PREPARASI DAN KARAKTERISASI Nd Fe O DENGAN METODE...

84
PREPARASI DAN KARAKTERISASI Nd 2-x Fe x O 3 DENGAN METODE SOL-GEL SHELVIANA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/ 1438 H

Transcript of PREPARASI DAN KARAKTERISASI Nd Fe O DENGAN METODE...

PREPARASI DAN KARAKTERISASI Nd2-xFexO3

DENGAN METODE SOL-GEL

SHELVIANA

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/ 1438 H

PREPARASI DAN KARAKTERISASI Nd2-xFexO3

DENGAN METODE SOL-GEL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

SHELVIANA

1112096000029

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M / 1438 H

PREPARASI DAN KARAKTERISASI Nd2-xFexO3

DENGAN METODE SOL-GEL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

SHELVIANA

1112096000029

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul, “Preparasi dan Karakterisasi Nd2-xFexO3 dengan Metode

Sol-Gel” yang ditulis oleh Shelviana, NIM 1112096000029 telah diuji dan

dinyatakan “Lulus” dalam Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 30

November 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 30 November 2016

Shelviana

1112096000029

ABSTRAK

Shelviana. Preparasi dan Karakterisasi Nd2-xFexO3 dengan Metode Sol-Gel.

Di bawah Bimbingan Wisnu Ari Adi dan Nurhasni.

Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik merupakan salah satu

teknologi untuk mengontrol masalah yang ditimbulkan oleh interferensi

elektromagnetik (EMI). Teknologi ini telah menciptakan sebuah material baru

yaitu Radar Absorbing Material (RAM). Salah satunya yaitu sistem berbasis

perovskite (ABO3) yang memiliki permitivitas relatif tinggi. Penelitian ini

bertujuan untuk membuat material sebagai absorber gelombang elektromagnetik.

Material Nd2-xFexO3 dipreparasi menggunakan metode sol gel dengan variasi suhu

(800oC, 900

oC dan 1000

oC) dan komposisi kimia (nilai x = 0,1; 0,5; 1 dan 1,2).

Material Nd2-xFexO3 dilakukan karakterisasi untuk mengetahui fasa yang

terbentuk menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), morfologi permukaan dan

komposisi unsur dengan Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive

Spectroscopy (SEM-EDS), ukuran partikel dengan Particle Size Analyzer (PSA)

dan serapan gelombang dengan Vector Network Analyzer (VNA). Kondisi

optimum material Nd2-xFexO3 diperoleh pada suhu 800oC dan komposisi kimia

x=1, dimana hasil karakterisasi dengan XRD didapatkan fasa tunggal, morfologi

permukaan relatif seragam berbentuk bulat, ukuran partikel 0,98 µm dan memiliki

kemampuan penyerapan gelombang elektromagnetik sebesar -33,28 dB pada

frekuensi 11,46 GHz yang berarti bahwa material ini mampu menyerap

gelombang elektromagnetik sebesar 98%.

Kata kunci : Nd2-xFexO3, fase tunggal, absorber, gelombang elektromagnetik,

sol-gel, suhu, komposisi kimia.

ABSTRAK

Shelviana. Preparation and Characterization of Nd2-xFexO3 by Sol-Gel Method.

Supervised by Wisnu Ari Adi dan Nurhasni.

Technology of electromagnetic wave absorption is one technology to control

problems caused by electromagnetic interference (EMI). This technology has

created a new material that is called Radar Absorbing Material (RAM). One of

them is based perovskite system which has a relative high permittivity. This

research aims to make the material as an absorber of electromagnetic waves.

Nd2-xFexO3 materials were prepared by sol-gel method with variations in

temperature at (800oC, 900

oC and 1000

oC) and chemical composition of (x = 0.1,

0.5, 1 and 1.2). Nd2-xFexO3 materials characterization was carried out to determine

the single phase that was formed X-Ray Diffraction (XRD), surface morphology

and elemental composition by Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive

Spectroscopy (SEM-EDS), the particle size by Particle Size Analyzer (PSA) and

electromagnetic wave absorber by Vector Network Analyzer (VNA). Optimum

condition of Nd2-xFexO3 material was obtained at 800oC and chemical

composition x = 1 based in the result of characterization by XRD from in single

phase and the surface morphology relatively uniform spherical, the particle size is

0,98 µm while electromagnetic wave absorption capability of -33.28 dB at a

frequency of 11.46 GHz, which means that this material is able to absorb

electromagnetic waves around 98%.

Keywords : Nd2-xFexO3, single phase, absorber, electromagnetic wave, sol-gel,

temperature, chemical composition .

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Nd2-xFexO3 dengan Metode Sol-Gel”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan,

bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Wisnu Ari Adi, M.Si selaku Pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, ilmu, serta dukungan moral dalam penyusunan

skripsi ini.

2. Nurhasni, M.Si selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan

waktu, tenaga, ilmu, serta dukungan moral dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Thamzil Las dan Nanda Saridewi, M.Si selaku dosen penguji yang

telah banyak memberikan masukan dalam skripsi ini.

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku ketua Progam Studi Kimia Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si selaku pembimbing akademik, atas bimbingan

dan masukannya selama perkuliahan.

ix

7. Kedua orang tua, kakak, adik dan keluarga tercinta yang senantiasa

memberikan doa dan dukungan kepada penulis baik secara material

maupun moral.

8. Rizky Widyastari, Titin Anggraini, Mia Adha, Indri Rachmawati dan

Nurdini Awaliyah selaku teman seperjuangan dalam riset di laboratorium

yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam melakukan

penelitian.

9. Teman-teman kimia angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat

dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini yang tidak dapat dituliskan

satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah

membantu penyelesaian skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2016

Shelviana

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3

1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4

1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1 Perovskite ....................................................................................................... 5

2.2 Neodymium ..................................................................................................... 6

2.3 Metode Sol-Gel ............................................................................................... 7

2.4 Gelombang Elektromagnetik .......................................................................... 9

2.5 X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................................. 10

2.6 Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy

(SEM-EDS)................................................................................................... 14

2.7 Particle Size Analyzer (PSA) ........................................................................ 16

2.8 Vector Network Analyzer (VNA).................................................................. 17

BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 19

3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 19

xi

3.2.1 Alat ...................................................................................................... 19

3.2.2 Bahan ................................................................................................... 19

3.3 Prosedur Penelitian ....................................................................................... 20

3.3.1 Preparasi Pembuatan Material Absorber Nd2-xFexO3 dengan

Metode Sol-Gel ( Modifikasi Shanker et al., 2014 ) ........................... 20

3.3.2 Karakterisasi ........................................................................................ 21

3.3.2.1 Karakterisasi Identifikasi Fasa dengan XRD

(Sukirman et al., 2012) ......................................................... 21

3.3.2.2 Karakterisasi Morfologi Permukaan dan Komposisi Persen

Massa dengan SEM-EDS (ASTM E1508)............................ 22

3.3.2.3 Karakterisasi Ukuran Partikel dengan PSA

(Malvern, 2009) .................................................................... 22

3.3.2.4 Karakterisasi Serapan Gelombang dengan VNA

(Tang et al., 2008) ................................................................. 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 24

4.1 Material Absorber Nd2-xFexO3 ...................................................................... 24

4.2 Hasil Karakterisasi ........................................................................................ 25

4.2.1 Profil Difraksi Sinar-X ........................................................................ 25

4.2.1.1 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x=0,1) ........................... 29

4.2.1.2 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x = 0,5) ......................... 32

4.2.1.3 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x = 1) ............................ 35

4.2.1.4 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x = 1,2) ......................... 37

4.2.2 Analisis Morfologi Permukaan dan Komposisi Persen Massa ........... 39

4.2.3 Analisis Distribusi Ukuran Partikel..................................................... 42

4.2.4 Analisis Serapan Gelombang .............................................................. 44

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 47

5.1 Simpulan ....................................................................................................... 47

5.2 Saran ............................................................................................................. 47

xii

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48

LAMPIRAN ......................................................................................................... 52

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Komposisi Perovskite .............................................................. 5

Gambar 2. Proses Sol-Gel ..................................................................................... 8

Gambar 3. Skema Gelombang Elektromagnetik ................................................... 9

Gambar 4. Spektrum gelombang elektromagnetik .............................................. 10

Gambar 5. Skematis Prinsip Kerja XRD ............................................................. 11

Gambar 6. Difraksi dari Sinar-X ......................................................................... 12

Gambar 7. Prinsip Kerja SEM ............................................................................. 15

Gambar 8. Prinsip kerja VNA ............................................................................. 17

Gambar 9. Skema Reaksi .................................................................................... 25

Gambar 10. Pola Difraksi Sinar-X Variasi Suhu ................................................. 26

Gambar 11. Pola Difraksi Sinar-X Variasi Komposisi........................................ 28

Gambar 12. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi

x=0,1 ................................................................................................ 30

Gambar 13. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=0,1 ............................... 31

Gambar 14. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi

x=0,5 ................................................................................................ 33

Gambar 15. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=0,5 ............................... 34

Gambar 16. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi

x=1 ................................................................................................... 35

Gambar 17. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=1 .................................. 36

Gambar 18. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi

x=1,2 ................................................................................................ 37

Gambar 19. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=1,2 ............................... 38

Gambar 20. Morfologi Permukaan Nd2-xFexO3 (a) x=0,1; (b) x=0,5 (c) x=1;

(d) x=1,2........................................................................................... 40

Gambar 21. Spektrum Energi (a) x=0,1; (b) x=0,5; (c) x=1; (d) x=1,2 .............. 41

Gambar 22. Kurva Distribusi Ukuran Partikel .................................................... 43

Gambar 23. Grafik Serapan Gelombang Elektromagnetik .................................. 45

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Massa Masing-Masing Senyawa Sistem Nd2-xFexO3 ............................ 21

Tabel 2. Perbandingan Rwp dan χ2 Pada Variasi Suhu ...................................... 27

Tabel 3. Perbandingan Nilai Rwp dan 𝜒2 Pada Variasi Komposisi Nilai x ....... 39

Tabel 4. Persen Massa Eksperimen dan Teoritis ................................................. 42

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Variasi Suhu ............................................................. 52

Lampiran 2. Diagram Alir Variasi Komposisi Nilai x ........................................ 53

Lampiran 3. Perhitungan Massa .......................................................................... 54

Lampiran 4. Refinement GSAS Variasi Suhu ..................................................... 57

Lampiran 5. Data Distribusi Ukuran Partikel ...................................................... 60

Lampiran 6. Data VNA ....................................................................................... 62

Lampiran 7. Perhitungan Nilai RL ...................................................................... 64

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 66

Lampiran 9. Instrumentasi ................................................................................... 67

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik merupakan salah satu

teknologi untuk mengontrol masalah yang ditimbukan oleh interferensi

elektromagnetik. Teknologi ini telah menciptakan sebuah material yaitu Radar

Absorbing Material (RAM). RAM merupakan bahan yang dapat mendeteksi

posisi benda dengan gelombang mikro atau gelombang radio. RAM mempunyai

sifat meredam pantulan atau menyerap gelombang mikro, sehingga benda yang

dilapisi dengan RAM tidak terdeteksi oleh Radio Detection and Ranging yang

sering disebut radar (Nasution dan Astuti, 2012). Radar digunakan pada bidang

militer baik angkatan udara maupun angkatan laut sebagai pendeteksi kapal

maupun pesawat asing yang masuk ke wilayah suatu negara.

Gelombang elektromagnetik jika dilewatkan dalam suatu material, maka

gelombang elektromagnetik itu sebagian akan dipantulkan, diserap dan diteruskan

(Young dan Freedman, 2003). Material absorber harus dapat menyerap lebih

banyak gelombang elektromagnetik daripada yang dipantulkannya, sehingga

diperlukan rekayasa material. Syarat yang harus dipenuhi material untuk aplikasi

absorber adalah material harus memiliki permeabilitas dan permitivitas yang

tinggi (Dho et al., 2005).

Bahan absorber yang sedang berkembang saat ini adalah modifikasi bahan

magnet berbasis ferit karena memiliki permeabilitas yang relatif tinggi. Selain itu,

bahan magnet berbasis perovskite (ABO3) juga memiliki permitivitas yang relatif

2

tinggi dan permeabilitas yang relatif rendah (Manaf dan Adi, 2013). Hal ini

berkaitan dengan Al-Qur’an surat Al-Hadid ayat 25 yang berbunyi :

لقد أرسلنا رسلنا بالبينات وأنزلنا معهم الكتاب والميزان ليقوم

للناس وليعلم الناس بالقسط وأنزلنا الحديد فيه بأس شديد ومنافع

قوي عزيز ) من ينصره ورسله بالغيب إن الل (٢٥الل

Artinya : Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti

yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar

manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai

kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui

siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun Allah tidak

dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.

Berdasarkan ayat diatas bahwa Allah telah menciptakan besi yang

mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat. Besi merupakan bahan yang

melimpah di alam dan banyak digunakan dalam bidang apapun disekitar kita.

Penggunaan perovskite (berbasis besi) dapat direkayasa dengan penggunaan

logam lain untuk memberikan kemampuan absorbsi yang lebih baik. Salah

satunya Neodymium. Neodymium (Nd) digunakan karena memiliki permitivitas

yang tinggi. Akan tetapi, secara ekonomis penggunaan Nd tidak memungkinkan

dikarenakan Nd merupakan salah satu logam tanah jarang yang termasuk bahan

yang mahal. Penggunaan besi (Fe) dapat menjadi lebih efisien dikarenakan

menggantikan Nd. Penelitian ini dilakukan dengan mevariasi dari logam Fe yang

berfungsi sebagai pendoping.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sol-gel.

Kelebihan menggunakan metode sol-gel yaitu ukuran partikel mudah dikontrol,

3

proses kimia dilakukan pada suhu yang rendah, menghasilkan material dengan

tingkat kehomogenan yang tinggi (Pierre, 2002). Penelitian sebelumnya yang

menggunakan metode sol-gel yaitu Shanker et al., (2015) yang mensintesis

NdFeO3 dan Ru et al., (2010) melakukan sintesis dan sifat elektrik NdFe1-xCoxO3.

Penelitian ini memodifikasi penelitian Shanker et al., (2015) dengan perbandingan

asam sitrat yang berbeda dan mengganti etilen glikol dengan polietilen glikol.

Polietilen glikol ini digunakan karena menghasilkan ukuran partikel yang lebih

kecil berdasarkan penelitian Wu et al., (2012) yaitu sebesar 20-130 nm,

sedangkan Shanker et al.,(2015) yang menggunakan etilen glikol dihasilkan

sebesar 100 nm. Oleh sebab itu, dilakukan preparasi material Nd2-xFexO3 dengan

metode sol-gel.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah kondisi optimum suhu dan komposisi kimia (nilai x) terhadap

pembentukan material Nd2-xFexO3?

2. Bagaimana identifikasi fasa dengan variasi nilai x menggunakan X-Ray

Diffractometer (XRD)?

3. Bagaimana karakteristik material Nd2-xFexO3 terhadap morfologi

permukaan dan komposisi unsur dengan Scannng Electron Microscopy-

Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), ukuran partikel dengan

Particle Size Analyzer (PSA) dan serapan gelombang dengan Vector

Network Analyzer (VNA)?

4

1.3 Hipotesis

1. Kondisi optimum suhu yaitu pada suhu 900oC dan komposisi kimia

(nilai x) yaitu x=1.

2. Identifikasi fasa menggunakan XRD menghasilkan satu atau lebih dari

satu fasa.

3. Karakteristik material morfologi permukaan dan komposisi unsur dengan

SEM-EDS menghasilkan bentuk dan distribusi sesuai fasa yang

dihasilkan, ukuran partikel dengan PSA dan serapan gelombang

elektromagnetik dengan VNA menghasilkan ukuran dan daya serap yang

berbeda-beda terhadap material Nd2-xFexO3.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menentukan kondisi optimum suhu dan komposisi kimia (nilai x) terhadap

material Nd2-xFexO3.

2. Mengetahui fasa yang dihasilkan berdasarkan XRD.

3. Mengetahui karakteristik material Nd2-xFexO3 menggunakan SEM-EDS,

PSA dan VNA.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mendapatkan material Nd2-xFexO3 yang memiliki

sifat penyerapan yang memenuhi persyaratan sebagai bahan absorber gelombang

elektromagnetik sehingga dapat dijadikan sebagai material anti radar.

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perovskite

Perovskite memilki dua pengertian, pertama perovskite merupakan mineral

partikular dengan rumus kimia CaTiO3 (disebut juga calcium titanium oxide).

Kedua, umumnya mineral-mineral dengan struktur kristal yang sama sebagai

CaTiO3 atau disebut struktur perovskite (Tejuca, 1993). Struktur perovskite secara

umum dinyatakan dengan ABX3, dimana “A” dan “B” adalah kation, dan O

adalah anion. A dan B kation dapat mempunyai beberapa jenis muatan (Zachariev,

2012).

Ion yang menempati tempat kisi-kisi A dan B secara detail dapat dilihat

pada Gambar 1:

Gambar 1. Skema Komposisi Perovskite

Jumlah muatan kation Am+

dan Bn+

adalah 6 (m + n = 6) yang dapat tersusun dari

kation yang bermuatan (1+5), (2+4) atau (3+3), hal tersebut agar terjadi

keseimbangan muatan dengan muatan negatif 6 yang dibawa oleh tiga ion oksigen

(Ishihara, 2009). Perovskite memiliki sifat yang bervariasi seperti feroelektrik,

magnetik dan super konduktivitas. Hal ini berdasarkan jenis struktur dan

komposisi kimia. Sifat perovskite yaitu feroelektrik terdapat pada BaTiO3

(Ishihara, 2009).

6

Penelitian Arifani et al (2012) menyatakan bahwa BiFeO3 berbasis pasir

besi memiliki sifat feromagnetik. Ru et al (2010) melakukan penelitian

NdFe1-xCoxO3 yang memiliki sifat sensor karbon monoksida (CO). Selain itu,

penelitian Wu et al (2011) menyatakan bahwa NdFeO3 memiliki sifat anti-

feromagnetik yang dapat dilihat dari hasil menggunakan alat Vibrating Sample

Magnetometer (VSM).

2.2 Neodymium

Logam tanah jarang adalah 15 logam lanthanida ditambah dengan logam

scandium dan yttrium. Scandium dan yttrium termasuk logam tanah jarang karena

kedua logam tersebut memiliki sifat kimia yang hampir mirip dengan golongan

lanthanide. Unsur-unsur tanah jarang merupakan kelompok unsur yang memiliki

sifat elektronik, magnet, optik dan katalitik yang khusus.

Neodymium merupakan salah satu unsur logam tanah jarang (golongan

lantanida). Golongan lanthanida terdiri dari logam lanthanum, cerium,

praseodymium, neodymium, promethium, samarium, europium, gadolinium,

terbium, dysprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium dan lutetium.

Neodymium berasal dari bahasa Yunani yaitu neos yang berarti baru dan didymos

yang berarti kembar. Welsbach (1885) berhasil menemukan neodymium dengan

memisahkan amonium nitrat didymium menjadi fraksi neodymium dan fraksi

praseodymium dengan kristalisasi berulang (Atmawinata et al, 2014). Unsur

logam tanah jarang yang sering diteliti sebagai absorber gelombang

elektromagnetik adalah lanthanum (La). Selain lanthanum, neodymium (Nd) juga

berpotensi sebagai absorber gelombang elektromagnetik.

7

Neodymium banyak terdapat di alam, khususnya didalam mineral

bastnaesit {Nd(CO3)F} dan monasit (Ce,La,Nd,Th,Y,Dy,Sm)(PO4). Mineral

bastnaesit dan monasit terdapat di beberapa belahan dunia, seperti di China,

Amerika Serikat, Australia dan Indonesia. Mineral tersebut banyak terdapat di

daerah kepulauan Bangka, Belitung, dan Singkep (Wasito dan Biyantoro, 2009).

Penggunaan logam tanah jarang mendorong berkembangnya material baru,

sehingga banyak digunakan dalam berbagai produk. Neodymium memiliki

beberapa aplikasi utama sebagai magnet logam tanah jarang, autokatalis, laser,

dan headphone (Atmawinata et al, 2014).

2.3 Metode Sol-Gel

Metode sol-gel merupakan salah satu metode basah yang sering digunakan

dalam proses kimia. Metode sol-gel, sesuai dengan namanya larutan mengalami

perubahan fase menjadi sol dan kemudian menjadi gel (Zachariev, 2012). Sol

adalah sistem koloid yang fase terdispersinya zat padat dan medium

pendispersinya zat cair, sedangkan gel adalah sistem koloid yang fase

terdispersinya berupa cairan dan medium pendispersinya berupa zat padat

(Sumardjo, 2009). Metode sol-gel dapat digunakan dalam berbagai sintesis

dielektrik, sifat magnetik, superkonduktor dan katalis.

8

Gambar 2. Proses Sol-Gel

(Sumber : Brinker dan Scherer, 1990)

Sintesis menggunakan metode sol-gel dapat menghasilkan bahan dengan

berbagai bentuk diantaranya serbuk, film, sensor dan lain-lain seperti yang dapat

dilihat pada Gambar 2. Jika gel dikeringkan dengan evaporasi, maka gaya kapiler

akan mengakibatkan penyusutan, jaringan gel akan runtuh, dan xerogel terbentuk.

Jika pengeringan dilakukan dibawah kondisi superkritis, struktur jaringan dapat

dipertahankan dan gel dengan pori-pori yang besar dapat dibentuk. Ini disebut

Aerogel, dan memiliki kepadatan sangat rendah (Brinker dan Scherer, 1990).

Kelebihan yang diperoleh dengan metode sol-gel antara lain :

1. Prosesnya mudah.

2. Ukuran partikel mudah dikontrol.

3. Proses kimia dilakukan pada suhu yang rendah.

4. Tingkat kehomogenan yang tinggi.

Kelemahan dari metode sol-gel yaitu biaya prekursor yang mahal terutama dari

alkoksida (Pierre, 2002).

9

2.4 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik pertama kali dibangkitkan dan dideteksi

secara eksperimental oleh Henrich Hertz (1887) menggunakan perangkat celah

bunga api dimana muatan digerakkan bolak-balik dalam waktu singkat,

membangkitkan gelombang berfrekuensi sekitar 109 Hz. Gelombang

elektromagnetik atau sering disebut radiasi elektromagnetik (Giancoli, 2001).

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat tanpa

membutuhkan zat perantara dengan kecepatan tinggi, yaitu sekitar 3 x 108 m/s

(Umar, 2008). Gelombang elektromagnetik adalah gelombang transversal dimana

medan listrik dan medan magnet tegak lurus terhadap arah perambatan dan

terhadap satu sama lain (Young dan Freedman, 2003).

Gelombang elektromagnetik jika dilewatkan dalam suatu material, maka

gelombang elektromagnetik itu sebagian akan dipantulkan (refleksi), diserap

(absorpsi) dan dibiaskan atau transmisi (Young dan Freedman, 2003). Gelombang

yang dipantulkan adalah suatu gelombang baru yang merambat kembali ke dalam

medium yang dilalui gelombang awal dalam perambatannya. Gelombang yang

dibiaskan adalah gelombang yang diteruskan ke medium (Alonso dan Finn, 1994).

Gambar 3. Skema Gelombang Elektromagnetik

(Sumber : Holman, 2008)

10

Gambar 4 dibawah ini menunjukkan berbagai jenis radiasi

elektromagnetik, yang berbeda satu sama lain dalam hal panjang gelombang dan

frekuensinya. Gelombang radio dengan panjang gelombang yang hal panjang

dipancarkan oleh antenna besar, semacam yang digunakan oleh stasiun-stasiun

pemancar. Gelombang yang lebih pendek, seperti gelombang cahaya tampak

dihasilkan oleh gerakan elektron dalam atom dan molekul. Gelombang yang

paling pendek, yang berarti berfrekuensi paling tinggi, berhubungan dengan sinar-

γ (gamma) yang dihasilkan dari perubahan di dalam inti atom. Berdasarkan

Gambar 4 bahwa semakin tinggi frekuensi semakin tinggi energi radiasinya. Jasi

radiasi ultraviolet, sinar-x dan sinar-γ adalah radiasi berenergi tinggi.

Gambar 4. Spektrum gelombang elektromagnetik

(Sumber : Chang, 2005)

2.5 X-Ray Diffraction (XRD)

Sinar-X adalah radiasi elektromagnet dengan panjang gelombang yang

ordenya sebesar 0,1 nm atau 1 Amstrong (Halliday dan Resnick, 1978). Withelm

Roentgen (1895) menemukan radiasi berdaya tembus besar yang tidak diketahui

11

dan dihasilkan jika elektron cepat menabrak suatu sasaran. Radiasi tersebut

disebut sinar-X, kemudian sinar-X bergerak atau menjalar pada lintasan lurus

menembus benda tak bening menyebabkan bahan fosfor berpendar dan

menghitamkan film. Prinsip kerja XRD pada Gambar 5 dapat dijelaskan bahwa

sinar-X dihasilkan oleh tabung sinar-X yang berisi filamen dan katoda untuk

menghasilkan berkas elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan

elektron untuk menembaki objek. Ketika elektron yang mempunyai tingkat energi

yang tinggi menabrak elektron dalam objek, maka dihasilkan pancaran sinar-X.

Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi

sinar-X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar-X dan mengolahnya

dalam bentuk grafik sehingga diperoleh spektrum difraksi (Gunawarman, 2013).

Gambar 5. Skematis Prinsip Kerja XRD

(Sumber : Gunawarman, 2013)

Semakin cepat elektron yang menabrak sasaran, semakin kuat daya tembus sinar-

X yang dihasilkan, lalu semakin banyak elektron yang menabrak sehingga

semakin besar intensitas sinar-X (Kusminarto, 2011).

12

Gambar 6. Difraksi dari Sinar-X

(Sumber : Serway dan Jewett, 2010)

Suatu sinar-X yang datang membentuk sudut θ dengan salah satu bidangnya

dapat dilihat pada Gambar 6. Sinar tersebut dapat dipantulkan dari bidang atas

ataupun bidang bawah. Akan tetapi, sinar yang dipantulkan dari bidang bawah

akan menempuh jarak lebih jauh daripada sinar yang dipantulkan dari bidang atas.

Beda lintasan efektifnya adalah 2d sin θ. Kedua sinar akan saling menguatkan satu

sama lain (interferensi konstruktif) ketika beda lintasan tersebut sama dengan

suatu kelipatan bilangan bulat dari λ. Hal yang sama juga berlaku untuk

pemantulan dari seluruh kelompok bidang-bidang yang sejajar. Oleh karena itu,

kondisi untuk interferensi konstruktif adalah

2d sin θ = m λ (m = 1, 2, 3, ...)

Keterangan :

d = jarak antar atom

θ = sudut pengukuran

n = bilangan bulat yang menyatakan orde difraksi (n = 0, 1, 2, 3, dst)

λ = panjang gelombang sinar-X

Kondisi ini dikenal sebagai hukum Bragg, yang diberi nama sesuai orang

pertama yang menurunkan hubungan tersebut yaitu W.L. Bragg. Jika panjang

13

gelombang dan sudut difraksinya diukur, maka Persamaan diatas dapat digunakan

untuk menghitung jarak antara bidang-bidang atomnya (Serway dan Jewett,

2010).

Analisis pengolahan data XRD digunakan metode refinement (penghalusan)

Rietveld, yang mana metode tersebut terdapat dalam perangkat lunak GSAS-

EXPGUI. Prinsip dasar analisis Rietveld adalah mencocokkan (fitting) profil

puncak kalkulasi (database) terhadap profil puncak observasi (sampel).

Pencocokan profil tersebut dilakukan menggunakan GSAS (General Structure

Analysis System). Pencocokan pola difraksi observasi menggunakan

Crystallography Open Database (COD) dilakukan untuk mendapatkan pola

difraksi kalkulasi yang mendekati pola difraksi observasi berdasarkan puncak-

puncak dan formula kimianya, dengan memakai software Match. Tidak semua

format data dari output mesin XRD dapat langsung terbaca di GSAS-EXPGUI,

maka dilakukan penyesuaian format dengan perangkat lunak pendukung yaitu

BellaV2_23. Dalam perangkat lunak GSAS-EXPGUI dilakukan penghalusan

secara terus-menerus hingga didapatkan pencocokan yang terbaik antara data

kalkulasi dan data observasi. Hasil dari penghalusan mengakibatkan perubahan

pada kurva kalkulasi, sehingga lebih mendekati kurva observasi.

Nilai standar yang menunjukkan kualitas penghalusan diperlukan untuk

mengetahui keberhasilan suatu penghalusan tersebut. GSAS memakai

penghalusan kuadrat terkecil yang mengindikasi dengan beberapa fungsi residual,

yang terset sedemikian rupa pada setiap histogram. Fungsi residual dirumuskan:

14

𝑅𝑝 = ∑|𝑦𝑜 − 𝑦𝑐|

∑ 𝐼𝑜

𝑅𝑤𝑝 = √∑ 𝑤 (𝑦𝑜 − 𝑦𝑐)2

∑ 𝑤 𝑦𝑜2

Rexp = √𝑀−𝑃

∑ 𝑤 𝑦𝑜2

Dimana Rp adalah R-profile, yang menunjukkan pengukuran dari

kecocokan antara profil kalkulasi dan observasi. Rwp adalah weighting R-profile,

yang menunjukkan bobot pola difraksi, dan Rexp adalah R-expectation, bobot

yang diharapkan secara statistik, M adalah jumlah data, P adalah jumlah

parameter yang dihaluskan. Rasio dari Rwp dan Rexp adalah menunjukkan

kualitas dari penghalusan Rietveld, dikenal dengan lambang Chi**2 (dalam

GSAS) atau 𝜒2.

𝜒2 = √∑ 𝑤 (𝑦𝑜 − 𝑦𝑐)2

𝑀 − 𝑃=

𝑅𝑤𝑝

𝑅𝑒𝑥𝑝

Nilai minimun chi squared dan Rwp (Right weight profile) adalah indikator

keberhasilan yang terdapat di GSAS-EXPGUI, dimana nilai chi squared berada

antara rentang 1- 1,3 dan nilai Rwp dengan rentang ≤ 10 % (Toby, 2006).

2.6 Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-

EDS)

SEM adalah mikroskop elektron yang dapat digunakan untuk melihat

unsur renik yang tidak dapat dilihat dengan mikroskop optik, karena pembesaran

15

yang dihasilkan jauh lebih tinggi, yakni bisa mencapai 100.000x. Prinsip kerja

SEM adalah menembak permukaan sampel dengan berkas elektron yang

dihasilkan oleh electron gun. Ketika sampai pada permukaan spesimen, berkas

elektron bekerja memindai permukaan seperti gerakan menyapu atau menscan

permukaan spesimen tersebut.

Gambar 7. Prinsip Kerja SEM

(Sumber : Gunawarman, 2013)

Tembakan berkas elektron menimbulkan reaksi berupa refleksi elektron

sekunder (Secondary Elecron, SE) dan Back Scatter Electron (BSE). Pantulan

berkas elektron SE atau BSE ini ditangkap oleh detektor sehingga struktur mikro

daerah permukaan sampel akan muncul. Selain untuk mendapatkan gambar

struktur mikro. SEM bisa juga digunakan untuk menentukan komposisi kimia

daerah yang dipindai. Hal ini bisa dilakukan bila SEM dilengkapi dengan detektor

penangkap sinar-X yakni EDS (Gunawarman, 2013).

Penentuan komposisi dilakukan dengan menggunakan Energy Dispersive

Spectroscopy (EDS). Sistem analisis EDS bekerja sebagai fitur yang terintegrasi

dengan SEM dan tidak dapat bekerja tanpa SEM. Prinsip kerja dari teknik ini

adalah menangkap dan mengolah sinyal fluoresensi sinar-X yang keluar apabila

16

berkas elektron mengenai daerah tertentu pada bahan. Sinar-X tersebut dideteksi

oleh detektor zat padat, yang dapat menghasilkan intensitas sebanding dengan

panjang gelombang sinar-X. EDS dihasilkan yaitu dengan menembakan sinar-X

pada posisi yang ingin diketahui komposisinya. Sinar-X ditembakkan pada posisi

yang diinginkan maka akan muncul puncak-puncak tertentu yang mewakili suatu

unsur (Friel, 2003).

2.7 Particle Size Analyzer (PSA)

PSA merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui ukuran partikel

secara cepat dengan menyediakan data dalam bentuk distribusi ukuran partikel.

Prinsip kerja dari alat ini adalah hamburan cahaya dinamis atau dynamic light

scattering (DLS). Dengan teknik DLS ini, PSA dapat diaplikasikan untuk

mengukur ukuran dan distribusi ukuran dari partikel dan molekul yang terdispersi

atau terlarut di dalam sebuah larutan, contohnya antara lain protein, polimer,

misel, karbohidrat, nanopartikel, dispersi koloid, emulsi, dan mikroemulsi

(Malvern, 2009).

PSA menggunakan metode Dinamyc Light Scattering (DLS) yang

memanfaatkan hamburan inframerah. Hamburan inframerah ditembakkan oleh

alat ke sampel sehingga sampel akan bereaksi menghasilkan gerak Brown (gerak

acak dari partikel yang sangat kecil dalam cairan akibat dari benturan dengan

molekul-molekul yang ada dalam zat cair). Gerak inilah yang kemudian di analisis

oleh alat, semakin kecil ukuran molekul maka akan semakin cepat gerakannya

(Horiba, 2014).

17

Keunggulannya antara lain:

1. Akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ± 12 %.

2. Mengukur partikel berkisar dari 0,02 nm sampai 2000 nm.

3. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi,

suspensi, dan bubuk kering (Etzler, 2004).

2.8 Vector Network Analyzer (VNA)

Vector Network Analyzer (VNA) merupakan alat yang digunakan untuk

mengkarakterisasi sifat serapan gelombang elektromagnetik terhadap material.

Frekuensi gelombang elektromagnetik yang dapat diukur pada VNA adalah

frekuensi l-band yaitu antara 1-4 GHz, c-band antara 4-8 GHz, x-band antara 8-12

GHz, k-band antara 10-15 GHz, dan ku-band antara 14-24 GHz. Frekuensi yang

digunakan dalam pengukuran gelombang mikro yaitu frekuensi x-band.

Prinsip VNA yaitu dengan melihat nilai refleksi dan transmisi yang

diterima oleh material melalui probe adapter, sehingga didapatkan suatu kurva RL

(Reflection Loss) sebagai fungsi frekuensi. Skema prinsip kerja VNA ditampilkan

pada Gambar 8.

Gambar 8. Prinsip kerja VNA

(Sumber : Agilent, 2004)

Gambar 7 dapat dilihat bahwa gelombang elektromagnetik yang mengenai suatu

material akan diabsorpsi, ditransmisikan sebagian, lalu direfleksikan kembali

18

(Agilent, 2004). Nilai reflection loss (RL) yang dihasilkan kemudian

dikonversikan menjadi persen absorpsi dengan rumus :

RL = 20 log |𝑍𝑖𝑛−𝑍0

𝑍𝑖𝑛+𝑍0|

RL = -20 log |Z|

Log |Z| = 𝑅𝐿

−20

|Z| = 10(𝑅𝐿

−20 )

% = (1-Z) x 100%

Reflection loss adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak

daya yang hilang pada beban dan tidak kembali sebagai pantulan. Nilai reflection

loss dinyatakan dalam satuan dB.

19

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2016 di

Laboratorium Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju, Badan Tenaga Nuklir

Nasional (PSTBM-BATAN), Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan Banten dan

karakterisasi VNA di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET),

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas,

neraca analitik Kem KB, indikator PH universal, termometer, m agnetic stirrer,

hot plate, furnace Advanced KL-600, drying Oven MEMMERT, XRD (X-Ray

Diffraction) PHILLIPS Panalytical Empyrean PW1710, SEM-EDS JEOL JSM-

6510LA, PSA (Malvern Instruments), dan VNA Advatest-R3770.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk Nd(NO3)3.xH2O

(Sigma-Aldrich), Fe(NO3)3.9H2O (Sigma-Aldrich), C6H8O7.H2O (Merck),

polietilen glikol (Merck), NH4OH, dan akuades.

20

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi Pembuatan Material Absorber Nd2-xFexO3 dengan Metode

Sol-Gel ( Modifikasi Shanker et al., 2015 )

Penelitian ini dilakukan dua variasi yaitu variasi suhu dan

komposisi kimia (nilai x). Massa bahan yang ingin dihasilkan sebesar 1

gram Nd2-xFexO3 sehingga digunakan perhitungan stoikiometri

perbandingan mol.

a. Variasi suhu

Serbuk Nd(NO3)3.xH2O, Fe(NO3)3.9H2O, C6H8O7.H2O dicampurkan

bersama-sama sesuai dengan stoikiometri Nd2-xFexO3 (nilai x=1).

Polietilen glikol 0,1 M sebanyak 20 mL ditambahkan ke dalam

campuran tersebut sambil diaduk pada suhu 80oC, dan kemudian

ditambahkan larutan NH4OH 1 M sampai pH 7 sehingga

menghasilkan sol. Sol tersebut dikeringkan sampai menghasilkan gel,

dan gel dioven pada suhu 110oC sampai kering. Hasil oven tersebut

dilanjutkan dengan proses sinter pada variasi suhu 800oC, 900

oC dan

1000oC selama 5 jam.

b. Variasi komposisi kimia (nilai x)

Serbuk Nd(NO3)3.xH2O, Fe(NO3)3.9H2O, C6H8O7.H2O dicampurkan

bersama-sama sesuai dengan stoikiometri Nd2-xFexO3 (dapat dilihat

pada Tabel 1) dengan (x= 0,1; 0,5; 1,0; 1,2). Polietilen glikol 0,1 M

sebanyak 20 mL ditambahkan ke dalam campuran tersebut sambil

diaduk pada suhu 80oC, dan kemudian ditambahkan larutan NH4OH 1

M sampai pH 7 sehingga menghasilkan sol. Sol tersebut dikeringkan

21

sampai menghasilkan gel, dan gel dioven pada suhu 110oC sampai

kering. Hasil oven tersebut dilanjutkan dengan proses sinter pada suhu

optimum selama 5 jam.

Tabel 1. Massa Masing-Masing Senyawa Sistem Nd2-xFexO3

No. x Nd2-xFexO3 Massa (gram)

Nd(NO3)3.xH2O Fe(NO3)3.9H2O C6H8O7.H2O

1 0.1 Nd1.9Fe0.1O3 1,91513 0,12330 0,65917

2 0.5 Nd1.5Fe0.5O3 1.69483 0,69110 0,71907

3 1 NdFeO3 1,33117 1,62844 0,84799

4 1.2 Nd0.8Fe1.2O3 1,14664 2,10405 0,91201

3.3.2 Karakterisasi

Masing-masing serbuk hasil preparasi dilakukan identifikasi fasa dengan

XRD, morfologi permukaan dan komposisi unsur dengan SEM-EDS,

ukuran partikel dengan PSA dan pengukuran serapan gelombang dengan

VNA.

3.3.2.1 Karakterisasi Identifikasi Fasa dengan XRD (Sukirman et

al., 2012)

Material yang akan diuji disiapkan dan diletakan diatas preparat.

Material dimasukan kedalam XRD kemudian tutup rapat. Software

pendukung untuk pengoperasian XRD disiapkan. Kualitas dan kuantitas

fase yang terbentuk di dalam cuplikan hasil sintering diamati dengan

teknik difraksi sinar-x. Instrumentasi yang digunakan difraktometer sinar-x

panalitycal philips empyrean, tipe PW1710, detektor silikon lithium,

radiasi CuKα, panjang gelombang, λ = 1,5406 Å.

22

3.3.2.2 Karakterisasi Morfologi Permukaan dan Komposisi Persen

Massa dengan SEM-EDS (ASTM E1508)

Material diletakkan pada specimen holder dengan menggunakan

double sticky tip untuk mendapatkan posisi spesimen yang rigid.

Diletakkan lapisan tipis (coating) oleh Au dengan menggunakan mesin Ion

Sputter JFC-1600. Sampel dimasukkan ke dalam specimen chamber pada

mesin SEM JEOL JSM-6510LA untuk melakukan observasi pada

spesimen uji sebelum dilakukan pemotretan. Pemotretan dilakukan dengan

menggunakan perbesaran yang diinginkan untuk mengetahui butiran, batas

butir, keretakan, dan dislokasi. Hasil gambar SEM yang diperoleh,

selanjutnya ditentukan pengambilan titik yang akan ditembak EDS. Hasil

dari EDS yaitu tampilan grafik persentase berupa (% massa) dan (% atom)

dari unsur yang terkandung didalam bahan.

3.3.2.3 Karakterisasi Ukuran Partikel dengan PSA (Malvern, 2009)

Material yang berupa serbuk ditimbang kurang lebih 0,01 gram.

Material dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan 1 mL

dispersant (Tween 20) sambil diaduk hingga rata. Material tersebut

ditambahkan akuades hingga 10 mL dan diaduk hingga larut. Material

tersebut di ultrasonik selama 5 detik dan dimasukan ke dalam kuvet 1 mL.

Material diukur distribusi diameternya menggunakan PSA.

23

3.3.2.4 Karakterisasi Serapan Gelombang dengan VNA (Tang et al.,

2008)

Material uji diletakkan di antara probe S11 dan S21 sehingga pada

layar monitor kita dapat mengetahui nilai frekuensi yang direfleksikan, di

transmisikan, dan diabsorbsi oleh material uji. Sebelum pengukuran

koefisien refleksi dan transmisi dilakukan kalibrasi menggunakan TRL

(Tranmission Reflection Loss) terhadap sampel berbentuk pellet/bulk

dengan diameter 2,5 cm dan ketebalan 2 mm dengan rentang frekuensi 6-

16 GHz.

24

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Material Absorber Nd2-xFexO3

Material Nd2-xFexO3 dipreparasi menggunakan metode sol-gel.

Nd(NO3)3.xH2O dan Fe(NO3)3.9H2O merupakan sebagai prekursor. Asam sitrat

digunakan sebagai agen pengkelat dan penstabil (Wu et al., 2011). Asam sitrat

membentuk kompleks dengan logam yang digunakan. Terjadinya kompleks antara

logam dan asam sitrat dapat dilihat dengan terbentuknya sol dan terjadi reaksi

pada Gambar 9. Larutan kompleks logam sitrat kemudian diinisiasi oleh polietilen

glikol (PEG) 0,1 M untuk membentuk gel, dimana suhu yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 110oC. Berdasarkan Levy dan Zayat (2015), pemanasan pada

suhu kurang dari 200oC diikuti dengan pembentukan reaksi polyesterifikasi yang

dapat dilihat pada Gambar 9. Penggunaan polietilen glikol digunakan untuk

menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil berdasarkan penelitian Wu et al.,

(2012) yaitu sebesar 20-130 nm, sedangkan Shanker et al., (2015) yang

menggunakan etilen glikol dihasilkan sebesar 100 nm.

25

Gambar 9. Skema Reaksi

(Lee et al., 2003)

Sampel berupa gel dioven pada suhu 110oC. Hal ini bertujuan untuk

menguapkan air yang masih tersisa pada gel (Suastiyanti et al., 2014). Serbuk

selanjutnya dilakukan sintering pada suhu 800oC. Komponen organik berupa

karbon akan hilang selama proes sintering (Levy dan Zayat, 2015). Selain itu,

proses sinter juga terjadi pembentukan oksida. Kemudian tahapan selanjutnya

akan dilakukan beberapa karakterisasi pada material ini.

4.2 Hasil Karakterisasi

4.2.1 Pola Difraksi Sinar-X

Variasi suhu

Sampel Nd2-xFexO3 dengan komposisi x=1 dilakukan variasi suhu untuk

mengetahui suhu optimum sinter. Komposisi x=1 dipilih berdasarkan penelitian

Shanker et al., (2015) yang menyatakan identifikasi pola XRD (X-Ray

26

Diffraction) memperlihatkan NdFeO3. Pola difraksi sinar-X menggunakan XRD

dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.

Gambar 10. Pola Difraksi Sinar-X Variasi Suhu

Hasil identifikasi fasa menggunakan XRD diperoleh bahwa sampel

NdFeO3 dengan variasi suhu baik pada 800oC, 900

oC maupun 1000

oC terbentuk

puncak-puncak yang sama pada 2θ = 22,75; 25,46; 31,96; 32,45; 40,33; 46,45;

46,70; 57,32; 58,31; 68,02; 77,66 yaitu fasa NdFeO3 COD (Crystallography of

Database) 96-200-3125. Intensitas yang dihasilkan semakin tinggi seiring

tingginya suhu sintering. Asumsi ini sesuai dengan hasil penelitian Khasanah

(2012) yang menyatakan bahwa perbedaan suhu sintering tidak merubah pola

difraksi sinar-X, hanya merubah besarnya intensitas dari setiap pola difraksi yang

dihasilkan. Analisis fasa menggunakan program GSAS (General Structure

Analysis System) perlu dilakukan untuk mengetahui lebih detail. Hasil refinement

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Inte

nsi

tas

(a.u

)

2 Theta (o)

T= 800ᵒC

T= 900ᵒC

T= 1000ᵒC

27

dari ketiga pola difraksi sinar-X diperoleh faktor Rwp (Right weight profile) dan

chi squared (χ2) yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Rwp dan 𝛘𝟐 Pada Variasi Suhu

Sampel NdFeO3 Rwp 𝜒2

T = 800oC 0,0412 1,152

T = 900oC 0,0423 1,194

T = 1000oC 0,0396 1,367

Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil refinement GSAS baik pada suhu 800oC,

900oC dan 1000

oC menghasilkan nilai Rwp kurang dari 10 % (0,1). Hal ini

menyatakan bahwa data yang diperoleh dapat diterima (Sunarjo, 2010). Selain itu,

nilai 𝜒2 (chi squared) yang dihasilkan semakin besar seiring tingginya suhu

sintering, dimana refinement GSAS variasi suhu dapat dilihat pada lampiran 6.

Hal ini disebabkan terdapat perbedaan intensitas yang dihasilkan. Perbedaan

intensitas akan mempengaruhi nilai 𝜒2. Nilai 𝜒2 yang diperkenankan maksimum

1,3 (Manaf dan Adi, 2013). Nilai 𝜒2 semakin mendekati 1 berarti fitting antara

hasil observasi dan kalkulasi sama. Nilai 𝜒2 pada suhu sintering 800oC sebesar

1,152 lebih baik daripada yang lain, sehingga NdFeO3 suhu 800oC merupakan

suhu optimum. Hasil ini didukung juga berdasarkan hasil penelitian Khorasani-

Motlagh et al., (2013) yang melakukan sintesis NdFeO3 dengan suhu sinter

800oC, kemudian dilakukan variasi komposisi nilai x.

28

Variasi komposisi nilai x

Sampel Nd2-xFexO3 dengan variasi x=0,1; 0,5; 1 dan 1,2 dikarakterisasi

dengan difraksi sinar-X. Gambar 11 dapat dilihat pola difraksi sinar-X sampel

Nd2-xFexO3.

Gambar 11. Pola Difraksi Sinar-X Variasi Komposisi

Identifikasi fasa dari pola difraksi sinar-X sampel dilakukan dengan cara

membandingkan pola difraksi sampel NdFeO3 dan pola difraksi sinar-X dalam

database menggunakan program Match. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut

diperoleh bahwa sampel Nd2-xFexO3 dengan x=1 terbentuk fasa tunggal NdFeO3,

sedangkan untuk x=0,1; 0,5 dan 1,2 terbentuk lebih dari satu fasa. Fasa lain yang

terbentuk pada x=0,1 yaitu fasa Nd2O3 dan Fe, pada x=0,5 terbentuk fasa NdFeO3

dan Nd2O3. Pada x=1,2 terbentuk fasa NdFeO3 dan Fe2O3. Hal ini diduga tidak

semua Fe tersubstitusi ke Nd. Hasil Match tersebut kemudian dilakukan

refinement menggunakan GSAS. Hasil refinement tersebut bahwa sampel untuk

29

variasi x=0,1; 0,5; 1 dan 1,2 memiliki nilai 𝜒2 berturut-turut sebesar 3,843; 1,718;

1,152 dan 1,245.

Nilai 𝜒2 diatas menyatakan bahwa sampel Nd2-xFexO3 dengan komposisi

x=1 merupakan sampel yang memiliki nilai 𝜒2 mendekati 1. Hasil analisis

difraksi sinar-X tersebut bahwa sampel Nd2-xFexO3 dengan variasi komposisi x=1

dan suhu sinter 800oC merupakan komposisi dan suhu sinter yang optimum.

4.2.1.1 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x=0,1)

Sampel Nd2-xFexO3 (x=0,1) adalah sampel yang dipreparasi pada

komposisi x = 0,1 dengan suhu sintering pada 800oC. Identifikasi pola difraksi

sinar-X sampel ini menggunakan program Match yaitu data pola difraksi sinar-X

sampel (disebut sebagai data observasi) akan dicocokkan terlebih dahulu dengan

pola difraksi sinar-X dari fasa-fasa standar sesuai dengan database pada program

Match (disebut sebagai data kalkulasi). Gambar 12 memperlihatkan kesesuaian

antara pola difraksi observasi dan pola difraksi kalkulasi. Kurva berwarna biru

adalah pola difraksi observasi, sedangkan garis-garis vertikal berwarna merah

adalah puncak-puncak difraksi kalkulasi.

30

Gambar 12. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi

x=0,1

Fraksi massa dari fasa-fasa yang terbentuk tidak dapat ditentukan,

sehingga diperlukan analisis lebih lanjut menggunakan program GSAS (General

Structure Analysis System). Hasil analisis GSAS ini mengidentifikasi bahwa

sampel komposisi x=0,1 terbentuk 3 fasa dengan 𝜒2 = 3,843. Nilai 𝜒2 yang masih

tinggi disebabkan bahwa masih terdapat puncak sampel yang belum terdeteksi.

Fraksi massa yang dihasilkan fasa Nd2O3 COD 96-200-2850 sebesar 2,645 %, fasa

Nd2O3 COD 96-153-7847 sebesar 82,33 % dan fasa Fe COD 96-901-3474 sebesar

15,025 %. Hasil pencocokan pola difraksi berdasarkan analisis GSAS dapat

dilihat pada Gambar 13.

31

(a) Pola difraksi

(b) Spektrum Rwp

(c) 𝜒2

Gambar 13. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=0,1

Pola difraksi sinar-X sampel x=0,1 berhasil di refinement oleh program

GSAS. Berdasarkan Gambar 13 (a) bahwa kurva berwarna hijau merupakan pola

32

difraksi sinar X kalkulasi, kurva berwarna merah merupakan pola difraksi sinar X

observasi, dan garis berwarna ungu merupakan hasil pencocokan pola observasi

dan kalkulasi. Gambar 13 (b) merupakan hasil refinement Rwp (Ratio Weight

Pattern) dan nilai Rwp yang dihasilkan sebesar 0,084. Nilai Rwp mendekati 10 %

menyatakan bahwa data yang diperoleh dapat diterima (Sunaryo dan

Widyawidura, 2010). Gambar 13 (c) merupakan kurva 𝜒2 (chi squared) yang

mempunyai nilai sebesar 3,843.

4.2.1.2 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x = 0,5)

Sampel Nd2-xFexO3 dipreparasi pada komposisi x=0,5 dengan suhu

sintering 800oC. Data pola difraksi sinar-X observasi akan dilakukan pencocokan

dengan pola difraksi sinar X dari fasa-fasa standar sesuai dengan database pada

program Match. Gambar 14 dibawah ini menampilkan kesesuaian antara pola

difraksi observasi dan pola difraksi kalkulasi melalui program Match.

33

Gambar 14. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi

x=0,5

Program GSAS diperlukan untuk menganalisis lebih lanjut, sehingga

fraksi massa dari fasa-fasa yang terbentuk dapat ditentukan. Hasil analisis GSAS

ini mengidentifikasi bahwa sampel komposisi x=0,5 terbentuk 3 fasa dengan 𝜒2 =

1,718 yaitu fasa NdFeO3 COD 96-200-3125, fasa Nd2O3 COD 96-200-2850 dan

fasa Nd2O3 COD 96-153-7847. Fraksi massa yang dihasilkan untuk fasa NdFeO3

COD 96-200-3125 sebesar 64,626 %, fasa Nd2O3 COD 96-152-3968 sebesar

22,055 % dan fasa Nd2O3 COD 96-153-7847 sebesar 13,319 %. Hasil pencocokan

pola difraksi berdasarkan analisis GSAS dapat dilihat pada Gambar 15.

34

(a) Pola difraksi

(b) Spektrum Rwp

(c) 𝜒2

Gambar 15. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=0,5

Gambar 15 merupakan pola difraksi sinar-X sampel yang di refinement oleh

program GSAS menghasilkan nilai Rwp sampel komposisi x=0,5 sebesar 0,0540

35

dan mempunyai nilai 𝜒2 sebesar 1,718. Nilai 𝜒2 yang masih diatas dari nilai yang

diperkenankan disebabkan masih terdapat satu puncak yang tidak terbaca dan

tinggi intensitas yang berbeda. Puncak yang tidak terbaca itu dapat dilihat dari

hasil refinement kurva berwarna ungu yang merupakan pencocokan antara pola

difraksi observasi dan kalkulasi.

4.2.1.3 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x = 1)

Sampel Nd2-xFexO3 dilakukan preparasi pada komposisi x=1 dengan suhu

sintering 800oC sehingga terbentuk NdFeO3. Pola difraksi sinar x observasi

dilakukan pencocokan terlebih dahulu dengan pola difraksi sinar X kalkulasi pada

program Match. Gambar 16 memperlihatkan kesesuaian antara pola difraksi

observasi dan pola difraksi kalkulasi melalui program Match.

Gambar 16. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi x=1

Fraksi massa dari fasa-fasa yang terbentuk tidak dapat ditentukan,

sehingga diperlukan analisis lebih lanjut menggunakan program GSAS. Hasil

36

analisis GSAS ini mengidentifikasi bahwa sampel komposisi x=1 terbentuk satu

fasa dengan 𝜒2 = 1,152 yaitu fasa NdFeO3. Hasil pencocokan pola difraksi

berdasarkan analisis GSAS dapat dilihat pada Gambar 17.

(a) Pola difraksi

(b) Spektrum Rwp

(c) 𝜒2

Gambar 17. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=1

37

Hasil refinement tersebut bahwa pola difraksi sinar X pada sampel komposisi x=1

yang di refinement oleh program GSAS mempunyai nilai Rwp sebesar 0,0412 dan

nilai 𝜒2 sebesar 1,152. Nilai Rwp yang masih dibawah 10% (0,1) dan 𝜒2 yang

masih diperkenankan sehingga data yang diperoleh dapat diterima. Sampel x=1

merupakan nilai x optimum dikarenakan fasa yang dihasilkan satu fasa.

4.2.1.4 Analisis Fasa Sampel Nd2-xFexO3 (x = 1,2)

Sampel Nd2-xFexO3 dipreparasi pada komposisi x=1,2 dengan suhu

sintering 800oC. Pola difraksi sinar x observasi akan dicocokan terlebih dahulu

dengan pola difraksi sinar X dari fasa-fasa standar sesuai dengan database pada

program Match. Gambar 18 memperlihatkan kesesuaian antara pola difraksi

observasi dan pola difraksi kalkulasi melalui program Match.

Gambar 18. Pola Difraksi Sinar-X Observasi dan Kalkulasi Pada Komposisi

x=1,2

38

Fraksi massa dari fasa-fasa yang terbentuk tidak dapat ditentukan,

sehingga diperlukan analisis lebih lanjut menggunakan program GSAS. Hasil

analisis GSAS ini mengidentifikasi bahwa sampel komposisi x=1,2 terbentuk dua

fasa dengan 𝜒2 = 1,242 yaitu fasa NdFeO3 dan Fe2O3. Hasil pencocokan pola

difraksi berdasarkan analisis GSAS dapat dilihat pada Gambar 19.

(a) Pola difraksi

(b) Spektrum Rwp

(c) 𝜒2

Gambar 19. Hasil Refinement Nd2-xFexO3 Komposisi x=1,2

39

Pola difraksi sinar X sampel Nd2-xFexO3 komposisi x = 1,2 berhasil di refinement

oleh program GSAS. Nilai Rwp sampel komposisi x=1,2 yang dihasilkan sebesar

0,0393 dan nilai 𝜒2 sebesar 1,242. Fraksi massa yang dihasilkan pada fasa

NdFeO3 sebesar 81,88 % dan fasa Fe2O3 sebesar 18,12 %. Perbandingan nilai Rwp

dan 𝜒2 pada variasi komposisi nilai x dapat dilihat pada Tabel 3, dimana nilai Rwp

semuanya kurang dari 0,1 (<10%) dan 𝜒2 yang terdiri dari nilai yang diperkenankan dan

diluar yang diperkenankan. Nilai yang diperkenankan yaitu x = 1 dan 1,2. Nilai yang

tidak diperkenankan yaitu pada x = 0,1 dan 0,5 dikarenakan masih terdapat puncak yang

belum terdeteksi dan intensitas yang berbeda.

Tabel 3. Perbandingan Nilai Rwp dan 𝝌𝟐 Pada Variasi Komposisi Nilai x

Sampel NdFeO3 Rwp 𝜒2

x = 0,1 0,0840 3,843

x = 0,5 0,0540 1,718

x = 1 0,0412 1,152

x = 1,2 0,0393 1,242

4.2.2 Analisis Morfologi Permukaan dan Komposisi Persen Massa

Analisis morfologi permukaan Nd2-xFexO3 dengan komposisi x=0,1; 0,5; 1

dan 1,2 dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil

SEM dengan perbesaran 20.000 kali dapat dilihat pada Gambar 20.

40

(a) x=0,1

(b) x=0,5

(c) x=1

(d) x=1,2

Gambar 20. Morfologi Permukaan Nd2-xFexO3 (a) x=0,1; (b) x=0,5 (c) x=1;

(d) x=1,2

Berdasarkan Gambar 20 dapat dilihat bahwa sampel pada komposisi

x=0,1; 0,5 dan 1,2 memiliki distribusi partikel yang relatif tidak homogen. Hal ini

sesuai dengan analisis difraksi sinar-X disebabkan fasa yang terbentuk lebih dari

satu fasa. Sampel dengan komposisi x=0,1; 0,5; 1 dan 1,2 memiliki morfologi

permukaan yang relatif berbentuk bulat dikarenakan terdapat fasa NdFeO3. Hasil

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khorasani-Mothlag, et al (2013)

menyatakan bahwa bentuk partikel NdFeO3 yaitu berupa spherical atau bulat.

Akan tetapi, sampel x=1 distribusi partikelnya tampak relatif homogen. Hal ini

disebabkan pada x=1 memiliki satu fasa berdasarkan hasil analisis difraksi sinar-

X.

41

Analisis dengan SEM juga dapat menentukan ukuran partikel dengan cara

menggunakan perbandingan skala. Hasil dari perbandingan skala itu diperoleh

bahwa ukuran partikelnya pada x=0,1; 0,5; 1 dan 1,2 berturut-turut sebesar 0,137

µm; 0,172 µm; 0,172 µm dan 0,137 µm. Komposisi unsur Nd2-xFexO3 (x=0,1; 0,5;

1 dan 1,2) dianalisis menggunakan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS).

Prinsip EDS yaitu menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin diketahui

komposisinya. Sampel yang telah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka

akan muncul puncak– puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang

terkandung seperti pada Gambar 21.

(a) x=0,1

(b) x=0,5

(c) x=1

(d) x=1,2

Gambar 21. Spektrum Energi (a) x=0,1; (b) x=0,5; (c) x=1; (d) x=1,2

Spektrum energi yang dihasilkan pada Gambar 21 bahwa sampel

Nd2-xFexO3 dengan variasi komposisi x=0,1; 0,5; 1 dan 1,2 terdapat puncak Nd,

Fe, O, C, Cu dan Al. Unsur C terdeteksi yang berasal dari carbon tip untuk

merekatkan sampel dengan sampel holder, unsur Cu berasal dari sample holder

42

dan unsur Al merupakan zat pengotor. Kandungan unsur Nd, Fe dan O pada

material ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persen Massa Eksperimen dan Teoritis

Unsur Persen Massa Eksperimen (%)

X=0,1 X=0,5 X=1 X=1,2

Nd 77,86 73,53 57,06 45,65

Fe 1,17 8,19 19,19 29,89

O 20,97 18,28 23,76 24,46

Persen Massa Teoritis (%)

Nd 83,65 74,02 58,16 50,08

Fe 1,70 9,56 22,52 29,09

O 14,65 16,42 19,32 20,83

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa persen massa eksperimen secara

keseluruhan unsur Nd semakin berkurang dan unsur Fe bertambah seiring dengan

semakin tingginya komposisi kimia (nilai x). Hal ini sesuai dengan persen massa

teoritis bahwa seiring dengan naiknya komposisi kimia (nilai x) yang berarti

komposisi Fe bertambah dan Nd berkurang. Perbedaan persen massa eksperimen

dan teoritis baik pada x=0,1; 0,5; 1 dan 1,2 diduga pengambilan posisi yang tidak

tepat. Selain itu, fasa yang dihasilkan pada komposisi x=0,1; 0,5 dan 1,2 yaitu

lebih dari satu fasa sesuai dengan hasil analisis XRD. Fraksi massa dari fasa yang

dihasilkan juga berbeda-beda. Hal ini memungkinkan persen massa yang diambil

pada posisi yang fraksi massanya lebih banyak.

4.2.3 Analisis Distribusi Ukuran Partikel

Analisis distribusi ukuran partikel diperoleh dengan menggunakan alat

Particle Size Analyzer (PSA). Indeks refraksi sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Nd2O3 sebesar 1,8 dan dispersant atau zat pendispersi yang

43

digunakan yaitu H2O dengan nilai indeks refraksi sebesar 1,33. Hasil ukuran

partikel sampel Nd2-xFexO3 dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Kurva Distribusi Ukuran Partikel

Gambar 22 menyatakan bahwa ukuran rata-rata partikel mengalami

kenaikan seiring dengan bertambahnya komposisi substitusi Fe. Sampel

Nd2-xFexO3 dengan komposisi x=1 memiliki ukuran partikel 0,980 µm yang

merupakan ukuran partikel NdFeO3 dalam penelitian ini. Hal ini berdasarkan

analisis fasa menggunakan XRD menunjukkan bahwa pada komposisi x = 1 telah

diperoleh satu fasa yaitu fasa NdFeO3, sedangkan sampel dengan komposisi x=0,1

terbentuk fasa Nd2O3 dan Fe memiliki ukuran partikel yang kecil sebesar 0,655

µm. Distribusi ukuran partikel dari komposisi x = 0,1 tampak lebih kecil

dibanding dengan ukuran partikel pada komposisi x =1. Hal ini diduga ada

kontribusi dari fasa kedua dari komposisi x = 0,1 yang memiliki ukuran partikel

jauh lebih kecil dibanding dengan ukuran partikel NdFeO3. Sampel dengan

komposisi x=0,5 terbentuk fasa NdFeO3 dan Nd2O3 yang memiliki ukuran partikel

sebesar 0,914 µm. Sampel dengan komposisi x=1,2 terbentuk fasa NdFeO3 dan

44

Fe2O3 yang memiliki ukuran partikel sebesar 1,229 µm. Shanker et al., (2015)

menyatakan bahwa ukuran partikel NdFeO3 sekitar 100 nm dilihat dari gambar

SEM yang merupakan ukuran partikelnya lebih kecil daripada penelitian ini.

Perbedaan nilai ukuran partikel ini diduga karena terjadinya aglomerasi atau

penggumpalan kembali ketika sampel tersebut telah di ultrasonik. Sifat

penyerapan gelombang elektromagnetik dan mikro dapat ditingkatkan dengan

mengurangi ukuran partikel (Liu et al., 2011). Ukuran partikel mempengaruhi

besarnya energi yang diserap. Material penyerap gelombang elektromagnetik yang

baik yaitu dengan ukuran partikel yang kecil karena semakin kecil ukuran partikel

maka semakin luas pula luas permukaan material tersebut. Ukuran partikel

mengecil akan meningkatkan kapasitas penyerapan (Wang et al., 2012).

4.2.4 Analisis Serapan Gelombang

Analisis serapan gelombang diperoleh dengan menggunakan alat Vector

Network Analyzer (VNA). Koefisien refleksi (reflection loss) menunjukkan

jumlah fraksi gelombang elektromagnetik yang terserap karena adanya resonansi

gelombang tersebut pada material sampel. Hasil perhitungan reflection loss

sampel Nd2-xFexO3 variasi komposisi nilai x dengan rentang frekuensi 8-12 GHz

dapat dilihat pada Gambar 23.

45

Gambar 23. Grafik Serapan Gelombang Elektromagnetik

Berdasarkan rentang frekuensi diatas bahwa masing-masing sampel dapat

dilihat frekuensi yang dapat menyerap gelombang elektromagnetik. Lebar pita

penyerapan dari berbagai komposisi sampel dan fasa yang berbeda dengan

rentang pengukuran frekuensi yang sama menghasilkan nilai reflection loss

dengan intensitas penyerapan yang berbeda (Khasanah, 2012). Sampel Nd2-xFexO3

pada komposisi x=0,1 memiliki nilai reflection loss -29,2 dB pada frekuensi 11,2

GHz, sehingga persen penyerapannya sebesar 97%. Besarnya penyerapan pada

komposisi ini disebabkan fasa dominan yang terbentuk yaitu fasa Nd2O3. Unsur

Nd merupakan unsur yang termasuk golongan tanah jarang dan golongan tanah

jarang itu baik untuk bahan penyerapan gelombang. Sampel pada komposisi x=0,5

memiliki nilai reflection loss –19,77 dB pada frekuensi 11,34 GHz, sehingga

persen penyerapan pada sampel ini sebesar 90%. Sampel komposisi x=1 memiliki

nilai reflection loss yang paling tinggi sebesar -33,28 dB pada frekuensi 11,46

GHz. Nilai reflection loss yang tinggi menyebabkan persen penyerapan

46

gelombang elektromagnetik juga besar yaitu sebesar 98%. Sampel Nd2-xFexO3

pada komposisi x=1,2 mempunyai nilai reflection loss sebesar -22,6 dB pada

frekuensi 11 GHz. Sampel pada komposisi x=1,2 mempunyai persen penyerapan

sebesar 93%. Nilai negatif pada reflection loss menunjukkan bahwa material

tersebut mampu menyerap gelombang mikro (Phang et al., 2008). Semakin besar

nilai reflection loss maka akan semakin besar nilai penyerapan yang dapat

dilakukan oleh material tersebut (Rinata, 2011). Berdasarkan eksperimen bahwa

sampel Nd2-xFexO3 yang memiliki persen penyerapan yang optimum yaitu pada

komposisi x=1. Walaupun perbedaan persen penyerapan yang tidak berbeda jauh

antara x=0,1 dan x=1. Secara ekonomis penggunaan Neodymium tidak

memungkinkan dikarenakan Neodymium (Nd) merupakan salah satu logam tanah

jarang yang termasuk bahan yang mahal. Penggunaan besi (Fe) pada x=1 dapat

lebih efisien dikarenakan 50% menggantikan Neodymium (Nd).

47

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Kondisi optimum material Nd2-xFexO3 pada suhu 800oC dan komposisi

kimia x =1 yaitu NdFeO3.

2. Analisis fasa material Nd2-xFexO3 diperoleh memiliki satu fasa pada

x=1.

3. Morfologi permukaan pada material Nd2-xFexO3 memiliki bentuk yang

berbeda-beda. Ukuran partikel sebesar 0,98 µm dan daya serap

gelombang elektromagnetik sebesar 98% dengan RL sebesar -33,28

dB pada frekuensi 11,46 GHz.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini yaitu terbentuknya fasa NdFeO3 yang memiliki

daya serap gelombang elektromagnetik sebesar 98% sehingga dapat

diaplikasikan sebagai absorber gelombang elektromagnetik baik pada

kapal maupun pesawat.

48

DAFTAR PUSTAKA

Adi WA, Manaf A. 2013. Microstructure and Phase Analysis of La0.8Ba0.2Tix

Mn(1-x)O3 system for Microwave Absorber Material (x = 0 – 0.7). Advanced

Materials Research. 789: 97-100.

Agilent. 2004. Network Analyzer Basics. USA : Agilent Technologies, Inc.

Alonso M, Finn EJ. 1994. Dasar-Dasar Fisika Universitas. Jakarta (ID):

Erlangga.

Arifani M, Baqiya MA, Darminto. 2012. Sintesis Multiferoik BiFeO3 Berbasis

Pasir Besi dengan Metode Sol Gel. Jurnal Sains dan Seni ITS. 1:11-14.

ASTM E1508. Standard Guide for Quantitative Analysis by Energy-Dispersive

Spectroscopy. Annual Books of ASTM Standards.

Atmawinata A , Yahya F, Widhianto S, Roosmariharso, Irianto D, Adlir A, Susilo

Y, Radjid W, Massaruddin, Noviansyah D, Sutjiatmo AI, Sinta, Wuri S,

Sujiatmo BP, Ardhana. 2014. Telaah Penguatan Struktur Industri Pemetaan

Potensi Logam Tanah Jarang Di Indonesia. Jakarta: Kementerian

Perindustrian Republik Indonesia.

Brinker CJ, Scherer GW. 1990. Sol-Gel Science The Physics and Chemistry of

Sol-Gel Processing. San Diego (US): Academic Press, Inc.

Chang R. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta

(ID): Erlangga.

Dho J, Lee EK, Park JY, Hur NH. 2005. Effects of The Grain Boundary on The

Coercivity of Barium Ferrite BaFe12O19. Journal of Magnetism and

Magnetic Materials. 285:164-168.

Etzler FM. 2004. Particle Size Analysis: A Comparison of Methods. American

Pharmaceutical Review.

Friel JJ. 2003. X-Ray and Image Analysis In Electron Microscopy. Amerika (US):

Princeton Gamma-Tech.

Giancoli DC. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga.

Gunanto YE, Cahyadi L, Adi WA. 2016. Effect of Mn and Ti substitution on the

reflection loss characteristic of Ba0.6Sr0.4Fe11-zMnTizO19 (z = 0, 1, 2 and

3). The 3rd International Conference on Advanced Materials Science and

Technology (ICAMST) AIP Conference Proceedings. 1725, 020023-1–020023-

6.

49

Gunawarman. 2013. Konsep dan Teori Metalurgi Fisik. Yogyakarta (ID): Andi

Offset.

Halliday D, Resnick R. 1978. Fisika Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Erlangga.

Haryati T, Andarini N, Mardhiyah S. 2014. Pengaruh Suhu Sol-Gel dan Pelarut

Polyetilen Glykol (PEG) pada Aktivitas Fotokatalis ZnO-TiO2 sebagai

Pendegradasi Limbah Cair Pewarna Tekstil. Alchemy Jurnal Penelitian

Kimia. 10(2):148-156.

Helmy RK, Fajarin R. Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada

Pembentukan Nanopartikel Fe2TiO5 dengan Metode Mechanical Alloying.

Jurnal Teknik Pomits. 1 : 1-5.

Holman JP. 2008. Perpindahan Kalor Edisi ke 6. Jakarta (ID): Erlangga.

Horiba. 2014. A Guidebook To Particle Size Analysis. USA : Horiba Instruments,

Inc.

Ishihara T. 2009. Perovskite Oxide for Solid Oxide Fuel Cells. London (UK):

Springer.

Kanade KG, Kale BB, Aiyer RC, Das BK. 2005. Effect of Solvents on The

Synthesis of Nano-Size Zinc Oxide and Its Properties, Materials Research

Bulletin, 41, 590–600.

Khasanah QF. 2012. Efek Substitusi Parsial Ion La Pada Material Sistem

LaxSr1-xO6(Fe1,5Mn0,25Ti0.25O3) Terhadap Sifat Absorbsi Gelombang Mikro

[tesis]. Depok (ID). Universitas Indonesia.

Khorasani-Motlagh M, Noroozifar M, Yousefi M, Jahani Sh. 2013. Chemical

Synthesis and Characterization of Perovskite NdfeO3 Nanocrystals via a

Co-Precipitation Method. Int.J.Nanosci.nanotechnol. 9(1):7-14.

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern.Yogyakarta (ID): Andi.

Lee H, Hong M, Bae S, Lee H, Park E. Kim K. 2003. A Novel Approach to

Preparing Nano-Size Co3O4-Coated Ni Powder by the Pechini Method for

MCFC Cathodes. Journal Material Chemistry. 13: 2626-2632.

Levy D, Zayat M. 2015. The Sol-Gel Handbook. Weinheim (Germany): Wiley-

VCH.

Liu L, Duan Y, Guo J, Chen L, Liu S. 2011. Influence of particle size on the

electromagnetic and microwave absorption properties of FeSi/paraffin

composites. Physica B. 406:2261-2265.

Malvern. 2009. Zetasizer Nano Series. UK : Malvern Instruments Ltd.

50

Manaf A, Adi WA. 2013. Analisis Struktur Single Phase Sistem Ba1-xLaxMnO3 (0

< X < 0,3). Jurnal Sains Materi Indonesia. 14(2):136-141.

Manaf A, Adi WA. 2014. Characterization of single phase of

La0.8Ba0.2Fe0.3Mn0.35Ti0.35O3 nanoparticles as microwave absorbers.

Advanced Materials Research. 896: 428-433.

Nasution ELY, Astuti. 2012. Sintesis Nanokomposit Pani/Fe3O4 Sebagai

Penyerap Magnetik Pada Gelombang Mikro. Jurnal Fisika Unand. 1(1):37-

44.

Phang SW, Tadokoro M, Watanabe J, Kuramoto N. 2008. Synthesis,

Characterization and Microwave Absorption Property of Doped Polyaniline

Nanocomposites Containing TiO2 Nanoparticles and Carbon Nanotubes.

Synthetic Metals. 158(2008):251–258.

Pierre AC. 2002. Introducing to Sol-Gel Processing. London (UK): Kluwer

Academic Publishers.

Rinata. 2011. Pengaruh Presentasi Berat Barium Heksaferrite (BaFe12O19) dan

Ketabalan Lapisan Terhadap Reflection Loss pada Komposit Radar

Absorbent Material (RAM). Jurnal Teknik Material dan Metalurgi. 1-7.

Rochman NT, Adi WA. 2013. Preliminary study of the development of absorber

electromagnetic wave materials by modifying iron sand. International

Journal of Academic Research. 5(4): 91-96.

Rochman NT, Adi WA. 2014. Analysis structural and microstructure of

lanthanum ferrite by modifying iron sand for absorber microwave material

application. Advanced Materials Research. 896: 423-427.

Ru Z, Jifan H, Zhouxiang H, Ma Z, Zhanlei W, Yongjia Z, Hongwei Q. 2010.

Electrical and CO-sensing properties of NdFe1-xCoxO3 perovskite system.

Journal Of Rare Earths. 28(4):591-595.

Serway RA, Jewett JJW. 2010. Fisika. Jakarta (ID): Salemba Teknika.

Shanker J, Suresh MB, Babu DS. 2015. Synthesis, Characterization and

Impedance Spectroscopy Studies of NdFeO3 Perovskite Ceramics.

International Journals of Scientific Engineering and Research (IJSER).

3(7):194-197.

Suastiyanti D, Soegijono B, Manaf A. 2014. Sintesa Material Nanopartikel

BaFe12O19 Fasa Tunggal dengan Metode Sol-Gel. Jurnal IPTEK 9(1):24-

31.

Sukirman E, Adi WA, Purwamargapratala Y. 2012. Struktur Kristal dan

Magnetoresistance Perovskite La0,7Ca0,3MnO3 pada Suhu Kamar. Jurnal

Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia. 13(2):61-72.

51

Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC.

Sunaryo, Widyawidura W. 2010. Metode Pembelajaran Bahan Magnet dan

Identifikasi Kandungan Senyawa Pasir Alam Menggunakan Prinsip Dasar

Fisika. Cakrawala Pendidikan. 24(1):67-79.

Tang X, Yang Y, Hu K. 2008. Structure and Electromagnetic Behavior of

BaFe12-2x(Ni0.8Ti0.7)xO19-0,8x In The 2-12 GHz Frequency Range. Journal of

Alloys and Compounds. 477(2009):488-492.

Tejuca LG, Fierro JLG. 1993. Properties and Applications of Perovskite-Type

Oxides. New York (US): M. Dekker.

Tien-Thao N, Alamdari H, Kaliaguine S. 2008. Characterization and Reactivity of

Nanoscale La(Co,Cu)O3 Perovskite Catalyst Precursors for CO

Hydrogenation. Journal of Solid State Chemistry. 181(8):2006-2019.

Toby BH. 2006. R factors in Rietveld analysis: How good is good enough?

Powder Diffraction. 21(1): 67–70.

Umar E. 2008. Buku Pintar Fisika. Jakarta (ID): Media Pusindo.

Virdhian S, Afrilinda E. 2014. Karakteristik Mineral Tanah jarang Ikutan Timah

dan Potensi Pengembangan Industri Berbasis Unsur Tanah Jarang. Metal

Indonesia. 36(2):61-69.

Wang WF, Zheng YG, Yao JH, Zhang M. 2012. Effects of the Particle Size

Variety of Metal Oxide on the Absorption Property of Long-Wavelength

Infrared Laser. Advanced Materials Research. 418-420: 536-539.

Wasito B, Biyantoro D. 2009. Optimasi Proses Pembuatan Oksida Logam Tanah

Jarang dari Pasir Senotim dan Analisis Produk dengan Spektrometer Pendar

Sinar-X. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta.

Wu YT, Wang XF, Yu CL, Li EY. 2012. Preparation and Characterization of

Barium Titanate (BaTiO3) Nano-Powders by Pechini Sol-Gel Method.

Materials and Manufacturing Processes. 27(12):1329-1333.

Wu Z, Zhang R, Zhao M, Fang S, Ham Z, Hu J, Wang K. 2011. Effect of Pd

Doping on the Acetone-sensing Properties of NdFeO3. International Journal

of Minerals, Metallurgy and Materials. 19(2):141-145.

Young HD, Frredman RA. 2003. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2.

Jakarta (ID): Erlangga.

Zachariev ZT. 2012. Polycrystalline Materials - Theoretical and Practical

Aspects. InTech.

52

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Variasi Suhu

Nd(NO3)3.xH2O Fe(NO3)3.9H2O C6H8O7.H2O

Sol

Polietilen Glikol

stirrer

Δ T = 8OoC

Gel

Stirrer

Δ T = 80o

C

NH4OH

(pH = 7)

Serbuk Campuran

Oven

Δ T = 110o

C

Serbuk Nd2-xFexO3

Sintering (800oC, 900

oC, dan

1000oC)

Karakterisasi dengan XRD

Suhu Sintering Optimum

53

Lampiran 2. Diagram Alir Variasi Komposisi Nilai x

No. x Nd2-xFexO3 Massa (gram)

Nd(NO3)3.xH2O Fe(NO3)3.9H2O C6H8O7.H2O

1 0.1 Nd1.9Fe0.1O3 1,91513 0,12330 0,65917

2 0.5 Nd1.5Fe0.5O3 1.69483 0,69110 0,71907

3 1 NdFeO3 1,33117 1,62844 0,84799

4 1.2 Nd0.8Fe1.2O3 1,14664 2,10405 0,91201

Nd(NO3)3.xH2O Fe(NO3)3.9H2O C6H8O7.H2O

Sol

Polietilen Glikol

stirrer

Δ T = 8OoC

Gel

Stirrer

Δ T = 80o

C

NH4OH

(pH = 7)

Serbuk Campuran

Oven

Δ T = 110o

C

Serbuk Nd2-xFexO3

Karakterisasi : XRD, SEM-

EDS, PSA dan VNA

54

Lampiran 3. Perhitungan Massa

1. x=0,1

massa Nd2-xFexO3 = 1 gram

massa Nd(NO3)3.xH2O =Nd(NO3)3.xH2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Nd(NO3)3.xH2O

massa Nd(NO3)3.xH2O = 1,9

1 x

1

327,641 x 330,24

massa Nd(NO3)3.xH2O = 1,9150 gram

massa Fe(NO3)3.9H2O = Fe(NO3)3.9H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Fe(NO3)3.9H2O

massa Fe(NO3)3.9H2O = 0,1

1 x

1

327,641 x 404

massa Fe(NO3)3.9H2O = 0,1233 gram

massa C6H8O7.H2O = C6H8O7.H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr C6H8O7.H2O

massa C6H8O7.H2O = 1

1 x

1

318,802 x 210,14

massa C6H8O7.H2O = 0.6592 gram

2. x=0,5

massa Nd2-xFexO3 = 1 gram

massa Nd(NO3)3.xH2O =Nd(NO3)3.xH2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Nd(NO3)3.xH2O

massa Nd(NO3)3.xH2O = 1,5

1 x

1

292,285 x 330,24

massa Nd(NO3)3.xH2O = 1,6947 gram

55

massa Fe(NO3)3.9H2O = Fe(NO3)3.9H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Fe(NO3)3.9H2O

massa Fe(NO3)3.9H2O = 0,5

1 x

1

292,285 x 404

massa Fe(NO3)3.9H2O = 0,6911 gram

massa C6H8O7.H2O = C6H8O7.H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr C6H8O7.H2O

massa C6H8O7.H2O = 1

1 x

1

292,285 x 210,14

massa C6H8O7.H2O = 0.71907 gram

3. x=1

massa Nd2-xFexO3 = 1 gram

massa Nd(NO3)3.xH2O =Nd(NO3)3.xH2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Nd(NO3)3.xH2O

massa Nd(NO3)3.xH2O = 1

1 x

1

248,09 x 330,24

massa Nd(NO3)3.xH2O = 1,3311 gram

massa Fe(NO3)3.9H2O = Fe(NO3)3.9H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Fe(NO3)3.9H2O

massa Fe(NO3)3.9H2O = 1

1 x

1

248,09 x 404

massa Fe(NO3)3.9H2O = 1,6284 gram

massa C6H8O7.H2O = C6H8O7.H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr C6H8O7.H2O

massa C6H8O7.H2O = 1

1 x

1

248,09 x 210,14

massa C6H8O7.H2O = 0.84799 gram

56

4. x=1,2

massa Nd2-xFexO3 = 1 gram

massa Nd(NO3)3.xH2O =Nd(NO3)3.xH2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Nd(NO3)3.xH2O

massa Nd(NO3)3.xH2O = 0,8

1 x

1

230,412 x 330,24

massa Nd(NO3)3.xH2O = 1,1466 gram

massa Fe(NO3)3.9H2O = Fe(NO3)3.9H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr Fe(NO3)3.9H2O

massa Fe(NO3)3.9H2O = 1,2

1 x

1

230,412 x 404

massa Fe(NO3)3.9H2O = 2,1040 gram

massa C6H8O7.H2O = C6H8O7.H2O

Nd2−xFexO3 x

𝑚 Nd2−xFexO3

𝑀𝑟 Nd2−xFexO3 x Mr C6H8O7.H2O

massa C6H8O7.H2O = 1

1 x

1

230,412 x 210,14

massa C6H8O7.H2O = 0.91202 gram

57

Lampiran 4. Refinement GSAS Variasi Suhu

1. Suhu 800OC

(a) Pola difraksi

(b) Spektrum Rwp

(c) 𝜒2

58

2. Suhu 900OC

(a) Pola Difraksi

(b) Spektrum Rwp

(c) 𝜒2

59

3. Suhu 1000OC

(a) Pola difraksi

(b) Spektrum Rwp

(c) 𝜒2

60

Lampiran 5. Data Distribusi Ukuran Partikel

1. x = 0,1

2. x = 0,5

3. x = 1

61

4. x = 1,2

62

Lampiran 6. Data VNA

1. x = 0,1

2. x = 0,5

63

3. x = 1

4. x = 1,2

64

Lampiran 7. Perhitungan Nilai RL

1. x=0,1

RL = 20 log |𝑍𝑖𝑛−𝑍0

𝑍𝑖𝑛+𝑍0|

-29,2 = 20 log |𝑍|

Log |𝑍|= −29,2

20

|𝑍| = log – 1,46

|𝑍| = 0,03

% = (1-Z) x 100%

% = (1 - 0,03) x 100 %

% = 0,97 x 100 %

% = 97 %

2. x=0,5

RL = 20 log |𝑍𝑖𝑛−𝑍0

𝑍𝑖𝑛+𝑍0|

-19,77 = 20 log |𝑍|

Log |𝑍|= −19,77

20

|𝑍| = log – 0,9885

|𝑍| = 0,10

% = (1-Z) x 100%

% = (1 - 0,10) x 100 %

% = 0,90 x 100 %

% = 90 %

3. x=1

RL = 20 log |𝑍𝑖𝑛−𝑍0

𝑍𝑖𝑛+𝑍0|

-33,28 = 20 log |𝑍|

Log |𝑍|= −33,28

20

|𝑍| = log – 1,664

|𝑍| = 0,02

% = (1-Z) x 100%

% = (1 - 0,02) x 100 %

% = 0,98 x 100 %

% = 98 %

65

4. x=1,2

RL = 20 log |𝑍𝑖𝑛−𝑍0

𝑍𝑖𝑛+𝑍0|

-22,6 = 20 log |𝑍|

Log |𝑍|= −22,6

20

|𝑍| = log – 1,13

|𝑍| = 0,07

% = (1-Z) x 100%

% = (1 - 0,07) x 100 %

% = 0,93 x 100 %

% = 93 %

66

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

a. Nd(NO3)3.xH2O

Fe(NO3)3.9H2O

C6H8O7

Polietilen Glikol

b. Campuran diaduk

c. Sol

d. Gel

e. Sampel dioven dan disinter

f. Sampel

67

Lampiran 9. Instrumentasi

XRD Philipps Panalytical Empyrean

PW1710

SEM-EDS JEOL JSM-6510LA

Particle Size Analyzer (PSA) Malvern

Vector Network Analyzer (VNA)

Advatest R-3370

BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Shelviana

Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 13 September 1994

NIM : 1112096000029

Anak ke : 4 dari 5 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Raya Pondok Aren No.24 RT001/RW03

Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok

Aren, Tangerang Selatan Banten 15225

Telp/HP. : 085780104056

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SDN Pondok Betung VIII Tangerang Selatan

Lulus Tahun 2006

Sekolah Menengah Pertama : SMP Perwira Jakarta Lulus Tahun 2009

SLTA/SMK : SMAN 90 Jakarta Lulus Tahun 2012

Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk

Tahun 2012

PENDIDIKAN NON FORMAL

Kursus/Pelatihan

1. Training Pemahaman

System Managemen

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3)

Berdasarkan OHSAS

18001:2007

: No. Sertifikat 068/ISP-S/IX/2016

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Himpunan Mahasiswa

Kimia (Himka) UIN

Syarif Hidayatullah

Jakarta

Staf Ahli Departemen Akademik

Tahun 2013-2014

2. Himpunan Mahasiswa

Kimia (Himka) UIN

Syarif Hidayatullah

Jakarta

Staf Ahli Departemen Akademik

Tahun 2014 - 2015

PENGALAMAN KERJA

1. Praktek Kerja Lapangan

(PKL)

: BPPT Balai Pengkajian Bioteknologi

Puspiptek Serpong Tahun 2015

Judul PKL Ekstraksi dan Karakterisasi Asam

Amino dengan Lc-Ms dari Gelatin Tulang

Ikan Tenggiri dan Tuna

SEMINAR/LOKAKARYA

1. Pertemuan Ilmiah Ilmu

Bahan 2016

2 November 2016 Sertifikat Pemakalah