PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari,...

25
PRESENTASI KASUS Bronkiolitis Oleh: Rynaldo Partogi 0906639890 Narasumber: Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp. A(K) MODUL KESEHATAN ANAK DAN REMAJA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2014

Transcript of PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari,...

Page 1: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

PRESENTASI KASUS

Bronkiolitis

Oleh:

Rynaldo Partogi

0906639890

Narasumber:

Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp. A(K)

MODUL KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA 2014

Page 2: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

1

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : An. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 1 bulan 4 hari

Tempat/Tanggal lahir : Tangerang, 14 Februari 2014

Agama : Islam

Warga negara, suku : WNI, Sunda

Alamat : Serdang Wetan, Legok, Kabupaten Tangerang

Nomer RM : 13064684

Nama Orang Tua : Tn. S dan Ny. R

Caretaker : Ayah kandung

Kebangsaan : Indonesia

Alloanamnesis : Ayah dan Ibu kandung pasien

Tanggal masuk : 27 Maret 2014 pukul 23:29WIB

Tanggal pemeriksaan : 1 April 2014 pukul 06.35 WIB

Keluhan Utama

Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam yang

muncul di sore hari. Demam naik mendadak, dengan suhu yang tidak diukur oleh orang

tua pasien, namun dirasakan tidak terlalu tinggi. Keluhan demam disertai dengan batuk

berdahak, pilek, dan muntah. Batuk berdahak berwarna putih dan kental, namun tidak

ada darah. Tidak ada mencret, Muntah dialami pasien sebanyak 3 kali dalam sehari,

berisi ASI yang diminum oleh pasien. Pasien kemudian dibawa ke bidan dan diberikan

obat. Orang tua pasien tidak mengingat nama obatnya, namun setelah minum obat

dirasakan keluhan tidak membaik, yaitu pasien tetap mengalami demam, batuk

berdahak, dan pilek.

Page 3: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

2

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien masih mengalami demam

sehingga ibu pasien membawa pasien ke puskesmas. Pasien diberikan obat dari

puskesmas, namun ibu pasien tidak ingat nama obatnya. Obat yang diingat hanya

paracetamol. Demam turun setelah ibu pasien memberikan paracetamol. Keluhan batuk

berdahak, pilek, dan muntah masih ada. Batuk berdahak berwarna putih kental, tidak

ada darah. Muntah dialami pasien sebanyak 3 kali dalam sehari berisikan ASI yang

diminum oleh pasien. Pasien tampak gelisah, namun tidak minum seperti orang

kehausan.

Pasien kemudian mengalami sesak yang ditandai dengan napas yang cepat dan

disertai tarikan otot-otot di dada dan perut. Sesak tidak membaik atau memburuk

dengan perubahan posisi. Tidak ada biru pada pasien maupun pucat. Tidak ada bunyi

ngik-ngik maupun bunyi seperti orang mengorok. Pasien kemudian dibawa ke IGD

RSUD Tangerang dan dikatakan biru pada bibir pasien. Tidak ada riwayat kejang

maupun diare pada pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak ada riwayat

batuk maupun pilek sebelumnya, tidak riwayat suara napas berbunyi ngik-ngik maupun

seperti mengorok. Tidak ada riwayat ruam kemerahan pada kulit.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit asma. Tidak ada anggota

keluarga pasien yang tinggal satu rumah yang memiliki keluhan sama dengan pasien.

Ibu pasien diketahui mengalami pilek sejak 1 minggu sebelum pasien masuk rumah

sakit, dan keluhan pilek berhenti 4 hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Tidak ada

anggota keluarga kandung yang memiliki alergi terhadap makanan, obat-obatan,

maupun zat-zat tertentu.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Lingkungan Keluarga

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah kandung pasien bekerja

sebagai karyawan swasta, sedangkan ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakak pasien. Ayah pasien sering merokok,

namun jarang merokok di dalam rumah. Kondisi lingkungan rumah pasien tidak terlalu

padat, ventilasi di rumah pasien kurang baik. Jaminan yang digunakan adalah BPJS.

Page 4: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

3

Tidak ada tetangga maupun warga sekitar rumah pasien yang memiliki keluhan sama

dengan pasien.

Riwayat Kehamilan

Pasien merupakan anak kedua dari pernikahan pertama. Selama hamil, ibu

pasien tidak pernah mengalami batuk, pilek, maupun demam. Ibu pasien tidak memiliki

hipertensi maupun diabetes selama kehamilan. Tidak ada penyulit selama ibu pasien

hamil. Ibu pasien rutin kontrol ke bidan selama hamil dan sudah pernah USG. Ibu

pasien juga makan teratur dan minum vitamin dari bidan selama hamil.

Riwayat Kelahiran

Pasien lahir ditolong oleh dokter di RSUD Tangerang. Pasien lahir spontan,

kurang bulan (8 bulan), dengan berat lahir 2300 gram dan panjang badan serta lingkar

kepala yang tidak diingat oleh ibu pasien. Pasien langsung menangis, tidak tampak biru,

tidak pucat, tidak kuning, tidak kejang, nilai APGAR tidak diketahui. Tidak ada

penyulit saat kelahiran.

Riwayat Nutrisi

Pasien hingga saat ini masih minum ASI setiap 2 jam sekali. Tidak ada diare,

mual, maupun muntah.

Riwayat Tumbuh Kembang

Saat ini pasien masih belum bisa tengkurap maupun mengeluarkan kata atau

suku kata.

Riwayat Imunisasi

Pasien baru mendapatkan vaksinasi Hepatitis B saat pasien baru lahir, dan OPV

saat pasien pulang dari rumah sakit.

Pemeriksaan Fisik (1 April 2014)

Antropometrik

Berat badan= 3,2 kg

Panjang badan = 49 cm

LLA = 9,5 cm

Lingkar kepala = 37,5 cm

Page 5: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

4

Status Nutrisi BB/U = Z-score < -2 SD

PB/U = -2 < Z-score <0

BB/TB= Z-score 0

LLA/U = 0 < Z-scores <1

Kesimpulan: gizi cukup

Kesadaran Kompos mentis

Keadaan umum

Tekanan darah

Tampak sakit sedang, bergerak aktif

84/50 mmHg

Denyut nadi 152x/ menit, kuat, teratur, isi cukup, equal

Laju napas 68x/ menit, reguler, dalam, abdominotorakal

Suhu 36,7°C di axilla

Kepala Normosefal, tidak ada deformitas, rambut hitam, tidak mudah

dicabut, tersebar merata, ubun-ubun belum menutup dan tidak

cekung.

Mata Mata tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,

pupil isokor, RCL positif/positif, RCTL positif/positif.

Hidung Tidak ada deformitas, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada

deviasi septum, tidak ada edema maupun hipertrofi konka.

Mulut Mukosa lembab, belum ada gigi, tidak ada oral trust, tonsil T1/T1,

arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior tidak

hiperemis.

Telinga Tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan tragus maupun aurikula,

liang telnga lapang, tidak ada serumen, tidak ada sekret, membran

timpani intak, refleks cahaya membran timbani kanan di jam 5, kiri

di jam 7.

Leher KGB tidak teraba membesar, JVP tidak dapat dinilai.

Paru Inspeksi: tidak ada kelainan bentuk dada, pergerakan dada simetris

saat statis dan dinamis, terdapat retraksi m.interkostalis dan

subcostal.

Palpasi: fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi: sonor/sonor

Auskultasi: bronkovesikuler/beronkovesikuler, terdapat wheezing

Page 6: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

5

saat ekspirasi pada 1/3 basal paru kanan dan kiri, terdapat rhonki

basah kasar di 2/3 basal paru kanan. Wheezing terdengar lebih

dominan dibandingkan rhonki.

Jantung Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga IV linea midklavikula kiri,

tidak ada heaving, lifting, maupun thrilling

Perkusi: tidak dilakukan.

Auskultasi: BJ I dan II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Abdomen Inspeksi: datar, lemas, tidak terdapat venektasi

Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi: timpani

Auskultasi: bising usus (+) normal, 5 kali per menit.

Punggung Tidak terdapat gibbus, tidak terdapat deformitas lainnya

Genital Tidak ada kelainan, tidak ada eritema pada daerah genital, orificium

uretra eksterna tidak hiperemis.

Anus Tidak tampak hiperemis, tidak ada massa, tidak ada fissura

Extremitas Tidak ada edema, tidak ada deformitas, akral hangat, CRT <2 detik.

Tidak terdapat wasting, clubbing finger, maupun baggy pants.

Kulit Tidak ada kelainan, turgor kulit baik.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Jenis Pemeriksaan 28/03/2014 Nilai rujukan

Hematologi

Darah perifer lengkap

Hb 11,5 g/dl 11-16

Ht 33% 31-43

Leukosit 12.200/µl 5000-13.500

Trombosit 652.000/µl 150.000-450.000

Analisis gas darah

pH 7,413 7,35-7,45

Page 7: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

6

Foto rontgen AP 28 Maret 2014

Intensitas cukup, simetris, inspirasi cukup.

Mediastinum tidak melebar.

Jantung: kesan jantung tidak membesar, batas jantung kiri jelas, batas jantung

kanan kurang jelas.

Paru: Tampak perselubungan hiller dan perihiler kanan, tampak peningkatan

corakan bronkovaskuler, tampak adanya bercak kosolidasi yang tersebar, tampak

pCO2 41,4 35-45

pO2 89,1 80-100

SaO2 96,9% 96-97

HCO3 25,5 22-26

BE 1,1 -2,5 – (+)2,5

Page 8: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

7

adanya atelektasis lobus medius.

Diafragma: sinus kostofrenikus dan hemidiafragma kanan dan kiri baik.

Kesan: bronkiolitis dengan diagnosis banding pneumonia.

Diagnosis Banding

Bronchiolitis

Pneumonia

Rencana Tatalaksana

- O2 nasal kanul 2 liter per menit.

- IVFD N5 + KCl (10) 12 tetes per menit.

- Pemasangan NGT

- Cefotaxime 2 x 160 mg I.V

- Dexamethasone 3 x 1mg I.V

- Diet: ASI 6x30 ml per NGT

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Page 9: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Dispnea

Sesak napas atau disebut juga dispnea, merupakan penderitaan mental berupa

rasa tidak nyaman yang dirasakan secara sadar dan subyektif saat bernapas yang

diakibatkan oleh pernapasan yang sulit dan berat sehingga terjadi ketidakmampuan

ventilasi untuk memenuhi kebutuhan udara.1,2

Dispnea diklasifikasikan menjadi

gangguan aliran dan volume, baik intra maupun ekstra toraks.1

Adanya sensasi respiratorik disebabkan oleh interaksi antara sistem saraf eferen

dan aferen di otak.3,4

Pada sistem saraf eferen (motorik), adanya gangguan pada pompa

ventilasi dapat menyebabkan peningkatan kerja dari sistem pernapasan sehingga terjadi

suatu sensasi terhadap adanya peningkatan usaha untuk bernapas.1,4,5

Gambar 1. Patofisiologi dipnea.

Sumber: Manning HL, Schwartzstein RM. Pathophysiology of dispnea. NEJM; 1995; 333(23): 1547-1552

Hal lain yang dapat menyebabkan dispnea adalah rasa kekurangan udara, yang

akan meningkatkan aktivitas pernapasan dan sensasi dari sesak di dada yang muncul

kemungkinan akibat stimulasi reseptor vagal – irritant.3,4

Meskipun informasi afferent

atau sensorik dari reseptor saluran pernapasan, paru – paru, dan dinding dada melalui

batang otak terlebih dahulu sebelum ke korteks sensorik, terdapat jalur bypass yang

Page 10: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

9

dapat langsung menghubungkan saraf afferent dengan korteks sensorik tanpa melalui

batang otak.4

Penyebab dispnea dapat dibedakan berdasarkan waktu, yaitu akut dan kronik.

Dispnea akut disebabkan oleh asma, edema paru, pneumotoraks spontan, ARDS, efusi

pleura, perdarahan pada paru, trauma dinding dada dan struktur intratoraks, emboli

paru, dan pneumonia. Sedangkan dispnea yang kronik dapat disebabkan oleh anemia

berat, gangguan hipersensitivitas, gagal jantung kiri, PPOK, fibrosis interstitial, efusi

pleura, dan penyakit vaskular paru.1,3,4

Terdapat perbedaan sensasi respiratori

berdasarkan kondisi yang dialami oleh pasien. Perbedaan tersebut digambarkan pada

tabel 1.

Tabel 1. Sensasi pernapasan terkait kondisi – kondisi tertentu.

Sumber: Manning HL, Schwartzstein RM. Pathophysiology of dispnea. NEJM; 1995; 333(23): 1547-1552

Hal yang perlu ditanyakan pada kasus sesak, antara lain adanya hubungan sesak

napas dengan waktu, yaitu apakah lebih berat saat malam atau pagi hari, posisi tidur

pasien, dan aktivitas fisik. Selain itu perlu ditanyakan keluhan lain yang menyertai

sesak napas, seperti batuk, napas berbunyi, nyeri dada, biru di daerah bibir dan ujung

jari, riwayat muntah atau tersedak.1

II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

Infeksi pada saluran pernapasan akan menyebabkan obstruksi pada saluran-

saluran napas kecil dan nekrosis pada sel-sel yang melapisi saluran napas bawah,

Page 11: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

10

sehingga menyebabkan “air trapping” dengan ekspirasi yang memanjang. Sumber

infeksi biasanya berasal dari anggota keluarga yang mengalami penyakit respirasi

minor. Wheezing muncul akibat adanya bronkospasm, inflamasi mukosa, dan edema.

Penampakan klinis pada anak berupa peningkatan usaha napas, peningkatan laju

respirasi, dan wheezing. Jika infeksi yang terjadi berat, dapat ditemukan adanya retraksi

interkostal dan tanda-tanda dari impending respiratory failure.6,7

Bayi dengan distress pernapasan biasanya dirawat. Terapi yang diberikan

bersifat suportif dan membutuhkan tambahan pemberian oksigen jika saturasi oksigen

berada di bawah 90%. Elevasi kepala memfasilitasi pergerakan napas dan menghindari

kompresi saluran pernapasan. Karena infeksi ini merupakan infeksi virus, antibiotic

tidak efektif dan hanya diberikan jika terdapati infeksi sekunder bakteri. Dehidrasi dapat

terjadi sebagai akibat dari insensible water loss karena laju pernapasan yang cepat dan

adanya kesulitan makan. Oleh karena itu diperlukan pemantauan dan pemberian hidrasi

yang adekuat.6

Jika anak mengalami distress pernapasan dan hidrasi yang adekuat tidak

tercapai, maka diperlukan pemberian cairan intravena. Proses penyembuhan biasanya

mulai pada 48 jam pertama sampai 72 jam dan berlangsung secara cepat dan penuh.

Cuci tangan yang adekuat diperlukan untuk mencegah infeksi nosokomial dari virus

syncytial pernapasan.6

Gangguan pernapasan pada bayi dan anak yang masih kecil seringkali terjadi

mendadak, dan mengalami perbaikan penuh dalam waktu yang cepat. Anak beresiko

mengalami obstruksi saluran napas dan gagal napas jika mengalami obstruksi atau

infeksi paru. Anak dengan epiglottitis beresiko mengalami obstruksi saluran napas.

Anak dengan bronkiolitis beresiko mengalami gagal napas akibat gangguan pertukaran

gas.6,7

III. Bronkiolitis

2.1 Definisi

Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorius bawah akut yang ditandai

dengan adanya inflamasi pada bronkiolus, yang terjadi pada anak dibawah 2 tahun.

Umumnya, penyebab infeksi yang paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus

(RSV) yang menyerang saluran napas bawah. Secara klinis ditandai dengan episode

Page 12: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

11

pertama wheezing pada bayi yang didahului dengan gejala IRA.6,7,9

2.2 Etiologi

Sekitar 95% dari kasus yang ada, secara serologis terbukti disebabkan oleh

invasi RSV. Terdapat penyebab lain seperti adenovirus, virus influenza, virus

parainfluenza-3, rhinovirus, dan mikoplasma. Meskipun demikian, belum ada bukti kuat

bahwa bronkiolitis disebabkan oleh bakteri.7,9

2.3 Epidemiologi

Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi pernapasan tersering pada bayi.

Kejadian tersering terjadi pada usia 2 sampai 24 bulan, dengan puncak 2 sampai 8

bulan. 95% kasus di antaranya terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, dengan 75%

di antaranya terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, bronkiolitis

lebih sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 sampai 6 bulan yang tidak mendapatkan

ASI, dan hidup di lingkungan pada penduduk. Bronkiolitis lebih banyak terjadi pada

laki-laki, yaitu sekitar 1,25 sampai 1,6 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.

Ditemukan juga bahwa 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki.7

Insidensi dari bronkiolitis meningkat seiring bertambahnya tahun di seluruh

dunia. Lama perawatan yang dibutuhkan berkisar selama 2 sampai 4 tahu, kecuali pada

bayi prematur dan yang memiliki penyakit jantung bawaan. Penyakit ini kan menjadi

lebih berat pada bayi-bayi muda. Hal ini ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi

O2 pada bayi yang terpapar asap rokok pascanatal. Terdapat beberapa prediktor lain

untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi, yaitu masa gestasi

<34 minggu, usia <3 bulan, sianosis, saturasi oksigen <90%, laju pernapasan >70 kali

per menit, adanya rhonki, dan riwayat dysplasia bronkopulmoner.6

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada negara-negara berkembang

dibandingkan dengan negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status

gizi dan ekonomi, kurangnya tinjauan medis, serta kepadatan penduduk di negara

berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat

adalah 1-3%.6

2.4 Patofisiologi

Orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih tua memiliki toleransi terhadap

edema bronkial yang lebih baik dibandingkan pada bayi, dan tidak menunjukkan

Page 13: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

12

manifestasi gambaran klinis bronkiolitis. Karena resistensi terhadap aliran udara pada

tabung berbanding terbalik terhadap pangkat empat dari radius, bengkak minor

sekalipun pada bayi dapat mengakibatkan perubahan yang cukup besar pada aliran

udara.7,9

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus akan memicu respon inflamasi akut,

yang ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan

debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfoit

peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik

dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa

akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki

penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase

inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama

ekspirasi, maka terjadi air trapping dan hiperinflasi. Atelektasis dapat terjadi pada saat

terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.6,7

Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan

kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

(ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya

hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida

(hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju

respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan (work of

breathing) akan meningkat selama end-expiratory lung volume meningkat dan

compliance paru menurun. Hiperkapnea baru terjadi jika respirasi mencapai 60 kali per

menit.6,7,8

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti

setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.6

2.5 Diagnosis

Penegakkan diagnosis bronchiolitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan laboratorium. Dari ketiga komponen ini, perlu dipikirkan juga kemungkinan

diagnosis banding yang lain, seperti asma, bronkitis, gagal jantung kongestif, dan edema

paru yang memiliki gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yang menyerupai

bronkiolitis pada anak. Penting untuk memperhatikan epidemiologi, rentang usia

terjadinya kasus, dan musim-musim tertentu dalam satu tahun.7,8,9

Page 14: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

13

3.5.1 Anamnesis

Pada anak usia di bawah 2 tahun, dari anamnesis didapatkan adanya gejala

infeksi saluran napas atas ringan akibat virus, seperti pilek ringan disertai rinorea, batuk,

dan demam. Demam biasanya tidak ada, namun jika ada, biasanya berkisar antara

38,5oC sampai 39

oC atau subfebris. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang

disertai dengan sesak napas yang makin hebat, yaitu bernapas dangkal dan cepat.

Kemudian dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi,

muntah setelah batuk, rewel, dan sulit makan karena terganggu oleh takinea yang

dialami oleh pasien.7,8,9

3.5.2 Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya dispnea dengan expiratory effort,

takipnea, takikardia, dan peningkatan suhu di atas 38,5oC. Usaha-usaha pernapasan

yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas cuping

hidung dan retraksi interkostal. Menangis dan makan dapat memperberat tanda ini.

Dapat ditemukan juga konjungtivitis ringan dan faringitis. Adanya obstruksi pada

saluran napas bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekpirasi

memanjang hingga wheezing.7,8,9

Wheezing lebih dominan, namun tidak terdengarnya wheezing bukan berarti

tidak ada obstruksi. Wheezing dan crackles dapat atau tidak dapat muncul, bergantung

pada derajat obstruksi saluran napas. Pada bayi dengan obstruksi saluran napas berat,

wheezing berkurang seiring dengan berkurangnya aliran udara. Biasanya fase kritis dari

penyakit ini terjadi pada 48 sampai 72 jam. Jika obstruksi hebat, suara napas nyaris

tidak terdengar. Selain itu, dapat juga ditemukan rhonki pada auskultasi paru, yaitu

rhonki basah halus nyaring pada akhir atau awal ekspirasi. Sianosis sekitar hidung dan

mulut dapat terjadi, dan apabila gejala memberat, dapat terjadi apnea, terutama pada

bayi berusia <6 minggu.7,8,9

Tanda-tanda distress pernapasan dan impending respiratory failure pada bayi dan

anak yang masih kecil:6

1. peningkatan signifikan dari usaha bernapas, termasuk retraksi berat atau

grunting, penurunan gerakan dada.

Page 15: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

14

2. Sianosis yang tidak membaik dengan pemberian oksigen.

3. HR ≥150 kali per menit.

4. bernapas sangat cepat, yaitu >60 kali per menit pada bayi baru lahir sampai usia

6 bulan; atau lebih dari 30 kali per menit pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun.

5. Depresi napas berat, yaitu ≤20 kali per menit.

6. Retraksi pada area supraklavikula, sternum, epigastrium, dan interkostal.

Retraksi lebih terlihat pada anak dibandingkan dewasa karena anak memiliki

dada yang lebih compliant?

7. Cemas dan agitasi yang ekstrim.

8. Penurunan kesadaran.

3.5.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah tidak khas karena jumlah leukosit biasanya normal, demikian

pula pada elektrolit. Analisis gas darah diperlukan untuk anak dengan sakit berat,

khususnya yang menggunakan ventilator mekanik. Pada analisis gas darah dapat

memberikan gambaran adanya hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis

metabolik atau respiratorik.7,9

Pada foto rontgen diperoleh gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan

diameter anteroposterior membesar, dan infiltrat/bercak konsolidasi yang tersebar

(patchy infiltrate). Namun, gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma,

pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Gambaran lain yang dapat ditemukan adalah

gambaran normal, atelektasis, dan kolaps segmenta. Atelektasis terutama pada saat

konvalesens akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping,

diafragma datar, dan peningkatan diameter antero-posterior.7,8,9

Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection tests

(direct immunofluoresence assay dan enzyme-linked immunosorbent assays, ELISA)

atau Polymerase Chain Reaction (PCR), dan pengukuran titer antibodi pada fase akut

dan konvalesens.6,7

Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Skala klinis yang

digunakan ada beberapa macam, yaitu Respiratory Distress Assays Instrument (RDAI)

atau modifikasinya yang mengukur laju pernapasan/respiratory rate (RR), usaha napas,

beratnya wheezing, dan oksigenasi.6

Page 16: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

15

Skala klinis yang digunakan Abdul-Ainine dan Luyr adalah:7

1. RR dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan dada, dilakukan

selama 1 menit penuh, dua kali penghitungan dan diambil rata-ratanya.

2. HR diambil dari pulse oksimeter yang dibaca lima kali selama pengamatan 1

menit, diambil rata-ratanya.

3. Saturasi O2 diambil dari pulse oksimeter yang dibaca lima kali selama

pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.

4. Respiratory Clinical Status (RDAI) menurut Lowell dkk.

5. Status aktivitas bayi (empat tingkat, yaitu tidur, tenang, rewel, dan menangis).

Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dopson, menilai skor sebagai berikut:7

1. Keadaan umum: diberi skor 0 (tidur) hingga 4(sangat rewel).

2. Penggunaan otot bantu napas: skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi

berat).

3. Wheezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan

ekspiratorik)

2.6 Tatalaksana

Tatalaksana bronkiolitis masih kontroversial. Sebagian besar tatalaksana

bronkiolitis bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi,

cairan intravena, kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi

oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu, baru digunakan

bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan

pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline (polyclonal), atau humanized

RSV monoclonal antibody (Palivizumab).7,9,10,11

Berikut tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien bronkiolitis:7,8,11

1. Oksigen 1-2 liter per menit dengan nasal kanul.

2. Cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dengan infus). Pada bayi >1bulan

diberikan infus dextrose 10%:NaCl 0,9% = 3:1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan.

Sedangkan pada neonatus diberikan dextrose 10%:NaCl 0,9% = 4:1+KCl 10

mEq/500 ml. Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu, dan

status hidrasi.

3. Koreksi asam-basa yang timbul.

Page 17: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

16

4. Antibiotik dapat diberikan:7,12

- Untuk community acquired

1. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.

2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian.

- Untuk kasus hospital acquired dapat diberikan sefotaksim 100

mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.

- Lama pemberian antibiotic 7-10 hari atau sampai 4-5 hari bebas demam.

5. Bronkodilator.7,11,13

Pemberian bronkodilator masih kontroversial. Beberapa literatur menunjukkan

bahwa terdapat perbaikan skor klinis pada janga pendek, naumn tidak terdapat

perbaikan pada oksigenasi atau angka perawatan di rumah sakit. Hingga saat ini

bronkodilator masih digunakan secara luas untuk bayi-bayi dengan bronkiolitis.

Pemberian bronkodilator ini didasari oleh pemikirian:

- Kerja konstriktor β-adrenergik sebagai dekongestan mukosa, mebatasi

absorbsinya, dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada

ventilation-perfusion matching.

- Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik.

- Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi.

- Efek fisiologis antihistamin yang melawan efek histamine seperti edema.

- Mengurangi sekresi kataral.

Pada pasien bronkiolitis dapat diberikan normal saline atau β-agonis untuk

memperbaiki bersihan mukosilier.

6. Kortikosteroid.

Kortikosteroid yang digunakan adalah prednisone, prednisolon, metilprednison,

hidrokortison, dan deksametasone. Sebenarnya, penggunaan kortikosteroid ini

masih perlu dipertimbangkan. Dari beberapa penelitian dan meta-analisis

diperoleh kesimpulan bahwa pemberian kortikotsteroid baik secara oral,

inhalasi, intramuscular, maupun intravena tidak berbeda secara signifikan

dengan kelompok yang tidak mendapatkan steroid. Pemberian steroid ini

diketahui memberikan hasil yang bermakna jika diberikan pada anak dengan

predisposisi asma. Namun, karena faktor predisposisi ini tidak dapat

diidentifikasi sebelumnya, maka diperlukan pertimbangan dalam pemberian

Page 18: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

17

steroid pada bayi dengan bronkiolitis. Dosis deksametason yang digunakan

adalah 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.7,8,11

7. Ribavirin.

Ribavirin merupakan suatu purin nucleoside derivate guanosine sintetik yang

bekerja mempengaruhi pengeluaran mRNA virus yang mencegah sintesis

protein. Pemberian ribavirin pada awalnya diharuskan oleh AAP, namun direvisi

kembali sehingga menjadi “dapat dipertimbangkan”. Dari beberapa literatur

diperoleh keterangan bahwa penggunaan ribavirin tidak memberikan hasil yang

sangat signifikan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya efek positif, namun

perbedaannya sangat kecil dibandingkan dengan kelompok yang tidak

mendapatkan ribavirin. Namun, telah dibuktikan bahwa pemberian ribavirin

sebelum 5 hari dari gejala awal dapat memperbaiki fungsi paru yang ditandai

dengan berkurangnya wheezing, penyakit saluran respiratori reaktif, dan

pneumonia.7

8. Terapi suportif.

- Heliox7

Merupakan campuran dari helium dan oksigen. Heliox digunakan sejak tahun

1935 oleh Barach sebagai terapi untuk asma berat dan sumbatan saluran napas

atas. Namun, karena hasilnya yang controversial, heliox tidak digunakan secara

luas. Efek positif dari heliox ini adalah densitasnya yang lebih rendah daripada

campuran udara dan oksigen, sehingga mengurangi tekanan dorong yang

dibutuhkan pada aliran turbulen dan mempertahankan aliran laminar. Hal ini

akan mengurangi kerja respirasi dengan mengurangi tahanan aliran udara.

Pada bayi dengan bronkiolitis karena RSV derajat sedang-berat, heliox akan

memperbaiki status respirasi secara klinis, yang ditunjukkan dengan perbaikan

skor klinis serta berkurangnya takikardia dan takipnea. Respon yang baik ini

terlihat pada jam pertama dan berlangsung selama terapi heliox diberikan. Akan

tetapi, perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) tidak dapat diturunkan

meskipun pasien mendapatkan heliox.

- Recombinant Human Deoxyribonuclease 1 (rhDNase 1)7

Patofisiologi dari bronkitis adalah inflamasi, edema, dan produksi mukus akan

menyebabkan mucous plug. Sebagian atau seluruh saluran napas dapat

Page 19: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

18

tersumbat, kemudian udara dapat terperangkap sehingga dapat terjadi

hiperinflasi atau atelektasis. Oleh karena sel-sel inflamasi mengalami lisis, maka

terbentuk banyak DNA pada mucous plug. DNA akan menyebabkan

peningkatan viskositas dan meningkatkan daya lekat sekret. Oleh karena itu,

rhDNase dapat digunakan sebagai mukolitik yang efektif, dan hal ini sudah

dibuktikan pada fibrosis kistik. Nasr melakukan suatu randomized controlled

trial, yaitu nebulisasi rhDNase solusion 1 mg/,l pada 2,5 ml pelarut (terdiri dari

150 mM NaCl, 1,5mM CaCL dengan pH 6) satu kali per hari selama 5 hari

dibandingkan dengan plasebo. Kedua kelompok juga mendapatkan nebulisasi

albuterol. Keluaran yang dinilai adalah skor klinis dan skor radiologis dada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor klinis dan saturasi oksigen tidak

berbeda bermakna, sedangkan skor gambaran radiologis dada berbeda secara

bermakna. Selain itu, dilaporkan juga bahwa lama perawatan menjadi lebih

pendek. Tidak dilaporkan adanya efek samping.

2.7 Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan 2 hal, yaitu pemberian immunoglobulin dan

vaksinasi. Pemberian immunoglobulin merupakan imunisasi pasif. Selain itu, yang

paling penting adalah menjaga higienitas umum, terutama menghindari kontak dengan

orang dewasa/anak yang menderita infeksi saluran pernapasan.7,9

2.8 Prognosis

Suatu studi kohort menunjukkan bahwa 23% bayi yang memiliki riwayat

bronkiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun. Penelitian lain yang

dilakukan di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkiolitis

memiliki kecenderungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun

dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hiperreaktivitas

yang menetap selama beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda,

baik pada RSV positif maupun negatif.7,14

Sekitar 40-50% bayi yang dirawat dengan bronkiolitis karena RSV akan

menderita mengi di kemudian hari. Infeksi dari RSV berkaitan dengan respon sel T

berupa produksi sitokin oleh sel Th tipe 2, yang juga terjadi pada asma. Keadaan ini

Page 20: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

19

ditandai dengan sitokin oleh sel T dan eosinofil, serta pelepasan mediator yang larut

(histamin, kini, dan leukotrien lain). Pada anak dengan bronkiolitis, mengi yang lebih

sering dan berat berhubungan dengan kadar antibodi IgE terhadap RSV dan virus

parainfluenza, menunjukkan antibodi yang dirangsang virus meningkatkan pelepasan

mediator inflamasi. RSV juga dapat mempengaruhi mengi dengan cara mengubah jalur

saraf yang menyebabkan responsifnya saluran respiratori.7,14

Jumlah eosinofil pada saat bronkiolitis lebih banyak pada bayi yang nantinya

akan menderita mengi pada usia 7 tahun, yaitu median 98 sel/mm3. Adanya eosinofil

meramalkan bahwa mengi akan berlanjut pada masa anak-anak. Hal ini dijelaskan oleh

adanya kelainan imunologis yand mendahului bronkiolitis atau yang dipicu oleh

bronkiolitis, dan bukan karena kerusakan struktural jalan napas yang disebabkan

bronkiolitis. Terdapat beberapa faktor-faktor lain yang diduga berpengaruh, seperti

riwayat keluarga dengan asma, jenis kelamin, dan paparan pasif asap rokok. Namun,

hanya eosinofilia yang memiliki hubungan bermakna.7,9

Tidak dapat dibuktikan bahwa bronkiolitis terjadi pada anak yang memiliki

kecenderungan asma. Tetapi, bila bayi yang terkena bronkiolitis dihubungkan dengan

asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat mengurangi

prevalensi asma pada anak dari kelompok pengobatan.7

2.9 Kriteria pulang

Kriteria pulang pada bronkiolitis adalah bila tidak diperlukan pemberian oksigen

selama 10 jam terakhir (ditandai dengan saturasi oksigen menetap di atas 93% atau

stabil selama 4 jam), retraksi dada minimal, mampu makan/minum, dan perbaikan tanda

klinis yang lain.7

Page 21: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

20

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien bayi perempuan usia 29 hari datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit. Keluhan sesak diawali oleh adanya demam sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit. Keluhan demam muncul mendadak di sore hari, dengan

suhu yang tidak diukur oleh orang tua pasien namun dirasakan tidak terlalu tinggi.

Keluhan demam disertai dengan adanya batuk berdahak, pilek, dan muntah. Batuk

berdahak putih kental namun tidak ada darah. Adanya keluhan demam, batuk berdahak,

dan pilek menandakan bahwa pasien mengalami infeksi saluran pernapasan. Demam

yang naik mendadak merupakan ciri dari infeksi virus. Hal ini semakin diperkuat

dengan adanya riwayat infeksi saluran napas pada ibu pasien, karena seringkali infeksi

saluran napas bawah pada bayi disebabkan oleh tertularnya bayi oleh anggota keluarga

yang tinggal satu rumah.

Pasien kemudian dibawa ke bidan, dan diberikan obat, namun dirasakan

keluhannya tidak membaik. Orang tua pasien tidak mengingat nama obat yang

diberikan, sehingga tidak diketahui riwayat pemberian obat pada pasien. Namun, tidak

adanya perbaikan gejala menandakan obat yang diberikan bukan obat simptomatik

maupun terapetik. Pasien kemudian dibawa ke puskesmas oleh ibunya dan diberikan

obat yang juga tidak diingat oleh ibu pasien. Salah satu obat yang diingat adalah

paracetamol. Keluhan demam turun dengan paracetamol, namun batuk berdahak putih

dan pilek masih dirasakan.

Kemudian keluhan ini diikuti dengan sesak yang ditandai dengan bernapas yang

cepat dan adanya tarikan otot-otot di dada dan perut. Dari keterangan ini disimpulkan

bahwa pasien mengalami takipnea, yaitu bernapas cepat dan dangkal, yang disertai

dengan otot-otot bantu napas. Keterangan ini kemudian akan dikonfirmasi pada

pemeriksaan fisik. Karena adanya takipnea dan sesak, pasien seringkali memuntahkan

ASI yang diminumnya, dan pasien menjadi sulit minum karena adanya keluhan ini.

Pasien kemudian menjadi gelisah dan menangis, sehingga keluhan sesak dirasakan

semakin memberat. Tidak adanya biru pada pasien dan tidak adanya riwayat mulut lepas

tiba-tiba saat menyusu menyingkirkan kemungkinan penyakit jantung bawaan. Tidak

Page 22: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

21

adanya bunyi ngik-ngik maupun mengorok pada pasien belum tentu menyingkirkan

kemungkinan adanya obstruksi pada pasien karena pasien mengalami sesak. Saat

dibawa ke IGD, pasien mengalami biru pada bibir kemudian diberikan oksigen namun

dirasakan sesaknya tidak membaik. Dengan demikian perlu dipikirkan adanya

kemungkinan obstruksi saluran napas bawah yang menyebabkan O2 sulit masuk dan

CO2 menjadi terperangkap.

Adanya keluhan muntah sebanyak 3 kali dalam sehari berisi ASI dan pasien

menjadi gelisah menyebabkan munculnya kecurigaan akan adanya dehidrasi. Namun,

pasien tidak tampak rewel dan tidak minum seperti orang kehausan, sehingga

kemungkinan dehidrasi terjadi cukup kecil. Kemungkinan ini akan dikonfirmasi melalui

pemeriksaan fisik.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, kecuali

frekuensi pernapasan pasien 68 kali per menit, dangkal, dan tampak adanya retraksi m.

intercostalis dan subcostae. Dengan demikian disimpulkan bahwa pasien mengalami

takipnea dan penggunaan otot bantu napas yang menandakan pasien sesak. Pada

auskultasi didapatkan suara napas bronkovesikuler pada kedua lapangan paru, dengan

adanya wheezing pada 1/3 basal kedua lapangan paru dan rhonki basah kasar pada 2/3

basal paru kanan. Wheezing terdengar lebih dominan daripada rhonki. Adanya

wheezing menandakan adanya obstruksi pada saluran napas bawah. Dengan demikian

dipikirkan kemungkinan pasien mengalami bronkiolitis, namun masih didiagnosis

banding dengan bronkopneumonia. Dari pemeriksaan perkusi tidak didapatkan

hipersonor pada paru, atau redup sehingga tidak dapat menyingkirkan salah satu di

antaranya. Namun, jika data ini ditambahkan dengan anamnesis dan klinis pasien, yaitu

usia di bawah 2 tahun, adanya infeksi saluran napas, dan adanya wheezing yang

dominan, maka diagnosis lebih cenderung ke arah bronkiolitis.

Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal, termasuk ubun-ubun dan mata tidak

cekung, bibir tidak kering, turgor kulit normal. Dengan demikian kecurigaan adanya

dehidrasi akibat muntah disingkirkan.

Dari pemeriksaan rontgen paru diperoleh gambaran perselubungan hiller dan

perihiler kanan, tampak peningkatan corakan bronkovaskuler, tampak adanya bercak

kosolidasi yang tersebar, tampak adanya atelektasis lobus medius. Berdasarkan

gambaran radiologis ini dapat dipikirkan kemungkinan bronkiolitis, namun gambaran

Page 23: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

22

radiologi ini masih sulit dibedakan dengan pneumonia.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositosis dan saturasi oksigen

yang sedikit rendah, namun hasil lain dalam batas normal. Mengingat pasien dilakukan

pemeriksaan analisis gas darah setelah pemberian oksigen, maka hasil analisa gas darah

sulit menentukan apakah pasien mengalami bronkiolitis atau pneumonia.

Rencana tatalaksana pada pasien ini adalah mengatasi sesak dan menjaga agar

oksigen dalam darah tercukupi. Karena sesak yang terjadi disebabkan oleh obstruksi

akibat inflamasi, maka diberikan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi yang

terjadi sehingga edema pada saluran napas bawah berkurang dan aliran udara ke

alveolus dapat meningkat. Pilihan kortikosteroid pada pasien adalah deksametason

dengan dosis 0,5 mg/kgBB, sehingga dengan berat badan pasien sebesar 3,2 kg

seharusnya diberikan 1,6 mg. Namun, pada pasien ini diberikan sebanyak 3x1 mg

secara intravena. Kemungkinan pertimbangan pemberian deksametasone dengan dosis

3x1 mg ini adalah kondisi pasien yang bersifat gawat darurat, yaitu sesak dengan

adanya penggunaan otot-otot bantu napas dan sianosis pada mulut, sehingga pemberian

dosis ini diharapkan dapat mengurangi obstruksi saluran napas yang terjadi.

Pemberian deksametason bertujuan untuk mengurangi edema akibat inflamasi.

Setelah saluran napas ini kembali lagi terbuka, maka CO2 yang terperangkap dapat

keluar. Dengan demikian, diberikan juga O2 melalui nasal kanul sebanyak 2 liter per

menit. Adanya infeksi saluran pernapasan yang terjadi pada pasien menjadi indikasi

pemberian antibiotik,terutama pada pasien sulit dibedakan apakah pasien mengalami

bronkiolitis atau pneumonia. Dengan demikian diberikan sefotaksim 2x160 mg secara

intravena. Berdasarkan anamnesis, didapatkan keterangan bahwa kemungkinan sumber

penularan adalah ibu kandung pasien. Maka, seharusnya antibiotik yang diberikan

adalah antibiotik untuk community-acquired, yaitu ampisilin atau kloramfenikol.

Dengan berat bada pasien sebesar 3,2 kg, maka jumlah sefotaksim yang diberikan

adalah 320 mg per hari. Dosis ini kemudian dibagi dalam 2 kali pemberian sehingga

dalam 1 hari pasien diberikan 2x160 mg sefotaksim melalui intravena.

Status gizi pada pasien termasuk cukup gizi, sehingga tidak diperlukan terapi

nutrisi yang khusus. Berdasarkan kebutuhan kalori pasien per hari, yaitu 100-120 kalori

per kg berat badan per hari, maka kebutuhan kalori pada pasien ini dalam sehari sebesar

320-384 kalori. Karena pasien masih berusia 29 hari, maka asupan kalori yang

Page 24: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

23

disarankan adalah ASI yaitu sebanyak 6x30 ml per NGT. Selain itu, pemberian cairan

maintenance yang diberikan pada pasien ini adalah N5 + KCl (10) dengan kecepatan 12

tetes per menit.

Setelah pemberian tatalaksana ini, perlu dilakukan edukasi terhadap orang tua

agar menjauhkan pasien dari anggota keluarga yang menderita infeksi saluran

pernapasan dan yang merokok. Kemudian disarankan juga agar ventilasi di rumah

ditambah dan dilakukan pembersihan secara rutin baik pada lingkungan rumah maupun

ventilasi, sehingga tidak menyimpan debu.

Page 25: PRESENTASI KASUS Bronkiolitis - xa.yimg.com · PDF fileRencana Tatalaksana - O 2 ... jari, riwayat muntah atau tersedak.1 II. Infeksi saluran napas bawah pada anak

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Basir D, Rahajoe NN, Setyanto DB, Setiawati L. Pendekatan diagnostik respiratorik

anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi

Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2012. h.51-70.

2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2006. h.558.

3. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo

J. Harrison’s principles of internal medicine. 17th

ed. New York: The McGraw – Hill

Companies, 2008. p.221-225.

4. Manning HL, Schwartzstein RM. Pathophysiology of dispnea. NEJM; 1995;

333(23): 1547-1552.

5. Lighezan DF, et al. Acute dispnea: from pathophysiology, evaluation to diagnosis.

TMJ; 2006; 56(2-3): 235-242.

6. Porth CM, Matfin G. Pathophysiology concepts of altered health states. Eight

edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2009. p.695-7

7. Zain MS. Bronkiolitis. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar

Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2012. h.333-47

8. Sastroasmoro S. Bronkiolitis. Dalam: Sastroasmoro S. Panduan pelayanan medis

departemen ilmu penyakit anak. Jakarta: RSCM, 2007. h.424-5

9. Watts KD, Goodman DM. Wheezing, bronchiolitis, and bronchitis. In: Kliegman

RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics.

19th

ed. Philadelphia: Elsevier, 2011. p.1456-9.

10. Leung AKC, Kellner JD, Davies HD. Respiratory synctial virus bronchiolitis.

Journal of National Medical Association; 2005; 97(12): 1708-12.

11. AAP. Diagnosis and management of bronchiolitis. Pediatrics; 2006; 118: 1774-88.

12. Mazumder M, Hossain MM, Kabir A. Management of bronchiolitis with or without

antibiotics-a randomized control trial. J Bangladesh Coll Phys Surg; 2009; 27: 63-9.

13. Zorc JJ, Hall CB. Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis and management.

Pediatrics; 2010; 125:342-7

14. Singh AM, Moore PE, Gern JE, Lemanske RF, Hartert TV. Bronchiolitis to asthma:

a review and call for studies of gene-virus interactions in asthma causation. Am J

Respir Crit Care Med; 2007; 175: 108-16.