Pr etbis #3
-
Upload
anggadp4 -
Category
Data & Analytics
-
view
9 -
download
4
description
Transcript of Pr etbis #3
Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah
Pada awalnya rancangan ini diajukan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
melalui kementrian dalam negeri. Paket draft tersebut berisi tigal hal yakni rancangan
undang-undang pemerintah desa yang sudah disahkan pada awal januari 2014, kemudia RUU
mengenai pemerintah kabupaten/kota juga baru disahkan pada awal september lalu. Dan yang
menghangat adalah Rancangan Undang-Undang pemilihan kepala daerah, dengan perubahan
sistem dari pemilihan langsung menjadi pemilihan keterwakilan. Dengan kata lain,
pemerintah dalam hal ini kemendagri mengusulkan untuk meniadakan pemilihan langsung di
daerah karena lebih banyak kelemahannya daripada manfaat yang diterima baik rakyat
maupun daerah.
Bila dilihat secara seksama, pemilihan kepala daerah dengan sistem keterwakilan oleh
DPRD akan menitikberatkan pemilihan calon gubernur atau bupati/walikota berdasar suara
terbanyak di tingkat kongres DPRD. Sehingga rakyat tidak lagi mendapatkan hak nya untuk
secara langsung memilih. Namun rakyat masih tetap bisa melaksanakan pemilihan langsung
saat pemilu legislatif dan juga presiden wakil presiden. Tentu hal ini merupakan amanat dari
UUD yang berbunyi ‘Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui pemilihan langsung’,
Sedangkan kepada daerah disebutkan bahwa ‘Dipilih secara demokratis’. Begitulah kiranya
justifikasi mengapa DPR dan pemerintah boleh melakukan perubahan sistem pemilihan
kepala daerah menjadi tidak langsung.
Hal-hal teknis yang mendukung perubahan sistem pemilihan kepala daerah meliputi :
1. Pemilihan tidak langsung tersebut didasarkan pada semangat otonomi daerah. Jika
titik berat dari otonomi berada di lingkup provinsi maka, gubernur dan wakil gubernur
akan dipilih oleh keterwakilan DPRD provinsi. Sedangkan bupati/walikota akan tetap
dipilih secara langsung. Sebaliknya bila kasusnya titik berat otonomi berada di
lingkup kabupaten/kota.
2. Sekitar 287 kepala daerah tersandung kasus korupsi, tentu hal ini tidak serta merta
menyalahkan sistem pemilihan langsung. Namun secara realita, pemilihan langsung
tidak lebih baik dari rancangan pemilihan keeterwakilan DPRD.
3. Banyak kasus di daerah yang secara masal mencopot pejabat yang selama ini
mengabdi di wilayah kerjanya, karena sewaktu pemilihan langsung para pejabat
tersebut tidak mendukung calon yang kemudian dinyatakan lolos menjadi pemimpin
daerah tersebut. Alhasil atmosfir kerja di tingkat kabupaten/kota seringkali panas dan
tidak sehat sesaat setelah terjadi pemilihan langsung.
4. Banyak sekali terjadi konflik horisontal di daerah-daerah, tidak hanya di papua,
wilayah terdekat dengan ibu kota negara juga tidak luput dari konflik tersebut. Hal ini
dikarenakan mudah tersulutnya emosi warga karena calonnya tidak lolos menjadi
kepala daerah.
Selain itu masih banyak prasangka yang menyebutkan bahwa nantinya kepala daerah
akan tersandera dengan keberadaan parpol di fraksi DPRD sebab merekalah nanti yang akan
memilih. Namun keadaan seperti itu sudah terjadi saat pemilihan langsung dilakukan. Seperti
yang kita tahu, kendaraan yang para calon tumpangi saat melakukan kampanya adalah partai
politik. Dan akhirnya jika terpilih, calon tersebut akan berutang budi kepada kerja keras
mesin politiknya. Sama juga dengan tersandera seperti yang dikhawatrirkan banyak orang.
Belum lagi dengan kekhawatiran mengenai politik uang yang jika pemilihannya tidak
langsung akan lari kepada anggota dewan daerah. Nyatanya politik uang juga sudah ada saat
pemilihan langsung dilaksanakan. Yang menjadi problema disini bukan sistem langsung atau
tidak langsung yang membuat politik uang tersebut hilang. Solusi terbaiknya adalah
akuntabilitas publik kepada masing-masing partai politik. Bagaimana bisa KPK atau PPATK
memaksa untuk tiap-tiap parpol mau diaudit laporan keuangannya secara periodik dan
dilaporkan dengan asas transparansi. Dengan hal tersebut, tidak masalah jika nantinya
dilakukan sistem pemilihan langsung atau tidak langsung, karena tujuan kita semua adalah
memerangi praktik KKN di tingkat pusat maupun daerah.
Dan untuk hak rakyat yang semakin hilang karena adanya pemilihan tidak langsung,
ketakutan ini mungkin hanya emosi sesaat. Sebab hak rakyat masih ada lewat uji publik dan
juga pemilihan yang terbuka untuk siapapun.
Pada akhirnya sistem pemilihan kepala daerah tidak langsung membawa manfaat yang
lebih banyak daripada pemilihan langsung yang selama ini dilakukan. Hal ini bukanlah
kemunduran demokrasi, melainkan alternatif terbaik yang sedang diambil oleh pemerintah
untuk mendapatkan pemimpin daerah terbaik pula lewat DPRD. Bukan lagi yang hebat dalam
berkampanye, melainkan yang sukses melalui berbagai uji, baik kompetensi, integritas, dan
uji kelayakan lainnya.