109968790 Laporan Kasus PEB

29
BAB I PENDAHULUAN Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia. Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death (IUFD). 1 Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya. 1 Oleh karena itu 1

description

PEB

Transcript of 109968790 Laporan Kasus PEB

Page 1: 109968790 Laporan Kasus PEB

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi

yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit

untuk ditanggulangi.

Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan

suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh

darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada

kejadian eklampsia.

Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.

Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low

Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.

Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah

atau intra uterine fetal death (IUFD).1

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar

dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat

dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap

menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia,

sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan

bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak

diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin

mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan

eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2

Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih

dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara

maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk

melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin

Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih merupakan sebab

utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini

1

Page 2: 109968790 Laporan Kasus PEB

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Berdasarkan uraian di

atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus mengenai pasien dengan preeklampsia

berat. Kasus yang kami bahas yaitu pasien wanita, 28 tahun, dengan diagnosis masuk G1P0A0

gravid 31 minggu 5 hari belum inpartu + PEB + suspek IUFD + letak memanjang +

presentasi kepala.

2

Page 3: 109968790 Laporan Kasus PEB

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. RY Nama suami : Tn. AS

Usia : 22 tahun Usia : 27 tahun

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Pare Alamat : Pare

No. MR : 48 6 41

II. ANAMNESIS (20-11-2015)

Keluhan Utama :

Pasien datang ke IGD ponek RSUD Pare jam 05.05 , rujukan bidan Susan dengan

G1P0000 ,UK: 37-38 minggu, impartu dengan PE.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengatakan perut terasa kenceng-kenceng sejak kemarin sore ± jam 16.00,

sudah mengeluarkan lendir , sudah mengeluarkan darah ,serta mengeluarkan cairan jernih

± 01.00, pasien tidak merasa pusing, mual, muntah dan tidak ada nyeri ulu hati serta

pandangan kabur. Gerak bayi aktif.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (-), DM (-), asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi (-), DM (-), asma (-).

Riwayat Haid :

Haid pertama ?? , HPHT 22-02-2015/29-11-20015, Taksiran persalinan 29-11-2015.

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Obat : Obat-obatan dari dokter pusekesmas

Riwayat Hamil Muda : Mual (+), muntah (+), tidak mengganggu aktifitas.

Riwayat Hamil Tua : perdarahan (-).

ANC : Ke bidan 1 kali 1 bulan

Riwayat G / P / A : 1 / 0 / 0

3

Page 4: 109968790 Laporan Kasus PEB

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Komposmentis

Vital Sign

Tekanan darah : 160/110 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Frekuensi napas : 22 x/menit

Suhu : 36,7 oC

Berat Badan : ??

Tinggi Badan : 156 cm

Kepala : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Dada : Paru : I = gerakan paru kanan dan kiri simetris

Pal = dalam batas normal

Per = sonor seluruh lapangan paru

Au = Rhonki / wheezing (-)

Jantung : I = ictus cordis tidak terlihat

Pal = ictus cordis teraba di SIC V

Per = batas jantung dalam batas normal

Au = reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan

Abdomen : Status obstetrikus

Genitalia : Status obstetrikus

Ekstremitas : Edema tungkai (+/+).

Status Obstetri

Mamae : Hiperpigmentasi areola dan papilla (+/+).

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak membuncit.tidak ada bekas luka operasi

Palpasi : Nyeri tekan (-),

Leopold:

TFU : 31 cm.

Letak : Kepala

Posisi : Membujur

4

Page 5: 109968790 Laporan Kasus PEB

Presentasi : Letak kepala

Penurunan kepala : H1

DJJ : (+) 125x/menit

HIS : (+).

Perkusi : Timpani.

Auskultasi : BU (+) normal.

VT : 3cm

EF : 40%

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (20/11/2015) Kimia Darah (20/11/2015)

Hb : 9,4 g/dl SGOT` : 19.5 IU/L

Ht : 32,7 vol % SGPT : 9 IU/L

Leukosit : 12.000/ul Glu : 68 mg/dl

Trombossit : 303.000 /ul Creatinin : 0,57 mg/dl

HBSAG : (-) BUN : 6 mg/dl

Anti HIV : Non reaktif Ureum : 13,2 mg/dl

Urin (20/11/2015)

Albumin : +++

Protein : +++

Hasil EKG (20/11/2015)

Normal

5

Page 6: 109968790 Laporan Kasus PEB

Hasil USG (20/11/2015)

TIH : Letak kepala, UK : 29/30 minggu

Plac : Corpus grade II , Cairan Amnion cukup , JK : Perempuan

TBJ : 1200

TP : 29-11-15

DIAGNOSIS KERJA

G1P0000 gravid 38/39 minggu T/H/I dengan PEB disertai dengan Edema Ekstremitas

V. PENATALKSANAAN / PLANNING TERAPI

A. Non Medikamentosa

MRS (masuk rumah sakit)

Pasang DC (Dyspossible Catether)

Miring satu sisi 45 drajat

NST (non stress test)

B. Medikamentosa

Rehidrasi RL

MgSO4 10cc boka,boki

Syarat Pemberian MgSo4:

1. Refleks patella normal

2. Respirasi > 16 menit

3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam

4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Nifedipin 3x 10mg

6

Page 7: 109968790 Laporan Kasus PEB

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Hipertensi Dalam Kehamilan

Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG). Hipertensi adalah

suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik

minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan

tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu

6 jam.2

Hipertensi merupakan penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah satu

dari tiga penyebab morbiditas dan mortalitas ibu bersalin. Hipertensi dalam kehamilan terjadi

sebanyak 5-15 % pada kehamilan dan masih merupakan salah satu masalah yang signifikan

dalam ilmu kebidanan sampai saat ini.1

Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup

tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) tidak jelas,

juga disebabkan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan

sistim rujukan yang belum sempurna. HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil,

sehingga pengetahuan tentang pengelolaan HDK harus benar-benar dipahami oleh semua

tenaga medis baik dipusat maupun di daerah.1

3.2. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Report of the National High Blood Pressure Education Program

Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah : 2

1. Hipertensi kronis

2. Preeklamsia-eklamsia

3. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia

4. Hipertensi gestasional

3.3. Definisi

Definisi dari klasifikasi HDK adalah : 1

1. Hipertensi kronis : hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau

hipertensi yang pertama kali didiagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan

hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan

7

Page 8: 109968790 Laporan Kasus PEB

2. Preeklamsia : hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan

proteinuria

3. Eklamsia : preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma

4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia : hipertensi kronik disertai tanda-

tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria

5. Hipertensi gestasional : hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai

proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau

kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia namun tanpa proteinuria

3.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian HDK adalah : 1,3

1. Primigravida

2. Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, bayi besar, hidrops fetalis

3. Usia > 35 tahun

4. Obesitas

5. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklamsi/eklamsia

6. Riwayat diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal sebelum hamil

3.5. Ptofisiologi

Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah

dikemukakan tentang terjadinya HDK namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap

mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : 1,3

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan

sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri

spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri

spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri

spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia

plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedang

pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri

spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

8

Page 9: 109968790 Laporan Kasus PEB

2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endotel

a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada HDK terjadi kegagalan

“remodeling arteri spirales“ yang menyebabkan iskemia plasenta. Plasenta yang

mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan

atau radikal bebas merupakan senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang

memiliki elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan

plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap

membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia

adalah proses normal karena dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan

toxin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut

“toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak

asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan

merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi

oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.

Anti-oksidan dibagi menjadi:

Antioksidan pencegah terbentuknya oksidan atau antioksidan enzymatik, misalnya:

transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation

Antioksidan pemutus rantai oksidan atau antioksidan non enzymatik misalnya:

vitamin E, vitamin C, dan β (beta) karotin.

b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada HDK

Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat

sedangkan antioksidan seperti vitamin E pada HDK menurun, sehingga terjadi

dominasi kadar oksidant peroksida lemak yag relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai

oksidant yang sangat toksis ini, akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah, dan

akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami

kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran

darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat

rentan terhadap oksidant radikal hodidroksil yang akan merubah menjadi peroksida

lemak.

9

Page 10: 109968790 Laporan Kasus PEB

c. Disfungsi sel endotel

Akibat terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang

kerusakannya dimulai dari membran sel. Kerusakan membran sel endotel

mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel

endothel. Keadaan ini disebut “disfungsi endothel” (endothelial dysfunction). Pada

waktu terjadi kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka

akan terjadi:

Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel adalah

memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2).

Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endothl yang mengalami kerusakan.

Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan

endothel yang mengalami kerusakan. Agregrasi trombosit memproduksi

tromboksan (TXA2) yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan

normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin

(lebih tinggi vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari

kadar prostasiklin sehinga terjadi vasokonstriksi dan terjadi kenaikan tekanan

darah.

Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).

Meningkatnya permeabilitas kapiler.

Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endothelin. Kadar NO

(vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat

Rangsangan faktor koagulasi.

3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya HDK terbukti dengan fakta

sebagai berikut :

a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar dibanding dengan multigravida.

b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya

HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

c. Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDK

d. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,

makin kecil terjadinya HDK

Pada wanita hamil normal, respon imun tidak menolak adanya ”hasil konsepsi” yang

bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen protein G ” (HLA)

10

Page 11: 109968790 Laporan Kasus PEB

yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga si ibu tidak menolak hasil

konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan “human leukocyte antigen

protein G ” atau placenta memproduksi “human leukocyte antigen protein G ” dalam

bentuk lain sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta. Pada HDK didapatkan kadar

sitokin dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang meningkat. Demikian juga didapatkan

“natural killer cells” dan aktivasi neutrofil yang meningkat. Kemungkinan terjadi

“Immune-Maladaptation” pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan,

wanita yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai

proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.

4. Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada HDK , terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor. Terjadi

peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor, artinya daya refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka

terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti telah membuktikan, bahwa peningkatan

kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor pada HDK sudah terjadi pada trimester I

(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi HDK, sudah dapat

ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi

akan terjadinya HDK.

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotip ibu lebih

menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotip janin. Telah

terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26% anak wanitanya akan

mengalami preeklampsia pula, sedangkankan hanya 8% anak menantu mengalami

preeklampsia.

6. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya

HDK. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang

pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia ke II.

Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan

kenaikan insiden HDK. Penelitian terakhir membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan,

termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi

tromboksan dan aktivasi trombosit, serta mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

11

Page 12: 109968790 Laporan Kasus PEB

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak

ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeckampsia.

Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat

dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa

defisiensi kalsium pada diet wanita hamil mengakibatkan resiko terjadinya

preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda

tersamar, dengan membandingkan pemberian calcium dan placebo. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang

mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

7. Teori Stimulus Inflamasi

Redman (1999) menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia disebabkan

“kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan” yang biasanya

berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh “akivitas leukosit yang

sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya HDK

12

Page 13: 109968790 Laporan Kasus PEB

3.6. Preeklamsia Ringan (PER)

Definisi

Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya

perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi

endotel.1

Diagnosis

Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan :

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

b. Proteinuri ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ +1

c. Edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata (anasarka)

d. Timbul setelah 20 minggu kehamilan

Penatalaksanaan

a. Rawat Jalan Tirah baring dengan posisi miring

Tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior sehingga meningkatkan aliran darah balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Selain itu, tirah baring meningkatkan pula aliran darah rahim sehingga mengurangi vasospasme dan memperbaiki kondisi janin di dalam rahim.

Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, kemak, garam secukupnya

Roboransia

Tidak diberikan obat diuretik, antihipertensi, sedatif

Kunjungan ulang tiap 1 minggu

Pemeriksaan laboratorium : hb, ht, trombosit, fungsi ginjal, fungsi hepar, urin

Lengkap

b. Rawat Inap

Kriteria PER dirawat di rumah sakit adalah : 1

Tidak ada perbaikan tekanan darah dan proteinuria setelah 2 minggu rawat

jalan

Timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat

Pertumbuhan janin terhambat

13

Page 14: 109968790 Laporan Kasus PEB

Perawatan Obstetrik

a. Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )

Bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya

ditunggu sampai aterm

b. Pada kehamilan Aterm ( 37 – 40 minggu )

Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk

melakukan induksi persalinan pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.

c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

atau Partograf WHO

d. Cara persalinan

Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II

dengan cara pertus dengan bantuan forcep sehingga ibu tidak perlu mengejan.

3.7. Preeklamsi Berat (PEB)

Definisi

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan

tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.1

Diagnosis

Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan kriteria berikut :

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit

dan sudah menjalani tirah baring

Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif

Oliguria (produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam)

Kenaikan kadar kreatinin plasma.

Gangguan visus dan cerebal: penurunan kesadaran, nyeri kepala,dan pandangan kabur

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat teregangnya

kapsula Glisson)

Edema paru-paru dan sianosis.

Trombositopenia berat.

Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)

Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat.

14

Page 15: 109968790 Laporan Kasus PEB

Sindrom HELLP

Klasifikasi PEB

PEB terbagi menjadi 2 : 1,4

a. PEB tanpa impending eclamsia

b. PEB dengan impending eclamsia : PEB dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan

visus, muntah, nyeri epigastrium, dan peningkatan progresif tekanan darah

Penatalaksaanaan

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan

hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,

dan saat yang tepat untuk persalinan.

a. Terapi medisinal (terhadap penyakitnya)

1. Segera rawat inap di rumah sakit

2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

3. Pemberian cairan intravena

Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dextrose atau cairan garam faal,

jumlah tetesan : < 125 cc/jam

Atau Infuse Dextrose 5% Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus RL (60-

125 cc/jam) 500 cc.

4. Pasang DC : untuk mengukur output urin, oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam

5. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam6. Pemberian obat anti kejang

Golongan MgSO4 (Magnesium sulfat)

a. Loading dose : 4 gram MgSO4 : IV (20% dalam 10 cc) selama 10 menit

b. Maintenance dose : diberikan 4 atau 5 gram IM, 40% setelah 6 jam pemberian

loading dose. Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram IM tiap 4-6

jam.

c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:

Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1 gr

(10%dalam 10 cc) diberikan IV, 3 menit

Refleks patella (+) kuat. Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2

distress nafas.15

Page 16: 109968790 Laporan Kasus PEB

Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5 cc/kgbb/jam)

d. Magnesium sulfat dihentikan bila:

Ada tanda-tanda intoxikasi

Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir

Contoh obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang : diazepam dan fenitoin.

Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium sulfat.

7. Pemberian diuretik : bila terdapat edema paru, payah jantung kengestif, atau

anasarka. Pemberian diuretik dapat merugikan karena memperberat hipovolemia,

memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,

menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.

8. Pemberian antihipertensi

Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 110 mmHg. Contohnya adalah nifedipin. Dosis awal : 10 -20 mg,

ulangi 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam

b. Sikap terhadap kehamilannya

Sikap terhadap kehamilannya dapat berupa :

1. Konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan

pemberian pengobatan medikamentosa

2. Aktif : kehamilan diakhiri (terminasi) bersamaan dengan pemberian pengobatan

medikamentosa.

16

Page 17: 109968790 Laporan Kasus PEB

BAB IV

ANALISA KASUS

4.1. S (Subjektif)Pasien rujukan bidan dengan G1P0000 T/H/I hamil 38-39 minggu dengan tekanan darah

tinggi yaitu 160/100 . Pasien merasakan kencang-kencang, sudah keluar lendir darah dan

sudah ada rembesan air ketuban. Tekanan darah pasien mulai meningkat sejak usia

kehamilan 7 bulan. Sekitar 2 bulan terakhir kaki pasien mulai bengkak-bengkak. Frekuensi

buang air kecil lebih sering tapi sedikit-sedikit. Buang air besar lancar. Pasien belum

pernah mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya. Riwayat hipertensi (-),

riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-). HPHT tanggal 22 Januari 2015 dan

HPLnya tanggal 29 November 2015.

Tekanan darah tinggi yang dialami pasien mengarah pada pre-eklamsia karena

hipertensi terjadi umur kehamilan 20 minggu

Sudah dalam keadaan inpartu karena sudah mengalami kencang-kencang, keluar

lendir darah, dan rembesan air ketuban

Bengkak pada kaki/edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah

pada pre-eklamsia sehingga terjadi penimbunan cairan yang berlebihan di ruang

interstisial

4.2. O (Objektif)Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

TD : 160/100 mm Hg, tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg merupakan salah satu

tanda pre-eklamsi berat

Edema (+) pada ekstremitas inferior

Protein urin +3 : terjadi proteinuria

4.3. A (Assesment)

Diagnosis : G1P0000 gravid 38- 39 minggu dengan Pre Eklamsi Berat disertai edema

Ekstremitas.

17

Page 18: 109968790 Laporan Kasus PEB

Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi dengan

tekanan darahnya sistolik > 160 mmHg dimana tekanan darah pasien adalah 180/100 mmHg

disertai edema ekstremitas setelah kehamilan 20 minggu. Ditemukan pula edema pada

ekstremitas inferior dan hasil protein urin +2.

4.4. P (Planning)

Tujuan utama perawatan preeklamsia adalah mencegah kejang (terjadinya eklamsia),

perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.

Maka penatalaksanaan pada pasien ini adalah :

Rawat inap

Bertujuan untuk memudahkan pengawasan terhadap pasien agar keadaan pasien tidak

semakin memburuk/berbahaya

Pasang DC

Bertujuan untuk mengukur output urin karena pada pre-eklamsi berat dapat terjadi

oliguria

Pasang NST

a. Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran djj dalam hubungannya

dengan gerakan / aktivitas janin. Adapun penilaian NST dilakukan terhadap

frekuensi dasar djj (baseline), variabilitas (variability) dan timbulnya

akselerasi yang sesuai dengan gerakan / aktivitas janin (Fetal Activity

Determination / FAD).

b. Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus secara normal dan

apakah bayi menerima cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada usia

kandungan minimal 26-28 minggu, atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi.

c. Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya

dengan gerakan atau aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat

dilihat peningkatan frekuensi denyut jantung janin. Sebaliknya, bila janin

kurang baik, pergerakan bayi tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi denyut

jantung janin.

MgSO4 40 % 10 cc IM boka boki

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan asetilkolin pada rangsangan serat

saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular

membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium

18

Page 19: 109968790 Laporan Kasus PEB

akan menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif

inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam

darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini

tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklamsia atau eklamsia.

Nifedipin 3x10 mg

Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang menghambat influks kalsium pada sel

otot polos pembuluh darah dan miokard. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi yang akan menurunkan tekanan darah.

19

Page 20: 109968790 Laporan Kasus PEB

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, Abdul B., Rachimnadhi, Triatmojo, dan Winkjosastro, Gulardi H. editors.

2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

2. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on

High Blood Pressure in Pregnancy.2001.American Family Physician, 64, pp : 263-270

3. Kee-Hak Lim. 2014. Preeclampsia. Diakses pada tanggal 18 November 2015.

Available on http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#aw2aab6b2

4. Cunningham, F. Gary et al. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Volume 1. Jakarta:

EGC

20