Presentasi Kasus PEB

55
PRESENTASI KASUS ANESTESIOLOGI Pembimbing: dr. Sonny Trisnadi, SpAn Disusun oleh: Edo Johanes Sihombing 07120070041 Hanna Honoris 07120070056 Cynthia Sabrina 07120080012 Audrey Budiono 07120080088 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANESTESIOLOGI RUMAH SAKIT TK.1 BHAYANGKARA RADEN SAID SUKANTO

description

kasus PEB

Transcript of Presentasi Kasus PEB

Page 1: Presentasi Kasus PEB

PRESENTASI KASUS ANESTESIOLOGI

Pembimbing:

dr. Sonny Trisnadi, SpAn

Disusun oleh:

Edo Johanes Sihombing 07120070041

Hanna Honoris 07120070056

Cynthia Sabrina 07120080012

Audrey Budiono 07120080088

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANESTESIOLOGI

RUMAH SAKIT TK.1 BHAYANGKARA RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 7 JANUARI-1 FEBRUARI 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Page 2: Presentasi Kasus PEB

BAB I

KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Istri

Nama : Ny. D

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Suku : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kp kali suren rt 1

Suami

Nama : Tn. Y

Umur : 37 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : Polri

Suku : Jawa

Pekerjaan : Polisi

Alamat : Asrama Polsek Pasar Minggu

Page 3: Presentasi Kasus PEB

Tanggal masuk : 2 Mei 2013

2. ANAMNESA (saat masuk RS)

Keluhan Utama : Sesak napas

Keluhan Tambahan : Batuk 2 hari SMRS (Kering? Dahak?)

Riwayat Penyakit Sekarang ? :

Pasien datang dengan keluhan mules sejak 4 jam SMRS, mules muncul setiap jam sekali

dan semakin lama semakin sering dan kuat. Pasien juga mengeluhkan keluar darah dari

kemaluan, disertai lendir, dalam jumlah sedikit sejak ± 1 jam SMRS. Pasien menyangkal adanya

riwayat benturan atau trauma pada perut, dan adanya gumpalan yang keluar dari kemaluan.

Riwayat Penyakit Dahulu ? :

1. Riwayat tekanan darah tinggi saat kehamilan disangkal

2. Riwayat penyakit kencing manis disangkal

3. Riwayat alergi disangkal

4. Riwayat asma disangkal

5. Riwayat keputihan (+)

6. Riwayat penyakit jantung disangkal

7. Riwayat penyakit paru disangkal

8. Riwayat penyakit infeksi saluran kemih disangkal

Page 4: Presentasi Kasus PEB

Riwayat Penyakit Keluarga? :

1. Riwayat darah tinggi pada keluarga disangkal

2. Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal

3. Riwayat asma pada keluarga disangkal

4. Riwayat alergi pada keluarga disangkal

Riwayat Operasi ?:

1. Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat Kebiasaan :

1. Pasien tidak pernah merokok

2. Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang

Riwayat Haid

1. Menarche : 12 tahun

2. Siklus : Teratur, 28 hari

3. Lamanya haid : 7 hari

4. Dismenorrhea : +

Riwayat Obstetri

1. Gravida : ke-1

2. HPHT : 17 Agustus 2012

3. Taksiran partus : 24 Mei 2013

4. Usia kehamilan : 36 minggu

5. Riwayat kontrasepsi : tidak ada

Page 5: Presentasi Kasus PEB

Riwayat Persalinan : belum ada

III. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Diperoleh dari rekam medik :

1. Keadaan umum : sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tekanan darah : 170/130 mmHg

4. Nadi : 88 x / menit

5. Suhu : 36,5 ⁰C

6. RR : 48 x/menit

7. Berat badan : 79 kg

8. Tinggi badan : 163 cm

IV. STATUS OBSTETRI

Pemeriksaan luar (2 – 05 - 2013, pkl. 12.30 WIB)

1. Inspeksi : Tampak cembung sesuai usia kehamilan, simetris, linea nigra (+), striae

gravidarum (+).

2. Palpasi :

1. TFU : 33 cm

2. Taksiran berat janin : 3400 gr

3. His :

4. Leopold 1 : Teraba masa besar bulat, keras, dan melenting ( kepala )

5. Leopold 2 : Teraba bagian keras seperti papan (punggung janin) disebelah kanan

6. Leopold 3 : Teraba masa besar dan lunak ( bokong )

7. Leopold 4 : 4/5

1. Auskultasi : Denyut jantung janin tidak ada

Pemeriksaan dalam : portio tebal lunak, pembukaan 0 cm, ketuban (-) menonjol, presentasi

kepala, Hodge I+

Page 6: Presentasi Kasus PEB

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2 Mei 2013

Hemoglobin : 12.4 g/dL (10-15g/dL)

Hematokrit : 37% (30-46%)

Leukosit : 33.600/uL (6000-17000/uL)

Trombosit : 265.000/uL

Masa Perdarahan : 3’

Masa Pembekuan :10’

TES FUNGSI LIVER

Protein total : 6.8 (6.0 – 8.7 g/dl)

Albumin : 3.3 (3.5 – 5.2 g/dl)

SGOT : 86.8 U/L (<31)

SGPT : 115.1 U/L (<31)

Bilirubin direk ; 0.2

Bilirubin indirek : 0,11

TES FUNGSI RENAL

Ureum : 76 mg/dL

Creatinine : 1.9 mg/dL

Page 7: Presentasi Kasus PEB

Asam urat : 15.6

Glukosa Darah Sewaktu : 81 mg/dL

ELEKTROLIT

Natrium : 136

Kalium : 6.2

Chlorida : 112

VI. LAPORAN PERKEMBANGAN

Waktu TTV DJJ His Observasi/Tindakan

21/01/2013

(22.45)

TD :130/80

S : 36

P : 22x/m

127 dpm 2x, kuat, 35” Os tiba di Kamar Bersalin dengan

keluhan mules sejak pk. 18.00,

Palpasi : TFU 33 cm, puka,

presentasi bokong 4/5. TBJ

2945g.

PD :, portio tebal lunak,

pembukaan 4-5 cm, ketuban (+)

menonjol,bokong, Hodge I+.

(22.05) Konsul ke dr. Semuel, Sp OG.

Intruksi : dipersiapkan SC cito

2. Laporan operasi I SC

Dokter ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Asisten: dm. Felicia Dewi

Perawat: Zr. Kunti

Page 8: Presentasi Kasus PEB

Ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An

Jenis anestesi: RA spinal

Diagnosis pre-op: G3P2A0, hamil 39-40 minggu dengan letak sungsang

Tanggal operasi: 21Januari 2013

Jam mulai: 23.45

Jam selesai: 00.15

Lama operasi: 30 menit

Laporan operasi:

1. Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam anestesi spinal.

2. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.

3. Insisi pfannestiel ±10 cm.

4. Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus gravidarum.

5. Plika vesikouterina disayat semilunar, vesika disisihkan ke bawah.

6. SBU disayat tajam, dilebarkan tumpul berbentuk U.

7. Dengan bantuan tangan, lahir bayi perempuan, BBL 3500 gram, PBL 50 cm, APGAR

8/9, jam 23.50.

8. Air ketuban jernih, jumlah cukup. Plasenta berimplantasi di fundus, dilahirkan lengkap.

9. Kedua ujung SBU dijahit, hemostasis luka dijahit jelujur 1 lapis dengan safil no. 1.0.

10. Kedua tuba dan ovarium dbn.

11. Diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan aquadest.

12. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis dengan safil no. 1.0. jelujur, kulit subkutikuler.

13. Perdarahan 200 cc, urine ? cc.

Instruksi post-op:

1. Observasi TTV, perdarahan, dan kontraksi uterus.

2. Cek darah rutin 6 jam post-op.

3. Imobilisasi 24 jam.

4. Aff kateter 24 jam.

5. Aff infus 24 jam.

6. Medikasi:

Page 9: Presentasi Kasus PEB

1. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (24 jam)

2. Profenid sup. 3 x 1 (24 jam)

3. Clindamycin 3 x 300 mg

4. Asam mefenamat 3 x 500 mg

5. Hemobion tab 1 x 1

6. IVFD RL + oxytocin 2 amp 12 tpm

7. Laporan anestesi operasi I

Nama ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An

Nama ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Nama perawat/bidan: Zr. Endar

Diagnosis pre op: G3P2A0 hamil 39-40 minggu, letak sungsang

Premedikasi: -

Nama/macam operasi: SC

Jenis anestesi: RA

Teknik: Spinal

Cairan: RL

Tanggal: 21Januari 2013

Jam anestesi mulai: 23.45

Jam anestesi selesai: 00.30

Lama anestesi: 45 menit

8. Observasi Persalinan Post sc

Waktu TTV Kontraksi

uterus

Perdarahan

dan urine

Observasi/Tindakan

22/01/2013

(00.15)

TD :100/80

N : 100x/m

S : 35,5

P : 32x/m

Baik,1 jari

d.a.p

Minimal.

Urine :60 cc

00.30 TD :80/60 Baik,1 jari Minimal

Page 10: Presentasi Kasus PEB

N : 115x/m

S : 36

P : 28x/m

d.a.p Urine :70 cc

00.45 TD :80/50

N : 120x/m

S : 36

P : 26x/m

Baik,1 jari

d.a.p

Minimal

Urine :70 cc

01.00 TD :80/50

N : 118x/m

S : 36

P : 28x/m

Baik,1 jari

d.a.p

Minimal

Urine :80 cc

01.30 TD : 80/50

N : 120x/m

S : 36,3

P : 26x/m

Baik,1 jari

d.a.p

Minimal

Urine :100

cc

02.00 TD : 80/50

N : 140x/m

P : 28x/m

Baik,1 jari

d.a.p

1 pembalut

Urine : 100

cc

Lapor dr. Semuel, Sp OG (02.05),

instruksi : transfusi PRC 1000cc

02.15 TD : 93/41

N : 108x/m

S : 35

P : 28x/m

Sedang,1

jari d.a.p

1 pembalut

Urine :100

cc

02.25 Lapor dr. Semuel, Sp OG (02.05),

instruksi : Methergin 1x1 ampl

dan oxytocin 1x 10U

03.45 TD : 60/30

N : 133x/m

S : 35

P : 28x/m

Baik,1 jari

d.a.p

Minimal

Urine :100

cc

04.00 dr. Semuel, Sp OG datang dan

diputuskan untuk melakukan

Page 11: Presentasi Kasus PEB

histerektomi subtotal a/i atoni

uteri

9. Laporan operasi II

Dokter ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Asisten: Zr. Tuti

Perawat: Zr. Kunti

Ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An

Jenis anestesi: GA

Diagnosis pre-op: Atonia uteri

Tanggal operasi: 22Januari 2013

Jam mulai: 04.10

Jam selesai: 06.20

Lama operasi: 2 jam 10 menit

Laporan operasi:

1. Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam anestesi general.

2. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.

3. Insisi pfannestiel ±10 cm.Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus.

4. Lig. rotundum ka-ki diidentifikasi, dijepit, dipotong.

5. Lig. ovari propium ka-ki diidentifikasi, dijepit, dipotong, dan diikat.

6. Plika vesikouterina dikenali, vesika disisihkan ke bawah.

7. Uterus dipancung setinggi puncak vagina.

8. Diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan air steril.

9. Dinding abdomen dijahir lapis demi lapis.

10. Tutup dengan kasa steril.

11. Perdarahan 1600 cc, urine 100 cc.

Instruksi post-op:

1. Observasi TTV, perdarahan, tanda akut abdomen.

2. Cek darah rutin 6 jam post-op.

Page 12: Presentasi Kasus PEB

3. Boleh makan-minum jika BU (+).

4. Imobilisasi 24 jam.

5. Aff kateter 24 jam.

6. Aff infus 24 jam.

7. Medikasi:

1. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (24 jam)

2. Profenid supp. 3 x 1 (24 jam)

3. Clindamycin cap 2 x 300 mg

4. Asam mefenamat 3 x 500 mg

5. Hemobion tab 1 x 1

12. Laporan anestesi operasi I

Nama ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An

Nama ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Nama perawat/bidan: Zr. Endar

Diagnosis pre op: Atonia uteri

Premedikasi: -

Nama/macam operasi: Histerektomi subtotal a/i. atonia uteri

Jenis anestesi: GA

Teknik: Intubasi

Cairan: RL

Tanggal: 22Januari 2013

Jam anestesi mulai: 04.00

Jam anestesi selesai: 06.30

Lama anestesi: 2 jam 30 menit

VII. DIAGNOSIS

Pasien wanita berusia 34 tahun dengan riwayat obstetrik G3P2A0H39minggu dengan letak sungsang.

Setelah dilakukan tindakan operasi sectio caesaria, pasien mengalami syok hipovolemik yang

ditunjukkan dengan adanya tekanan darah yang menurun, laju nadi yang cepat, konjungtiva

Page 13: Presentasi Kasus PEB

anemis +/+. Pada pemeriksaan terakhir setelah bayi lahir dan dalam kurun waktu 3-4 jam

menunjukkan tekanan darah 60/30 mmHg dimana terjadi penurunan sistolik yang signifikan,

serta laju nadi sebanyak 133 kali per menit menandakan adanya volume darah yang hilang

sebanyak lebih dari 1500-2000 mL, hal ini menegakkan diagnosis post partum hemorrhage.

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanantionam : dubia ad malam

IX. OBSERVASI POST HISTEREKTOMI SUBTOTAL (ICU)

Hasil Laboratorium Post-Operative

(22 Januari 2013)

Protein total : 2.6 g/dL

Albumin : 1.4 g/dL

Globulin : 1.2 g/dL

Bilirubin total : 0.56 mg/dL

Bilirubin Direk : 0.42 mg/dL

Bilirubin indirek : 0.14 mg/dL

SGOT : 25.8 U/L

SGPT : 14.7 U/L

Page 14: Presentasi Kasus PEB

Hemoglobin : 6.5 g/dL

Hematokrit : 18%

Leukosit : 63700/uL

Trombosit : 99000/uL

Hemoglobin : 8.7 g/dL

Hematokrit : 26%

Leukosit : 50700/uL

Trombosit : 134000/uL

Waktu TTV Kontraksi

uterus

Perdarahan

dan urine

Observasi/Tindakan

22/01/2013

(07.00)

TD :80/40

N : 165x/m

S : 36

P : 43x/m

Sat O2 :

96%

IVFD I : asering 1000cc loading

IVFD II:Transfusi PRC ke 4

(sedang berjalan) 265 cc

Note : total transfusi PRC I-III

sebelumnya : 670 cc

09.00 TD :44/25

N : 155x/m

Sat O2 :

96%

Dilakukan pemasangan CVC pada

bahu kanan, dengan hasil CVC -1

dan dilaporkan ke dr. Merry.

Intruksi dr. Merry : loading

widahest 1000cc

09.50 TD :98/54

N : 136x/m

Dilakukan pengukuran CVC : +1.

Instruksi dr. Merry : ca glukonas 1

Page 15: Presentasi Kasus PEB

MAP : 75 ampl

10.30 TD :114/44

N : 134x/m

MAP : 89

Transfusi PRC ke 5, 193 cc

11.00 TD : 105/44

N : 134x/m

MAP : 50

Sat O2 :

92%

12.00 TD : 51/31

N : 56x/m

P: 7x/m

S: 34,4

MAP : 41

Sat O2 :

77%

12.15 Dilakukan intubasi oleh dr Riza,

Sp. An dan dr. Merry atas

persetujuan keluarga

12.35 Pemasangan infus pada tangan

kanan dan diberikan levosol

3cc/jam (0,1 mcg)

13.00 Pemasangan NGT dan transfusi

PRC ke 6, 241cc

13.15 Injeksi levosol di naikan menjadi

6cc/jam (0,2mcg).

14.00 Injeksi levosol di naikan menjadi

9cc/jam (0,3mcg).

Serta diberikan dopamine 3,6

cc/jam (3mcg)

Page 16: Presentasi Kasus PEB

14.55 TD : 92/60

N : 52x/m

P: 7x/m

15.00 Dilakukan RJP, bagging,

pemberian adrenalin 1ampl

15.05 Dilakukan RJP, bagging,

pemberian adrenalin 1ampl

15.07 Dilakukan RJP, bagging,

pemberian adrenalin 1ampl

15.10 Koreksi biknat 100meq

15.12 Dilakukan RJP, bagging,

pemberian adrenalin 1ampl

15.13 Dilakukan RJP, bagging,

pemberian adrenalin 1ampl

15.15 Dilakukan RJP, bagging,

pemberian adrenalin 1ampl

15.17 Dilakukan RJP, bagging,

pemberian adrenalin 1ampl

15.20 Pasien dinyatakan meninggal oleh

dr . Jerry

Page 17: Presentasi Kasus PEB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PERUBAHAN FISIOLOGI PADA KEHAMILAN

a. Perubahan sistem reproduksi dan payudara

1)    Uterus

     Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan

progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh

hipertrofi otot polos uterus. Di samping itu, serabut-serabut kolagen yang ada pun menjadi

higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus mengikui pertumbuhan

janin. Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir

kehamilan.

2)    Serviks uteri

     Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena pengaruh hormon estrogen.

Serviks mengandung lebih banyak jaringan serabut dan sedikit jaringan otot dibandingkan

bagian uterus. Jaringan serabut pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Selain itu

estrogen juga meningkatkan vaskularitas serviks dan bila dilihat dengan spekulum serviks

terlihat kebiru-biruan.

3)    Vagina dan Vulva

     Estrogen menyebabkan perubahan lapisan otot dan epithelium. Lapisan otot mengalami

hipertrofi dan epitel menjadi tebal dan menjadi tanda deskuamasi meningkat. Vagina

menghasilkan cairan berwarna putih yang dikenal dengan leukore. Sel epitel juga

meningkatkan kadar glikogen. Sel ini berinteraksi dengan basil dedorlein dan menghasilkan

Page 18: Presentasi Kasus PEB

lingkungan yang lebih asam. Lingkungan ini menyediakan perlindungan ekstra terhadap

organisme tetapi merupakan keadaan menguntungkan bagi candida albican. Akibat

hipervaskularisasi,vagina dan vulva terlihat berwarna ungu kebiruan. Tanda ini disebut tanda

chadwick.

4)    Ovarium

     Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditis sampai terbentuknya

plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. korpus luteum graviditis berdiameter kira-kira

3 cm. kemudian ia mengecil setelah plasenta terbentuk. Korpus luteum ini mengeluarkan

hormone estrogen dan progesterone. Lambat laun fungsi ini diambil alih oleh plasenta

(Winkjosastro H, 2005 : 95)

5)    Mammae / payudara

      Peningkatan kadar estrogen dan progesterone menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia pada

payudara, sehingga payudara akan mengalami pembesaran. Selain  itu hormone

somatomammotropin juga menstimulasi pembesaran payudara. Rasa penuh dan berat,

perubahan sensitivitas mulai timbul sejak umur kehamilan 6 minggu. Puting susu dan areola

menjadi lebih berpigmen dan putting susu menjadi lebih erektil.

     Perkembangan kelenjar mammae secara fungsional lengkap pada pertengahan masa hamil.

Walaupun demikian laktasi tetap terhambat sampai kadar estrogen menurun, yakni setelah

janin dan plasenta lahir.

b.    Perubahan sistem kardiovaskuler

     Perubahan system kardiovaskuler ,melindungi fungsi fisiologi normal wanita, memenuhi

kebutuhan metabolik tubuh saat hamil, dan menyediakan kebutuhan untuk perkembangan dan

pertumbuhan janin. Peningkatan volume plasma darah dan curah jantung disebabkan oleh

hipertrofi atau dilatasi ringan jantung, karena diafragma terdorong ke atas, jantung terangkat

ke atas dan berotasi ke depan dan ke kiri.

Page 19: Presentasi Kasus PEB

     Selama pertengahan pertama masa hamil, tekanan sistolik dan diastolic menurun 5 sampai 10

mmHg. Penurunan tekanan darah ini kemungkinan disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh

darah perifer akibat perubahan hormonal selama masa hamil. Selama trimester ketiga, tekanan

darah ibu harus kembali ke nilai tekanan darah selama trimester pertama.

c.    Perubahan sistem pernapasan 

     Pada ibu hamil kebutuhan oksigen meningkat sebagi respon terhadap peningkatan laju

metabolisme dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara. Janin

membutuhkan oksigen dan suatu cara untuk membuang karbondioksida.

     Diafragma bergeser sebesar 4 cm selama masa hamil. Dengan semakin tuanya kehamilan dan

seiring pembesaran uterus ke rongga abdomen, pernapasan dada menggatikan pernapasan

perut dan penurunan diafragma saat inspirasi menjadi semakin sulit.

d.    Perbahan sistem urinaria

     Perubahan struktur ginjal merupakan aktivitas hormonal (estrogen dan progesterone), tekanan

yang timbul akibat pembesaran uterus, dan peningkatan volume darah. Sejak minggu ke-10

kehamilan, pelvis ginjal dan ureter berdilatasi. Perubahan ini membuat ureter  mampu

menampung urine dalam volume yang lebih besar dan juga memperlambat laju urine.

e.    Perubahan sistem gastrointestinal

     Fungsi saluran cerna selama masa hamil menunjukkan gambaran yang sangat menarik. Gusi

cenderung mudah berdarah karena kadar estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan

vaskularisasi selektif dan proliferasi jaringan ikat. Pada trimester pertama terjadi penurunan

nafsu makan akibat nausea / vomitus. Gejala ini muncul sebagai akibat dari perubahan saluran

cerna dan peningkatan kadar hCG dalam darah.

Page 20: Presentasi Kasus PEB

     Peningkatan progesterone menyebabkan tonus dan motilitas otot polos menurun, sehingga

terjadi regurgitasi esophagus, peningkatan waktu pengosongan lambung, dan peristaltik balik.

Akibatnya ibu hamil tidak mampu mencerna asam atau mengalami nyeri ulu hati. Selain itu

penurunan motilitas otot polos menyebabkan absorpsi air di usus besar meningkat, sehingga

dapat terjadi konstipasi.

f.     Perubahan sistem integumen

     Perubahan keseimbangan hormone dan peregangan mekanis menyebabkan timbulnya

beberapa perubahan dalam system integument selama masa hamil. Jaringan elastik kulit

mudah pecah, menyebabkan striae gravidarum atau tanda regangan. Hiperipigmentasi timbul

akibat peningkatan hormone hipofisis anterior melanotropin selama masa hamil.

Page 21: Presentasi Kasus PEB

DEFINISI

A. Pengertian

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibatkehamilan

setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia

yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainanneurologi (Kapita Selekta

Kedokteran edisi ke-3).

Preeklampsia merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas

yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan

vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanyamuncul setelah kehamilan

berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul

karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).

Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi

160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai edema pada kehamilan 20

minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).

Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu

atau lebih tanda gejala dibawah ini :

1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.

2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam4. Keluhan serebral, gangguan

penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium

5. Edema paru dan sianosis.(Ilmu Kebidanan : 2005)

Page 22: Presentasi Kasus PEB

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori

dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut

“penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.

Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :

- Spasmus arteriola

- Retensi Na dan air

-Koagulasi intravaskuler

Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi

vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri

Patologi : 1984)

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta.

Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit

itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia

dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yangditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang

sebab mana yang akibat (IlmuKebidanan : 2005).

C. Patofisiologi

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air, serta

pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.

Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakuioleh

satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme,maka tenanan

darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat

dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yangdisebabkan oleh penimbunan air

yang berlebihan dalam ruangan interstitial belumdiketahui sebabnya, mungkin karena retensi air

dan garam. Proteinuria dapatdisebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada

glomerulus (SinopsisObstetri, Jilid I, Halaman 199).

Page 23: Presentasi Kasus PEB

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah

organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme daniskemia

(Cunniangham,2003)

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap

berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet.

Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai

dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan

penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler

menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.

Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya

kardiak output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati

menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005).

Perubahan pada organ :

1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia daneklampsia.

Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatanafterload jantung akibat

hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis

hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid

intravena, dan aktifasi endotel disertaiekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru

(Cunningham,2003).

2. Metablisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya .

jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia dari

pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.

Page 24: Presentasi Kasus PEB

Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurnaair dan garam yang diberikan.

Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,sedangkan penyerapan kembali tubulus

tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan proteintidak mununjukkan perubahan yang nyata pada

preeklampsia. Konsentrasi kalium,natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas

normal (Trijatmo,2005)

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapatterjadi ablasio

retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satuindikasi untuk

melakukan terminasi kehamilan.

Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah

adanya skotoma, diplopiadan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran

darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).

4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteksserebri,

pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).

5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehinggaterjadi

gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada

preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dankepekaan terhadap

rangsangan, sehingga terjad partus prematur.

6. Paru2

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paruyang

menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atauabses paru (Rustam,

1998).

Page 25: Presentasi Kasus PEB

D. Manifestasi Klinis

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :

- Edema

Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edematerlihat

sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka

- Hipertensi

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atautekanan

diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik

pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia.

- Proteinuria

Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan

kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan

kateter atau urin porsi tengah, diambilminimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

- Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.

- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).

-Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.

- Nyeri epigastrum dan ikterus.

- Trombositopenia.

- Pertumbuhan janin terhambat.

-Mual muntah

- Nyeri epigastrium

Page 26: Presentasi Kasus PEB

- Pusing

- Penurunan visus (Kapita SelektaKedokteran edisi ke-3)

E. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia,

dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlulebih waspada akan

timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisiseperti yang telah diuraikan di

atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapatdicegah sepenuhnya, namun frekuensinya

dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya

yang baik pada wanita hamil.Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam

pencegahan. Istirahattidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari

perludikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein danrendah

lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.

Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderitatanpa memberikan diuretika

dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuanyang penting dari pemeriksaan antenatal

yang baik.

PENATALAKSANAAN SECARA UMUM

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia beratselama

perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan

medisinal.1. Perawatan aktif Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap

penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG).

Indikasi :

a. Ibu

• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

Page 27: Presentasi Kasus PEB

• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif

yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24

jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)

b. Janin

• Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)• Adanya tanda IUGR (janin terhambat)

c. Laboratorium

• Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,trombositopenia)

2. Pengobatan mediastinal

Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :

a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks

patella setiap jam.

c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam)500

cc.

d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).

1. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit

kemasan20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di

pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7

cm.

Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandungadrenalin

pada suntikan IM.

Page 28: Presentasi Kasus PEB

2. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu

dosisulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi

2-3hari.

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4

• Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10

cc)diberikan IV dalam 3 menit.

• Refleks patella positif kuat.

• Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.

• Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)

4. MgSO4dihentikan bila :

• Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi

jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat

menyebabkankematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U

magnesium padadosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada

kadar 8-10mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan

dan > 15mEq/liter terjadi kematian jantung.

• Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :

- Hentikan pemberian MgSO4- Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)

secara IV dalam waktu 3menit

- Berikan oksigen- Lakukan pernapasan buatan• MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4

jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan(normotensi).

f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantungkongestif

atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM. g.

Anti hipertensi diberikan bila :

Page 29: Presentasi Kasus PEB

1. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125mmHg.

Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg)karena akan

menurunkan perfusi plasenta.

2. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

3. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obatantihipertensi

parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc

cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

4. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensisecara

sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual

maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)

b. Perawatan konservatif

yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.

1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tandainpending

eklampsia dengan keadaan janin baik.

2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.Hanya

loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri

dan 4 gram pada pantat kanan.

3. Pengobatan obstetri :

a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya

disini tidak dilakukan terminasi.

b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan,selambat-

lambatnya dalam 24 jam.

c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagaldan harus

diterminasi.

d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20%2 gr IV.

Page 30: Presentasi Kasus PEB

4. Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telahdirawat selama

3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita

dapatdipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2

minggu).

G. Komplikasi

1. Stroke

2. Hipoxia janin

3. Gagal ginjal

4. Kebutaan

5. Gagal jangtung

6. Kejang

7. Hipertensi permanen

8. Distress fetal

9. Infark plasenta

10. Abruptio plasenta

11. Kematian janin

H. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia

1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksiurin.

Page 31: Presentasi Kasus PEB

2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilaikerusakan

pada ginjal) dan kadar hemoglobin.

3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.

4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasmaserta urin

untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999).

5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dankardiomegali

Stop Edit

PENATALAKSANAAN SECARA ANESTESI

A. Anastesi Spinal

Anestesi spinal ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal

ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid

akan memblok konduksi impuls syaraf. Terdapat tiga bagian syarat yaitu motor, sensori dan

autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan

mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri ke

sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf atonom akan mengontrol tekanan darah, nadi,

kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan

nyeri yang pertama kali diblok dan serabut motor yang terakhir. hal ini akan memiliki timbal

balik yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak

mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih

merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai.

Kelebihan pemakaian anestesi spinal, diantaranya biaya minimal, kepuasan pasien, tidak

ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes

mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat tonus visceral, jarang

Page 32: Presentasi Kasus PEB

terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan

menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua

jam, bila tidak aseptik akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis,

serta kemungkinan terjadi postural headache.

Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus, misalnya

repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan genitalia.

Anestesi spinal khususnya diindikasikan pada pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit

sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus).

Pada bagian obstetri, dengan anestesi spinal pada seksio sesarea didapatkan keuntungan ganda

yaitu pada ibu dan bayinya. Anestesi spinal dikontra-indikasikan bila peralatan dan obat

resusitasi tidak adekuat, gangguan perdarahan, hipovolemia, pasien menolak, pasien tidak

kooperatif, septikemia, deformitas anatomi, penyakit neurologi.

Kontraindikasi absolut pemakaian anestesi spinal yaitu pasien menolak, infeksi pada

tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, koagulopati (mendapatkan terapi antikoagulan),

tekanan intrakranial tinggi, fasilitas resusitasi minimun, kurang pengalaman.tanpa didampingi

konsultan anestesi. Sedangkan kontraindikasi relatif diantaranya infeksi sistemik

(sistemik,bakteriemia), infeksi sekitar tempat suntikan, kelainan neurologis, kelainan psikis,

bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia ringan dan nyeri punggung kronis.

Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anestesi umum.

Daerah sekitar tempat tusukan diperiksa, adakah kelainan anatomis tulang punggung atau pasien

gemuk sekali sehingga tidak teraba prosessus spinosus. Selain itu juga harus dipersiapkan

informed consent, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang meliputi hemoglobin, hematokrit, PT

(prothrombine time) dan PTT (paartial thromboplastine time). Persiapan pre-operasi sangat

penting dilakukan, sehingga diharapkan pasien dipersiapkan semaksimal mungkin dan bila

terdapat penyulit dapat dilakukan medikasi pre-operasi.3

Page 33: Presentasi Kasus PEB

Pasien yang telah dijadwalkan untuk pembedahan elektif umumnya berada dalam

keadaan optimal baik fisik maupun mental dengan diagnosis yang definitif dan penyakit lain

yang kadang-kadang menyertainya sudah terkendali dengan baik. Berbeda dengan penderita

emergensi yang memerlukan tindakan bedah darurat baik dengan anestesi umum atau regional

merupakan suatu tindakan yang penuh dengan risiko. Hal ini disebabkan penderita datang secara

mendadak dan pada umumnya berada dalam keadaan yang kurang baik, waktu untuk

memperbaiki keadaan umum terbatas, kadang-kadang sulit untuk mengatasi penyakit lain dan

bahkan memperburuk keadaan.5

Premedikasi pada anestesi spinal tidak perlu, namun pada pasien tertentu, dapat diberikan

benzodiazepine seperti 5-10 mg diazepam secara oral yang diberikan 1 jam sebelum operasi.

Agen narkotik dan sedatif dapat digunakan sesuai keadaan. Pemberaian anticholinergics seperti

atropine atau scopolamine (hyoscine) tidak perlu.4

Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hyperbaric), ringan (hypobaric), dan

beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hyperbaric cenderung menyebar kebawah, sementara

isobaric tidak dipengaruhi oleh arah. Hal ini akan lebih memudahkan untuk memperkirakan dari

pemakaian agen hyperbaric. Agen isobaric dapat dijadikan hiperbarik dengan menambahkan

dextrose. Agen hypobaric pada umumnya tidak digunakan.

Beberapa agen anestesi local yang digunakan pada anestesi spinal, diantaranya :4

1. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine memiliki durasi kerja 2-3

jam

2. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan durasi 45-90 minutes. Jika

ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi kerja.

3. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hyperbaric (heavy) sama

dengan bupivacaine.

4. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol, Anethaine, Dikain).

5. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbaric (heavy) sama dengan

Page 34: Presentasi Kasus PEB

lignocaine.

Semua pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal, sebelumnya harus

mendapatkan cairan intravena. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan usia pasien

dan luasnya blok. Seorang dewasa muda, sehat yang akan dilakukan repair hernia membutuhkan

500cc. Pasien lanjut usia yang tidak mampu melakukan kompensasi terhadap terjadinya

vasodilatasi dan hipotensi maka minimal mendapatkan 1000cc. Jika direncanakan akan

dilakukan blok tinggi, minimal 1000 cc. Pasien yang akan dilakukan seksio sesarea

membutuhkan minimal 1500 cc.4

Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus

dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Tempat

penyuntikan pada perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista illiaka dengan

tulang punggung, ialah L4 atau L4-5. setelah dilakukan tindakan asepsis dan diberi zat anestesi

lokal (lidokain 1-2%, 2-3 ml). Cara tusukan median atau paramedian. Tusukan introducer

sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut

mandrinnya ke lubang tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF,

diantaranya kulit, lemak sukutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural,

dura, ruang subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan

keluar likuor, pasang semprit berisis obat dan obat dimasukkan pelan-pelan (0.5ml/detik)

diselingi aspirasi.4

Faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran penyuntikan larutan anestesi local

diantaranya : berat jenis dari larutan anestesi local, posisi pasien, konsentrasi dan volume zat

anestesi, ukuran jarum, keadaan fisik pasien tekanan intraabdominal, level penyuntikan dan

kecepatan penyuntikan. Lama kerja anestesi local tergantung dari berat jenis anestesi local,

beratnya dosis, ada tidaknya vasokonstriktor dan besarnya penyebaran anestesi local.4

Komplikasi tindakan anestesi spinal diantaranya hipotensi berat, bradikardi, trauma

pembuluh darah, hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mual-muntah, gangguan

Page 35: Presentasi Kasus PEB

pendengaran, blok spinal tinggi atau spinal total. Sedangkan komplikasi pasca tindakan

diantaranya nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri kepala, retensi urin, meningitis.

B. Sectio Cesarea

Sectio Cesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut

dan dinding uterus. Berdasarkan insisi / teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis section

cesarea:

1. Seksio cesaria klasik : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian insisi uterus juga

vertikal di garis median.

2. Seksio cesarea transperitonealis profunda : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian

plica vesicouterina digunting dan disisihkan, kemudian dibuat insisi pada segmen bawah uterus

di bawah irisan plica yang kemudian dilebarkan secara tumpul dengan arah horisontal.

3. Seksio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean hysterectomy).

Syarat-syarat dilakukan tindakan seksio sesarea; diantaranya uterus dalam keadaan utuh

(karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi) dan berat janin di atas 500 gram. Indikasi

dilakukan tindakan seksio sesarea dapat ditinjau dari dua sisi, dari sisi ibu diantaranya yaitu

panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks /

vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat. Sedangkan ditinjau

dari sisi janin diantarnaya kelainan letak, prolaps talipusat, gawat janin.

Kebanyakan kelahiran dengan sectio cesaria dilakukan dengan anestesi neuraksial karena

penggunaan anestesi regional mengurangi resiko aspirasi pada sang ibu dan jalan nafas yang sulit

yang sering dihadapi pada anestesi umum, membantu mengurangi jumlah paparan obat-obatan

pada janin, mempunyai keuntungan akan ibu yang terbangun selama operasi, serta

Page 36: Presentasi Kasus PEB

memungkinkannya pemberian opioid untuk mengurangi nyeri post-op. Walaupun anestesi

regional tetap menjadi pilihan utama pada kebanyakan kasus, kadang-kadang pada kondisi

kegawatan tertentu mengharuskan dilakukannya anestesi umum atas kecepatannya dan bahakan

pada kondisi-kondisi tertentu anestesi regional merupakan kontraindikasi seperti pada kasus ini

terjadi perdarahan post-partum yang hebat.

Pada wanita hamil anestesi spinal merupakan metode anestesi regional yang paling

umum dilakukan untuk seksio cesaria. Metode ini lebih mudah secara teknis daripada metode

epidural, onset pengobatan lebih cepat, tidak adanya resiko toksik sistemik dari obat karena

dosisnya yang lebih sedikit, dan lebih dapat diandalkan untuk memberikan efek analgesia pada

tingkat midthorax kebawah. Walaupun begitu, hipotensi pada ibu lebih mungkin terjadi dan lebih

menonjol dengan anestesi spinal karena permulaan timbulnya efek sympathectomy lebih cepat.

Menghindarinya kompresi aortocaval, pemberian cairan yang cukup, dan penggunaan vasopresor

seperti ephedrine mengurangi terjadinya resiko hipotensi. Obat analgesia yang umum dipakai

adalah bupivacain (Regivell) dengan dosis 10-15 mg dimana cairan hiperbarik dipergunakan

untuk memfasilitasi penyebaran secara anatomis. Obat tersebut akan dengan sendirinya mengalir

mengikuti kurvatura spinal hingga T4 dan efek anestesi akan berlangsung selama kurang lebih

90 menit. Pada operasi ini pemberian oxytocin dan methylergometrine ditujukan untuk

membantu kontraksi uterus yang adekuat dan mencegah perdarahan.

Pada kasus atonia uteri, dapat dilakukan dengan kompresi bimanual, pijatan uterus dan

pemberian oxytocin seperti yang telah dilakukan pada saat operasi dan pada saat pasien berada di

ruang pemulihan pasca sectio cesaria sebanyak 20 unit drip dan 10 unit. Selain itu dapat juga

diberikan ergonovine sebanyak 0.2 mg atau pada atonia yang persisten dapat diberikan 15-

methyl-prostaglandin F2α sebanyak 0.25 mg IM setiap 15-30 menit hingga 2 mg. Dalam kasus

ini, karena perdarahan terus berlanjut, maka dilakukan tindakan hysterectomy subtotal dalam

anestesi general.

Untuk induksi pasien ini, diberikan ketamin karena ketamin mempunyai onset yang

cepat, dan mempunyai kemampuan untul meningkatkan tekanan darah arteri, nadi, dan curah

jantung melalui stimulasi saraf simpatis pusat. Menurut Lucero dan Rollins pada buku Basics of

Anesthesia, pemberian ketamin diatas dosis yang seharusnya (1-1.5 mg/kg) untuk induksi dapat

meningkatkan tonus uterus dan mengurangi perfusi uterus. Sebagai pelumpuh otot pada pasien

Page 37: Presentasi Kasus PEB

ini dipergunakan rocuronium bromide dengan dosis 30 mg. Pemberian rocuronium tidak

berdampak bagi kontraksi otot polos uterus.

C. TERAPI CAIRAN

Tabel 1 - Perhitungan kebutuhan terapi cairan untuk maintenance pada pasien dengan perkiraan berat

badan setelah melahirkan 70 kg

Berat badan Fluid rate (mL/kg) Kategori berat badan

(kg)

Cairan (mL/jam)

0-10 4 10 40

11-20 2 10 20

21+ 1 50 50

Total - 70 110

Perhitungan total kebutuhan terapi cairan crystalloid pada saat SC

Fluid replacement component

Time Compensatory Deficit Maintenance Blood

loss

Third

space

This

hour

Cumulative

Preinduction 350 220 110 0 0 680 680

I-S 0 220 110 0 0 330 1010

First hour 0 220 110 200 350 880 1890

Perhitungan total kebutuhan cairan crystalloid pada saat hysterectomy

Fluid replacement component

Time Compensatory Deficit Maintenance Blood

loss

Third

space

This

hour

Cumulative

Preinduction 350 440 110 0 0 900 900

I-S 0 440 110 0 0 550 1450

First hour 0 440 110 800 350 1700 3150

Second hour 0 440 110 700 350 1250 4400

Third hour 0 440 110 100 350 650 5050

Page 38: Presentasi Kasus PEB

Melihat kebutuhan cairan yang sangat banyak dan Hemoglobin yang berada dibawah

7g/dL, maka harus dilakukan transfusi darah packed red cell. Sedangkan untuk meningkatkan

tekanan vaskuler, diberikan cairan plasma expander berupa HES.

DAFTAR PUSTAKA

Page 39: Presentasi Kasus PEB

1. Wiknjosastro G.H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua, Cetakan

Kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. DeCherney A.H,

Nathan L, Goodwin T.M, Laufer N. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &

Gynecology. USA: Mc-Graw-Hills Companies; 2007.

2. Cunningham F.G, Leveno K.J, Bloom S.L, et al. Williams Obstetrics, 22nd edition. USA:

Mc-Graw-Hill Companies; 2005.

3. Latief A Latief ; Kartini A Suryadi dan M Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis

Anestesiologi, Jakarta : Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2002

4. Chris Ankcorn dan William F Casey. Spinal anaesthesia-a practical guide. Available

from : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u03/u03_003.htm. Diakses tanggal 12 Mei

2007.

5. Himendra. Teori anestesiologi, Bandung : Yayasan Pustaka Wina. 1994.