Pre Eklampsia Berat

32
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PENDAHULUAN Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kahamilan atau pada permulaan nifas. Preeklamsia adalah gangguan yang terjadi pada wanita hamil yang berefek pada maternal dan fetal. Pada preeklamsia dan eklamsia akan terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologi pada berbagai organ seperti system hemodinamik, ginjal, retina dan kimia darah. Kondisi nutrisi yang baik sebelum hamil memegang peranan yang penting dalam mencegah terjadinya preeklamsia. Preeklamsia dan eklamsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditasdan mortalitas perinatal di Indonesia. Sampai sekarang penyakit preeklamsia dan eklamsia masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat terpecahkan secara tuntas. Soejonoes (1980) melakukan penelitian di 12 Rumah Sakit rujukan dengan jumlah sampel 19.506, didapatkan kasus preeklamsia 4,78%, kasus eklamsia 0,51% dan angka kematian perinatal 10,88 perseribu. Soejoenoes (1983) melakukan penelitian di 12 Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian peeklamsia dan eklamsia 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal). Kehamilan dengan preklamsia lebih umum terjadi pada primigravida, sedangkan pada multigravida berhubungan dengan penyakit hipertensi kronis, diabetes melitus dan penyakit ginjal. Pada primigravida frekuensi preeklamsia/eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. M.K Karkata (2005) melakukan penelitian di Rumah Sakit Denpasar, didapatkan sebaran preeklamsia sebagai berikut : Insidensi 1

description

responsi

Transcript of Pre Eklampsia Berat

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 PENDAHULUAN

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi

sebelum kehamilan atau timbul dalam kahamilan atau pada permulaan nifas. Preeklamsia

adalah gangguan yang terjadi pada wanita hamil yang berefek pada maternal dan fetal.

Pada preeklamsia dan eklamsia akan terjadi perubahan-perubahan anatomi dan

fisiologi pada berbagai organ seperti system hemodinamik, ginjal, retina dan kimia darah.

Kondisi nutrisi yang baik sebelum hamil memegang peranan yang penting dalam mencegah

terjadinya preeklamsia.

Preeklamsia dan eklamsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditasdan

mortalitas perinatal di Indonesia. Sampai sekarang penyakit preeklamsia dan eklamsia

masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat terpecahkan secara tuntas.

Soejonoes (1980) melakukan penelitian di 12 Rumah Sakit rujukan dengan jumlah sampel

19.506, didapatkan kasus preeklamsia 4,78%, kasus eklamsia 0,51% dan angka kematian

perinatal 10,88 perseribu. Soejoenoes (1983) melakukan penelitian di 12 Rumah Sakit

Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian peeklamsia dan eklamsia 5,30% dengan

kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan

normal).

Kehamilan dengan preklamsia lebih umum terjadi pada primigravida, sedangkan

pada multigravida berhubungan dengan penyakit hipertensi kronis, diabetes melitus dan

penyakit ginjal. Pada primigravida frekuensi preeklamsia/eklamsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. M.K Karkata (2005)

melakukan penelitian di Rumah Sakit Denpasar, didapatkan sebaran preeklamsia sebagai

berikut : Insidensi preeklamsia pada primigravida 11,03%. Angka kematian maternal akibat

penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada periode Juli

1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) preeklamsia berat dengan 55 kasus di

antaranya dirawat konservatif.

1.2 DEFINISI

Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan

setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul

sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (Wibowo dan Rachimhadi, 2006).

Preeklamsia merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada

organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel(William, 2005).

1

Klasifikasi gangguan hipertensi pada kehamilan yang direkomendasikan oleh

National Institutes of Health (NIH) Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy

menyatakan kriteria diagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan disertai dengan

proteinuria. Proteinuria adalah tanda yang penting dari preeklamsia (William, 2005).

Menurut Cunningham, F.Gary (1995) preeklamsia adalah keadaan dimana hipertensi

disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat kehamilan setelah

minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis

yang luas pada vili khorialis.

Sedangkan menurut Hacker, Moore (2001) preeklamsia dapat disebut sebagai

hipertensi yang diinduksi-kehamilan atau penyakit hipertensi akut pada kehamilan.

Preeklamsia tidak semata-mata terjadi pada wanita muda pada kehamilan pertamanya.

Preeklamsia ini paling sering terjadi selama trimester terakhir kehamilan.

Eklamsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa

nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya sudah menunjukkan gejala-

gejala preeklamsia (hipertensi, edema, proteinuria).

Disebut hipertensi yaitu bila kenaikan tekanan darah sisitolik ≥ 30 mmHg dan

kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg

atau tekanan sisitolik ≥ 140 mmHg. Tekanan darah diastolik penting sebagai indikator dalam

pengelolaan preeklamsia oleh karena tekanan darah diastolik mengukur tekanan perifer dan

tidak tergantung keadaan emosional pasien.

Disebut proteinuria bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300 mg dalam 24

jam atau ≥ 1 gram /liter dalam 2 kali pengambilan urine secara acak atau dengan

pemeriksaan semi kuantitatif 2+ pada pengambilan urine secara acak.

Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang pasti untuk menegakkan preeklamsia

karena edema biasa dijumpai pada wanita hamil. Sepertiga wanita hamil timbul edema pada

usia kehamilan 38 minggu dan tidak ada korelasi statistik antara edema dan hipertensi.

1.3 ETIOLOGI

Penyebab pre-eklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui. Telah

terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab akibat penyakit tersebut, akan

tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima

harus dapat menerangkan hal-hal berikut (1). Sebab bertambahnya frekuensi pada

primigraviditis, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (2) sebab bertambahnya

frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan

penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklamsia pada

2

kehamilan-kehamilan berikutnya; (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang

dam koma.

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di

atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai “the diseases of theory”. Adapun teori-

teori tersebut antara lain:

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga

terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat,

aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan

plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi

trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi

vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia/eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi

pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin

sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang

mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklamsia/eklamsia:

a. Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks imun dalam

serum.

b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada

preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.

3. Peran Faktor Genetik/familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia

atau eklamsia antara lain:

a. Preeklamsia atau eklamsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia atau eklamsia

pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia atau eklamsia.

c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia atau eklamsia pada anak dan

cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar mereka.

4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS) (Sudhaberata, Ketut. 2005).

3

1.4. KLASIFIKASI

Preeklamsia dibagi dua yaitu :

1. Preeklamsia ringan adalah preeklamsia dengan tekanan tekanan darah sistolik 140-

<160 mmHg atau tekanan darah diastolic 90- <110 mmHg

2. Preeklamsia berat

Disebut preeklamsia berat bila :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 120 mmHg

- Proteinuria ≥ 5 gram/24 jam atau positif 3 atau positif 4 pada pemeriksaan

kuantitatif

Bisa disertai dengan :

- Oliguria yaitu produksi urine < 500 ml per 24 jam yang disertai kenaikan kadar

kreatinin plasma.

- Gangguan visus dan serebral

- Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen

- Edema paru dan sianosis

- Pertumbuhan janin terhambat

- Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low Platelet)

(Wibowo B., Rachimhadi T., 2006)

1.5 PATOFISIOLOGI

Menurut Castro, C.L (2004) kelainan patofisiologi yang mendasari

preklamsia/eklamsia pada umumnya karena vasospasme. Peningkatan tekanan darah dapat

ditimbulkan oleh peningkatan cardiak output dan resistensi sistem pembuluh darah. Cardiak

output pada pasien dengan preeklamsia/eklamsia tidak terlalu berbeda pada kehamilan

normal di trimester terakhir kehamilan yang disesuaikan dari usia kehamilan.

Bagaimanapun juga resistensi sistem pembuluh darah pada umumnya diperbaiki.

Aliran darah renal dan angka filtrasi glomerulus (GFR) pada pasien preeklamsia/eklamsia

lebih rendah dibandingkan pada pasien dengan kehamilan normal dengan usia kehamilan

yang sama. Penurunan aliran darah renal diakibatkan oleh konstriksi di pembuluh darah

afferen yang dapat mengakibatkan kerusakkan membrane glomerulus dan kemudian

meningkatkan permeabilitas terhadap protein yang berakibat proteinuria. Oliguria yang

diakibatkan karena vasokontriksi renal dan penurunan GFR. Resistensi vaskular cerebral

selalu tinggi pada pasien preeklamsia/eklamsia. Pada pasien hipertensi tanpa kejang, aliran

darah cerebral mungkin bertahan sampai batas normal sebagai hasil fenomena

autoregulasi. Pada pasien dengan kejang, aliran darah cerebral dan konsumsi oksigen lebih

4

sedikit dibandingkan dengan wanita hamil biasa dan terdapat penurunan aliran darah dan

peningkatan tahanan vaskuler pada sirkulasi uteroplasental pada pasien

preeklamsia/eklamsia.

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklamsia dan eklamsia.

Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi.

Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga

terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat

endotel (Sudhaberata, Ketut. 2005). Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya

vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter

yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan

merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri

memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu

metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh

yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal

bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan

oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada

preeklamsia dan eklamsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi

sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya

mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang

cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.

Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel

endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel

endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain (1). adhesi dan agregasi trombosit. (2)

gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma. (3) terlepasnya enzim lisosom,

tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit. (4) produksi prostasiklin

terhenti. (5) terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan. (6) terjadi hipoksia

plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak (Sudhaberata, Ketut. 2005).

1.6 FAKTOR RESIKO

Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi. menyebabkan

kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular

serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan

dengan kehamilan itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.

Berbagai faktor risiko preeklamsia (American Family Physician, 2004) :

1. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

a. Kelainan kromosom

b. Mola hydatidosa

5

c. Hydrops fetalis

d. Kehamilan multifetus

e. Inseminasi donor atau donor oosit

f. Kelainan struktur kongenital

2. Faktor spesifik maternal

a. Primigravida

b. Usia > 35 tahun

c. Usia < 20 tahun

d. Ras kulit hitam

e. Riwayat preeklamsia pada keluarga

f. Nullipara

g. Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

h. Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas,

hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia

i. Stress

3. Faktor spesifik paternal

a. Primipatemitas

b. Pasangan pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklamsia

1.7 GEJALA KLINIS

Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan

yang berlebihan diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.

1. Preeklamsia Ringan

Kenaikan tekanan darah systole ≥ 30 mmHg atau diastole ≥ 15 mmHg (dari tekanan

darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau systole ≥ 140 (<

160 mmHg diastole ≥ 90 mmHg (<110 mmHg)

Proteinuria 0,3 gr/lt dalam 24 jam atau secara kwantitatif 2+ (++)

Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah / tangan

2. Preeklamsia Berat

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

Proteinuria > 5 g/liter dalam 24 jam atau secara kuantitatif 3+ atau 4+

Oligouria < 500 ml/24 jam atau disertai kenaikkan kadar kreatinin darah

Adanya gejala-gejala eklamsia impending : Skotoma dan gangguan visus atau nyeri

frontal yang berat, nyeri epigastrium, hiperrefleksia,

Adanya sindroma HELLP ( Hemolysis Elevated Liver Enzymes Low Platelets)

6

3. Eklamsia

Terjadi pada kehamilan > 20 minggu atau saat persalinan atau masa nifas

Tanda-tanda preeklamsia yaitu hipertensi, edema, proteinuria

Kejang-kejang dan bisa sampai koma

Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ

1.8.1 KOMPLIKASI

Komplikasi Preeklamsia/eklamsia antara lain: Nyeri epigastrium menunjukkan telah

terjadinya kerusakan pada liver dalam bentuk kemungkinan:

a. Perdarahan subkapsular

b. Perdarahan periportal sistem dan infark liver

c. Edema parenkim liver

d. Peningkatan pengeluaran enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan dari kemampuan

sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan menimbulkan berbagai bentuk

kelainan patologis sebagai berikut :

- Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah

- Iskemia yang menimbulkan infark serebal

- Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis

- Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina

- Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medulla oblongata.

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan

bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi dibawah ini yang

biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia:

a. Solusio plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi

pada preeklamsia.

b. Hipofibrinogenemia

Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk

pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

c. Hemolisis

Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik

hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini

merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal

hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia dapat menerangkan

ikterus tersebut.

7

d. Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.

e. Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu,

dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan

tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.

f. Edema paru-paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena

bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-

paru.

g. Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada preeklamsia/eklamsia merupakan akibat vasospasme

arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat

ditemukan pada penyakit lain.Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan

pemeriksaan faal hati,terutama penentuan enzim-enzimnya.

h. Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan lowplatelet

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,

hepatoseluler (peningkatan enzim hati: SGPT, SGOT,gejala subjektif: cepat lelah,

mual, muntah, nyeri epigastrium), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh

radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),

agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan

(vasokonstriktor kuat), lisosom.

i. Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang

dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

j. Komplikasi lain

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia

aspirasi dan DIC (disseminated intravascularcogulation).

k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

1.9 PENATALAKSANAAN

Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi preeklamsia

dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui. Tujuan

utama penanganan adalah :

1. Mencegah terjadinya preeklamsia berat dan eklamsia

2. Melahirkan janin hidup

8

3. Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya

1.9.1 Hipertensi karena kehamilan tanpa proteinuria:

Tangani secara rawat jalan.

Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria) dan kondisi janin setiap minggu.

Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklamsia ringan.

Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk

penilaian kesehatan janin.

Beritau pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia atau eklampsia.

Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

1.9.2 Preeklamsia Ringan

Kehamilan kurang dari 37 minggu

a. Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), reflex dan kondisi janin.

b. Konseling pasien dengan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklamsia dan

eklamsia.

c. Lebih banyak istirahat (berbaring /tidur miring).

d. Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).

e. Tidak perlu diberi obat-obatan.

f. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat tinggal di rumah sakit.

g. Kriteria untuk rawat tinggal untuk preeklamsia ringan

1. Hasil penilaian kesejahteraan janin ragu-ragu atau jelek

2. Kecenderungan menuju gejala preeklamsia berat (timbul salah satu / lebih gejala

preeklamsia berat)

- Tirah baring total

- Diet biasa.

- Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urine (untuk proteinuria) sehari sekali

- Lakukan USG, NST

- Pemeriksaan laboratorim (PCV, Hb, Asam urat darah, Trombosit, fungsi

ginjal/hepar)

- Tidak perlu obat-obatan.

- Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensatio kordis atau

gagal ginjal akut.

- Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan.

- Jika tidak ada tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan

observasi kesehatan janin.

9

- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan

terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai aterm.

- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklamsia berat.

Kehamilan lebih dari 37 minggu

- Jika kesejahteraan janin jelek, dilakukan terminasi dengan seksio sesarea

- Jika kesejahteraan janin ragu-ragu, dilakukan evaluasi ulang dari NST 1 hari

kemudian

- Jika kesejahteraan janin baik, penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari, bila

kehamilan remature penderita dipulangkan dan rawat jalan. Pada kehamilan

aterm dengan skor serviks yang matang (≥ 5), pecahkan ketuban dan induksi

persalinan dengan oksitoksin atau prostaglandin.

- Jika skor serviks belum matang (<5), lakukan pematangan dengan prostaglandin

atau kateter folley atau lakukan seksio sesaria.

- Terminasi kehamilan juga dikerjakan bila didapatkan tanda-tanda dari impending

ekalampsia dari ibunya (Saifudin, Bari. 2005).

1.9.3 Preeklamsia berat

Penatalaksanaan preeklamsia berat ada dua yaitu secara konservatif dan aktif..

Semua kasus preeklamsia berat harus ditangani secara aktif. Lama perawatan konservatif

sekitar 7-15 hari.

A. Perawatan konservatif

Indikasi

Pada usia kehamilan <34 minggu (estimasi berat janin <2000 gr tanpa ada tanda-

tanda impending eklamsia

Pengobatan

a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)

- Tirah baring

- Infuse RL yang mengadung 5% dextrose 60-125 cc/jam

- 10 gr MgSO4 50% I.M setiap 6 jam sampai dengan 24 jam pasca

persalinan (diberikan jika tidak ada kontraindikasi pemberian MgSO4

- Diberikan antihipertensi yang digunakan : Nifedipin 5-10 mg setiap 8 jam,

dapat diberikan bersama sama Methyldopa 250 -500 mg setiap 8 jam.

Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5-10 mg dalam waktu 30 menit

pada keadaan tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg

(diberikan satu kali saja)

- Lakukan pemeriksaan laboratorium fungsi hepar dan fungsi ginjal

- Pantau produksi urine 24 jam

10

- Konsultasi dengan bagian lain : bagian mata, bagian jantung, bagian lain

sesuai dengan kondisi

b. Pengobatan dan evaluasi selama rawat inap di ruang bersalin (setelah 24 jam

masuk ruangan bersalin)

- Tirah baring

- Obat-obatan :

- roboransia: multivitamin

- Aspirin dosis rendah : 87,5 mg sehari satu kali

- Antihipertensi (Nifedipin 5-10 mg setiap 8 jam Methyldopa 250 mg tiap

8 jam)

- Penggunaan Atenolol dan B bloker (dosis regimen) dapat

dipertimbangakan pada pemberian kombinasi

- Diet tinggi protein, rendah karbohidrat

- Lakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah cairan

- Ketuban, gerakan, respirasi dan ekstensi janin, velosimetri (resistensi

umbilikalis dan rasio panjang femur terhadap lingkaran abdomen.

Perawatan konservatif dianggap gagal bila

a. Ada tanda-tanda impending eklampsia

b. Kenaikan progresif tekanan darah

c. Ada Sindroma Hellp

d. Ada kelaianan fungsi ginjal

e. Penilaian kesejahteraan janin jelek

B. Perawatan aktif

1. Indikasi

a. Hasil penialaian kesejahteraan janin jelek

b. Ada tanda-tanda impending eklamsia

c. Ada Sindroma Hellp

d. Kehamilan late preterm (≥ 34 minggu estimasi berat janin ≥ 2000 gr)

e. Konservatif gagal

2. Pengoabatan medisinal

a. Segera rawat inap

b. Tirah baring ke satu sisi

c. Infuse RL yang mengandung 5% dextrose dengan 60-125 cc/jam

d. Pemberian anti kejang MgSO4

Dosis awal MgSO4 20% 4 gr I.V selama 5 menit kemudian lanjutkan MgSO4

50% 10 gr I.M pada bokong kanan/kiri masing-masing 5 gr. Jika kejang

11

berulang setelah 15 menit berikan MgSO4 2 gr dalam larutan 50% I.V selama

5 menit

Dosis ulangan yaitu MgSO4 5 gr I.M diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal

sampai 6 jam pasca persalinan

Syarat pemberian :

- reflex patella (+)

- respirasi > 16 kali permenit

- urine ± 150 cc/6 jam

Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas lakukan ventilasi (masker dan

balon, ventilator), beri calcium glukosa 1 gram 10 % (diberiakan I.V pelan-

pelan pada intoksikasi MgSO4)

Antihipertensi dapat dipertimbakan diberikan bila : systole ≥ 180 mmHg,

diastole ≥ 120 mmHg. Nifedipin 5-10 mg tiap 8 jam atau methyldopa 250 mg

tiap 8 jam.

3. Pengobatan obstetrik

a. Sedapat mugkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakukan

pemeriksaan “Non Stress Test” (NST)

b. Tindakan seksio sesaria dikerjakan bila:

- “Non Stress Test” jelek

- Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek (skor Bioskop <5)

- Kegagalan drip oksitosin

c. Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila:

- NST baik

- Penderita belum inpartu dengan skor pelvic baik (Skor Bioskop ≥ 5)

Obat anti hipertensi yang dapat digunakan pada preeklamsia

Jenis Obat Dosis

1. Penghambat adrenergic

(adrenolitik)

a. Adrenolitik sentral

- Metildopa

- Klonidin

b. Beta bloker

c. Alfa bloker

3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari

3x0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500 ml

glukosa 5%/6jam

1x5mg/hari sampai 3x10 mg/hari

3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari

12

d. Alfa dan beta bloker

2. Vasodilator

Hidralazin

3. Antagonis kalsium

Nifedipin

3x100 mg/hari

4x25 mg/hari atau parenteral 2,5-5 mg

3x10 mg/hari

Jika tekanan diastolik 110mmHg atau lebih, berikan obat anti hipertensi. Tujuannya

adalah untuk mempertahankan tekanan diastolik di antara 90-100 mmHg dan mencegah

perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin.

Berikan hidralazin mg I.V. pelan-pelan setiap 5 menit sampai

Eklampsia

Prinsip terapi ada 2 yaitu secara klasik dan secara krusal. Eklampsia klasik

mengutamakan pemberian anti konvulsan sedangkan eklampsia krusial mengutamakan

keselamatan ibu (live saving).

Terapi

- Infuse RD5

- Pasang sudip lidah jika terdapat kejang

- Oksigen jka perlu

- Pasang kateter folley

- Furosemid 2 ampul i.v

- Digoksin 1 ampul i.v

- Evaluasi tanda vital

- Bila perlu pemberian morphin inj

- Pertimbangan pemberian vasodilator (dopamine) untuk perfusi jaringan

- Terapi suportif :

a. antibiotik : ampicilline, cephalosporin

b. Dexamethasone 1 ampul i.v tiap 6 jam

- MgSO4 dosis penuh, SM 0% 4 gr/IV/4 menit kemudian SM 40% 8 gr/IM/ kanan

dan kiri. Jika dalam 10 menit setelah lodding dose terjadi kejang lagi diberikan

SM 20% 2gr IV. Jika dalam 30 menit terjadi kejang lagi diberikan Fenitoin 100

mg/IV perlahan. Dilanjutkan MD SM 40% 4 r/IM 6 jam kanan dan kiri samapi 24

jam bebas kejang /pasca persalianan.

- Valium 20 mg/iv perlahan, diikuti drips 10 mg/500 ml Dx dalam 30 tetes/menit.

Jika dalam 30 menit masih kejang berikan valium 10 mg/iv perlahan. Terapi lain

sama seperti PEB

13

- Terminasi, pada eklamsia krusal dilakukan secsio sesarea, terutama janin hidup

estimasi berat janin 1800-2000 gram, sedangkan pada eklamsia klasik persalinan

pervaginam diberikan prostaglandin, drip oksitosin, diharapkan persalinan selesai

dalam waktu 24 jam.

- Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa

memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Saat terminasi setelah terjadi

stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu

keadaan di bawah ini:

a. Pemberian antikonvulasi

b. Kejang terakhir

c. Pemberian antihipertensi terakhir

d. Penderita mulai sadar

e. Cara terminasi sama dengan cara terminasi pada PEB

- Konsultasi

a. Neurologi, bila ada tanda-tanda perdarahan otak

b. Kardiologi, sebelumnya lakukan pemeriksaan X foto thorax

c. Mata

- CT-Scan kepala bila ada kejang ≥ 4 kali

- Bila edema otak harus dipertimbangkan pemberian manitol

- Evaluasi :

1. Ibu: pemeriksaan fisik

- adanya pitting oedema setiap bangun tidur pagi

- pengukuran BB setiap bangun tidur pagi

- menentukan Gestosis Index setiap 12 jam, pagi dan sore

- pengukuran tekanan darah setiap 6 jam

- pengukuran produksi urine setiap 3 jam

- monitoring tingkat kesadaran jika terdapat penurunan kesadaran

- Laboratorium: Hb, Hematokrit, Urine Lengkap, Asam Urat darah, Trombosit, LFT

dan RFT

2. Placenta: Human Placental Lactogen dan Estriol

3. Janin : Fetal Well Being, Fetal Maturity

RESPONSI ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

14

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Mujiatun Nama Suami : Tn. imam

Umur : 41 Tahun Umur : 38 Tahun

Suku : Jawa Suku : Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : wiraswasta

Alamat : Pandugo Gg.II

MRS : 05 09 2011 (jam 13.50)

II. ANAMNESA

1. Keluhan Utama : rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi

2. Keluhan Tambahan : kedua kaki bengkak

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Penderita datang ke VK dengan membawa surat rujukan dari bidan dengan

tekanan darah yang tinggi. Ketika MKB, tekanan darah penderita mencapai 170/110

mmHg disertai bengkak pada kedua kaki. Pusing -, mata kabur -, nyeri ulu hati -,

muntah -, sesak - . Penderita tidak merasa kenceng-kenceng dan tidak ada darah

atau lendir yang keluar melalui jalan lahir. Hasil pemeriksaan dari bidan sebelumnya

tekanan darah penderita 180/100 mmHg. Selama kehamilan penderita kontrol secara

teratur ke bidan. Pada awal kehamilan penderita mengatakan tidak pernah

mengalami pusing dan tekanan darahnya selalu normal (120/70mmHg). Namun

sejak menginjak usia kehamilan 7 bulan kaki bengkak tapi belum ada peningkatan

tekanan darah. Saat usia kehamilan 9 bulan, tekanan darah meningkat saat terakhir

kontrol (180/100) lalu dirujuk oleh bidan ke rumah sakit haji.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi

o Sebelum kehamilan : disangkal

15

o Selama masa kehamilan : disangkal

o Kehamilan sebelumnya : disangkal

Diabetes mellitus : disangkal

Asma : disangkal

Alergi : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi : disangkal

Diabetes mellitus : disangkal

Ginjal : disangkal

Asma : disangkal

Alergi : disangkal

6. Riwayat Haid

Menarche : 13 tahun

Siklus : ± 28 hari, teratur

Lama : 5-6 hari

Dismenorhea : Tidak selalu

Fluor albus : Ya (kadang-kadang), tidak berbau, tidak gatal

HPHT : 14 November 2010

TP : 21 Agustus 2011

Umur kehamilan : 42/43 minggu

7. Riwayat Perkawinan

Menikah : 1 kali

Lama menikah : 19 tahun

8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

I. : 9 bulan / Spontan B/ Bidan / ♂ / 3800 / 11 th

II. : 9 bulan / Spontan B/ Bidan / ♂ / 4500 / 8 th

III. : Hamil ini

9. Riwayat ANC

Bidan 7 x (normal)

USG 2 x (normal)

16

10. Riwayat KB

KB suntik 2 tahun (2006 - 2008)

KB pil 4 bulan (2009)

III. PEMERIKSAAN UMUM

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 86 kg

Keadaan umum : Tampak baik

A / I / C / D : - / - / - / -

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 170 / 110 mmHg

Nadi : 80 x / menit

Suhu (axiller) : 36°C

RR : 20 x / menit

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Kepala :

o Oedem kelopak mata - / -

o Konjunctiva anemis - / -

o Sclera icterus - / -

o Chloasma gravidarum -/-

Leher

o Pembesaran KGB (-)

o Thorax : Bentuk normal, gerak simetris, mammae membesar

+/+, hiperpigmentasi areola mammae +/+, ASI -/-

o Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rh - / - , Whz - / -

o Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

o Inspeksi : membesar, cembung, simetris

o Palpasi : nyeri tekan (-), lihat status obstetri

o Perkusi : tidak dilakukan

o Auskultasi : BU dalam batas normal

Ekstremitas

o akral hangat

17

+ +

+ +

o oedema

- -

+ +

b. Status Obstetri

Abdomen

o Inspeksi : perut membesar, cembung, simetris, striae albican

(+), linea nigra (+), bekas jahitan operasi (-), scar (-)

o Palpasi : TFU 41 cm, nyeri tekan (-), his (-)

Leopold I Teraba bagian bulat tidak melenting di fundus, kesan

bokong

Leopold II kesan punggung janin disisi kiri ibu

Leopold III bagian bawah perut ibu teraba kepala belum masuk

PAP

Leopold IV bagian terbawah janin belum masuk PAP

o Perkusi : tidak dilakukan

o Auskultasi : BU dalam batas normal, DJJ: 12.12.12

VT : Ø -/ bagian terendah janin masih tinggi / UPD kesan normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil lab 05-09-2011

o Darah lengkap

Hb : 12,1 g/dl (N : 11,4-15,1 g/dl)

Leukosit : 9.720/mm³ (N : 4.300-11.300/mm³)

Trombosit : 322.000 (N : 150.000-400.000/mm³)

Hematokrit : 33,4 % (N : 38-42 %)

o Faal Hemostasis

PPT : C 11,0” P 10,4”

INR : 0,93

APTT : C 28,0” P 24,2”

18

o Kimia klinik

GDA : 86 mg/dl (N : < 150 mg/dl)

BUN : 11

K : 0,7

SGOT : 14

SGPT : 8

Albumin : 3,7

Kalium : 4,7 mmol/l (N : 3,8 – 5,5 mmol/l)

Natrium : 143 mmol/l (N : 136 – 144 mmol/l)

Chlorida : 112 mmol/l (N : 97 – 103 mmol/l)

o Urine lengkap

BJ :1,010

pH : 7

Nitrit : (-)

Protein : (++++)

Glukosa : N

Keton : -

Urobilin : N

Bilirubin : (-)

o Sedimen

Eritrosit : 1-2 (N : 0-1 plp)

Leukosit : 1 (N : 0-1 plp)

Epitel : 1 (N : 0-1 plp)

Bacteria : (-)

Cryst silinder : (-)

Lain : (-)

19

V. RESUME

Wanita, 40 tahun, datang ke VK dengan membawa surat rujukan dari bidan

dengan keluhan tekanan darah tinggi. Ketika MKB, tekanan darah penderita

mencapai 170/110 mmHg disertai bengkak pada kedua kaki. Pusing -, mata kabur -,

nyeri ulu hati -, muntah -, sesak - . Hasil pemeriksaan dari bidan sebelumnya

tekanan darah penderita 180/100 mmHg. Sejak usia kehamilan 7 bulan kaki bengkak

tapi belum ada peningkatan tekanan darah. Saat usia kehamilan 9 bulan, tekanan

darah meningkat saat terakhir kontrol. Dengan HPHT : 14 november 2011 dan

taksiran persalinan 21 Agustus 2011. Penderita kontrol ke bidan 7x dan melakukan

USG 2x.

Pemeriksaan umum

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 170 / 110 mmHg

Nadi : 80 x / menit

Suhu (axiller) : 36°C

RR : 20 x / menit

A / I / C / D : - / - / - / -

Pemeriksaan fisik

Ekstremitas

oedema

- -

+ +

Status Obstetri

TFU : 41 cm

DJJ : 12 – 12 - 12

Teraba bagian bulat tidak melenting, dengan punggung janin di sisi kiri ibu

dan bagian terendah janin belum masuk PAP

VT : Ø -/ bagian terendah janin masih tinggi / UPD kesan normal

Pemeriksaan penunjang

Urine lengkap : protein → (++++)

20

VI. DIAGNOSIS

GIIIP2-2/UK 42-43 minggu/T/H/IU/letak kepala/tak inpartu/upd kesan

normal/usia>35th/PEB/TBJ 4500 g

VII. PLANNING

Terapi

o Non medika mentosa

KIE dan informed consent pro terminasi PEB dan MOW

o Medika mentosa

Infus RD5 + kateter

Nifedipine 3 x 10 g

Inj. SM full dose

Loading : Inj. 4gram MgSO4 20% iv disuntuk secara

perlahan selama 15-20 menit

Maintenance : 25cc MgSO4 40% drip dalam larutan RD5%

(17 tts per menit, habis dalam 10 jam) diberikan sampai 12

jam post partum

Balance cairan

o Monitoring

Keadaan umum penderita

Keluhan penderita

Djj

Vital Sign

Tanda-tanda impending eklampsia

Terapi pasca operasi

o Medika mentosa

Infus RD5

Ondencentron 3 x 1 amp iv

Tramadol 3 x 1 amp iv

Phyton 1 amp dalam RD5 drip

B1 3 x 1 amp iv

Ketorolac 3 x 30 mg iv

Nifedipin 3 x 10 mg

Maintenance MgSO4

Balance cairan

21

o Monitoring

Vital sign

Keluhan penderita

Fluxus

Kontraksi uterus

Luka operasi

22

LAPORAN OPERASI

(05 – 09 – 2011)

Pendapatan Waktu Explorasi :

Uterus Gravid Aterm

AP d/s dalam batas Normal

Apa yang dikerjakan :

Dilakukan LSCS + Tubektomy pomesoy bilateral

OU disisihkan ke caudolateral

Insisi SBR 2 cm, dilebarkan secara tumpul, dilakukan amniotomi, ketuban jernih

Bayi dilahirkan secara mencungkit kepala

Placenta dilahirkan dengan tarikan tangan

SBR dijahit 2 jelujur

Eksplorasi tuba ovarium d/s diikat, dipotong

Cuci cavum abdomen ± 500 cc

Perdarahan ± 150 cc

Lapangan operasi ditutup

NB : pukul 17.05

Bayi lahir 17:45 ♂ 5000 gr / 55 cm, AS 7-

23

24