PRESENTASI KASUS - Epistaksis

22
BAB II TNJAUAN PUSTAKA A. PENDAHULUAN Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri. 1,2 Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis. 1,3 Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. 2 B. DEFINISI Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan penyakit (1,3) . Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang 4

description

BAB II TNJAUAN PUSTAKA A. PENDAHULUAN Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri.1,2 Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada pe

Transcript of PRESENTASI KASUS - Epistaksis

Page 1: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga

hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis

bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90

% dapat berhenti sendiri.1,2

Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun,

sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka

kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang

bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum

dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada

orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.1,3

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan

perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.2

B. DEFINISI

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau

keluhan bukan penyakit (1,3). Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang

sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa.

Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara

efektif (3).

C. PATOFISIOLOGI

Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah

dan lanjut, terlihatperubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media

menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial

sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut

memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika

media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang

yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis

4

Page 2: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah

ini. (3)

Pengaruh Hipertensi terhadap vaskularisasi dan terjadinya epistaksis

Lebih dari setengah abad yang lalu, penelitian hipertensi telah

membentuk paradigma yang fokus pada regulasi sistem neuroendokrin

vasoaktif sistemik yang mengatur tonus vaskuler dan hemostasis cairan dan

elektrolit pada ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi disebabkan

oleh gangguan hemostasis pengaturan level hormon di sirkulasi dan

aktivitas sistem saraf simpatis. Dalam hal ini secara konseptual, pembuluh

darah sebagai sistem penerima pasif aksi sistemik faktor neuroendokrin.(8,9)

Sebuah konsep yang telah berkembang dalam patofisiologi hipertensi

adalah kontribusi perubahan struktur vaskuler (remodelling vaskuler).

Sekarang telah diketahui tonus dapat berubah melalui proses akut dan

pembuluh darah dapat merubah strukturnya melalui proses kronik sebagai

respon terhadap kondisi tertentu.(8,9)

Remodelling vaskuler adalah suatu proses adaptif sebagai respon

terhadap perubahan kronik pada kondisi hemodinamik atau faktor hormonal.

Substansi vasoaktif dapat meregulasi homeostasis vaskuler melalui efek

jangka pendek pada tonus vaskuler dan efek jangka panjang pada struktur

vaskuler. Ketidakseimbangan kedua hal inilah yang menimbulkan

vasokonstriksi dan hipertrofi vaskuler sehingga timbul hipertensi.(8,9)

Perubahan dalam migrasi sel dan proliferasi, perubahan matriks

adalah kunci terjadinya remodelling vaskuler. Pada hipertensi, perubahan

struktur pembuluh darah adalah yang mungkin bertanggung jawab atas

peningkatan tekanan dan aliran darah, ketidakseimbangan substansi

vasoaktif dan disfungsi endotel.(8,9)

Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meningkat dan

tekanan perifer normal, hal ini disebabkan oleh peningkatan aktifitas saraf

simpatik. Tahap selanjutnya curah jantung dan tekanan perifer meningkat

karena efek antiregulasi (mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan

hemodinamik yang normal) .(10)

5

Page 3: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

Pada hipertensi terjadi perubahan struktur pembuluh darah, sebagai

tanggapan terhadap peningkatan tekanan arterial. Dengan perubahan

struktur pembuluh darah demikian maka perbandingan lebar lumen

meningkat baik karena peningkatan massa otot atau karena pengaturan

unsur-unsur seluler dan bukan seluler. Kerusakan vaskuler akibat hipertensi

terlihat pada seluruh pembuluh darah perifer.(10)

Contoh-contoh klinis bentuk remodelling vaskuler meliputi

1. Pelebaran pembuluh darah yang berkaitan dengan kecepatan aliran darah

yang tinggi. Dapat terbentuk fistula arteriovena.

2. Hilangnya sel atau proteolisis matriks pembuluh darah akibat

pembentukan aneurisma.

3. Pengurangan massa dan ukuran pembuluh darah terjadi karena

pengurangan aliran darah jangka panjang.

4. Mikrosirkulasi yang jarang atau hilangnya area kapiler yang

menyebabkan meningkatnya kejadian hipertensi dan iskemia jaringan.

5. Arsitektur dinding pembuluh darah juga berubah yang meliputi

trombosis, migrasi dan proliferasi sel - sel vaskuler, produksi matriks dan

infiltrasi sel - sel inflamasi.

D. PEREDARAN DARAH

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna

dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak

pada cavum nasi melalui :

1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan

melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat

posterior dan dinding lateral hidung.

2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang

berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian

inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika

6

Page 4: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi

septum dan dinding lateral superior.

Gambar 1. Vaskularisasi Hidung

E. ETIOLOGI

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam

selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh

darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum

nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh

darah yang kaya anastomosis(4). Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab

lokal dan umum atau kelainan sistemik (3,4,5,6).

1. Lokal

a) Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan

sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul,

jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan

trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.

7

Page 5: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

b) Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma

spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan

intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,

Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan

epistaksis berat.

d) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan

telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's

disease). Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau

bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.

e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi

perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi

atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung

mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha

melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta

berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian

perdarahan.

f) Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau

lingkungan udaranya sangat kering.

2. Sistemik

a) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP,

diskrasia darah, obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan

fenilbutazon dapat pula mempredisposisi epistaksis berulang.

b) Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis,

nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan

8

Page 6: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan

prognosisnya tidak baik.

c) Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam

tifoid.

d) Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis,

kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari

hidung menyertai fase menstruasi.

e) Defisiensi Vitamin C dan K

f) Alkoholisme

g) Penyakit von Willebrand

F. LOKASI EPISTAKSIS

Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang

sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari

bagian anterior dan posterior.

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan

sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal

dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan)

dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana (3,5,6).

Gambar 2. Epistaksis Anterior

9

Page 7: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid

posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri,

sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering

ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular (3,5,6)

Gambar 3. Epistaksis Posterior

G. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan

belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya

perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah (5).

Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan

oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat

pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma

terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus

dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin

merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan

atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu

dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk.

10

Page 8: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi

pembekuan secara bermakna (6).

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,

speculum hidung dan alat penghisap/suction (bila ada) dan pinset bayonet, kapas,

kain kassa (6).

Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi

dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk

mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung

dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik

cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua

lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor

penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang

dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan

lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk

menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga

perdarahan dapat berhenti untuk sementara (3,5,7). Sesudah 10 sampai 15 menit

kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi (7).

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung

yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien

dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan

perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa (5,6):

a) Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan

konkha inferior harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien

dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan

neoplasma.

c) Pengukuran tekanan darah

11

Page 9: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,

karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering

berulang.

d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI

Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau

infeksi.

e) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan

penyakit lainnya.

f) Skrining terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu

tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.

g) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah

kesehatan yang mendasari epistaksis.

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.

Hal-hal yang penting dicari tahu adalah(1,4,5,6):

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar

dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :

12

Page 10: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

menghentikan perdarahan

mencegah komplikasi dan,

mencegah berulangnya epistaksis.

Kalau ada syok atau keadaan darurat lainya, perbaiki dulu kedaan umum

pasien(6). Tindakan yang dapat dilakukan antara lain: (3,6,7)

a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk

kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat

dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping

hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode Trotter).

Gambar 4. Metode Trotterc) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang

telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat

penghisap untuk membersihkan bekuan darah.

d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,

dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam

trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan

analgesia topikal terlebih dahulu.

e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,

diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang

diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga

dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan

lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke

13

Page 11: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal

perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.

Gambar 5. Tampon Anterior

f) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau

tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm

dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada

sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior)

* Teknik Pemasangan

Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares

anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui

mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat

pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung.

Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari

telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah

nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan

pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang

diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi.

Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui

14

Page 12: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi.

Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-

3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.

Gambar 6. Tampon Bellocq

g) Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan

balon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

Gambar 7. Tampon posterior dengan Kateter Foley

15

Page 13: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

Pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq) dapat menyebabkan

laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut

terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak

boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa

hidung atau septum.

h) Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik.

Akan tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.

i) Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat

diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus

dirujuk ke rumah sakit. Bila tampon anterior dan posterior gagal

mengendalikan epistaksis, perlu dilakukan ligasi arteri spesifik. Arteri

tersebut antara lain a.karotis eksterna, a.maksilaris interna dengan cabang

triminusnya a.sfenopalatina dan a.ethmoidalis posterior dan anterior. (1)

I. KOMPLIKASI

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha

penanggulangannya. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis

(karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena

darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia.

Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum,

serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui

mulut terlalu kencang ditarik.

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan

darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner

dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian

infus atau transfusi darah(6).

J. DIAGNOSIS BANDING

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah

mengalir keluar dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah,

16

Page 14: PRESENTASI KASUS - Epistaksis

perdarahan di basis cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid

ataupun tuba eustachius.

K. PENCEGAHAN

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya

epistaksis antara lain : (9)

1. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat

dibeli, pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat

tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok the garam ke dalam secangkir

gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.

2. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.

3. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan

masukkan cotton bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.

4. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.

5. Bersin melalui mulut.

6. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.

7. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti

aspirin atau ibuprofen.

8. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi

biasa.

9. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan

menyebabkan iritasi.

L. PROGNOSIS

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri.

Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat,

sering kambuh dan prognosisnya meragukan ke arah buruk (6).

17