Pre Eklampsia Teddy

download Pre Eklampsia Teddy

of 40

Transcript of Pre Eklampsia Teddy

PRESENTASI KASUS

PRE EKLAMPSI BERAT PADA SEKUNDI GRAVIDA HAMIL ATERM DALAM PERSALINAN KALA 1 FASE LATEN

Oleh : Teddy Septianto Saputri Yuliani Teguh Setiadi Masita Asih Hasan G0006024 G0006152 G0006162 G0006204

Pembimbing : dr. Wisnu Prabowo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012

ABSTRAK

Preeklamsi adalah sindrom spesifik - kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan. Seorang G2 P1 A0, 28 tahun, hamil aterm. Riwayat fertilitas baik, riwayat obstetrik baik dengan tekanan darah : 180/110 mmHg. Janin tunggal, intra uterin, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, kepala masuk panggul kurang dari sepertiga bagian, TBJ 3200 gram, DJJ (+) 11-12-12/ reguler, kondisi janin baik. His (+) 2x/10/30, pembukaan (+) 2 cm, air ketuban (-), lendir darah (+). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuri: +2. Vakum ekstraksi hanya digunakan pada presentasi belakang kepala. Indikasi dilakukannya ekstraksi vakum bisa karena indikasi ibu dan janin. Indikasi janin berupa janin yang dicurigai memerlukan persalinan segera misalnya pada fetal distres (masih kontroversi), sedangkan indikasi ibu berupa kala II lama atau kala II tak maju, keadaan ibu dengan kontraindikasi meneran misalnya pada PEB dan eklampsia. Kondisi yang memerlukan kala II diperpendek, misalnya pada penyakit jantung kompensata grade III-IV, penyakit paru fibrotik, TBC, riwayat seksio secaria sebelumnya dan kelelahan pada ibu.12

Kata kunci: preeklampsia berat, sekundigravida, h.aterm, kala 1 fase laten, vakum ekstraksi.

1

BAB I PENDAHULUAN Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk dalam tiga trias kematian, bersama perdarahan dan infeksi. Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanita atau 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. 1 Bagaimana kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belum dapat terpecahkan walaupun sudah dilakukan riset intensif selama beberapa dekade. Ganguan hipertensi masih masih merupakan salah satu masalah yang signifikan dalam ilmu kebidanan. 5 Mortalitas maternal pada preeklamsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari preeklamsia dan eklampsia seperti: perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan edema pulmo dan aspirasi. Mortalitas perinatal pada preeklamsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intrauterin dan prematuritas, asfiksia terjadi karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter akibat vasospasme arteriole spiralis. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin akan terganggu, dan pada hipertensi yang lebih singkat akan menyebabkan kegawatan janin sampai terjadinya kematian janin.1 Pada makalah ini kami mencoba membahas tetang manajemen

(penatalaksanaan) PEB pada sekundigravida hamil aterm.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PREEKLAMPSIA BERAT 1. Definisi Menurut Report on The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, hipertensidalam kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Hipertensi Gestasional Pada kehamilan dijumpai tekanan darah 140/90, tanpa disertai proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12 minggu pasca-persalinan 2. Preeklamsia Apabila dijumpai tekanan darah 140/90, setelah kehamilan 20 minggu disertai proteinuria 300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1+. 3. Eklamsia Ditemukan disertaikoma. 4. Hipertensi Kronis Sebelum kehamilan atau sebelumkehamilan 20 minggu ditemukantekanan darah 140/90 dan tidak menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan 5. Hipertensi kronis dengan Super Imposed Preeklamsia Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria 300mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan tandapreeklamsia lainnya.3 Preeklamsia adalah sindrom spesifikkehamilan berupa kejang-kejang pada penderita preeklamsia, dapat

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia, dan apabila tidak terdapat

3

proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia adalah hipertensi plus

proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinuria maka semakin pasti diagnosis preeklamsia. Memburuknya hipertensi terutama apabila disertai proteinuria merupakan pertanda buruk,sebaliknya

proteinuria tanpa hipertensi hanyamenimbulkan efek keseluruhan yang kecil angka kematian pada bayi. Proteinuria +2 atau lebih yang menetap atau eksresi proteinuri 24 jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsia berat. Apabila kelainan ginjal parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat.5 Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di bawah ini9 : a. Tekanan darah: pasien dalam keadaan istirahat tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. b. Proteinuria: 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick > 2+ atau 3+. c. Oliguria:produksi urin < 400-500 cc/24 jam. d. Kenaikan kreatinin serum. e. Edema paru dan sianosis. f. Adanya gejala-gejala impending eklamsia (Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan teregangnya kapsula Glisson. nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotoma, dan pandangan kabur) g. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase. h. Hemolisis mikroangiopatik. i. Trombositopenia < 100.000cell/mm3 j. HELLP syndrome

4

Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vasospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit yang parah. Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dengan edema paru serta pertumbuhan janin terhambat nyata.5

2. Etiologi Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklamsia. a. Teori Genetik Dari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan secara resesive(disebut teori resesif).

Preeklamsia dapat terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga preeklamsia, seperti ibu penderita atau saudara perempuan penderita. b. Teori Imunologik Kehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang sebenarnya merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Preeklamsia terjadi karena kegagalan adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehinga konsepsi tetap berjalan tapi sel-sel trofoblas tidak bisa melakukan invasi ke dalam arteri spiralis agar berdilatasi. c. Teori Iskemia Plasenta Iskemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang mengalami dilatasi hanya terjadi pada arteri spiralis di decidua, sedang pembuluh darah di daerah myometrium yaitu arteri spiralis dan arteri basalis tidak melebar. Pelebaran arteri spiralis adalah akibat fisiologik invasi sel trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, sehingga arteri

5

spiralis menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar. Pada preeklamsia invasi sel-sel trofoblas ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan pembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta sehingga terjadi iskemia plasenta. d. Teori Radikal Bebas Iskemia plasenta akan melepaskan suatu bahan yang bersifat toksin sehingga menimbulkan gejala preeklamsia. Faktor-faktor yang diduga dihasilkan oleh iskemia plasenta adalah radikal bebas yang merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Pada preeklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah plasenta yang mengalami iskemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan peroksida lemak. Asam lemak tidak jenuh banyak dijumpai pada membran sel sehingga radikal bebas lebih banyak merusak membran sel. Pada preeklamsia produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar antioksidan juga menurun. e. Teori Kerusakan Sel Endotel Peroksidase lemak adalah proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam lemak jenuh. Pada preeklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan sel endotel merupakan gambaran umum yang dijumpai pada preeklamsia. Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.1

3. Patofisiologi

6

Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahanbahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostasiklin dengan akibat meningkatnya tromboksan yang

mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi. b. Hipovolemia Intravaskuler Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal.

Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin. c. Vasokonstriksi pembuluh darah Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahanbahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan

vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem

7

pembuluh darah artiole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa preeklamsia disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ.4 Pada preeklamsia berat dan eklamsia dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan perfusi dari uteroplasenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan Angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan. Ternyata, hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula disebabkan oleh DIC yang dapat terjadi akibat pelepasan tromboplastin karena terdapat injury pada sel endotel pembuluh darah uterus.4 Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria.Vasokonstriksi kapiler-kapiler dapat pula menyebabkan edema. Selain itu, dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi edema.7 Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami hemolisis dengan cepat.8

4. Frekuensi

8

Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai dalam. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanita, atau 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. Dalam kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%.5 Insiden preeklamsia sekitar 5%, walaupun laporan yang ada sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas; berkaitan dengan ras dan etnik- dan karenanya juga faktor predisposisi genetik; sementara faktor lingkungan juga berperan.4 Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida terutama primigravida muda, DM, Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia.1

5. Diagnosis Dalam penegakan diagnosis, preeklamsia dibagi sebagai berikut: 1. Preeklamsia ringan jika ditemukan: a) Tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg. b) Proteinuria 300 mg/ 24 jam, atau pemeriksaan dipstick 1 + 2. Preeklamsia berat jika ditemkan tanda dan gejala a) Tekanan darah dalam keadaan istirahat: sistolik 160 mmHg dandiastolik 110 mmHg b) Proteinuria 5 gr/ 24 jam atau dipstick 2 + c) Oliguria < 500 ml/ 24 jam d) Serum kreatinin meningkat e) Edema paru atau sianosis 3. Impending Eklamsia apabila ditemukan: a) Nyeri epigastrium b) Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan syaraf pusat)

9

c) Hiperrefleksia, eksitasi motorik dan sianosis d) Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate aminitransferase e) Tanda-tanda hemolisis dan mikroangiopatik f) Trombositopenia < 100.000/ mm3 g) Munculnya komplikasi HELLP syndrome 4. Eklamsia jika pada penderita preeklamsia berat mengalami kejang klonikdan tonik dapat disertai adanya koma.

6. Dasar Pengelolaan Pada dasarnya penanganan penderita preeklamsia dan eklamsia yang definitif adalah segera melahirkam bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam penatalaksanaanya harus dipertimbangkan keadaan ibu dan janinnya antara lain umur kehamilan proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ. Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut : a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi

medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya. b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannnya yang tergantung pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannnya dibagi 2, yaitu : - Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilannnya < 37 minggu, artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.-

Aktif ; agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.9

7. Penatalaksanaan Preeklamsia berat a. Penderita dirawat inap b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.

10

c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %. d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan. e. Pemberian anti hipertensi Diberikan bila tekanan darah 180/110 mmHg atau MAP 126. Jenis obat yang dapat diberikan : Hydralzine: pemberian awal 5 mg IV atau 10 mg IM, bila tekanan darah terkontrol diulangi sesuai kebutuhan (umumnya setelah 3 jam). Bila tidak terkontrol ulangi setelah 20 menit. Dosis maksimal 20 mg IV atau 30 mg IM. Labetalol: pemberian awal 20 mg IV dosis maksimum 220 mg Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Tekanan darah diturunkan secara bertahap : - Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik. - Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125 f. Diuretik Diuretik tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena : Memperberat penurunan perfusi plasenta Memperberat hipovolemia Meningkatkan hemokonsentrasi g. Diet Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih.9

8. Prosedur Tetap preeklamsi di RSDM Pengertian : Preeklamsi adalah sindroma klinik dalam kehamilan > 20 minggu yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan (edema)

11

Eklamsi adalah preeklamsi disertai penurunan kesadaran kejang sampai koma dan biasanya bersifat mendadak yakni tidak ada kelainan neurologic sebelumnya. Tujuan : Kebijakan : Terapi konservatif dan aktif sampai dengan bayi viabel Kehamilan harus segera diakhiri pada kondisi ibu dan bayi yang optimal Prosedur : Diagnostic : Preeklamsi ringan (T : 150/90, proteinuria +1) Dilakukan perawatan konservatif dengan rawat jalan Kontrol 1 minggu sekali Preeklamsi dengan komplikasi harus segera di terminasi Mengurangi morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi Mengendalikan tekanan darah Mencegah komplikasi Melahirkan bayi yang viable

Preeklamsi berat Preterm Terapi : Konsertvatif sampai dengan umur kehamilan 35 37 minggu kemudian terminasi Perawatan konservatif harus mempertimbangkan biometri janin index amnion dan kesejahteraan janin. Bila kesejahteraan janin terganggu segera dilakukan terminasi.bila umur kehamilan 35 minggu dapat dilakukan terminasi kehamilan.

Aterm Medikamentosa 6 jam kemudian terminasi atau jika sebelum 6 jam ada tanda tanda komplikasi terminasi.

12

Preeklamsi berat dengan komplikasi HELLP syndrome Eklamsi Oedem pulmo Gagal ginjal Perdarahan otak DIC

Harus segera akhiri kehamilannya : abdominal / vaginal tergantung bishop score BS 5 vaginal BS < 5 abdominal Terapi konservatif 1. Pemberian Sulfas magnesium 40%, berikan 4 mg/6jam 2. Infuse RL/RD 3. Pemberian albumin jika albumin < 2,5 gr/dl

Anti dotum Calsium Glukonas 10 mg IV Intoksikasi MgSO4: Apneu Reflek patella Urine < 20 cc/jam Monitoring pada pemberian MgSO4 : urine harus diatas 20 cc/ jam, bila kurang tidak diberikan lagi. Pemberian diuretikum (furosemide 40 mg/8 jam)hanya diberikan jika ada indikasi: 1. Oedem pulmonum 2. Gagal jantung 3. Oedem anasarka

Pada HELLP syndrome dapat diberikan dexamethason 15 mg/ 24 jam Gagal ginjal dilakukan dialysis

13

Gagal jantung diberikan digoxin Oedem pari diberikan furosemide, oksigenasi dan ventilasi

Anestesi dapat dilakukan secara general atau spinal Cairan masuk dalam 2 jam antara 1500 1600 ml

Pemeriksaan rutin pada perawatan konservatif : Pemeriksaan tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur Pengamatan adanya oedem pulmo setiap 4 jam kecuali ibu tidur Awasi tanda tanda prodormal ieklamsi / impending eklamsi antara lain o Nyeri kepala frontal/occipital o Gangguan visus o Nyeri perut kuadran epigastrica, muntah, mual o Nyeri perut kuadran kanan atas Lab o Proteinuria 2 hari sekali o Ht, AL, AT 2 hari sekali o Fungsi hepar 2x seminggu o Fungsi ginjal 2x seminggu o Pengukuran urin tiap 3 jam o Esbach 2 hari sekali o Kesejahteraan janin (NST 2 hari sekali, profil biometri janin, plasenta dan umbilicus,amnion 2x seminggu, pemeriksaan dopler, arteri umbilikalis dan arteri uterine bila ada ahlinya.)

9. Sikap Terhadap Kehamilannya a. Perawatan Konservatif;ekspektatif 2) Tujuan

14

a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilannnya dilahirkan. b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa yang memenuhi syarat janin dapat

mempengaruhi keselamatan ibu. 3) Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklamsia. 4) Terapi Medikamentosa a) b) Terapi medikamentosa sama seperti diatas. Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang. c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 tersebut diatas, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler. d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam. 5) Perawatan di Rumah Sakit a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut : -Nyeri kepala -Penglihatan kabur -Nyeri perut kuadran kanan atas -Nyeri Epigastrium -Kenaikan berat badan dengan cepat b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan diikuti tiap hari. c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi tiap 2 hari. d) Pengukuran tekanan darah sesuai standar yang telah ditentukan.

15

e) Pemeriksaan laboratorium. f) Pemeriksaan USG.

g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB, masih tetap di rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang. 6) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari gejala-gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diijinkan pulang. 7) Cara persalinan a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan sampai kehamilan aterm. b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman). c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali ada indikasi untuk sectio caesaria. b. Perawatan Aktif;agresif 1) Tujuan: Terminasi kehamilan. 2) Indikasi a) Indikasi Ibu. Kegagalan terapi medikamentosa - Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan darah yang persisten. Tanda dan gejala impending eklamsia Gangguan fungsi hepar Gangguan fungsi ginjal Dicurigai terjadi solutio plasenta Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan b) Indikasi Janin Umur kehamilan 37 minggu. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG. NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal. Timbulnya oligohidramnion

16

c ) Indikasi Laboratorium Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome

3) Terapi Medikamentosa Sama seperti terapi medikamentosa diatas. 4) Cara Persalinan Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam. a) Penderita belum in partu Dilakukan induksi persalinan bila bishop score 8. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan sectio caesaria. Indikasi pembedahan sesar : 1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam. 2. Induksi persalinan gagal. 3. Terjadi maternal distress. 4. Terjadi fetal distress. 5. Bila umur kehamilan < 33 minggu. b) Penderita sudah in partu Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman. Memperpendek kala II. Sectio caesaria dilakukan bila terdapat maternal distress atau fetal distress. Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar. Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak dianjurkan general anesthesia.9 10. Penyulit Ibu b. Sistem saraf pusat - Perdarahan intrakranial

17

- Trombosis Vena sentral. - Hipertensi Ensefalopati. - Edema Cerebri. - Edema Retina. - Macular atau retina detachment. - Kebutaan korteks. c. Gastrointestinal-Hepatik - Subcapsular hematoma hepar. - Ruptur kapsul hepar d. Ginjal - Gagal ginjal akut - Nekrosis tubular akut e. Hematologi - DIC - Trombositopenia f. Kardiopulmoner - Edema Paru ; kardiogenik atau non kardiogenik. - Depresi atau arrest pernafasan. - Cardiac arrest - Iskemia miokardium g. Lain-lain9 Ascites 11. Penyulit Janin a. IUGR b. Solutio plasenta c. IUFD d. Kematian neonatal e. Penyulit akibat premarturitas f. Cerebral palsy.9

18

12. Prediksi dan Pencegahan Berbagai penanda bikimiawi dan biofisik diduga dapat digunakan untuk memperkirakan timbulnya preeklamsia pada tahap lebih lanjut. Para peneliti berupaya mengidentifikasi penanda-penanda awal

gangguan plasentasi, penurunan perfusi plasenta, disfungsi sel endotel, dan aktivitas koaglasi. Terdapat beberapa uji untuk memperkirakan preeklamsia antara lain infus angiotensin II, roll over test, asam urat, ekskresi kalikrein urin, metabolisme kalsium, fibronektin, aktivasi koagulasi, peptida plasenta, velosimetri doppler arteria uterina, dan penanda stress oksidatif. 4 Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik.1 Selain itu, ada pula yang mengemukakan mengenai pemberian suplemen kalsium, aspirin, maupun suplemen minyak ikan. Namun, masih terdapat kontroversi.6

13. Komplikasi Komplikasi preeklamsia berat antara lain: Eklamsia, HELLP Syndrome, Edema paru, DIC, Gagal ginjal akut, Ruptur hepar, Solutio plasenta, Perdarahan serebral dan gangguan visus.

14. Prognosis Prognosis untuk eklamsia selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat eklamsi telah menurun selam tiga dekade terakhir

19

dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklamsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensasi cordis, edema paru, gagal ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.1

B. SEKUNDIGRAVIDA Sekundigravida adalah seorang wanita yang telah hamil untuk kedua kali. 1

C. HAMIL ATERM WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Pre term 2. Aterm : kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259 hari) : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap (259 hari sampai 293 hari). 3. Post term : 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih)1

D. KALA I (DALAM PERSALINAN) Tanda-tanda dalam persalinan kala 1 adalah : 1. Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur, makin sering, makin nyeri, disertai pengeluaran lender darah. 2. Berakhir setelah pembukaan serviks telah lengkap. Selaput ketuban biasanya pecah pada akhir kala 1. 3. Lamanya tergantung paritas ibu, primigravida kurang lebih 12 jam, sedangkan pada multigravida biasanya 8 jam. 4. Mekanisme pembukaan serviks disebabkan kontraksi segmen atas uterus dan retraksi segmen bawah uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks, akibatnya segmen bawah uterus makin menipis dan segmen atas semakin menebal

20

5. His, frekuensi sekitar 1 kali/ 10 menit diawal persalinan, dan sekitar 2-4 kali/10 menit diakhir kala 1, lamanya kurang lebih satu menit, nyerinya berasal dari regangan serviks yang membuka 6. Darah lendir yang keluar dari uterus berasal dari pergesekan antara selaput ketuban dengan dinding uterus pada saat pembukaan serviks.11

E. VAKUM EKSTRAKSI Sejak abad ke-17 diusahakan menciptakan alat yang dapat melahirkan kepala janin tanpa mengadakan tekanan kepadanya, dan tidak memerlukan begitu banyak tempat dalam rongga panggul, seperti halnya dengan cunam. Baru pada tahun 1957 Malstrom berhasil membuat alat yang dinamakan ekstraktor vakum, yang dapat dipakai dengan memuaskan, dan berdasar atas prinsip

menyelenggarakan vakum antara kepala janin dan alat penarik sehingga kepala mengikuti gerakan alat tersebut. Alat tersebut terdiri atas : a) Sejenis mangkok dari logam yang agak mendatar dalam berbagai ukuran (diameter 30 sampai dengan 60 mm) dengan lubang di tengah-tengahnya ; b) Pipa karet yang pada ujung satu dihubungkan dengan mangkok dan pada ujung yang lain dengan suatu alat penarik dari logam; c) Rantai dari logam yang berhubungan dengan alat bundar dan datar; alt tersebut dimasukkan ke dalam rongga mangkok sehingga dapat menutup lubangnya; selanjutnya rantai dimasukkan ke dalam pipa karet dan setelah ditarik kuat dikaitkan kepada alat penarik; d) Pipa karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan alat penarik dan pada ujung yang lain dengan botol penampung cairan yang terisap (lendir, darah, air ketuban, dan sebagainya) e) Manometer dan pompa tangan untuk menghisap udara, yang berhubungan dengan botol penampung dan menyelenggarakan vakum antara mangkok dan kepala janin. 12

21

Ekstraksi vakum hanya digunakan pada presentasi belakang kepala. Indikasi dilakukannya ekstraksi vakum bisa karena indikasi ibu dan janin. a) Indikasi janin Janin yang dicurigai memerlukan persalinan segera misalnya pada fetal distres (masih kontroversi) b) Indikasi Ibu Kala II lama atau kala II tak maju, keadaan ibu dengan kontraindikasi meneran misalnya pada PEB dan eklampsia. Kondisi yang memerlukan kala II diperpendek, misalnya pada penyakit jantung kompensata grade III-IV, penyakit paru fibrotik, TBC, riwayat seksio secaria sebelumnya dan kelelahan pada ibu.12 Indikasi dan kondisi sama pada ekstraksi dengan cunam, hanya dalam keadaan darurat ada sedikit kelonggaran mengenai syarat pembukaan lengkap. Dalam keadaan terpaksa, ekstraksi dengan vakum ekstraksi dapat dilakukan dengan pembukaan yang belum lengkap tetapi sedikit-dikitnya 7 cm. Begitu pula vakum ekstraksi masih boleh digunakan apabila pada presentasi belakang kepala , kepala janin sudah sampai Hodge II tetapi belum sampai Hodge III, asal tidak ada disproporsi sefalopelvik. Dalam pemakaian vakum ekstraksi, mangkok yang dipilih harus sesuai dengan besarnya pembukaan, keadaan vagina, turunnya kepala janin dan tenaga untuk tarikan yang diperlukan. Umumnya yang dipakai ialah mangkok dengan diameter 50 mm.12 Cara pemasangan vakum ekstraksi Wanita ditidurkan dalam letak litotomi. Vulva dan sekitarnya dibersihkan dengan kapas sublimat atau kapas lisol dan kemudian dengan tinctura iodin 2%. Kandung kencing dan rektum harus kosong. Dilakukan pemeriksaan dalam sekali lagi dengan teliti dengan perhatian khusus pada pembukaan, sifat serviks dan vagina, turunnya kepala janin dan posisinya. Anestesia blok pudendus, jika perlu dilakukan. Dipilih mangkok yang akan dipakai. Mangkok dicelup dalam air sabun steril atau dibasahi seluruhnya dengan spiritus-sabun (jangan pakai minyak karena licin dan mudah lepas), lalu dimasukkan ke dalam vagina. Mula-mula mangkok dalam posisi agak miring (tidak

22

menghadap vulva) dimasukkan ke dalam introitus vaginae sambil menekan komisura posterior ke belakang dan kemudian diselipkan ke dalam vagina. Kemudian mangkok diputar sehingga menghadap kepala janin. Dalam presentasi belakang-kepala mangkok dipasang pada oksiput atau sedekatdekatnya. Apabila oksiput tidak jelas letaknya atau presentasi lain, maka mangkok dipasang dekat pada sakrum ibu, lebih-lebih apabila kepala masih tinggi. Letak mangkok pada kepala harus sedemikian rupa sehingga arah tarikan nantinya tegak lurus dengan mangkok. Kemudian dengan satu atau 2 jari diperiksa di sekitar mangkok apakah ada jaringan serviks atau vagina terjepit. Apabila ada jaringan terjepit, maka ini harus dilepaskan dari jepitan.12 Lalu dipompa oleh pembantu (udara dikeluarkan) sehingga tercapai tekanan negatif dalam botol, pipa-pipa dan mangkok. Kulit kepala janin disedot ke dalam mangkok melekat pada kepala. Supaya mangkok melekat benar-benar (ini sangat penting) mangkok harus diisi penuh dengan kulit dan jaringan bawah kulit secara perlahan-lahan. Dengan pompa lekatan erat dicapai dengan meningkatkan tekanan negatif dalam 3 tahap. Mula-mula dipompa sampai minus 0,2 kg per cm persegi kemudian ditunggu 2 menit. Lalu dipompa lagi sampai minus 0,4 dan ditunggu lagi 2 menit. Akhirnya dipompa sampai minus 0,6. Biasanya tekanan ini sudah cukup. Apabila perlu ditambah lagi sampai minus 0,7 atau 0,8. Setelah tekanan yang diingini tercapai masih ditunggu 2 menit lagi sebelum tarikan definitif dimulai bersama-sama dengan his sambil wanita disuruh meneran seperti pada pimpinan partus biasa dengan kedua lengan wanita merangkul dan menarik lipat lutut ke arah kepala ibu. Adakalanya his sudah timbul sebelum tekanan yang dikehendaki tercapai. Dalam hal ini vakum ekstraksi sudah boleh ditarik secara hati-hati supaya mangkok jangan sampai lepas dan supaya kepala janin lebih turun. Apabila his hilang tarikan jangan dilepas sama sekali, akan tetapi tarikan ringan diteruskan secara kontinu supaya kepala tidak terlampau mundur. Denagna demikian pada his berikutnya ibu meneran lagi dan kepala sekarang maju dengan titik permulaan yang lebih rendah letaknya. Tarikan definitif dilakukan apabila sudah dicapai tekanan 0,6 atau 0,7 kg per cm

23

persegi. Selama itu pemeriksaan dalam ulangan harus dilakukan beberapa kali, sedikitnya setiap kali setelah tekanan dinaikkan untuk memeriksa apakah ada jaringan terisap ke dalam mangkok. Lamanya tindakan sebaiknya tidak melebihi 20 menit, maksimum 40 menit. Ekstraksi yang terlampau lama dianggap bebahaya bagi anak.12

Cara tarikan pada vakum ekstraksi Seperti telah dijelaskan di atas tarikan definitif pada vakum ekstraksi sinkron dengan his dan tenaga meneran. Di luar his tarikan definitif tidak boleh dilakukan karena kurang efektif. Jadi tarikan pada vakum ekstraksi sifatnya berkala (intermitten). Dulu ekstraksi ini dipakai juga dengan tarikan kontinu pada pembukaan kecil, misalnya 4 cm dengan mangkok nomor 3, untuk mempercepat pembukaan. Akan tetapi sekarang usaha ini tidak dilakukan lagi karena waktu tindakan terlampau lama dan dianggap berbahaya bagi anak. Arah tarikan harus sesuai dengan turunnya kepala (seperti pada cunan) dan tegak lurus dengan mangkok : Kepala tinggi Kepala tengah Kepala di dasar panggul - arah tarikan dorsal - arah tarikan datar - arah tarikan ke atas (ventral)

Mula-mula tarikan dilakukan oleh tangan kanan pada pegangan yang berbentuk palang, sambil tangan kiri berusaha supaya mangkok tidak mudah lepas dari kepala. Tiga jari tangan kiri dimasukkan ke dalam vagina, ibu jari ditempatkan di pinggir mangkok bagian depan, jari telunjuk dan jari tengah di kepala anak, ventral dari mangkok. Apabila tangan kanan mengadakan ekstraksi, bersamaan ibu jari menekan mangkok bagian depan kepala. Jadi ada kerjasama (sinkronisasi) antara tangan kanan dan tangan kiri. Dengan pegangan tiga jari inimangkok tidak mudah lepas sama sekali, karena sewaktu mangkok mulai mau lepas terdengar bunyi sedotan seperti bunyi peluit. Secara reflektoris tarikan segera dihentikan sehingga mangkok tidak jadi lepas. Dalam hal demikian jaringan lunak mudah tersedot ke dalam mangkok, sehingga perlu diperiksa dalam lagi.12

24

Apabila kepala sudah hampir lahir tangan kiri mengambil alih vakum ektraksi dengan memegang pipa karetnya (bukan pegangannya) dekat pada vulva sambil pipa dililit-lilitkan pada jari-jari. Tangan kanan yang sekarang bebas, menyokong dan melindungi perineum. Arah tarikan dengan tangan kiri itu ialah ke atas (ventral). Setelah seluruh kepala lahir, bahu dan badan anak dilahirkan seperti biasa. Kemudian ventil dilepas (sekrupnya dikendorkan) perlahan-lahan supaya udara masuk ke dalam botol dan tekanan negatif hilang.Mangkok dapat dilepaskan dri kepala anak. Apabila mangkok sukar lepas karena sangat erat hubungannya dengan kepala. Maka pipa karet yang menghubungkan botol dengan pegangan dilepaskan lebih dulu.12 Dengan vakum ekstraksi lahirnya kepala dapat diusahakan perlahan-lahan seperi pada partus spontan. Karena itu perlukaan jalan lahir ringan. Apakah episiotomi diperlukan, itu tergantung pada keadaan. Komplikasi Pada Ibu : robekan pada serviks uteri robekan pada dinding vagina, perineum

Pada Anak : luka atau nekrosis pada jaringan di luar tengkorak anak pada tepat pemasangan mangkok perdarahan dalam otak kaput suksedaneum artifisialis, yang biasanya akan hilang sendiri setelah 24-48 jam.12

25

BAB III STATUS PENDERITAI. ANAMNESA Tanggal 9 April 2008 A. Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Alamat Status Perkawinan Agama Nama Suami Pekerjaan HPMT HPL UK Tanggal Masuk CM Berat Badan Tinggi badan B. Keluhan Utama Hamil dengan tensi tinggi C. Riwayat Penyakit Sekarang Datang seorang G2 P1 A0, 28 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu ke IGD RSDM, pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Ngemplak dengan keterangan G2 P1 A0 dengan preeklampsia berat. Pasien merasa hamil 9 bulan, kencang-kencang teratur sudah dirasakan, gerakan janin masih dapat dirasakan, air ketuban belum dirasakan keluar, lendir : Ny. T : 28 tahun : Perempuan : Ibu rumah tangga : SMP : Kedungdowo 04/10, Ngemplak Boyolali : Kawin : Islam : Tn. M : Swasta : 12 April 2011 : 19 Januari 2012 : 39 Minggu : 10 Januari 2012 : 01106617 : 55 kg : 155 cm

26

darah dirasakan keluar, berupa bercak-bercak. Pasien tidak mengalami kejang, nyeri kepala, maupun pandangan yang kabur.

D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Trauma Diabetes Mellitus Riwayat Asma Riwayat Sakit Jantung Riwayat Hipertensi Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

E. Riwayat Fertilitas Baik

F. Riwayat Obstetri Baik I. II. Laki-laki, 10 tahun, 3000 gram, lahir spontan Hamil sekarang

G. Riwayat Ante Natal Care (ANC) Periksa teratur di Bidan Puskesmas

H. Riwayat Haid Menarche Lama menstruasi Siklus menstruasi : 13 tahun : 7 hari : 28 hari

I.

Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali, 11 tahun dengan suami sekarang

J. Riwayat KB

27

Memakai KB suntik 3 bulanan II. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Interna Tanggal 10 Januari 2012 Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup Tanda vital : Rr : 20 x/ menit S : 36,8 0C

T : 180/110 mmHg N : 84 x/ menit BB: 55 kg TB: 150 cm Kepala : Mesocephal Mata THT Leher

: Conjungtiva Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-) : Tonsil tidak membesar, pharing hiperemis (-) : Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar mammae hipertrofi (+), areola mammae

Thorax : Glandula

hiperpigmentasi (+) Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis tidak kuat angkat : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi : Pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan = kiri : Sonor / sonor

Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-/-) Abdomen : Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria

gravidarum(+) Auskultasi: Peristaltik (+) normal Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien sukar dievaluasi Perkusi : Timpani pada daerah bawah processus

xyphoideus, redup pada daerah uterus

28

Genital Ekstremitas :

: Lendir darah (-), air ketuban (-) Oedem Akral dingin -

B. Status Obstetri Inspeksi Kepala Mata Thoraks : Cloasma gravidarum (-) : Conjungtiva Anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-) : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae hiperpigmentasi (+) Abdomen : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+) : vulva/uretra tenang, lendir darah(+),

Genetalia Eksterna

peradangan(-), tumor (-) Palpasi Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri, memanjang, punggung di kiri, presentasi kepala, kepala masuk panggul kurang dari sepertiga bagian, His (+) 2x/10/30, DJJ (+) 11-12-12/reguler Pemeriksaan Leopold : I : Teraba tinggi fundus uteri setinggi 32 cm dari sympisis, teraba bagian tidak terlampau bulat, lunak, dan agak sukar digerakan di fundus, kesan bokong II : Teraba bagian besar janin di sebelah kiri, kesan punggung, bagian kecil di sebelah kanan III : Teraba bagian bulat, keras dan dapat digerakan kesan kepala IV : Bagian terendah janin masuk panggul kurang dari sepertiga bagian Ekstremitas : Oedem (-) akral dingin (-) Auskultasi DJJ (+) 11-12-12/reguler Pemeriksaan Dalam (VT) :

29

V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, pembukaan 2 cm, kulit ketuban belum dapat dinilai, kepala turun pada bidang hodge II, penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), sarung tangan lendir darah (+). III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 10 Januari 2011 Urinalisa Protein : +2

Lab Darah Hb Hct AE AL AT SGOT SGPT LDH HBsAg : 11,0 g/dl : 32 % : 3,49. 106 /L : 12,7. 103 /L : 217 103 /L : 10 ug/dl : 10 ug/dl : 307 u/l : (-) Na K Cl Albumin Gol darah GDS Ureum Kreatinin PT/APTT : 137 mmol/L : 3,5 mmol/L : 107 mmol/L : 3,4 mg/dl :A : 75 mg/dl : 8 mg/dl : 0,6 mg/dl : 12,7/34,8 detik

USG Tampak janin tunggal, intra uteri, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, DJJ (+), dengan fetal biometri : BPD : 94 mm FL : 72 mm Placenta insersi di corpus kanan Air ketuban kesan cukup Tak tampak kelainaan congenital mayor Kesan : saat ini janin dalam kondisi baik. AC : 325 mm

EFBW : 3200 gram

IV. KESIMPULAN

30

Seorang G2 P1 A0, 28 tahun, hamil aterm. Riwayat fertilitas baik, riwayat obstetrik baik. T: 180/110 mmHg. Janin tunggal, intra uterin, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, kepala masuk panggul kurang dari sepertiga bagian, TBJ 3200 gram, DJJ (+) 11-12-12/ reguler, kondisi janin baik. His (+) 2x/10/30, pembukaan (+) 2 cm, air ketuban (-), lendir darah (+). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 11,0 g/dl, Hct: 32 %, AE: 3,49. 106 /, AT: 217. 103 /L, LDH : 307 u/l, SGOT:10 ug/dl, SGPT: 10 ug/dl, Albumin: 3,4 mg/dl, Ureum: 8 mg/dl, Kreatinin: 0,6 mg/dl, proteinuri: +2 V. DIAGNOSIS Preeklampsia berat pada sekundigravida hamil aterm dalam persalinan kala 1 fase laten. VI. PROGNOSIS Baik VII. TERAPI (Pukul 22.00, Vk IGD) Rencana persalinan per vaginam, kala II diperingan dengan Vakum Ekstraksi O2 3 liter/menit Infus RL 20 tpm Injeksi MgSO4 40% 8 gr IM, 4 gr bokong kanan & 4 gr bokong kiri. jam 20.30; dilanjutkan 4 gr / 6 jam jika syarat terpenuhi Nifedipin tab 10 mg, jika tensi sistole 180 dan atau diastole 110 Observasi 10 Evaluasi 5 jam lagi

VIII. PLANNING - Pemeriksaan CST - Pasang DC balance cairan IX. OBSERVASI Tanggal 10 Januari 2012, pukul 22.30 (Vk Mawar) Keluhan VS :: T : 170/100 Rr : 20x/menit

31

N : 88x/menit Abdomen : His (+) DJJ (+) VT

S : 36,8o C

: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tebal lunak, pendataran 30 %, pembukaan 3-4 cm, KK belum dapat dinilai, preskep, kepala di Hodge I II.

Diagnosis : Preeklampsia berat pada sekundigravida hamil aterm dalam persalinan kala 1 fase laten. Prognosis Terapi : Baik : O2 3 liter/menit Infus RL 20 tpm Nifedipin 10mg jika T sistole 180 mmHg dan atau diastole 110 mmHg Observasi 10 Evaluasi 5 jam lagi (jam 02.30) Tanggal 11 Januari 2012 pukul 02.30 Keluhan VS : : T : 160/100 N : 80x/menit Abdomen : His (+) 4x/10/30 DJJ (+) 11/11/12 reguler VT : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tipis lunak, pendataran 30 %, pembukaan 7-8 cm, KK (+), AK (-) preskep, kepala di Hodge II-III Diagnosis : Preeklampsia berat pada sekundigravida hamil aterm dalam persalinan kala 1 fase aktif. Prognosis : baik Terapi : O2 2 liter/menit Infus RL 20 tpm Injeksi MgSO4 4 gr/6 jam Rr : 20x/menit S : 36,8o C

32

Nifedipin 10 mg jika T sistole 180 mmHg dan atau diastole 110 mmHg. Observasi 10 Tanggal 11 Januari 2012 pukul 03.10 Keluhan VS : kenceng-kenceng : T : 160/100 N : 80x/menit Abdomen : His 3-4x/10/30/ DJJ (+) VT : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tipis lunak, pembukaan lengkap. Diagnosis : Preeklampsia berat pada sekundigravida hamil aterm dalam persalinan kala II. Prognosis : baik Terapi : Pimpin persalinan, diperingan dengan vakum ekstraksi. Rr : 20x/menit S : 36,8o C

Pukul 03.25 Bayi lahir diperingan dengan vakum ekstraksi, jenis kelamin laki-laki, BB 3400 gr, PB : 48 cm, LK/LD : 31/32 cm, cacat : (-), anus (+), Apgar Score : 8/9/10. Pukul 03.30 Plasenta lahir kesan lengkap bentuk cakram ukuran 20X10X5 cm, panjang tali pusat 40 cm. Lama persalinan: Kala I KalaII Kala III Total : 6 jam : 15 menit : 5 menit : 6 Jam 20 menit Jumlah Perdarahan: Kala II Kala III Kala IV Total : 10 cc : 30 cc : 15 cc : 55 cc

Pukul 05.30 Evaluasi 2 jam post partus

33

Kel : KU : baik, CM, gizi kesan cukup VS : T: 150/100 mmHg N: 100 x/ menit Mata Thorax : CA(-/-), SI (-/-) : C/P dbn Rr: 20x/ menit t: 36,50C

Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat Genital Dx. Tx. : lochia (+) : Post vakum ekstraksi (DPH-1), PEB sekundigravida hamil aterm : Infus RL 20 tpm O2 2 liter/menit MgS04 40% 4 gr / 6 jam Nifedipin 3 x 10mg jika T sistole 180 mmHg dan atau diastole 110 mmHg Amoxicilin 3 x 500 mg Sulfas Ferosus 2 x 1

Tanggal 12 Januari 2012, Pukul 06.00 Kel : KU : baik, CM, gizi kesan cukup VS : T: 130/90 mmHg N: 100 x/ menit Mata Thorax : CA(-/-), SI (-/-) : C/P dbn RR: 20x/ menit t : 36,50C

Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat Genital Dx. Tx. : darah (-), lochia (+) : Post vakum ekstraksi (DPH-2), PEB sekundigravida hamil aterm : Infus RL 20 tpm O2 2 liter/menit

34

Nifedipin 3x10 mg, jika T sistole 180mmHg dan atau diastole 110mmHg Amoxicilin 3x500mg Sulfas ferosus 2 x 1

35

BAB IV ANALISA KASUS

1. ANALISA DIAGNOSIS Pada pasien ini kita diagnosis dengan Preeklampsia berat pada sekundigravida, hamil aterm dalam persalinan kala 1 fase laten. Diagnosa Preeklampsia berat ditegakan bedasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah pasien yaitu 180/100 mmHg, dan dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu Tes ewitz, untuk mengetahui kadar protein urine yang menunjukkan hasil positif dua. Bedasarkan hasil pemeriksaan tersebut kita dapat meyimpulkan pasien menderita preeklampsia berat. Sedangkan sekundigravida didapatkan dari hasil anamnesa pasien yang menyatakan pernah melahirkan anak laki-laki 10 tahun yang lalu, melalui persalinan pervaginam spontan. Hamil aterm (37-42 minggu) ditentukan dengan rumus Neagle dengan melihat hari pertama menstruasi terakhir dan dapat ditentukan hari perkiraan lahir dari bayi. HPMT pada pasien ini adalah 12 April 2011, dari hasil rumus neagle (H+7, B-3, T+1) didapatkan HPL 19 Januari 2012 (usia kehamilan 40 minggu), pasien datang pada tanggal 10 Januari 2012, sehingga kurang lebih saat ini usia kehamilan pasien adalah 39 minggu. Pasien juga telah memasuki persalinan kala 1 fase laten, hal ini ditandai dengan didapatkan his yang teratur 2x/10/30, lendir darah, dan pembukaan serviks kurang lebih 2 cm, serta penurunan kepala bayi pada bidang hodge II.

2. ANALISA PENATALAKSANAAN Pada pasien ini penatalaksanaan untuk persalinan, direncanakan persalinan pervaginam menggunakan vakum ekstraksi untuk memperingan persalinan kala II. Hal ini sesuai indikasi terhadap ibu karena menderita preeclampsia berat sehingga kontra indikasi untuk mengejan karena dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan intrakranial dan sebagainya.

36

Untuk penatalaksanaan PEB dilakukan terapi konservatif sesuai dengan prosedur tetap di RSDM yaitu pemberian Infus ringer laktat, oksigenasi, injeksi sulfas magnesikus 40% intra muskuler dengan dosis awal 8 gr, 4 gr pada bokong kanan dan 4 gr pada bokong kiri, dilanjutkan dengan pemberian dosis 4gr /6jam. Kemudian pemberian nifedipin 10 mg, jika didapatkan tekanan darah diatas 180/110 mmHg.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan. FK UI, Jakarta. Hal: 281-294. 1999. 2. Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Hal: 198-208.1998. 3. National High Blood Pressure Educational Program. 2000. Working Group Report on High Blood Pressure in Pregancy. NIH publication 4. William H. Clewell. Hypertensive Emergencies in pregnacy dalam Obstetric intesive care. WB Saunders Company. Pensylvania. Hal:6375.1997. 5. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. Williams Obtetrics20th prentice-Hall International,Inc. Page:773-818.1997 6. William C Mabie, Baha M.Sibai. Hypertensive states of Pregnancy dalam Current Obstetric & Gynecologic diagnosis & treatment. Appleton & Lahge. Connecticut. Hal:380-8.1994. 7. Robert A.Knuppel, Joan E.Drukker. Hypertension in Pregnancy dalam High-Risk Pregnancy. WB Saunders company. Pensylvania. Hal: 362-76. 1986. 8. Hidayat W.Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUP dr.Hasan Sadikin. Edisi ke-2 Penerbit: SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung. Hal: 234-6.1998. 9. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi kedua. Batam. 2005.

38

10. Hariadi, R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Himpunan .Edisi Perdana. Jilid 1. Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. 2004. 11. Sudraji sumapraja. Persalinan normal. Balai penerbit FKUI Jakarta. Hal : 47-50. 2005. 12. Pope, C. S. Vacuum Extraction. http://emedicine.medscape.com/article/ 271175- overview E Medicine. 2005.

39