Preskas OMSK

47
BAB I PENDAHULUAN Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan. Disfagia dapat didefinisikan sebagai rasa nyeri, tidak nyaman, dan atau kesulitan dalam memulai atau menyelesaikan proses penelanan. Disfagia diartikan sebagai “perasaan melekat” atau obstruksi pada tempat lewatnya makanan melalui mulut, faring, atau esophagus. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologis. 1 Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. meskipun disfagia mencakup banyak variabel, juga sangat berpengaruh terhadap hasil pengobatan. 2 Gangguan menelan neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab utama dari disfagia neurologis. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang merupakan faktor resiko 1

description

pr

Transcript of Preskas OMSK

Page 1: Preskas OMSK

BAB I

PENDAHULUAN

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia

biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan

dalam proses menelan. Disfagia dapat didefinisikan sebagai rasa nyeri, tidak

nyaman, dan atau kesulitan dalam memulai atau menyelesaikan proses penelanan.

Disfagia diartikan sebagai “perasaan melekat” atau obstruksi pada tempat

lewatnya makanan melalui mulut, faring, atau esophagus. Disfagia dapat menjadi

ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia aspirasi,

malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah

etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis

dan nonneurologis. 1

Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat

digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. meskipun disfagia mencakup

banyak variabel, juga sangat berpengaruh terhadap hasil pengobatan.2

Gangguan menelan neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi

medis daripada spesialisasi kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab utama

dari disfagia neurologis. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami

disfagia, yang merupakan faktor resiko bermakna berkembangnya pneumonia; hal

ini dapat juga menunda pemulihan fungsional pasien.2

Pneumonia terjadi pada sekitar 34% dari seluruh kematian terkait stroke

dan merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada bulan pertama setelah

mengalami stroke, meskipun tidak seluruh kasus pneumonia berkaitan dengan

aspirasi makanan. Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada

pasien yang telah mengalami strokes adalah sangat penting.2

Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan

esofagus, dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis,

oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia,

masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi,

1

Page 2: Preskas OMSK

2

meningkatnya tonus sfingter esophagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-

obatan (sedatif, antikejang, antihistamin).1

Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses

menelan pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan

pemeriksaan fisik dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan

disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring,

dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan.1

Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin

diperlukan. Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan

rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan.

Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan menelan. Pada

pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati rongga mulut dan faring

secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan. Pilihan

meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten

oroesophageal.1

Pasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda dan

gejala. Mereka biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi abnormal

menempel makanan di belakang tenggorokan atau dada bagian atas ketika mereka

mencoba menelan, namun, beberapa kasus bisa dengan keluhan yang sangat

minimal atau bahkan tidak ada keluhan (misalnya, pada mereka dengan aspirasi

diam). disfagia menyebabkan dua masalah yang berbeda yaitu: pertama, seringkali

ada penyebab dasar yang serius. Dan kedua, menyebabkan konsekuensi berbahaya

(misal, aspirasi atau malnutrisi). 1

Page 3: Preskas OMSK

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Makanan

2.1.1 Mulut dan Gigi

Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis

oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding

bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari

pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh

membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi.

Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun

di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir

pada bagian bibir.2

Page 4: Preskas OMSK

4

Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak pada

periode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak pertama pada anak-

anak disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah

perangkat pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut

sebagai gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua puluh empat buah yaitu : empat

buah gigi seri (insisivus), dua buah gigi taring (caninum) dan empat buah geraham

(molar) pada setiap rahang. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua buah yaitu :

empat buah gigi seri, dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam

buah gigi geraham pada setiap rahang. 2

2.1.2 Anatomi Orofaring

Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari palatum mole dan superior

tulang hyoid inferior. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal

lidah, dan perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan

media dan mukosa faring.2

Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran masuk

orofaringeal, yang menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal terbuat dari

Page 5: Preskas OMSK

5

lipatan palatoglossal lateral, tepat di anterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri

terbuat dari otot palatoglossus, yang berasal dari palatum mole itu sendiri dan

mukosa diatasnya. 2

Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah, atau pangkal lidah,

meneruskan perbatasan anterior orofaring. Valekula, yang merupakan ruang

antara pangkal lidah dan epiglotis, membentuk perbatasan inferior dari orofaring.

Ini biasanya setara dengan tulang hyoid. 2

Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil palatina di

fosa anterior yang dipisahkan oleh lipatan palatoglossal dan posterior oleh lipatan

palatopharyngeal. Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terlibat dalam

respon imun lokal untuk patogen oral. 2

Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot

konstriktor faring superior dan menengah dan membran mukosa diatasnya yang

saling tumpang tindih. Saraf glossopharingeus dan otot faring stylopharyngeus

memasuki faring pada perbatasan antara konstriktor superior dan tengah.2

2.1.3 Anatomi Hipofaring

Page 6: Preskas OMSK

6

Perbatasan hipofaring adalah di bagian superior terdapat tulang hyoid dan

sfingter esofagus atas (Upper Esophagus Sphincter/UES), dan otot krikofaringeus

di bagian inferior. 2

Batas anterior hipofaring sebagian besar terdiri dari inlet laring, yang

meliputi epiglotis dan kedua lipatan aryepiglottic dan tulang rawan arytenoid.

Permukaan posterior dari kartilago arytenoid dan pelat posterior kartilago krikoid

merupakan perbatasan anteroinferior dari hipofaring. Lateral kartilago arytenoid,

hipofaring terdiri dari kedua sinus Piriformis, yang dibatasi oleh tulang rawan

lateral tiroid. 2

Dinding posterior faring terdiri dari otot konstriktor tengah dan inferior

dan selaput lendir diatasnya. Di bawahnya, sejajar dengan kartilago krikoid, otot

cricopharyngeus membentuk UES. Otot ini kontraksi tonik selama istirahat dan

relaksasi saat menelan untuk memungkinkan bolus makanan masuk ke esofagus. 2

2.1.4 Anatomi Esofagus

Esofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring dengan

lambung. Esophagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh jaringan

merah muda yang lembab disebut mukosa. Esophagus berjalan di belakang trakea

dan jantung, dan di depan tulang belakang. Tepat sebelum memasuki lambung,

esofagus melewati diafragma. 3

Page 7: Preskas OMSK

7

Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di bagian atas

esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar (involunter),digunakan

ketika bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. 3

Sfingter esophagus bagian bawah (Lower esophageal sphincter/LES)

adalah sekumpulan otot pada akhir bawah dari esofagus, yang mana berbatasan

langsung dengan gaster. Ketika LES ditutup, dapat mencegah asam dan isi gaster

naik kembali ke esofagus. Otot-otot LES tidak berada di bawah kontrol volunter. 3

2.1.5 Persarafan Faring dan Esofagus

a Faring

Pleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen faring dan

dibentuk oleh cabang dari nervus glossopharingeus (saraf kranial IX), nervus

vagus (saraf kranial X), dan serat simpatis dari rantai servikal. Selain muskulus

stylopharyngeus, yang dipersarafi oleh saraf glossopharingeus, semua otot-otot

faring dipersarafi oleh nervus vagus.2

Semua otot-otot intrinsik laring dipersarafi oleh nervus laringeus, cabang

nervus vagus, kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima persarafan dari

cabang eksternal dari nervus laringeus superior, juga dari cabang nervus vagus.2

Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan

glossopharingeus untuk persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah posterior, di

Page 8: Preskas OMSK

8

orofaring, menerima baik sensasi rasa dan sensasi somatik dari nervus

glossopharingeus. Otot krikofaringeus (UES) menerima persarafan parasimpatis

untuk relaksasi dari nervus vagus dan persarafan simpatis untuk kontraksi dari

serabut post ganglionik dari ganglion servikalis superior.2

b Esofagus

Persarafan motor esophagus didominasi melalui nervus vagus. Esophagus

menerima persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal

nervus vagus dan memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan

persarafan secretomotor ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal dan

rantai simpatis torakalis yang mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi

sfingter esofagus, relaksasi dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan

peristaltik.4

Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan longitudinal

dan melingkar dari tunika muskularis myenteric bekerja mengatur kontraksi

lapisan otot luar. Pleksus Meissner, yaitu ganglia yang terletak dalam submukosa

bekerja mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik dari mukosa muskularis.4

2.2 Fisiologi Menelan

Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase oral, fase faringeal

dan fase esofagal.5

a Fase oral

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan

bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari

rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot

intrinsik lidah.5

Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan

dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior

faring akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke

atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontaksi

m. levator veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglosus yang

Page 9: Preskas OMSK

9

menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m. palatofaring,

sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.5

b Fase faringeal

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan

bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak keatas oleh

kontraksi m. stilofaring, m. salpingofaring, m. tirohioid dan m. palatofaring.

Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangakan ketiga sfingter laring, yaitu plika

ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup oleh kontraksi m.

ariepiglotika dan m. aritenoid obligus.5

Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentin udara ke laring karena

refleks yang menghambat menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak

akan masuk ke dalam saluran nafas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur

kearah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.5

c Fase esofagal

Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke

lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertututp. Dengan

adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi

relaksasi m. krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan bolus makanan

masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan

berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat

sehingga makanan tidak akan kembali ke faring dengan demikian refluks dapat

dihindari.5

Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh

kontraksi m. konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya

bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus.5

Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup

dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga

tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung.5

Pada akhir fase esofagal, sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika

dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke

distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup

kembali.5

Page 10: Preskas OMSK

10

2.3 Disfagia

2.3.1 Definisi

Disfagia adalah perasaan dimana makanan trasa terhambat pada jalan yang

normal dari mulut menuju lambung. Disfagia ini dapat disebabkan akibat adanya

abnormalitas dari faring dan sfingter esofagus atas dan kelainan pada esofagus

tersebut.5

2.3.2 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:

a Disfagia mekanik

Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.

Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh massa

tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa

esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus

dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelemjar getah

bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.5

b Disfagia motorik

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang

berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan

saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah

serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab

utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan

otot faring dan skleroderma esophagus.5

c Disfagia oleh gangguan emosi

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau

tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.5

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:

a Disfagia orofaringeal

Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring

ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal

ke kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal,

dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk.6

Page 11: Preskas OMSK

11

b Disfagia esophageal

Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke

kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi

mekanis.6

2.3.3 Patogenesis

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang

berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari

beberapa faktor, yaitu: 5

1. Ukuran bolus makanan

2. Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus

3. Kontraksi peristaltik esophagus

4. Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah

5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila system

neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik

dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan

intrinsic otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik

berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas

komponen orofaring, otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas.

Oleh karna otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas juga mendapat

persarafan dari inti motor n. vagus, maka aktivitas peristaltic esophagus masih

tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esophagus bagian bawah terjadi

akibat perenggangan langsung dinding esophagus.5

2.3.4 Diagnosis

Pasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda dan

gejala. Mereka biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi abnormal

menempel makanan di belakang tenggorokan atau dada bagian atas ketika mereka

mencoba menelan, namun, beberapa kasus bisa dengan keluhan yang sangat

Page 12: Preskas OMSK

12

minimal atau bahkan tidak ada keluhan (misalnya, pada mereka dengan aspirasi

diam).7

Pemeriksaan fisik untuk disfagia meliputi:7

1. Selama pemeriksaan fisik, mencari mekanisme oral-motor dan laring.

Pengujian n.V tengkorak dan n.VII-XII sangat penting untuk menentukan

apakah bukti fisik disfagia orofaringeal ada

2. Pengamatan langsung penutupan bibir, penutupan rahang, mengunyah dan

pengunyahan, mobilitas lidah dan kekuatan, elevasi palatal dan laring, air liur,

dan kepekaan oral diperlukan.

3. Periksa tingkat kewaspadaan dan status kognitif pasien, karena dapat

berdampak pada keselamatan menelan dan kemampuan untuk belajar

langkah-langkah kompensasi.

4. Disfonia dan disartria adalah tanda-tanda disfungsi motor struktur yang

terlibat dalam mulut dan faring menelan.

5. Periksa rongga mulut dan faring untuk integritas mukosa dan gigi.

6. Periksa langit-langit lunak untuk posisi dan kesimetrisan selama fonasi dan

beristirahat.

7. Evaluasi elevasi faring dengan menempatkan 2 jari di laring dan menilai

gerakan selama menelan volunter. Teknik ini membantu untuk

mengidentifikasi ada atau tidak adanya hambatan mekanisme pelindung

laring.

8. Refleks muntah yang ditimbulkan oleh menyentuh mukosa faring dengan

spatula lidah. Pengujian untuk refleks muntah sangat membantu, tetapi tidak

adanya refleks muntah tidak selalu menunjukkan bahwa pasien tidak mampu

menelan dengan aman. Memang, banyak orang dengan tidak ada refleks

muntah memiliki kemampuan menelan yang normal, dan beberapa pasien

dengan disfagia memiliki refleks muntah yang normal.

9. Auskultasi servikal menjadi bagian dari evaluasi klinis pasien disfagia.

Menilai kekuatan dan kejelasan suara, waktu episode apneic, dan kecepatan

menelan.

10. Menilai fungsi pernafasan juga sangat penting. Jika kekuatan pernapasan

batuk atau kliring tenggorokan tidak memadai, risiko aspirasi meningkat.

Page 13: Preskas OMSK

13

11. Langkah terakhir dalam pemeriksaan fisik adalah pengamatan langsung dari

tindakan menelan. Minimal, menonton pasien sementara dia minum air. Jika

memungkinkan, menilai makan pasien berbagai tekstur makanan. Sialorrhea,

inisiasi menelan tertunda, batuk, atau kualitas suara serak basah atau mungkin

menunjukkan masalah. Setelah menelan, mengamati pasien selama 1 menit

atau lebih untuk melihat apakah respon batuk tertunda hadir.

Berbagai tes dapat digunakan untuk disfagia:8

1. Endoskopi atau esophagoscopy, tabung dimasukkan ke kerongkongan untuk

membantu mengevaluasi kondisi kerongkongan, dan mencoba untuk

membuka bagian-bagian yang mungkin tertutup.

2. Manometry esofagus, tabung dimasukkan ke dalam perut untuk mengukur

perbedaan tekanan di berbagai daerah.

3. X-ray leher, dada, atau perut dapat diambil.

4. Barium x-ray, gambar bergerak atau video x-ray diambil dari kerongkongan

saat menelan barium, yang terlihat pada x-ray.

2.3.5 Disfagia Orofaringeal

Disfagia orofaringeal (Oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika

mekanisme orofaringeal dalam proses menelan yang, dalam keadaan normal

menjamin perjalanan lengkap bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara

bersamaan melindungi jalan napas, menjadi terganggu. Aspirasi pneumonia,

malnutrisi, dan kualitas hidup berkurang dapat terjadi akibat OPD. Walaupun

terdapat banyak penyebab OPD, kecelakaan serebrovaskular merupakan penyebab

kasus terbanyak, dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab umum kematian

pada pasien ini. Kondisi neurologis lain seperti penyakit Parkinson bertanggung

jawab atas sejumlah kasus OPD, dengan gangguan miopati dan lesi struktural

yang menjadi sebagian besar penyebab lainnya. Meskipun segudang penyebab

OPD, hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari dua kategori yang saling

terkait: 1) kelainan transfer bolus, dan 2) kelainan perlindungan jalan napas.

Kelainan transfer bolus dapat dikelompokkan lagi ke dalam yang disebabkan oleh:

Page 14: Preskas OMSK

14

1) Kegagalan pompa orofaringeal, 2) gangguan koordinasi oral/faring, dan 3)

obstruksi aliran keluar faring.9

Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang

berperan dalam proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan

fase oral antara lain: 5

1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori dan

motorik pada lidah, bibir dan wajah.

2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan

oleh defisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah.

3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan

sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.

4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari

saraf kranial.

5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.

6. Gangguan mendorong bolus ke faring.

7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena

gangguan motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring

sebelum refleks menelan muncul.

8. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring.

Page 15: Preskas OMSK

15

Sedangkan dampak ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking,

coughing dan aspirasi.5

Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus

dalam rongga mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu

atau ketidakmampuan untuk memulai menelan, makanan menempel di

tenggorokan, regurgitasi nasal, ketidakmampuan untuk mendorong bolus

makanan ke dalam faring, kesulitan menelan makanan padat, sering menelan

berulang-ulang, sering membersihkan tenggorokan, suara berkumur (gargly voice)

setelah makan, suara serak, suara bindeng (nasal speech) dan disartria, batuk saat

menelan: sebelum, selama, atau setelah menelan, menghindari makan bersama

orang lain, berat badan menurun dan pneumonia berulang.9

Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan

fase faring adalah: 5

a Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)

Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah

pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi.

Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut,

faring, laring dan esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan

menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur dengan

barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan

bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa

manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam

proses menelan.5

b Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)

Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan

nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi

makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien

dalam proses menelan.5

2.3.6 Disfagia Esofageal

Page 16: Preskas OMSK

16

Disfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau

mendapatkan digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari

disfagia esofagus meliputi:10

1. Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak benar-

benar rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otot-otot di

dinding esofagus sering lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan regurgitasi

makanan belum tercampur dengan isi perut, kadang-kadang menyebabkan

untuk membawa makanan kembali ke dalam tenggorokan.

2. Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan beberapa

kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong makanan ke

dalam perut.

3. Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi, kontraksi

kurang terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan. Spasme difus

pada esofagus adalah gangguan langka yang mempengaruhi otot polos di

dinding esofagus bawah secara involunter. Kontraksi sering terjadi sesekali,

dan mungkin menjadi lebih parah selama periode tahun.

4. Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan

potongan besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini mungkin

akibat dari pembentukan jaringan parut, sering disebabkan oleh penyakit

gastroesophageal reflux (GERD), atau dari tumor.

5. Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk

ketika terdapat tumor esofagus.

6. Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau objek

lain dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan. Orang

dewasa dengan gigi palsu dan orang-orang yang mengalami kesulitan

mengunyah makanan mereka dengan baik mungkin lebih cenderung memiliki

gangguan pada tenggorokan atau kerongkongan. Anak-anak mungkin akan

menelan benda-benda kecil, seperti peniti, koin atau potongan mainan, yang

dapat menjadi terjebak.

7. Cincin esofagus. Pada daerah ini terdapat penyempitan di esofagus bagian

bawah yang dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan padat.

Page 17: Preskas OMSK

17

8. Gastroesophageal reflux disease (GERD). Kerusakan jaringan esofagus dari

asam lambung yang naik (refluks) ke dalam kerongkongan dapat

menyebabkan spasme atau jaringan parut dan penyempitan kerongkongan

bawah membuat sulit menelan.

9. Eosinofilik esofagitis. Kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi sel

yang disebut eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan kesulitan

menelan. Ini mungkin terkait dengan alergi makanan, tetapi sering tidak ada

penyebab yang ditemukan.

10. Scleroderma. Penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka-seperti

jaringan, menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal ini dapat

melemahkan lower esophageal sphincter, sehingga asam lambung dapat

refluks ke kerongkongan dan menyebabkan gejala dan komplikasi mirip

dengan GERD.

11. Terapi radiasi. Hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan peradangan

dan jaringan parut pada kerongkongan, yang dapat menyebabkan kesulitan

menelan.

PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Terapi terbaik untuk disfagia adalah terapi langsung pada penyebab

disfagia itu sendiri, dapat diberikan obat seperti pada gangguan disfagia

akibat radang esophagus.

Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat

diberikan. Jika dengan mengobati penyebab disfagia tidak membantu,

pasien dapat dikirim kepada ahli patologi holigist yang terlatih dalam

mengobati masalah gangguan menelan.

Pengobatan dapat melibatkan latihan otot-otot untuk memperkuat otot-otot

facial atau untuk meningkatkan koordinasi.

Pada gangguan menelan akibat massa yang menekan biasanya digunakan

terapi bedah :

Pembedahan gastrostomy

Page 18: Preskas OMSK

18

Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan

laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.

Cricofaringeal myotomy

Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk

mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan

mengincisi komponen otot utama dari PES.

Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti

dari CPM.

2. Gizi

Modifikasi diet

Page 19: Preskas OMSK

19

Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu

diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan

pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk

mengunyah makanan padat.

Jka fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak

atau semi-padat sampai konsistensi normal.

Suplai Nutrisi

Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan

malnutrisi

Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi.

Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat,

suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian

parenteral.

Hidrasi

Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi

pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi

PROGNOSIS

Dengan semakin meningkatnya kejadian disfagia persisten yang

berarti semakin meningkatnya perburukan keadan klinis pasien

disfagia (pneumonia aspirasi, kematian, lamanya perawatan di rumah

sakit) dan banyaknya jenis rehabilitasi yang dapat diberikan kepada

pasien disfagia

Page 20: Preskas OMSK

20

BAB III

KESIMPULAN

Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan

atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat

gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari

rongga mulut ke lambung. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:

disfagia mekanik, disfagia motorik dan disfagia oleh gangguan emosi.

Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.

Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam

proses menelan. Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi

atau tekanan jiwa yang berat yang dikenal sebagai globus histerikus.

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas: disfagia orofaringeal dan

disfagia esophageal. Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan

dari orofaring ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal

dari proksimal ke kerongkongan. Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi

makanan ke kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau

obstruksi mekanis. Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase

oral dan fase faring adalah Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan

Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES).

Page 21: Preskas OMSK

21

BAB IV

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. K

Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sigli

Tanggal Pemeriksaan : 16 Juli 2014

Pekerjaan : IRT

Status : Menikah

CM : 1-01-07-75

3.2 Anamnesis

a) Keluhan Utama:

Kurang pendengaran

b) Keluhan Tambahan

Keluar cairan dari telinga kanan dan kiri hilang timbul

c) Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan kurang pendengaran yang dirasakan sejak

pasien berusia 10 tahun.Sebelumnya pasien pernah ditampar oleh

abangnya saat berusia 10 tahun sehingga kepala pasien terbentur ke

lantai.. Kemudian telinga pasien mengeluarkan cairan kekuningan dan

lama kelamaan pendengaran pasien semakin berkurang. Saat ini pasien

mengeluh kepala terasa pusing dan terasa seperti melayang, sulit

menelan, batuk saat tidur, batuk berdahak, sesak, rasa gatal di

tenggorokan. Pasien saat ini sulit memahami pembicaraan dan suara

kurang jelas.

d) Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat batuk lama tidak ada

Riwayat kesulitan menelan sebelumnya tidak ada

Riwayat keluar cairan di telinga (+)

Page 22: Preskas OMSK

22

Riwayat trauma (+)

e) Riwayat Penyakit Keluarga:

Disangkal

f) Riwayat Kebiasaan Sosial:

Pasien suka makan makanan pedas

g) Riwayat Pemakaian Obat:

(-)

Vital sign

TD : 90/50 mmHg

N : 96 x/menit

RR : 35 x/menit

T : 37,1ᴼ C

3.3 Status Lokalis (THT)

Pemeriksaan Dextra Sinistra

Preaurikuler Abses negatif Abses negatif

Auris DS

CAE Lapang Lapang

Serumen (+) (+)

Sekret (-) (-)

Membran timpani Intak Intak

Refleks cahaya Arah jam 5 Arah jam 7

Retroaurikuler Abses negatif Abses negative

Rhinoskopi anterior

Mukosa Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Sekret Serosa Serosa

Massa Negatif Negatif

Konka Inf. Dalam batas normal Dalam batas normal

Septum nasi Tidak deviasi Tidak deviasi

Pasase udara Lancar Lancar

Orofaring

Tonsil T3, tenang T3, tenang

Page 23: Preskas OMSK

23

Kripta melebar Melebar

Detritus Negatif Negatif

Perlengketan Negatif Negatif

Sikatrik Negatif Negatif

Faring

Mukosa Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Granul Negatif Negatif

Bulging Negatif Negatif

Reflek muntah (+) (+)

Arkus faring dbn Dbn

Maksilofasial

Simetri (+) (+)

Parese n. Kranialis Negatif Negatif

Massa Negatif Negatif

Hematom Negatif Negatif

KGB colli

Upper juguler ada pembesaran, 0,5cm ada pembesaran, 0,5cm

Mid juguler ada pembesaran, 0,5cm ada pembesaran, 0,5cm

Lower juguler ada pembesaran, 0,5cm ada pembesaran, 0,5cm

Sub mandibula Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

Sub mental Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

Supra Klavikula Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

Dorsum nasi : Tidak ada deviasi

Tidak hiperemis

Palatum : Tidak hiperemis

Gigi-geligi : Tidak terdapat caries dentis

3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Foto Thoraks

Pada pasien ini juga dilakukan foto thoraks, dimana hasil yang di

dapatkan, tak tampak adanya infiltrat pada lapangan paru pasien, yang dicurigai

Page 24: Preskas OMSK

24

sebagai tb paru, dengan hasil foto tersebut dilakukan inisiasi pemeriksaan sputum

BTA.

3.4.2 Laboratorium

Hasil lab darah tanggal 5 Juli 2014.

Hb : 12 mg/dl

Ht : 39%

Eritrosit : 4.9x103/mm3

Leukosit : 8,2x103/mm3

Thrombosit : 195x103U/L

Hitung jenis leukosit

- Eosinofil : 1%

- Basofil : 0%

- Netrofil segmen : 70%

- Limfosit : 22%

- Monosit : 7%

CT : 9 menit

BT : 3 menit

Ureum : 3.7 mg/dL

Kreatinin : 0.49 mg/dL

3.5 Diagnosa

1. Disfagia e.c. dd. : 1. mekanik (tonsilitis kronik

hipertrofi & susp. Corpus alienum esofagus)

2. Motorik

2. Limfadenopati coli e.c. dd.: Susp limfodenitis TB

3. Syndrome Down

3.6 Penatalaksanaan

1. Medikamentosa : injeksi cefotaxime 500mg/12jam

Injeksi ketorolak ½ ampul /8jam

Clinimix 1 fls/12jam

2. Operatif : tonsilidektomy

Page 25: Preskas OMSK

25

3.7 Follow up

a. Bagian THT-KL

Tanggal 05/07/2014 06/07/2014 07/07/2014

S tidak bisa menelan ± 4

hari

sudah bisa menelan,

makan dan minum

lewat mulut

-

O kesadaran: compos

mentis

N : 68 x/menit

RR : 24 x/menit

T : 36,50C

Pf/ mata : anemis

(-/-),Ikterik (-/-)

Telinga: dalam batas

normal

Hidung: masih

menggunakan tampon

posterior, kassa depan

terisi darah (+)

Mulut : pucat (-),

tidak ada bibir merot

Tonsil : T3-T3,

tenang

Wajah : tidak terdapat

tanda parese nervus

VII

Leher: terdapat

pembesaran KGB

(+/+) multipel level

II,III,IV dengan

ukuran 0,5 cm

Abdomen: dalam batas

kesadaran: compos

mentis

N : 76 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,50C

Status lokalis

a. Orofaring

- Mukosa

dalam batas

normal

- Tonsil

T3/T3, kripta

melebar

(+/+),

hiperemis

(-/-)

- Glossus

dalam batas

normal

b. Hidung

- Mukosa

hiperemis

(-/-), pucat

(-/-), sianosis

(+/+)

- Sekret

kesadaran: compos

mentis

N : 76 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,50C

Status lokalis

a. Orofaring

- Mukosa

dalam batas

normal

- Tonsil

T3/T3, kripta

melebar

(+/+),

hiperemis

(-/-)

- Glossus

dalam batas

normal

b. Hidung

- Mukosa

hiperemis

(-/-), pucat

(-/-), sianosis

(+/+)

- Sekret

Page 26: Preskas OMSK

26

normal

Extrimitas: pucat (-/-),

udem (-/-)

(-/-)

- Chonca

dalam batas

normal

- Massa

abnormal:

c. Telinga

- Sekret

(-/-)

- Serumen

prop

(-/-)

- MT

(intak/intak)

(-/-)

- Chonca

dalam batas

normal

- Massa

abnormal:

c. Telinga

- Sekret

(-/-)

- Serumen

prop

(-/-)

- MT

(intak/intak)

d. Leher

- Benjolan di

regio coli

(+/+) level

II/III/IV

A 1. Disfagia dd/1.

Mekanik; 2.

Motorik

2. Tonsilitis kronik

hipertrofi

3. Limfadenopati

colli dd/

Limfadenitis Tb

4. Pneumonia dd/

susp. TB paru

1. Susp corpus

alienum esofagus

2. Limfadenitis

multiple

3. Susp TB paru

4. Down Syndrome

1. Disfagia dd/1.

Mekanik; 2.

Motorik

2. Pneumonia

dd/Susp TB paru

3. Limfadenopati

regio coli ec susp

limfadenitis TB

4. Retardasi mental

P 1. Rawat ruang

Seurunee 2

2. Foto X-ray

Thoraks

3. Pemeriksaan

1. Susul hasil Foto

X-ray Thoraks

2. Injeksi cefotaxim

500 mg/12 jam

3. Injeksi ketorolac

6. Injeksi cefotaxim

500 mg/12 jam

7. Injeksi ketorolac

3% ½ amp/8 jam

8. Flumucyl syr

Page 27: Preskas OMSK

27

laboratorium darah

lengkap

4. IVFD RL 16

gtt/menit

5. Injeksi cefotaxime

500 mg/12 jam

6. Injeksi ketorolac

3% ½ amp/8 jam

7. Diet parenteral

clenimix 1 Fls/12

jam

3% ½ amp/8 jam

4. Konsul bagian

paru

5. Tes sputum BTA

3 SPS

3xCII

9. PCT 4x500 mg

10. Clinimix 16

gtt/menit

11. Pasien rawat

alih ke bagian

paru

b. Bagian Paru

Tanggal 06/07/2014 07/07/2014

S batuk (-), demam (-), keringat

malam (-), nafsu makan baik,

BAB (-) sejak 6 hari yang lalu

BAB (-) sejak 6 hari yang lalu

O kesadaran: CM

HR: 72 x/menit

RR: 20 x/menit

T: 36,80 C

Pf/

Mata : konjungtiva palpebra

inferior pucat (-/-), Sklera

ikterik (-/-)

T/H/M: dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (+)

multiple level II-Iv,

kenyal, nyeri (-)

Thoraks: inspeksi simetris,

Palpasi stem fremitus

kanan sama dengan stem

fremitus kiri, Perkusi

sonor, Auskultasi

vesikuler (+/+), rhonki

kesadaran: CM

HR: 80 x/menit

RR: 20 x/menit

T: 36,70 C

Pf/

Mata : konjungtiva palpebra

inferior pucat (-/-), Sklera

ikterik (-/-)

T/H/M: dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (+)

multiple level II-Iv, kenyal,

nyeri (-)

Thoraks: inspeksi simetris, Palpasi

stem fremitus kanan sama

dengan stem fremitus kiri,

Perkusi sonor, Auskultasi

vesikuler (+/+), rhonki (+/-),

Page 28: Preskas OMSK

28

(+/-), wheezing (-/-)

Cor : BJI>BJII, bising (-)

Abdomen:

inspeksi/palpasi/perkusi/auskultas

i dalam batas normal

wheezing (-/-)

Cor : BJI>BJII, bising (-)

Abdomen:

inspeksi/palpasi/perkusi/auskultasi

dalam batas normal

A 1. Pneumonia dd/ susp TB paru

2. Limfadenopati regio coli ec

susp limfadenitis TB

3. Disfagia

4. Retardasi mental

1. Akalasia

2. Pneumonia dd/ susp TB paru

3. Limfadenopati regio coli ec susp

limfadenitis TB

4. Disfagia

5. Retardasi mental

P 1. Injeksi cefotaxim 500mg/12 jam

2. Flumucyl syr 3xCII

3. PCT 4x500 mg

4. Clinimix 16 gtt/menit

1. Injeksi cefotaxim 500 mg/12 jam

2. Flumucyl syr 3xCII

3. PCT 4x500 mg

4. Clinimix 16 gtt/menit

Page 29: Preskas OMSK

29

BAB V

ANALISIS KASUS

Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan

atau penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat

gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari

rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti

odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah,

regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan brat badan

yang cepat berkurang. Pada pasien ini, pasien mengeluhkan adanya nyeri menelan

dan batuk. Selain itu pasien juga pernah mengalami makanan atau minuman yang

masuk ke mulut langsung termuntahkan. Pasien juga memiliki riwayat tersedak

bakso sebelumnya. Berdasarkan itu, pasien kemungkinan mengalami disfagia tipe

mekanik.

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang

berperan dalam proses menelan harus bekerja secara integrasi dan

berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari

beberapa faktor, yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen esofagus yang

Page 30: Preskas OMSK

30

dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas

dan bagian bawah dan kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.

Pada pasien ini ditemukan adanya limfadenopati duplex multiple seperti

untaian tasbih dan memiliki riwayat batuk berdahak dan demam selama 4 hari

menurut keluarga pasien, sehingga dicuragai adanya TB paru. Kemudian pasien

dikonsultasikan ke bagian Paru untuk tindakan dan tatalaksana lanjutan terhadap

pasien tersebut. Dari hasil pemeriksaan didapatkan suara ronki di paru kanan

pasien dan pembesaran kelenjar getah bening di level II-IV dengan konsistensi

kenyal dan tanpa nyeri tekan sehingga dicurigai mengidap pneumonia dengan

diagnosis banding TB paru dan limfadenopati dengan kecurigaan limfadenitis TB.

Kemudian pasien direncanakan untuk pemeriksaan sputum BTA dan mantoux

test.

DAFTAR PUSTAKA

Bailey J Byron. Esophageal disorders. Head and neck surgery-Otolaringology.Vol.1.2.1998;56:781-801

1. Throat anatomy. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1899345-overview#showall. Pada

tanggal 4 juli 2014, pukul 20.30 WIB

Page 31: Preskas OMSK

31

2. SS Bambang. Disfagia.Bronko-esofagologi.2005:40-49

3. Alper MC, Myers EN, Eibling DE. Dysphagia. Decision making in ENT

Disorders.2004;52:136-37

4. Soepardi EA. Disfagia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI. 2007. h. 276-302.

5. Thaller SR, Granick MS, Myers EN. Disfagia. Diagram diagnostik

penyekit THT.EGC 2007;13:105-11

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, Simadibrata M, Setiati S. Disfagia.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2010 ; 2 : 529-33

7. Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH. Suggested approach to the

evaluation of dysphagia. Current Diagnosis & Treatment in

Gastroenterology 2003 ; 2 : 345-46

8. McPhee SJ., Papadakis MA, Tierney LM. Esophageal Tumour. Lange

2008 Current Medical Diagnosis & Treatment 2008 ; 47 : 473

9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, Simadibrata M, Setiati S. Disfagia.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2010 ; 2 : 529-33

Lampiran 1. Foto X-ray Thoraks

Page 32: Preskas OMSK

32

Ekspertise:

Cor : bentuk dan ukuran normal

Pulmo : tak tampak kelainan

Sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam

Kesimpulan: foto thorak normal

Lampiran 2 Jawaban Konsul dari Bagian Paru

Page 33: Preskas OMSK

33