109968790 Laporan Kasus PEB
-
Upload
ekiferdianto -
Category
Documents
-
view
148 -
download
17
description
Transcript of 109968790 Laporan Kasus PEB
BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit
untuk ditanggulangi.
Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan
suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada
kejadian eklampsia.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah
atau intra uterine fetal death (IUFD).1
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar
dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat
dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap
menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia,
sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu
segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan
bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin
mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan
eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2
Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih
dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara
maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk
melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih merupakan sebab
utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini
1
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu
segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Berdasarkan uraian di
atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus mengenai pasien dengan preeklampsia
berat. Kasus yang kami bahas yaitu pasien wanita, 28 tahun, dengan diagnosis masuk G1P0A0
gravid 31 minggu 5 hari belum inpartu + PEB + suspek IUFD + letak memanjang +
presentasi kepala.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. RY Nama suami : Tn. AS
Usia : 22 tahun Usia : 27 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Pare Alamat : Pare
No. MR : 48 6 41
II. ANAMNESIS (20-11-2015)
Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD ponek RSUD Pare jam 05.05 , rujukan bidan Susan dengan
G1P0000 ,UK: 37-38 minggu, impartu dengan PE.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan perut terasa kenceng-kenceng sejak kemarin sore ± jam 16.00,
sudah mengeluarkan lendir , sudah mengeluarkan darah ,serta mengeluarkan cairan jernih
± 01.00, pasien tidak merasa pusing, mual, muntah dan tidak ada nyeri ulu hati serta
pandangan kabur. Gerak bayi aktif.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-), DM (-), asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi (-), DM (-), asma (-).
Riwayat Haid :
Haid pertama ?? , HPHT 22-02-2015/29-11-20015, Taksiran persalinan 29-11-2015.
Riwayat Kontrasepsi : (-)
Riwayat Obat : Obat-obatan dari dokter pusekesmas
Riwayat Hamil Muda : Mual (+), muntah (+), tidak mengganggu aktifitas.
Riwayat Hamil Tua : perdarahan (-).
ANC : Ke bidan 1 kali 1 bulan
Riwayat G / P / A : 1 / 0 / 0
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Vital Sign
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Berat Badan : ??
Tinggi Badan : 156 cm
Kepala : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Dada : Paru : I = gerakan paru kanan dan kiri simetris
Pal = dalam batas normal
Per = sonor seluruh lapangan paru
Au = Rhonki / wheezing (-)
Jantung : I = ictus cordis tidak terlihat
Pal = ictus cordis teraba di SIC V
Per = batas jantung dalam batas normal
Au = reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema tungkai (+/+).
Status Obstetri
Mamae : Hiperpigmentasi areola dan papilla (+/+).
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit.tidak ada bekas luka operasi
Palpasi : Nyeri tekan (-),
Leopold:
TFU : 31 cm.
Letak : Kepala
Posisi : Membujur
4
Presentasi : Letak kepala
Penurunan kepala : H1
DJJ : (+) 125x/menit
HIS : (+).
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) normal.
VT : 3cm
EF : 40%
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (20/11/2015) Kimia Darah (20/11/2015)
Hb : 9,4 g/dl SGOT` : 19.5 IU/L
Ht : 32,7 vol % SGPT : 9 IU/L
Leukosit : 12.000/ul Glu : 68 mg/dl
Trombossit : 303.000 /ul Creatinin : 0,57 mg/dl
HBSAG : (-) BUN : 6 mg/dl
Anti HIV : Non reaktif Ureum : 13,2 mg/dl
Urin (20/11/2015)
Albumin : +++
Protein : +++
Hasil EKG (20/11/2015)
Normal
5
Hasil USG (20/11/2015)
TIH : Letak kepala, UK : 29/30 minggu
Plac : Corpus grade II , Cairan Amnion cukup , JK : Perempuan
TBJ : 1200
TP : 29-11-15
DIAGNOSIS KERJA
G1P0000 gravid 38/39 minggu T/H/I dengan PEB disertai dengan Edema Ekstremitas
V. PENATALKSANAAN / PLANNING TERAPI
A. Non Medikamentosa
MRS (masuk rumah sakit)
Pasang DC (Dyspossible Catether)
Miring satu sisi 45 drajat
NST (non stress test)
B. Medikamentosa
Rehidrasi RL
MgSO4 10cc boka,boki
Syarat Pemberian MgSo4:
1. Refleks patella normal
2. Respirasi > 16 menit
3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam
4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc
Nifedipin 3x 10mg
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Hipertensi Dalam Kehamilan
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG). Hipertensi adalah
suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik
minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan
tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu
6 jam.2
Hipertensi merupakan penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah satu
dari tiga penyebab morbiditas dan mortalitas ibu bersalin. Hipertensi dalam kehamilan terjadi
sebanyak 5-15 % pada kehamilan dan masih merupakan salah satu masalah yang signifikan
dalam ilmu kebidanan sampai saat ini.1
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) tidak jelas,
juga disebabkan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan
sistim rujukan yang belum sempurna. HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil,
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan HDK harus benar-benar dipahami oleh semua
tenaga medis baik dipusat maupun di daerah.1
3.2. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Report of the National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah : 2
1. Hipertensi kronis
2. Preeklamsia-eklamsia
3. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia
4. Hipertensi gestasional
3.3. Definisi
Definisi dari klasifikasi HDK adalah : 1
1. Hipertensi kronis : hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan
7
2. Preeklamsia : hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria
3. Eklamsia : preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma
4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia : hipertensi kronik disertai tanda-
tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestasional : hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau
kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia namun tanpa proteinuria
3.4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian HDK adalah : 1,3
1. Primigravida
2. Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, bayi besar, hidrops fetalis
3. Usia > 35 tahun
4. Obesitas
5. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklamsi/eklamsia
6. Riwayat diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal sebelum hamil
3.5. Ptofisiologi
Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dikemukakan tentang terjadinya HDK namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : 1,3
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri
spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedang
pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.
8
2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada HDK terjadi kegagalan
“remodeling arteri spirales“ yang menyebabkan iskemia plasenta. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan
atau radikal bebas merupakan senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia
adalah proses normal karena dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan
toxin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut
“toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi
oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
Anti-oksidan dibagi menjadi:
Antioksidan pencegah terbentuknya oksidan atau antioksidan enzymatik, misalnya:
transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation
Antioksidan pemutus rantai oksidan atau antioksidan non enzymatik misalnya:
vitamin E, vitamin C, dan β (beta) karotin.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada HDK
Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat
sedangkan antioksidan seperti vitamin E pada HDK menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidant peroksida lemak yag relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai
oksidant yang sangat toksis ini, akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah, dan
akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran
darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat
rentan terhadap oksidant radikal hodidroksil yang akan merubah menjadi peroksida
lemak.
9
c. Disfungsi sel endotel
Akibat terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang
kerusakannya dimulai dari membran sel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endothel. Keadaan ini disebut “disfungsi endothel” (endothelial dysfunction). Pada
waktu terjadi kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka
akan terjadi:
Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2).
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endothl yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endothel yang mengalami kerusakan. Agregrasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan
normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin
(lebih tinggi vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari
kadar prostasiklin sehinga terjadi vasokonstriksi dan terjadi kenaikan tekanan
darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).
Meningkatnya permeabilitas kapiler.
Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endothelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat
Rangsangan faktor koagulasi.
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya HDK terbukti dengan fakta
sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar dibanding dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya
HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDK
d. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya HDK
Pada wanita hamil normal, respon imun tidak menolak adanya ”hasil konsepsi” yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen protein G ” (HLA)
10
yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan “human leukocyte antigen
protein G ” atau placenta memproduksi “human leukocyte antigen protein G ” dalam
bentuk lain sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta. Pada HDK didapatkan kadar
sitokin dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang meningkat. Demikian juga didapatkan
“natural killer cells” dan aktivasi neutrofil yang meningkat. Kemungkinan terjadi
“Immune-Maladaptation” pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan,
wanita yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai
proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada HDK , terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor. Terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor, artinya daya refrakter pembuluh
darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti telah membuktikan, bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor pada HDK sudah terjadi pada trimester I
(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi HDK, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi
akan terjadinya HDK.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotip ibu lebih
menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotip janin. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26% anak wanitanya akan
mengalami preeklampsia pula, sedangkankan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
HDK. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia ke II.
Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden HDK. Penelitian terakhir membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan,
termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan dan aktivasi trombosit, serta mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
11
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeckampsia.
Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat
dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa
defisiensi kalsium pada diet wanita hamil mengakibatkan resiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda
tersamar, dengan membandingkan pemberian calcium dan placebo. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang
mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Redman (1999) menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia disebabkan
“kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan” yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh “akivitas leukosit yang
sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.
Gambar 1. Mekanisme terjadinya HDK
12
3.6. Preeklamsia Ringan (PER)
Definisi
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel.1
Diagnosis
Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan :
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
b. Proteinuri ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ +1
c. Edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata (anasarka)
d. Timbul setelah 20 minggu kehamilan
Penatalaksanaan
a. Rawat Jalan Tirah baring dengan posisi miring
Tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior sehingga meningkatkan aliran darah balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Selain itu, tirah baring meningkatkan pula aliran darah rahim sehingga mengurangi vasospasme dan memperbaiki kondisi janin di dalam rahim.
Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, kemak, garam secukupnya
Roboransia
Tidak diberikan obat diuretik, antihipertensi, sedatif
Kunjungan ulang tiap 1 minggu
Pemeriksaan laboratorium : hb, ht, trombosit, fungsi ginjal, fungsi hepar, urin
Lengkap
b. Rawat Inap
Kriteria PER dirawat di rumah sakit adalah : 1
Tidak ada perbaikan tekanan darah dan proteinuria setelah 2 minggu rawat
jalan
Timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat
Pertumbuhan janin terhambat
13
Perawatan Obstetrik
a. Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )
Bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya
ditunggu sampai aterm
b. Pada kehamilan Aterm ( 37 – 40 minggu )
Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.
c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
atau Partograf WHO
d. Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II
dengan cara pertus dengan bantuan forcep sehingga ibu tidak perlu mengejan.
3.7. Preeklamsi Berat (PEB)
Definisi
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.1
Diagnosis
Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan kriteria berikut :
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring
Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
Oliguria (produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam)
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan cerebal: penurunan kesadaran, nyeri kepala,dan pandangan kabur
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson)
Edema paru-paru dan sianosis.
Trombositopenia berat.
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)
Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat.
14
Sindrom HELLP
Klasifikasi PEB
PEB terbagi menjadi 2 : 1,4
a. PEB tanpa impending eclamsia
b. PEB dengan impending eclamsia : PEB dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah, nyeri epigastrium, dan peningkatan progresif tekanan darah
Penatalaksaanaan
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,
dan saat yang tepat untuk persalinan.
a. Terapi medisinal (terhadap penyakitnya)
1. Segera rawat inap di rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Pemberian cairan intravena
Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dextrose atau cairan garam faal,
jumlah tetesan : < 125 cc/jam
Atau Infuse Dextrose 5% Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus RL (60-
125 cc/jam) 500 cc.
4. Pasang DC : untuk mengukur output urin, oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam
5. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam6. Pemberian obat anti kejang
Golongan MgSO4 (Magnesium sulfat)
a. Loading dose : 4 gram MgSO4 : IV (20% dalam 10 cc) selama 10 menit
b. Maintenance dose : diberikan 4 atau 5 gram IM, 40% setelah 6 jam pemberian
loading dose. Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram IM tiap 4-6
jam.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:
Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1 gr
(10%dalam 10 cc) diberikan IV, 3 menit
Refleks patella (+) kuat. Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2
distress nafas.15
Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5 cc/kgbb/jam)
d. Magnesium sulfat dihentikan bila:
Ada tanda-tanda intoxikasi
Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir
Contoh obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang : diazepam dan fenitoin.
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium sulfat.
7. Pemberian diuretik : bila terdapat edema paru, payah jantung kengestif, atau
anasarka. Pemberian diuretik dapat merugikan karena memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.
8. Pemberian antihipertensi
Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg. Contohnya adalah nifedipin. Dosis awal : 10 -20 mg,
ulangi 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam
b. Sikap terhadap kehamilannya
Sikap terhadap kehamilannya dapat berupa :
1. Konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa
2. Aktif : kehamilan diakhiri (terminasi) bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa.
16
BAB IV
ANALISA KASUS
4.1. S (Subjektif)Pasien rujukan bidan dengan G1P0000 T/H/I hamil 38-39 minggu dengan tekanan darah
tinggi yaitu 160/100 . Pasien merasakan kencang-kencang, sudah keluar lendir darah dan
sudah ada rembesan air ketuban. Tekanan darah pasien mulai meningkat sejak usia
kehamilan 7 bulan. Sekitar 2 bulan terakhir kaki pasien mulai bengkak-bengkak. Frekuensi
buang air kecil lebih sering tapi sedikit-sedikit. Buang air besar lancar. Pasien belum
pernah mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya. Riwayat hipertensi (-),
riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-). HPHT tanggal 22 Januari 2015 dan
HPLnya tanggal 29 November 2015.
Tekanan darah tinggi yang dialami pasien mengarah pada pre-eklamsia karena
hipertensi terjadi umur kehamilan 20 minggu
Sudah dalam keadaan inpartu karena sudah mengalami kencang-kencang, keluar
lendir darah, dan rembesan air ketuban
Bengkak pada kaki/edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah
pada pre-eklamsia sehingga terjadi penimbunan cairan yang berlebihan di ruang
interstisial
4.2. O (Objektif)Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
TD : 160/100 mm Hg, tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg merupakan salah satu
tanda pre-eklamsi berat
Edema (+) pada ekstremitas inferior
Protein urin +3 : terjadi proteinuria
4.3. A (Assesment)
Diagnosis : G1P0000 gravid 38- 39 minggu dengan Pre Eklamsi Berat disertai edema
Ekstremitas.
17
Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi dengan
tekanan darahnya sistolik > 160 mmHg dimana tekanan darah pasien adalah 180/100 mmHg
disertai edema ekstremitas setelah kehamilan 20 minggu. Ditemukan pula edema pada
ekstremitas inferior dan hasil protein urin +2.
4.4. P (Planning)
Tujuan utama perawatan preeklamsia adalah mencegah kejang (terjadinya eklamsia),
perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
Maka penatalaksanaan pada pasien ini adalah :
Rawat inap
Bertujuan untuk memudahkan pengawasan terhadap pasien agar keadaan pasien tidak
semakin memburuk/berbahaya
Pasang DC
Bertujuan untuk mengukur output urin karena pada pre-eklamsi berat dapat terjadi
oliguria
Pasang NST
a. Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran djj dalam hubungannya
dengan gerakan / aktivitas janin. Adapun penilaian NST dilakukan terhadap
frekuensi dasar djj (baseline), variabilitas (variability) dan timbulnya
akselerasi yang sesuai dengan gerakan / aktivitas janin (Fetal Activity
Determination / FAD).
b. Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus secara normal dan
apakah bayi menerima cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada usia
kandungan minimal 26-28 minggu, atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi.
c. Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya
dengan gerakan atau aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat
dilihat peningkatan frekuensi denyut jantung janin. Sebaliknya, bila janin
kurang baik, pergerakan bayi tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi denyut
jantung janin.
MgSO4 40 % 10 cc IM boka boki
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan asetilkolin pada rangsangan serat
saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium
18
akan menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini
tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklamsia atau eklamsia.
Nifedipin 3x10 mg
Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang menghambat influks kalsium pada sel
otot polos pembuluh darah dan miokard. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi yang akan menurunkan tekanan darah.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, Abdul B., Rachimnadhi, Triatmojo, dan Winkjosastro, Gulardi H. editors.
2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
2. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy.2001.American Family Physician, 64, pp : 263-270
3. Kee-Hak Lim. 2014. Preeclampsia. Diakses pada tanggal 18 November 2015.
Available on http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#aw2aab6b2
4. Cunningham, F. Gary et al. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Volume 1. Jakarta:
EGC
20