortus

- Secara tidak langsung yaitu IUD dipasang sesudah masa tiga bulan setelah

partus atau abortus

c. Sewaktu abortus

d. Beberapa hari setelah haid terakhir

58

Page 60: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

BAB III

STATUS PENDERITA

A. ANAMNESIS

Tanggal 14 April 2015

1. Identitas Penderita

Nama : Ny. K

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Ngemplak Boyolali

Status Perkawinan : Menikah

HPMT : 29 Agustus 2014

HPL : 5 Juni 2015

UK : 32 +4 minggu

Tanggal Masuk : 14 April 2015 jam 21.00

No.CM : 01297515

2. Keluhan Utama

Pasien mengeluarkan darah dari jalan lahir

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang G6P1A4 usia 35 tahun datang rujukan dari RSUD Nipang Surakarta

dengan keterangan plasenta previa letak rendah. Pasien mengeluh mengeluarkan

darah dari jalan lahir sejak 4 jam SMRS. Darah berwarna merah segar sebanyak satu

pembalut penuh. Pasien tidak mengeluh nyeri perut. Pasien merasa hamil 8 bulan,

gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan, air kawah

belum dirasakan keluar, lendir darah (+).

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mondok : (+) di RSUD Nipang 1 minggu yang

lalu dengan keluhan yang sama,mengeluarkan darah dari jalan lahir.

Riwayat Sectio Caesaria : (+) di RB Assalam, 5,5 tahun yang lalu.

59

Page 61: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Riwayat sesak nafas : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal

6. Riwayat Fertilitas

Baik

7. Riwayat Obstetri

I : Abortus, dilakukan kuretase

II : KET

III : Laki-laki/ 5,5 tahun. Lahir secara SC dengan berat bayi 3800gr

IV : Abortus, kuretase

V : Abortus, kuretase

VI : Sekarang

8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Teratur, pertama kali periksa ke Puskesmas/ bidan pada usia kehamilan 1 bulan.

9. Riwayat Haid

- Menarche : 13tahun

- Lama menstruasi : 6-7 hari

- Siklus menstruasi : 28 hari

10. Riwayat Perkawinan

60

Page 62: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Menikah 1 kali, selama 9 tahun.

11. Riwayat Keluarga Berencana

(-)

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Interna

Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi kesan cukup

Tanda Vital :

Tensi : 100/70 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Respiratory Rate : 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax : Normochest, retraksi (-)

Cor :

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)

Abdomen:

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada

Stria gravidarum (+)

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar

61

Page 63: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Perkusi : Tympani pada bawah processus xiphoideus, redup pada daerah

uterus

Genital : Lendir darah (+), air ketuban (-)

Ekstremitas : Oedema

- -

- -

Akral dingin

- -

- -

2. Status Obstetri

Inspeksi

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Wajah : Kloasma gravidarum (-)

Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae

hiperpigmentasi (+)

Abdomen :

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intrauterin,

memanjang, puka preskep, kepala belum masuk panggul. HIS

(+) 2x/10 menit/30 detik

.

Perkusi :Tympani pada bawah processus xipoideus

Auskultasi : DJJ (+) 151 x/menit, reguler

Genital: Inspekulo : Vulva/uretra tidak ada kelainan, dinding vagina dbn, porsio livide,

OUE kesan terbuka, tampak jaringan plasenta keluar dari OUE, lendir

darah (+)

62

Page 64: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Ekstremitas :

Oedema

- -

- -

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah tanggal 14 April 2015 :

Hemoglobin : 12,1 gr/dl

Hematokrit : 37 %

Eritrosit : 3,86 x 103/uL

Leukosit : 20,1 x 103/uL

Trombosit : 212 x 103/uL

Golongan Darah : O

PT : 11,5

APTT : 31,5

HbS Ag : negatif

2. Ultrasonografi (USG) tanggal 14 April 2015:

Tampak janin tunggal, intrauterin, memanjang, puka, preskep, DJJ (+) reguler,

dengan biometri :

BPD : 7,89 cm

AC : 27,27 cm

FL : 6,48 cm

EFBW : 1800 gram

Plasenta berinsersi di SBR meluas ke OUI

Air ketuban kesan cukup

Tak tampak kelainan kongenital mayor

Kesan : saat ini janin dalam keadaan baik

D. KESIMPULAN

Seorang G6P1A4, 35 tahun, UK 32 +4 minggu, mengeluarkan darah secara pervaginam

sejak 4 jam SMRS, sebanyak satu pembalut penuh, berwarna merah segar. Pasien

memiliki riwayat perdarahan pervaginam 1 minggu sebelum masuk RSDM. Riwayat

fertilitas baik, riwayat obstetri I : Abortus, dilakukan kuretase; II : KET; III : Laki-laki/

5,5 tahun. Lahir secara SC dengan berat bayi 3800gr; IV : Abortus, kuretase; V :

63

Page 65: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Abortus, kuretase; VI : sekarang. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan teraba janin

tunggal, intra uterin, memanjang, puka, preskep, his (+) 2x/10 menit/30 detik, DJJ

151x/menit reguler. Pemeriksaan Inspekulo : Vulva/uretra tidak ada kelainan, dinding

vagina dbn, porsio livide, OUE kesan terbuka, tampak jaringan plasenta keluar dari

OUE, lendir darah (+). Pada pemeriksaan USG TBJ : 1800 gram dengan AC 27,27 cm

dan plasenta berinsersi di SBR meluas ke OUI.

E. DIAGNOSA AWAL

APH ec Plasenta previa totalis pada multigravida hamil preterm inpartu dengan

riwayat SC 5,5 tahun yang lalu.

F. PROGNOSA

Dubia

G. TERAPI

1. Usul SCTP emergency + insersi IUD

2. Cek lab lengkap

3. Injeksi Vicilin 1gr/8 jam skin test

4. Pasang DC

5. Inform consent

6. Dexamethasone 10 mg/12 jam

7. Awasi KU dan vital sign

8. Awasi tanda-tanda perdarahan

H. LAPORAN OPERASI SCTP EMERGENCY (14 April 2015, 21.30)

A. Outcome :

Neonatus, jenis kelamin perempuan, BB 1700 g, PB 41 cm, LK/LD : 30/28 cm,

APGAR score 6-7-8, anus (+), cacat (-)

B. Laporan operasi :

Perdarahan selama operasi 300 cc.

C. Diagnosis post operasi :

Post-Re SCTP emergensi dan insersi IUD a.i APH ec Plasenta previa totalis pada

multigravida hamil preterm inpartu dengan riwayat SC 5,5 tahun yang lalu

Follow up tanggal 14 April 2015, 2 Jam Post Partus

P2A4, 35 tahun

64

Page 66: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Kel : -

KU : baik, CM, gizi kesan cukup

VS : T : 120/70 mmHg Rr : 20x/ menit

N : 84 x/ menit t : 36,60C

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : cor/pulmo dbn

Abdomen : supel, nyeri tekan (-), tampak luka OP tertutup perban

Genital : darah (-), lochea (+)

Dx. : Post-Re SCTP emergensi dan insersi IUD a.i APH ec Plasenta previa totalis

pada multigravida hamil preterm inpartu dengan riwayat SC 5,5 tahun yang

lalu.

P : - Awasi tanda perdarahan dan infeksi

- Awasi KUVS/BC

- Puasa sampai dengan peristaltik (+)

- Cek Lab lengkap post SC

- Mobilisasi bertahap

- Inj Vicilin 1gr/8 jam

- Inj Metronidazol 500mg/8jam

- Inj Ketorolac 1 amp/8 jam

Follow up tanggal 15 April 2015

P2A4, 35 tahun

Kel : -

KU : baik, CM, gizi kesan cukup

VS : T : 100/70 mmHg Rr : 20x/ menit

N : 74 x/ menit t : 36,60C

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : cor/pulmo dbn

Abdomen : supel, nyeri tekan (-), tampak luka OP tertutup perban

Genital : darah (-), lochea (+)

Hasil Lab Darah 15 April 2015 : Hb 10,4 ; Ht 32 ; AL 27,6; AT 169 ; AE 3,48

Dx. : Post-Re SCTP emergensi dan insersi IUD a.i APH ec Plasenta previa totalis

pada multigravida hamil preterm inpartu dengan riwayat SC 5,5 tahun yang

lalu dengan Leukositosis (27,6)

65

Page 67: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

P : - Diet TKTP

- Medikasi luka bekas op / hari

- Awasi tanda perdarahan dan infeksi

- Mobilisasi bertahap

- Inj Vicilin 1gr/8 jam

- Inj Metronidazol 500 mg/8jam

- Inj Ketorolac 1 amp/8 jam

Follow up tanggal 16 April 2015

P2A4, 35 tahun

Kel : -

KU : baik, CM, gizi kesan cukup

VS : T : 100/70 mmHg Rr : 20x/ menit

N : 74 x/ menit t : 36,60C

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : cor/pulmo dbn

Abdomen : supel, nyeri tekan (-), tampak luka OP tertutup perban

Genital : darah (-), lochea (+)

Dx. : Post-Re SCTP emergensi dan insersi IUD a.i APH ec Plasenta previa totalis

pada multigravida hamil preterm inpartu dengan riwayat SC 5,5 tahun yang

lalu dengan Leukositosis (27,6)

P : - Diet TKTP

- Medikasi luka bekas op / hari

- Awasi tanda perdarahan dan infeksi

- Mobilisasi bertahap

- Inj Vicilin 1gr/8 jam

- Inj Metronidazol 500 mg/8jam

- Inj Ketorolac 1 amp/8 jam

- Edukasi pasien : mengenai tanda infeksi dan hygiene vulva

66

Page 68: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Follow up tanggal 17 April 2015

P2A4, 35 tahun

Kel : -

KU : baik, CM, gizi kesan cukup

VS : T : 100/70 mmHg Rr : 20x/ menit

N : 74 x/ menit t : 36,60C

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : cor/pulmo dbn

Abdomen : supel, nyeri tekan (-), tampak luka OP tertutup perban

Genital : darah (-), lochea (+)

Hasil Lab Darah 17 April 2015 : Hb 11,1 ; Ht 37 ; AL 18; AT 192 ; AE 3,92

Dx. : Post-Re SCTP emergensi dan insersi IUD a.i APH ec Plasenta previa totalis

pada multigravida hamil preterm inpartu dengan riwayat SC 5,5 tahun yang

lalu dengan Leukositosis (20,1)

P : - BLPL

- Cefadroxil 2x500mg

- Metronidazol 3x500 mg

- Asam mefenamat 3x500 mg

- SF 1x1

- Vit C 2x1

Edukasi pasien : - Mengenai tanda infeksi,

- Kebersihan vulva dan luka bekas operasi

- Mengenai pola makan dan keteraturan minum obat

- Kontrol 3 hari

67

Page 69: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

BAB IVANALISA KASUS

A. Analisa Status

1. Pre-eklampsia Berat

Kriteria diagnostik untuk preeklampsia :

Preeklampsia

Tekanan darah : sistolik > 140 mmHg atau diastolic > 90 mmHg setelah

kehamilan 20 minggu yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal.

Proteinuria : 0,3 gr atau lebih protein 24 jam

Preeklampsia berat

Tekanan darah : sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 110 mmHg

Proteinuria : 5 gr atau lebih protein 24 jam

Gejala lain : oliguria ( < 500 ml urin dalam 24 jam), gangguan pandangan, edema

paru dan sianosis, nyeri epigastrik kuadran atas, gangguan fungsi liver,

trombositopenia, gangguan pertumbuhan janin.

Pada kasus ini kriteria yang mendukung ke arah pre-eklampsia berat (PEB ) yaitu :

a) Pemeriksaan fisik, vital sign Tensi : 190/100 mmHg

b) Pemeriksaan laboratorium proteinuria ( Ewitz ) +1

Faktor Risiko Pre-eklampsia 1,2

Faktor Resiko Preeklampsia

Faktor yang berhubungan

dengan kehamilan

Faktor yang berhubungan

dengan kondisi maternal

Faktor yang berhubungan

dengan pasangan

68

Page 70: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Abnormalitas

kromosom

Mola hidatidosa

Hidrops fetalis

Kehamilan ganda

Donor oosit atau

inseminasi donor

Anomali struktur

kongenital

ISK

Usia > 35 tahun atau

<20 tahun

Ras kulit hitam

Riwayat Preeklampsia

pada keluarga

Nullipara

Preeklampsia pada

kehamilan sebelumnya

Kondisi medis khusus :

DM, HT Kronik,

Obesitas, Penyakit

Ginjal, trombofilia

Stress

Antibody

antifosfolipid syndrom

Partner lelaki yang

pernah menikahi

wanita yang kemudian

hamil dan mengalami

preeklampsia

Pemaparan terbatas

terhadap sperma

Primipaternity

Pada kasus ini faktor resiko terjadinya pre-eklampsia berat adalah primigravida.

Penyebab pasti preeklampsia tetap tidak jelas, banyak teori memusatkan masalah pada

implantasi plasenta dan level invasi trofoblas. Penting diingat bahwa walaupun hipertensi

dan proteinuria adalah kriteria diagnostik Preeklampsia, kedua hal ini hanyalah symptom /

gejala dari perubahan-perubahan patofisiologi yang muncul pada kelainan ini. Salah satu

perubakan patofisiologi yang paling menonjol adalah vasospasme sistemik yang sangat

nyata yang bertanggung jawab terhadap penurunan perfusi semua system organ. Perfusi

juga berkurang karena hemokonsentrasi vaskuler dan pengeluaran cairan ke rongga ketiga.

Selain itu, Preeklampsia disertai oleh respon inflamasi berlebihan dan aktivasi endotel yang

tidak tepat. Aktivasi kaskade pembekuan dan resultan dari pembentukan thrombin lebih

lanjut menghalangi aliran darah organ.

Fetal distress pada pasien ini ditegakkan berdasarkan DJJ yang ireguler dengan

frekuensi 110/90/105. Sedangkan penyebab fetal distress yang mungkin pada pasien ini

adalah karena adanya insufisiensi uteroplasental kronik akibat penyakit hipertensi.

Definisi IUGR yang sering digunakan adalah bayi yang mempunyai berat badan

lahir dibawah persentil ke-10 dari kurva berat badan normal yang disesuaikan dengan usia

kehamilan. Berdasarkan hasil USG didapatkan BPD 8,21 cm; FL 6,26 cm; HC 26,37 cm;

69

Page 71: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

AC 26,38 cm; EFBW 1701 gram mengesankan IUGR simetris. Berat badan lahir pada

pasien ini 1400 g, pada usia kehamilan 35+4 minggu berada di bawah persentil 10.

Oligohidramnion ditegakkan bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa index

kantong amnion 5 cm atau kurang. Pada pasien ini berdasarkan hasil USG didapatkan AFI

4,54. Etiologi yang pasti belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis

janin. Etiologi primer  lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya

dan etiologi sekunder yang mungkin pada pasien ini dari sisi fetal adalah IUGR,

sedangkan dari sisi maternal adalah pre eklampsia.

B. Analisa Kasus Penatalaksanaan

Pada pasien ini umur kehamilan 35+4 minggu dengan fetal distress, IUGR, PEB pada

primigravida hamil preterm dalam persalinan kala 1 fase laten dan oligohidramnion dengan

B20. Pasien dimondokkan serta dilakukan protap PEB dan terminasi dengan SCTP

emergency ai fetal distress, IUGR, dan PEB. Pada kasus fetal distress yang terjadi dalam

persalinan dimana pembukaan serviks belum lengkap maka terminasi kehamilan dilakukan

dengan section caesarea emergency.

C. Saran untuk ibu dan bayi

Bayi Ny. Y direncanakan untuk pemeriksaan HIV RNA pada usia 6 minggu, selama

status HIVnya belum diketahui, pemilihan makanan pada bayi memiliki beberapa alternatif

namun sangat tidak dianjurkan mencampur ASI dengan susu formula. Ibu dapat memilih ASI

tetapi pemberian ASI harus secara ekslkusif selama 6 bulan. Pilihan ini mengharuskan ibu

untuk mendapatkan konseling laktasi dengan baik sejak perawatan antenatal pertama sesuai

pedoman ibu dengan HIV. Pilihan kedua, ibu dapat memberikan susu formula jika seluruh

terpenuhi (affordable/terjangkau, feasible/mampu laksana, acceptable/dapat diterima,

sustainable/berkesinambungan dan safe/aman).

Apabila bayi dinyatakan HIV positif setelah pemeriksaan HIV RNA keluar, ibu

sangat dianjurkan memberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Setelah 6 bulan diberikan

MP ASI dan ASI sampai usia 2 tahun.

70

Page 72: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Agus. 2004. Persalinan Preterm. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. Pp: 364-7

Anthonius Budi Marjono. 1999. Hipertensi pada Kehamilan Pre-Eklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI. http://www.geocities.com/yosemite/rapids/1744/cklobpt 2. html

Abdul Bari Saifuddin, Triatmojo Rachimhadhi ,Wikojosastro H. Gulardi. Ilmu Kebidanan, edisi ke 4. Jakarta; Balai Penerbit PT. BINA PUSTAKA SARWANO PRAWIROHARDJO. 2010: 696 – 700

Cunningham FG, Mac Donald PC et al. Williams Obstetrics. 21st ed. Prentice Hall Inc, USA, 2001 : 1111-39

Haryono Roeshadi. (2004). HELLP syndrome dalam Ilmu Kedokteran Maternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya.

Hasibuan, Dessy S. Volume dan Sekresi Ginjal pada Pertumbuhan Janin Terhambat dan Normal dengan Pemeriksaan Ultrasonografi. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU. Medan . 2009

Ketut Sudhaberata. 2001 Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan, Kaltim. Bagian Kebidanan dan Kandungan, RSU Tarakan, Kaltim. http://www.tempo.co.id/medica/arsip/022001/art-2.htm

Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi Kedua.

Karsono B. Pertumbuhan Janin Terhambat. Kursus dasar Ultrasonografi dan Kardiotokografi. Pra PIT XIII. Malang, Juni 2002.

Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24. http://www. Aafp.org

Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006. Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and Gynecology 194. Pp: 317-21 http://www.ajog.org

71

Page 73: PRESKAS obgin plasenta previa.docx

Manoe, M, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Makasar. http://www.geocities.com/klinikobgin/kelainankehamilan/preeklamsia-eklampsia.htm

Obstetri William : panduan ringkas / Kenneth J. Lereno, Egi Komara Yudha, Nike Budhi Subekti, Jakarta EGC 2009.

POGI. Panduan pengelolaan kehamilan Dengan Pertumbuhan Janin Terhambat di Indonesia. Kelompok kerja Penyusunan Panduan Pengelolaan Kehamilan Dengan pertumbuhan Janin terhambat di Indonesia. Edisi I. Himpunan FM POGI, 2008, 1 – 24.

Ridwan Amirudin, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi Kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar.

72