epistaksis referat

14
BAB I PENDAHULUAN Hidung berdarah dalam istilah Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.1 Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namun jarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam dengan insiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus ini terbanyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita.2,3 Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis kebanyakan terjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan kauterisasi. Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih agresif termasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic cauterization. 1,3

description

epistaksis

Transcript of epistaksis referat

BAB IPENDAHULUANHidung berdarah dalam istilah Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxisatau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melaluilubang hidung. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tandaatau keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yangsangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktoretiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif..Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwapasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.1Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namunjarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam denganinsiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus initerbanyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita.2,3Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior danbagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dariarteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arterisphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis kebanyakanterjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan kauterisasi.Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih agresiftermasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic cauterization.1,3Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa jugasedikit dan berhenti sendiri. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlumemanggil dokter. Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.Pengobatan yang tepat pada kasus epistaksis adalah dilakukan penekanan padapembuluh darah yang berdarah. Hampir 90% kasus epistaksis anterior dapat diatasidengan tekanan yang kuat dan terus menerus pada kedua sisi hidung tepat diataskartilago ala nasi. Bila hal ini tidak berhasil maka diperlukan tindakan-tindakan lain.

BAB IIISI2.1 ANATOMI

Dikutip dari : http://www.aafp.org/afp/20050115/fig.htmlGambar 1. Anatomi vaskuler supplai darah septum nasi. Pleksus Kiesselbachs atauLittles area, merupakan lokasi epistaksi anterior paling banyak

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri karotis eksterna dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak padacavum nasi melalui :1) Arteri SphenopalatinaCabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatinayang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.2) Arteri palatina desendenMemberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivuspalatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotisinterna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior danposterior yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior.2.2 DEFINISI EPISTAKSISEpistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda ataukeluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangatmenjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologiharus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksissecara efektif.2.3 ETIOLOGIPerdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaputmukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darahPleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagiananterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kayaanastomosis. Epistaksis sering kali timbul spontan tanpa dapat ditelusuripenyebabnya. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum ataukelainan sistemik. Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu :1) Lokala) TraumaEpistaksis yang berhubungan dengan tauma biasanya mengeluarkan sekretdengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dansebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma padapembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.b) InfeksiInfeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik,seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.c) NeoplasmaEpistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit danintermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksisberat.d) Kelainan kongenitalKelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahantelangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler'sdisease).Dikutip dari : http://www.ajonline.org/cgi/contents/FIG.htmlGambar 2. Gambaran angiogram pada epistaksis akibat luka tembake) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisiperdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atauperforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderungmengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krustaberulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudianperdarahan.Dikutip dari: http://www.ajonline.org/cgi/contents/FIG.htmlGambar 3. Gambaran sagital MR pada solitary fibrous tumor dengan masa tumordan epistaksis dan Gambaran angiogram angiofibroma juvenil denganobstruksi hidung dan epistaksisf) Pengaruh lingkunganMisalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah ataulingkungan udaranya sangat kering.2) Sistemika) Kelainan darahMisalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.b) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, sepertipada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitusdapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat,sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.c) Infeksi sistemik akutDemam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam tifoid.d) Gangguan endokrinPada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis,kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidungmenyertai fase menstruasi.2.4 ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIKPasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan danbelakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinyaperdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnyaperdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidungsebelumnya. Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yangberkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung. Bila perlu, ditanyakan jugamegenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan dengan perdarahanmisalnya riwayat darah tinggi, arteriosclerosis, koagulopati, riwayat perdarahan yangmemanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan sepertikoumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokokdan minum-minuman keras.Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan denganhemoptysis atau hematemesis untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harusditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja..Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semuakotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku;sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempatdan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkankapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% ataularutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adre-nalin 1/1000 ke dalam hidung untukmenghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehinggaperdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidungdikeluarkan dan dilakukan evaluasi.Gambar 2. Obat-obat dan alat-alat yang diperlukan untuk tatalaksana epistaksisPasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidungyang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasiendengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikanperdarahan.Pemeriksaan yang diperlukan berupa:a) Rinoskopi anteriorPemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dankonkhainferior harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posteriorPemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien denganepistaksis berulang dan sekret hidung2.5 PATOFISIOLOGISecara anatomi, perdarahan hidung berasal dari arteri karotis interna yangmempercabangkan arteri etmoidalis anterior dan posterior, keduanya menyuplaibagian superior hidung. Suplai vaskular hidung lainnya berasal dari arteri karotiseksterna dan cabang-cabang utamanya. Arteri sfenopalatina membawa darah untukseparuh bawah dinding hidung lateral dan bagian posterior septum. Semua pembuluhdarah hidung ini saling berhubungan melalui beberapa anastomosis. Suatu pleksusvaskular di sepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan sebagiananastomosis ini dan dikenal sebagai little area atau pleksus Kiesselbach. Karena cirivaskularnya dan kenyataan bahwa daerah ini merupakan objek trauma fisik danlingkungan berulang maka merupakan lokasi epistaksis yang tersering.

Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yangmengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka padapembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.2.6 PENATALAKSANAANAliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam prosespembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi,lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk)untuk mengalirkandarah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidungbagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melaluimulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yangsama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokteruntuk bantuan. Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnyamukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hinggatiga kali sehari.Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkanpembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tamponhidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3hari.Tujuan pengobatan epistaksis adalah:- Menghentikan perdarahan.- Mencegah komplikasi- Mencegah berulangnya epistaksisHal-hal yang penting adalah :1. Riwayat perdarahan sebelumnya.2. Lokasi perdarahan.3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluardari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga6. Hipertensi7. Diabetes melitus8. Penyakit hati9. Gangguan koagulasi10.Trauma hidung yang belum lama11.Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazonPengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akutatau tidak.1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecualibila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.2.Menghentikan perdarahana. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan,perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan,kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit.b. Tentukan sumber perdarahan dengan memasangtampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain,serta bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah.13c. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapatdilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%,asam trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikananalgesia topikal terlebih dahulu.3. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukanpemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselinyang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yangdibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang cm, diletakkanberlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yangdipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama1-2 hari.Gambar 5. kauterisasi sumber perdarahanDikutip dari: http://www.aafp.org/afp/20050115/fig.html14Gambar 6. Tampon anterior4. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tamponBellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tamponharus menutup koana (nares posterior)Untuk memasang tampon Bellocq:- Dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dankemudian ditarik ke luar melalui mulut.- Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisitampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung.- Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuktangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring.- Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidungsehingga tampon posterior terfiksasi.- Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidakboleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untukmenarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengantampon Bellocq harus dirawat.15Gambar 7. Tampon Bellocq5. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley denganbalon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.Teknik sama dengan pemasangan tampon Bellocq.Gambar 8. Balon intranasal untuk mengontrol epistaksis166. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akantetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.7. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasidengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumahsakit.2.6 KOMPLIKASIKomplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau sebagaiakibat dari penanganan yang kita lakukan. Akibat dari epistaksis yang hebab dapatterjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkaniskemi cerebri, insufisiensi koroner dan infarkmiocard, hal-hal inilah yang17menyebabkan kematian. Bila terjadi hal seperti ini maka penatalaksaan terhadap syokharus segera dilakukan.Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostiumsinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secararetrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tamponposterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dansudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.18BAB IIIKESIMPULANEpistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang dapt berlangsung ringansampai seius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Pada umumnyaterdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalisanterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina danarteri ethmoid posterior.Pendarahan ini dapat berhenti sendiri atau sampai harus segera diberipertolongan. Pada kasus yang berat, pertolongan harus dilakukan di rumah sakitdengan orang yang yang berkompetensi pada bidang ini.Penentuan asal pendarahan pada kasus epistaksis sangat penting karenaberkaitan dengan cara penatalaksanaannya. Untuk menghentikan pendarahan inidapat dilakukan tampon anterior, kauterisasi dan tampon posterior.Komplikasi pada pemasangan tampon anterior adalah sinusitis, air mataberdarah dan sptikemia. Sedangakan komplikasi pada pemasangan tampon posterioradalah otitis media, haemotympanum, laserasi palatum molle dan sudut bibir. Apabilaterjadi perdarahan aktif pada saat perdarahan pada saat pemasangan tampon posteriormaka dilakukan ligasi arteri.19DAFTAR PUSTAKA1. Iskandar M : Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In: Cermin DuniaKedokteran No. 132, 2001. pp. 43-462. Corry JK, Timothy C. Management of Epistakxis, 2005.In: http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html3. Nguyen Q. Epistaxis, 2005. In : http://www.emedicine.com/ent/NASAL_AND_ SINUS_ DISEASES.html4. Elsie K, Vincent I, Nolan J. Epistaksis,Vaskular Anatomy, Origins andEndovaskular Treatment, 1999. In : http://www.ajonline.org/cgi/contents.html5. Nuty WN, Endang M. Epistaksis. In: Soepardi EA, Iskandar N (eds). Bukuajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2001.pp.125-29.6. American Family Physician > Vol. 71/No. 2 (January 15, 2005)http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html