Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya...

43
POTENSI TERPENOID PADA TEH DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI LEPTOSPIRA (Leptospira sp.) DALAM UPAYA PREVENTIF PENYAKIT LEPTOSPIROSIS KARYA TULIS ILMIAH GAGASAN TERTULIS Diajukan sebagai lomba Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis Temu Ilmiah Nasional (Temilnas) 2013 Syaffa Sadida Zahra 22010112130082 Nadya Azzahra 22010112130056 Aulia Safitri 22010112130142 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013

description

Gagasan Tertulis

Transcript of Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya...

Page 1: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

POTENSI TERPENOID PADA TEH DAUN BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN

BAKTERI LEPTOSPIRA (Leptospira sp.) DALAM UPAYA PREVENTIF

PENYAKIT LEPTOSPIROSIS

KARYA TULIS ILMIAH

GAGASAN TERTULIS

Diajukan sebagai lomba Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis Temu Ilmiah

Nasional (Temilnas) 2013

Syaffa Sadida Zahra 22010112130082

Nadya Azzahra 22010112130056

Aulia Safitri 22010112130142

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2013

Page 2: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis
Page 3: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

iii

Potensi Terpenoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri Leptospira (Leptospira sp.) dalam

Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

Syaffa Sadida Zahra, Nadya Azzahra, Aulia Safitri

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Abstrak

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi pada manusia dan binatang yang

disebabkan oleh bakteri leptospira yang merupakan bakteri gram negatif.

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang diduga paling luas

penyebarannya di dunia. Insidensi Leptospirosis di Indonesia cukup tinggi. Angka

kematian akibat Leptospirosis di Indonesia mencapai 2,5-16,46%. Sebagai salah

satu upaya pencegahan penyakit leptospirosis, dapat dimanfaatkan senyawa

terpenoid. Terpenoid dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri

leptospira dengan cara menurunkan permeabilitas dinding sel bakteri. Terpenoid

sendiri banyak ditemukan pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.),

dimana daun ini dapat dengan mudah kita temukan di Indonesia. Upaya

pengembangan penggunaan terpenoid pada belimbing wuluh dengan metode

pengolahan daun belimbing wuluh yang tidak mengurangi ketersediaan senyawa

aktif terpenoid di dalamnya. Salah satu bentuk upaya pengembangan adalah

dengan mengolah daun belimbing wuluh menjadi teh daun belimbing wuluh

karena teh merupakan salah satu bentuk pengolahan yang mudah, terjangkau,

serta digemari masyarakat Indonesia.

Kata Kunci : Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.), leptospirosis, dan

terpenoid.

Abstract

Leptospirosis is an infectious disease in humans and animals caused by the

leptospira bacteria which are gram-negative bacteria. Leptospirosis is a zoonotic

disease that allegedly the most widely spread in the world. Leptospirosis

incidence in Indonesia is quite high. Mortality due to leptospirosis in Indonesia

had reached 2.5 to 16.46%. As one of the leptospirosis disease prevention efforts,

terpenoid compounds may be utilized. Terpenoids can act as a resistor to the

growth of leptospira bacteria by reducing the permeability of the bacterial cell

wall. Terpenoids are often found in the leaves of tree sorrel (Averrhoa bilimbi L.),

this leaves can easily be found in Indonesia. The development effort on the use of

terpenoids of tree sorrel is using tree sorrel leaf processing method which does not

reduce the availability of active terpenoid compounds in it. One of the

development efforts is by processing the leaves of tree sorrel into tree sorrel tea

leaves because tea is a cultivation that is easy, affordable, and popular in

Indonesian society.

Key Words: Tea leaf of tree sorrel (Averrhoa bilimbi L.), leptospirosis, and

terpenoid.

Page 4: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

membantu kami menyelesaikan karya tulis ilmiah dalam bentuk gagasan tulis ini

untuk diikutsertakan dalam acara Temilnas 2013. Tak lupa kami ucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya pada dr. Amalia Nuggetsiana Setyawati, M.Si. Med

sebagai dosen pembimbing kami serta rekan-rekan sejawat kami dalam Kelompok

Studi Ilmiah FK Undip dalam dukungannya memberi masukan dan saran untuk

penulisan karya tulis ilmiah ini agar dapat lebih bermanfaat dan lebih baik lagi.

Kami juga berterima kasih pada orang tua kami yang telah mendukung kamis

selama proses penulisan dan teman-teman civitas akademika lain yang turut serta

mendukung kami dalam bentuk moril. Kami sadar penulisan ini masih jauh dari

kesempurnaan karena ini merupakan salah satu bentuk sarana dan proses

pembelajaran bagi kami untuk terus berlatih menulis sehingga pada akhirnya

dapat membuat suatu penelitian yang sesungguhnya dan dapat langsung dirasakan

manfaatnya.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga gagasan tertulis ini dapat

bermanfaat dan dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk penelitian sesungguhnya

agar manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.

Semarang, 22 Juni 2013

Penulis

Page 5: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

v

DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. i

Lembar Pengesahan ...................................................................................... ii

Abstrak ......................................................................................................... iii

Kata Pengantar .............................................................................................. iv

Daftar Isi ....................................................................................................... v

Daftar Tabel .................................................................................................. vii

Daftar Gambar .............................................................................................. viii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 3

BAB II. TELAAH PUSTAKA

2.1 Leptospirosis .......................................................................................... 5

2.1.1 Etiologi ......................................................................................... 5

2.1.2 Ekologi.......................................................................................... 7

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi ........................................................ 8

2.1.4 Komplikasi .................................................................................... 9

2.1.5 Pengobatan .................................................................................... 10

2.2 Belimbing Wuluh (Averrhoe bilimbi) ..................................................... 12

2.2.1 Klasifikasi ..................................................................................... 12

2.2.2 Kandungan Daun Belimbing Wuluh .............................................. 13

2.2.3 Keuntungan ................................................................................... 14

2.3 Terpenoid ............................................................................................... 15

2.3.1 Definisi ......................................................................................... 15

2.3.2 Sintesis Terpenoid ......................................................................... 15

2.3.3 Sumber .......................................................................................... 20

Page 6: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

vi

2.3.4 Manfaat dan Keuntungan Senyawa Terpenoid ............................... 21

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penulisan ....................................................................................... 22

3.2 Fokus Penulisan ..................................................................................... 22

3.3 Sumber Data .......................................................................................... 22

3.4 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 22

3.5 Analisa Data .......................................................................................... 22

BAB IV. ANALISIS DAN SINTESIS

4.1 Terpenoid sebagai Antibakteri Leptospira .............................................. 23

4.1.1 Mekanisme Umum Terpenoid sebagai Antibakteri ........................ 23

4.1.2 Terpenoid terhadap Bakteri Leptospira .......................................... 24

4.2 Efektivitas Terpenoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh ........................ 26

BAB V. PENUTUP

5.1 Simpulan ................................................................................................ 28

5.2 Saran ...................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 29

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... 34

Page 7: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Serogroup dan beberapa serovar L. interrogans sensu lato ............... 5

Tabel 2. Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis ............................... 11

Tabel 3. Kandungan Zat Gizi Belimbing Wuluh per 100g ............................. 14

Tabel 4. Pengelompokan Terpenoid .............................................................. 16

Page 8: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus penularan leptospirosis ..................................................... 7

Gambar 2. Daun Belimbing Wuluh .............................................................. ̀ 12

Gambar 3. Kepala dan Ekor Unit Isopren ..................................................... 17

Gambar 4. Reaksi Pembentukan Unit Isoprene dari Metabolisme Asam

Asetat ......................................................................................... 18

Gambar 5. Mekanisme Biosintesa Senyawa Terpenoid................................. 19

Gambar 6. Biosintesa Penggolongan Senyawa Terpenoid ............................ 20

Gambar 7. Perbandingan Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Negatif....... 24

Page 9: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi pada manusia dan binatang yang

disebabkan oleh bakteri leptospira yang berbentuk spiral dan bergerak aktif.1

Leptospira masuk melalui kulit yang luka atau membran mukosa dan

beredar ke dalam pembuluh limfatik dan darah dalam hitungan menit.2,3,4

Bakteri Leptospira yang beredar dalam darah akan mengeluarkan toksin

yang dapat merusak endotel kapiler sehingga pada perkembangannya akan

menyebabkan disfungsi organ yang bisa menyebabkan kematian.1

Iklim yang sesuai untuk perkembangan leptospira adalah udara yang hangat,

tanah yang basah dan pH alkalis.5

Kejadian leptospirosis di Negara tropik

lebih banyak 1000 kali dibandingkan dengan Negara subtropik dengan

risiko penyakit lebih berat.6 Angka insiden leptospirosis di Negara tropik

basah 5-20/100.000 penduduk per tahun.7

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia.8

Leptospirosis

umumnya menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja

tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan, dan militer. Ancaman ini

berlaku pula bagi mereka yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di

danau atau sungai seperti berenang.3,9

Pengetahuan tentang penyakit Leptospirosis di Indonesia sendiri masih

sangat rendah. Padahal pengetahuan yang rendah sangat berhubungan

dengan kejadian leptospirosis, dimana hasil penelitian membuktikan bahwa

pengetahuan responden yang rendah beresiko 17,7 kali terkena leptospirosis

dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan tinggi.10

Page 10: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

2

Iklim tropis yang dimiliki Indonesia mempunyai keuntungan di sisi lain,

yaitu mendukung berbagai macam tanaman untuk tumbuh didalamnya.

Sayangnya banyak tanaman yang belum tereksplorasi dengan baik, misalnya

saja belimbing wuluh. Tanaman belimbing wuluh merupakan tanaman yang

dapat tumbuh subur di Indonesia karena iklim tanaman ini sama dengan

iklim di Indonesia.11

Namun sayangnya banyak masyarakat yang belum

mengetahui manfaat dari tanaman belimbing wuluh. Misalnya saja terpenoid

pada daun belimbing wuluh. Golongan senyawa aktif dari ekstrak terbaik

buah belimbing wuluh yang berpotensi sebagai antibakteri adalah flavonoid

dan triterpenoid.12

Triterpenoid adalah salah satu jenis senyawa dalam

kelompok Terpenoid. Sifat sebagai antibakteri yang dimiliki oleh senyawa

Terpenoid tersebut dapat menghambat pertumbuhkan bakteri dengan

menurunkan permeabilitas membran sel bakteri.

Daun belimbing wuluh dapat dikembangkan menjadi teh herbal dengan

mengekstrak daun tersebut. Selain itu teh adalah minuman yang disukai oleh

kebanyakan masyarakat Indonesia dan pembuatannya pun mudah juga tidak

membutuhkan biaya yang mahal sehingga bisa dikonsumsi oleh berbagai

kalangan.

Dengan adanya teh daun belimbing wuluh ini, diharapkan penyakit

leptospirosis dapat terhindari sejak dini sehingga mampu berkontribusi

dalam menyehatkan masyarakat Indonesia dari salah satu penyakit tropis

yang masih belum mendapat perhatian di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kerja terpenoid yang terkandung dalam ekstrak daun

belimbing wuluh sebagai senyawa antibakteri untuk pencegahan penyakit

leptospirosis?

Page 11: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

3

2. Bagaimana efektivitas terpenoid pada teh daun belimbing wuluh?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kerja terpenoid yang terkandung dalam ekstrak daun

belimbing wuluh sebagai senyawa antibakteri untuk pencegahan penyakit

leptospirosis.

2. Untuk mengetahui efektivitas terpenoid pada teh daun belimbing wuluh.

1.4 Manfaat

1.4.1 Terhadap Penulis

Menambah pengetahuan dan melatih ketrampilan dalam menganalisis

dan menulis suatu kajian ilmiah secara sistematis dan relevan

1.4.2 Terhadap Institusi Terkait

Karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi-institusi

kesehatan Indonesia untuk dapat meneliti lebih lanjut dan

mengaplikasikan teh daun belimbing wuluh yang mengandung

terpenoid sebagai pencegahan terhadap berkembangnya bakteri

leptospira. Selain itu, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan

lapangan kerja lewat pengadaan industri rumah tangga untuk

memasarkan teh daun belimbing wuluh sehingga dapat mengurangi

angka pengangguran dan meningkatkan pemasukan daerah maupun

nasional. Pemerintah juga dapat memberikan alternatif baru dalam

penanganan penyakit leptospirosis sehingga masyarakat yang sering

berkontak dengan air yang tercemar seperti petani atau masyarakat

yang tinggal di daerah yang rawan terkena banjir dapat terhindar dari

penyakit leptospirosis tersebut.

1.4.3 Terhadap Masyarakat

Indonesia sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya petani

dan memiliki curah hujan yang tinggi sehingga rawan terkena banjir

dengan sistem drainase yang masih kurang baik seperti selokan dan

Page 12: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

4

got yang tercemar, rawan terkontaminasi bakteri leptospira yang dapat

ditularkan dari hewan khususnya tikus. Sementara itu pengetahuan

masyarakat terhadap penyakit leptospirosis itu sendiri masih sangat

minim sehingga diharapkan dengan adanya teh daun belimbing wuluh

dapat sekaligus mengedukasi masyarakat mengenai penyakit

leptospirosis ini sehingga dapat dicegah sejak dini. Pencegahan dini

sangat penting dilakukan dikarenakan gejala awal penyakit ini sangat

umum dan sulit dibedakan dengan gejala penyakit lainnya seperti flu

dan demam. Karena itu manfaatnya akan sangat banyak apabila

masyarakat dapat terhindar dari bahaya yang akan ditimbulkan dari

penyakit ini ke depannya.

Page 13: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Leptospirosis

2.1.1 Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira merupakan gram

negatif, berbentuk spiral, tipis, lentur, dengan panjang 10-20 µm dan

tebal 0,1 µm serta memiliki dua lapis membrane yang terdiri dari

membrane sitoplasma dan dinding sel peptidoglycan yang menempel

satu sama lain, dan dilapisi oleh lapisan bagian luar. Kedua ujungnya

mempunyai kait berupa flagellum periplasmik, sehingga dapat

menembus masuk ke dalam jaringan. Bergerak aktif maju mundur

dengan gerakan memutar sepanjang sumbunya. Leptospira peka

terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar selama kurang lebih

satu bulan, tetapi di dalam air laut, air selokan dan air kemih yang

tidak diencerkan akan cepat mati.13,14

Tabel 1. Serogroup dan beberapa serovar L. interrogans sensu lato14

Serogroup Serovar

Icterohaemorrhagiae Icterohaemorrhagiae,

copenhagen,lai, Zimbabwe

Hebdomadis hebdomadis, jules, krematos

Autumnalis autumnalis, fortbragg, bim,

weerasinghe

Pyrogenes Pyrogenes

Bataviae Bataviae

Grippotyphosa grippotyphosa, canalzonae,

Cabicola Canicola

Australis australis, Bratislava, lora

Page 14: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

6

Pomona Pomona

Javanica Javanica

Sejroe sejroe, saxcoebing, hardjo

Panama panama, mangus

Cynopteri Cynopteri

Djasiman Djasiman

Sarmin Sarmin

Mini mini, Georgia

Tarassovi Tarassovi

Ballum ballum, aroborea

Celledoni Celledoni

Louisiana Louisiana, lanka

Ranarum Ranarum

Manhao Manhao

Shermani Shermani

Hurstbridge hurstbridge

Bakteri ini termasuk dalam ordo Spirochaetales, family

Leptospiraceae, genus Leptospira. Leptospira dapat tumbuh di dalam

media dasar yang diperkaya vitamin, asam lemak rantai panjang

sebagai sumber karbon dan garam ammonium; tumbuh optimal pada

suhu 28-30oC dalam kondisi obligat aerob.

13,15

Sistem penggolongan Leptospira konvensional membagi Leptospira

menjadi dua yaitu L. interrogans yang patogen dan L. biflexa yang

nonpatogen. L.interrogans dibagi menjadi serogrup dan serovar

berdasarkan antigen (Tabel 1). Klasifikasi terbaru dari Leptospira

yaitu L. interrogans dibagi menjadi 7 spesies yaitu L. interrogans, L.

weilii, L. santarosai, L. noguchii, L.borgpetersenii, L. inadai, L.

kirschneri, dan 5 spesies yang tidak bertitel yaitu spesies 1, 2, 3, 4,

Page 15: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

7

dan 5. L. biflexa dibagi menjadi 5 spesies baru.16

Terdapat lebih dari

200 serovar yang telah diisolasi.14

2.1.2 Ekologi

Leptospirosis merupakan zoonosis yang diduga paling luas

penyebarannya di dunia. Siklus penularan leptospirosis digambarkan

pada Gambar 1. Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan

seperti anjing, sapi, babi, kerbau, maupun binatang liar seperti tikus,

musang, tupai dan sebagainya. Di dalam tubuh hewan-hewan ini,

leptospira hidup di ginjal dan air kemih.17

Sumber infeksi pada

manusia adalah akibat kontak secara langsung maupun tidak langsung

dengan urin hewan yang terinfeksi (Gambar 1). Leptospira masuk ke

dalam tubuh melalui kulit yang terluka atau membran mukosa.

Pekerjaan merupakan faktor resiko terhadap paparan peyakit

leptospirosis yang penting pada manusia antara lain petani atau

pekerja di sawah, perkebunan tebu, tambang, rumah potong hewan,

perawat hewan, dokter hewan, atau orang-orang yang berhubungan

dengan perairan, lumpur, dan hewan peliharaan ataupun satwa liar.14

Gambar 1. Siklus penularan leptospirosis13

Page 16: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

8

Pada manusia penyakit ini beragam, mulai subklinis, dengan gejala

akut sampai yang mematikan. Gejala klinisnya sangat beragam dan

nonspesifik. Gejala yang umum dijumpai adalah demam, sakit kepala,

mual-mual, nyeri otot, muntah. Kadang-kadang dijumpai konjungtivis,

ikterus, anemia, dan gagal ginjal.18

Sebagai host (inang), pada hewan dan manusia, dapat dibedakan atas

maintenance host dan incidental host. Dalam tubulus ginjal

maintenance host, leptospirosis akan menetap sebagai infeksi kronik.

Pada manusia, penularan melalui kontak tidak langsung dengan

maintenance host. Luasnya penularan tergantung dari banyak faktor

yang meliputi iklim, kepadatan populasi, dan derajat kontak antara

maintenance host dan incidental host.13

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Leptospira masuk dan beredar ke dalam pembuluh limfatik dan darah

dalam hitungan menit.19

Setelah leptospira masuk ke dalam tubuh,

terjadi respons imun baik seluler maupun humoral (membentuk

antibodi spesifik) yang bertujuan menghilangkan leptospira.20

IgM

merupakan respons humoral utama terhadap lipopolisakarida dalam

fase akut dan konvalesen. Sedangkan, IgG bersifat spesifik terhadap

protein leptospira.21

Pertumbuhan leptospira yang lambat

menyebabkan periode inkubasi berlangsung 2-26 hari (2-4 minggu)

dan biasanya 3-14 hari.19,20

Fase leptospiremia berlangsung 4-7 hari dan selanjutnya leptospira

hanya ditemukan di ginjal, otak, dan bilik anterior mata.19,20

Leptospira dapat dijumpai di dalam urin mulai dari hitungan hari

sampai bertahun-tahun kemudian. Adapun leptospira yang dijumpai

di urin adalah mikroorganisme yang terisolasi dari sistem imun dan

Page 17: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

9

mencapai convoluted tubules. Fase ini disebut fase leptospiruria yang

berlangsung 1-4 minggu.20

Selama leptospiremia, leptospira mengeluarkan toksin yang dapat

merusak endotel kapiler dan menyebabkan vaskulitis. Kemudian,

terdapat juga perbedaan antara derajat kerusakan histologis dengan

derajat disfungsi organ. Sebagai contoh, leptospirosis ringan

menyebabkan lesi histologis ringan di ginjal dan hati dengan

kerusakan fungsional organ yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa

kerusakan bukan terjadi pada struktur organ, melainkan akibat

kerusakan kapiler.(8)

Dalam kasus yang ringan (sekitar 90%), infeksi

terjadi unifasik yaitu gejala muncul dan berkurang dalam 3-7 hari

dengan pemberian antibiotik atau tanpa intervensi sama sekali.

Sedangkan dalam kasus yang sedang hingga berat, infeksi terjadi

bifasik dimana sebelum penyembuhan sebenarnya terjadi remisi

transien. Pada fase kedua terjadi gejala ikterik. Biasanya, tanpa

intervensi, infeksi ini dapat menyebabkan kematian pasien dalam

waktu 10 hari. Angka mortalitas akibat leptospirosis sekitar 5-40%

dengan resiko tertinggi pada orang berusia tua dan

immunodefisiensi.19

2.1.4 Komplikasi

Komplikasi organ yang sering terjadi pada orang dengan penyakit

leptospirosis antara lain:

Ginjal. Nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis,

dan invasi langsung dengan mikroorganisme menimbulkan

kerusakan ginjal berupa interstitial nefritis dengan infiltrasi sel

mononuclear. Pada kasus yang lebih berat, terjadi gagal ginjal

akibat nekrosis akut.

Page 18: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

10

Hati. Leptospira biasanya dijumpai di antara sel parenkim hati

dengan manifestasi berupa nekrosis sentilobuler fokal dengan

infiltrasi sel limfosit, proliferasi kupfer, dan kolestasis.

Jantung. Semua lapisan otot jantung dapat terlibat. Khusus

miokardium, kelainan bersifat fokal atau difus berupa interstitial

edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Perdarahan

fokal di miokardium dan endokarditis dapat ditemukan. Selain itu,

nekrosis berhubungan dengan infiltrasi netrofil.

Otot rangka. Mialgia disebabkan oleh invasi langsung pada

leptospira dengan perubahan local nekrotis, vaskuolisasi, dan

kehilangan striata.

Mata. Terjadi uveitis akibat invasi leptospira ke bilik anterior mata

dan mampu bertahan beberapa bulan meski kadar antibodi cukup

tinggi.

Susunan saraf pusat. Diduga respon respons antibody

memperantai terjadinya meningitis, khususnya meningitis aseptic,

yang paling sering disebabkan oleh L.canicola dengan reservoir

anjing.

Pembuluhan darah. Terjadi perdarahan intradermal (pteki) pada

mukosa, permukaan serosa, dan organ visceral akibat vaskuilitas.

Well disease. Well disease merupakan leptospirosis dengan

frekuensi 1-6% dari total kasus. Gejala yang tampak berupa

perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, dan demam

kontinyu.20

2.1.5 Pengobatan

Pengobatan suportif dapat dilakukan dengan observasi ketat untuk

mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan,

dan gagal ginjal seperti menjaga keseimbangan cairan tubuh.20

Beberapa pasien membutuhkan dialisis (akibat gagal ginjal) dan EKG

Page 19: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

11

(akibat aritmia). Terapi antibiotik diberikan sebaiknya sebelum hari

ke-5 sejak gejala muncul karena terbukti efikasi obat akan menurun

drastic. Sampai saat ini, penisilin masih menjadi pilihan utama. Pasien

yang alergi penisilin dapat menggunakan eritromisin.22

Pada 4-6 jam

pasca pemberian penisilin intravena, dapat muncul reaksi Jarisch-

Herxherimer, yaitu peningkatan gejala yang diduga akibat

pengeluaran toksin dari mikroorganisme yang mati. Kemudian, pada

kasus yang berat dapat diberikan antibiotic berupa intravena benzil

penisilin dan perawatan di rumah sakit.20,22

Tabel 2. Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis20

Indikasi Resigmen Dosis

Leptospirosis ringan Doksisiklin 2x100 mg

Ampisilin 4x500-750 mg

Amoksisiklin 4x00 mg

Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV)

Ampisilin 1 gram/6 jam (IV)

Amoksisiklin 1 gram/6 jam (IV)

Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/minggu

Banyaknya hospes perantara dan jenis serotipe menyulitkan

pencegahan leptospirosis. Namun, bagi yang berisiko tinggi, dapat

menggunakan pakaian khusus yang dapat melindungi dari kontak dari

bahan yang terkontaminasi. Dengan kata lain, hindari pajanan air

(khususnya di daerah endemic) dan hewan. Mengurangi pajanan

terhadap hewan piaraan dengan meletakkan kandang di luar serta

membersihkan cairan tubuh hewan dengan disinfeksi. Selain itu,

kemoprofilaksis juga bermanfaat dalam mengurangi serangan

leptospirosis.20,22,23

Page 20: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

12

2.2. Belimbing Wuluh (Averrhoe bilimbi)

2.2.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Oxalidales

Suku : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi Linn.

Gambar 2. Daun Belimbing Wuluh

Belimbing merupakan pohon buah berupa pohon yang berasal dari

kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang

beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Pada umumnya

belimbing ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard

gardening), yaitu diusahakan sebagai usaha sambilan sebagai pohon

peneduh di halaman-halaman rumah.11

Pohon belimbing wuluh kecil mempunyai tinggi sekitar 10 meter

dengan diameter pangkal batang mencapai 30 cm. Batangnya

Page 21: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

13

bergelombang dan tidak rata. Daun belimbing sayur merupakan daun

majemuk sepanjang 30-60 cm dengan 11-45 pasang anak daun. Anak

daun berwarna hijau, bertangkai pendek, berbentuk bulat telur hingga

jorong dengan ujung agak runcing, pangkal membulat, tepi daun rata,

panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm. Belimbing wuluh mempunyai bunga

majemuk yang tersusun dalam malai, berkelompok. Bunga belimbing

asam, seperti buah kepel, tumbuh keluar dari batang atau percabangan

yang besar. Buah belimbing buluh berupa buni berbentuk lonjong

persegi, dengan panjang 4-6 cm. Buahnya berwarna hijau kekuningan,

berair dan jika masak berasa asam.24

2.2.2 Kandungan Daun Belimbing Wuluh

Daun belimbing wuluh mengandung tanin, sulfur, asam format dan

peroksida.25

Senyawa peroksida yang dapat berpengaruh terhadap

antipiretik, peroksida merupakan senyawa pengoksidasi dan kerjanya

tergantung pada kemampuan pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini

mampu membunuh banyak mikroorganisme.26

Penelitian yang

dilakukan oleh Lidyawati, dkk menunjukkan bahwa penapisan

fitokimia menunjukkan bahwa simplisia dari ekstrak metanol daun

belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, tanin dan

steroid/triterpenoid.27

Golongan senyawa aktif dari ekstrak terbaik buah belimbing wuluh

yang berpotensi sebagai antibakteri adalah flavonoid dan triterpenoid.

Hal ini ditunjukkan oleh terbentuknya warna jingga (flavonoid) dan

ungu-merah (triterpenoid) pada ekstrak etanol dan didukung oleh hasil

identifikasi FTIR yang menunjukkan adanya gugus OH, C=O, C=C,

CH, C-OH, cincin aromatik tersubstitusi dan C-O dari alkohol

sekunder.28

Namun begitu, kadar senyawa aktif tertinggi terdapat pada

bagian daun7

dan menurut penelitian lain, pada ekstrak etanol hanya

Page 22: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

14

efektif menghambat bakteri Gram positif. Sedangkan pada ekstrak etil

asetat paling efektif dalam menghambat aktivitas antibakteri.29

Kandungan Zat Gizi Belimbing Wuluh menurut Direktorat Gizi Departemen

Kesehatan RI (1996) ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Zat Gizi Belimbing Wuluh per 100g

Zat Gizi Satuan Jumlah

Berat Dapat Dimakan % 100,00

Air % 93,00

Energi Kalori 32,00

Protein G 0,40

Lemak G -

Karbohidrat G 7,00

Serat G 0,60

Abu G 0,30

Kalsium (Ca) Mg 3,40

Fosfor (P) Mg 11,10

Zat Besi (Fe) Mg 0,40

Natrium (Na) Mg 4,00

Kalium (K) Mg 148,00

Vitamin A SI -

Tiamin (Vitamin B1) Mg 0,01

Riboflavin (Vitamin B2) Mg 0,02

Asam Askorbat (Vitamin C) Mg 25,00

2.2.3. Keuntungan

Pohon belimbing wuluh mudah ditanam di Indonesia. Tanaman ini

dapat tumbuh pada iklim tipe A (amat basah), B (agak basah), C

(basah), dengan 6-12 bulan basah dan 0-6 bulan kering. Hampir semua

Page 23: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

15

jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok pula untuk pohon

belimbing sehingga dapat dikatakan Indonesia dapat menjadi media

tanam yang baik. Periode panen buah belimbing, umumnya 3-4 tahun

setelah tanam. Sedangkan masa panen per tahunnya bisa terjadi

hingga tiga kali dalam satu tahun.11

Selain itu, kandungan-kandungan yang terdapat pada belimbing wuluh

juga baik bagi tubuh manusia. Zat-zat kimia seperti terpenoid bahkan

dapat menjadi zat antibakteri yang dapat mencegah berbagai penyakit

seperti leptospirosis.

Belimbing wuluh merupakan salah satu tumbuhan yang dapat

dimanfaatkan sebagai obat. Hal ini telah dibuktikan dengan hasil

penelitian identifikasi dan uji efektifitas senyawa aktif antibakteri

pada buah belimbing wuluh ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ekstrak kasar buah belimbing wuluh mampu menghambat

pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli penyebab diare.30

2.3 Terpenoid

2.3.1 Definisi

Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari

senyawa terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang

banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan.

Rumus molekul terpen adalah (C5H8)n.31

1.3.2 Sintesis Terpenoid

Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun

oleh dua atau lebih unit C-5 yang disebut isopren. Klasifikasi

terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 penyusun

Page 24: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

16

senyawa tersebut. Senyawa umum biosintesa terpenoid dengan

terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:

1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam

mevalonat.

2. Penggabungan senyawa dan ekor dua unit isopren akan membentuk

mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.

3. Pengabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan

terpenoid atau steroid.31,32

Berdasarkan klasifikasi terpenoid (tabel 4), sebagian besar terpenoid

mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima.

Penyelidikan kimia selanjutnya menunjukkan bahwa sebagian besar

terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau

lebih unit C-5 ini dinamakan karena kerangka karbonnya sama seperti

isopren.31

Tabel 4: Pengelompokan Terpenoid 31.32

Penyelidikan yang lebih seksama lagi mengenai struktur molekul

terpenoid telah mengungkapkan bagaimana unit-unit isoprene tersebut

saling berkaitan secara teratur, dimana “kepala” dari unit yang satu

berkaitan dengan “ekor” dari unit lain. Cara penggabungan “kepala ke

ekor” dari unit-unit isoprene dapat dilihat pada gambar dibawah ini.31

No. Jenis Senyawa Jumlah atom Karbon Sumber

1. Monoterpenoid 10 Minyak atsiri

2. Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri

3. Diterpenoid 20 Resin pinus

4. Triterpenoid 30 Damar

5. Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten

6. Politerpenoid ≥ 40 Karet Alam

Page 25: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

17

Gambar 3. Kepala dan Ekor Unit Isopren31

Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kaidah ini merupakan cirri

khas dari sebagian besar terpenoid sehingga dapat digunakan sebagai

hipotesa dalam menentukan struktur terpenoid. Tetapi pada beberapa

monoterpen tidak mengikuti kaidah isoprene.31

Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan struktur yang besar

dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprene (C5) yang

bergandengan dalam model kepala ke ekor, sedangkan unit isoprene

diturunkan dari metabolism asam asetat oleh jalur asam mevalonat

(MVA). Adapun reaaksinya adalah sebagai berikut:

Page 26: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

18

Gambar 4. Reaksi Pembentukan Unit Isoprene dari Metabolisme

Asam Asetat 31,32

Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi

dasar, yaitu:

1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam

mevalonat.

2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk

mono-, seskui-, di-. sester-, dan poli-terpenoid.

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20

menghasilkan triterpenoid dan steroid. 31,32

Page 27: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

19

Gambar 5. Mekanisme Biosintesa Senyawa Terpenoid33

Page 28: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

20

Gambar 6. Biosintesa Penggolongan Senyawa Terpenoid32

Terpenoid terdiri dari kerangka karbon dengan 3 siklik 6 yang

bergabung dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai

gugus pada siklik tertentu.34

Kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan

isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C asiklik

yaitu 30 skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang kebanyakan

berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat dan berupa senyawa

tanpa warna, berbentuk kristal serta bertitik leleh tinggi, sedangkan

aktif optik sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. 35,36

2.3.3 Sumber

Senyawa Terpenoid paling umum ditemukan pada tumbuhan berbiji,

bebas dan sebagai glikosida. Triterpena alkohol monohidroksi dalam

tumbuhan tidak dibarengi oleh pigmen, sedangkan triterpenadiol

berada bersama-sama dengan karotenoid dan triterpena asam dengan

Page 29: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

21

flavonoid. Triterpenoid tersebar luas dalam damar, gabus dan kutin

tumbuhan.37

Salah satu ciri-ciri dari terpenoid adalah membentuk

lapisan lilin pada daun untuk melindungi daun dari faktor external

seperti serangga dan bakteria.38

Salah satu fungsi terpenoid tersebut

juga dapat ditemukan pada daun belimbing wuluh.

2.3.4 Manfaat dan Keuntungan Senyawa Terpenoid

Banyak penelitian tentang manfaat senyawa terpenoid sebagai

sntibakteri yang telah dilakukan antara lain pada Herba meniran

(Phyllanthus niruri Linn) yang mengandung dua senyawa terpenoid

yang diduga jenis phytadiene dan 1,2-seco cladiellan, di mana

campuran kedua senyawa ini aktif terhadap bakteri Escherichia coli A

TCC®

25292 dan bakteri Staphylococcus aureus ATCC®

25293.

Selain itu terutama juga pada belimbung wuluh, salah satu Hasil

penelitian oleh Lathifah (2008) menunjukkan bahwa ekstrak kasar

buah belimbing wuluh mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.

aureus dan E. coli penyebab diare dan penilitian lain oleh Mukhlisoh

(2010) yaitu Triterpenoid dengan kadar 0,1 mg/mL dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Pseudomonas fluorescens dengan luas zona

hambat 21 mm.33

Selain sebagai anti bakteri terpenoid juga mempunyai manfaat lain

antara lain sebagai senyawa antitumor (taxol dan cucurbitasin),

antimalaria (artenisin) dan sebagai immunostimulan (turunan

panaxidol dan panaxtriols).33

Page 30: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Jenis Penulisan

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kepustakaan dengan pendekatan

kualitatif. Data dan informasi diperoleh melalui buku, jurnal, dan literatur

lain yang sesuai.

1.2 Fokus Penulisan

Menjelaskan mekanisme terpenoid pada belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L) dalam menangani penyakit leptospirosis

1.3 Sumber Data

Sumber data penulisan karya tulis ini adalah data sekunder yang bersumber

dari jurnal, literatur buku, situs internet, dan dokumen lain yang relevan

dengan obyek penulisan bersangkutan.

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penulisan ini adalah

dokumentasi, yaitu pengumpulan data dari dokumen, literatur atau arsip

termasuk internet sesuai dengan masalah yang ditulis.

1.5 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan penafsiran berdasarkan fokus kajian,

kemudian diseleksi dan diklasifikasikan menurut fokus penulisan, sehingga

mampu menjelaskan dan menjawab permasalahan. Informasi dari data

tersebut digunakan untuk penyusunan ulang materi kajian di dalam

pembahasan.

Page 31: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

4.1 Terpenoid sebagai Antibakteri Leptospira

4.1.1 Mekanisme Umum Terpenoid sebagai Antibakteri

Beberapa hasil penelitian menunjukkan senyawa terpenoid memiliki

aktivitas sebagai antibakteri, contohnya monoterpenoid linalool,

diterpenoid (-) hardwicklic acid, phytol, triterpenoid saponin dan

triterpenoid glikosida. 36,38,39,40

Salah satu penelitian didapakan hasil

uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa isolat triterpenoid (F3)

dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi menghambat

pertumbuhan bakteri dengan diameter daerah hambat sebesar 10 mm

untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus.32

Bahan antibakteri atau dapat disebut juga bakterisid diartikan sebagai

bahan yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri,

sehingga bahan tersebut dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan

membunuh bakteri. Cara kerja bahan antibakteri antara lain dengan

merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, merubah molekul

protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim, serta

menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Sehingga dengan sifat

tersebut bakteri tidak dapat pulih lagi, dimana bakteri yang sudah

dimatikan tidak dapat berkembangbiak meskipun telah tidak terkena

zat antimikroba. 41,42

Triterpenoid dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri

dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding

sel, membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak

sempurna. 42

Page 32: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

24

Gambar 7. Perbandingan Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan

Negatif.44

Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan uji lebih mudah

menghambat bakteri Gram positif dibandingkan bakteri Gram negatif,

artinya bakteri Gram positif lebih rentan terhadap senyawa-senyawa

kimia dibandingkan Gram negatif. Hal ini kemungkinan disebabkan

oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri Gram

positif dan Gram negatif. Struktur dinding sel bakteri Gram positif

lebih sederhana, yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang

rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam

sel. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks, yaitu

berlapis tiga terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah

lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan

bioaktif antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan

kandungan lipid tinggi (11- 12%).42

4.1.2 Terpenoid terhadap Bakteri Leptospira

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bakteri Leptospira adalah

bakteri gram negatif, berbentuk spiral, tipis, lentur, dengan panjang

Page 33: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

25

10-20 µm dan tebal 0,1 µm serta memiliki dua lapis membran yang

terdiri dari membran sitoplasma dan dinding sel peptidoglycan yang

menempel satu sama lain, dan dilapisi oleh lapisan bagian luar.13,14

Sebagai salah satu jenis bakteri gram negatif, pertumbuhan bakteri

leptospira dapat dihambat bahkan dimatikan oleh senyawa terpenoid

dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan/atau dinding

sel. Hal ini mengakibatkan membran atau dinding sel tidak terbentuk

atau terbentuk tidak sempurna.43

Aktivitas antimikroba dari terpenoid diduga melalui mekanisme

merusak fraksi lipid membran sitoplasma dan bahkan lisisnya dinding

bakteri. Sehingga, kemungkinan fraksi lipid tidak mampu

mempertahankan bentuk membran sitoplasma, akibatnya membran

akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan

bahkan kematian. Mekanisme kerja antibakteri tanin, flavonoid dan

tritepenoid diduga mampu merusak membran sitoplasma dengan

mekanisme kerja yang berbeda.45,46

Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan

porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri,

membentuk ikatan polimer yang kuat dengan mengikat protein, lipid,

dan atau karbohidrat yang terdapat pada membran sel tersebut

sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang

merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi

permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri

Leptospira akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri

terhambat atau mati.46,47

Page 34: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

26

Namun perlu diingat bahwa penggunaan terpenoid hanya sebagai

bentuk pencegahan terhadap penyakit leptospirosis. Karena itu

konsumsi teh daun belimbing wuluh yang mengandung terpenoid

sebaiknya dilakukan sebelum terserang penyakit leptospirosis tersebut

sebagai bentuk preventif yang dapat menguatkan imunitas tubuh kita.

Artinya penggunaan terpenoid akan efektif apabila bakteri leptospira

belum masuk ke dalam fase leptospiremia. Apabila ternyata bakteri

leptospira sudah masuk ke fase leptospiremia maka dibutuhkan

pemberian antibiotic lebih lanjut sebagai pengobatan primernya.20

4.2 Efektivitas Terpenoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh

Teh sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1686.48

Minuman ini sekarang

sudah tidak asing lagi dan tersedia di hampir seluruh wilayah Indonesia.49

Kebiasaan minum teh ini dilakukan tidak hanya terbatas pada masyarakat

dengan tingkat pendapatan tinggi, tetapi juga dikonsumsi oleh masyrakat

dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Bahkan teh merupakan

minuman pilihan setelah santap makan kedua setecfv ah air putih.50

Selain

itu, harga teh yang terjangkau juga membuat teh menjadi salah satu

minuman favorit di Indonesia.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab II, kandungan terpenoid di daun lebih

banyak daripada di buah. Sebagai tanaman pekarangan, tentunya sumber

belimbing wuluh tidaklah sulit untuk dicari, kalau pun harus beli harganya

sangatlah terjangkau.

Pengolahan daun belimbing wuluh yang kaya akan terpenoid haruslah

dengan cara yang mudah dan terjangkau serta digemari agar seluruh

kalangan masyarakat bisa menikmati dan merasakan manfaat terpenoid. Teh

merupakan salah satu bentuk pengolahan yang paling efektif.

Page 35: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

27

Teh daun belimbing wuluh dapat dibuat secara sederhana dengan proses

berikut.

1. Rebus segenggam daun belimbing wuluh dalam 3 gelas air,

2. Tambahkan gula batu secukupnya,

3. Rebus hingga tersisa 1 gelas air,

4. Teh daun belimbing wuluh siap disantap.51

Dalam pembuatan teh daun belimbing wuluh ini, perlu diperhatikan suhu

dalam perebusan daun belimbing wuluh. Terpenoid sendiri merupakan

senyawa berwana, berbentuk kristal, aktif optic dan bertitik didih tinggi.34,35

Titik didih terpenoid yaitu 140-180oC, lebih tinggi daripada titik didih air

yaitu 100oC, sehingga dalam perebusan senyawa terpenoid tidak akan

rusak.33

Karena itu senyawa terpenoid akan tetap bekerja optimal dalam teh

daun belimbing wuluh sebagai agen fitofarmaka preventif leptospirosis.

Page 36: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini ialah bahwa senyawa

terpenoid pada ekstrak daun teh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)

berpotensi dalam mencegah penyakit leptospirosis. Pada daun, jumlah

senyawa terpenoid lebih banyak dibandingkan bagian tanaman belimbing

wuluh lainnya sehingga pembuatan teh daun belimbing wuluh dapat

menjadi alternatif farmakoterapi yang mudah, murah, dan efektif serta tidak

merusak kandungan terpenoid di pada daun belimbing wuluh. Hal ini dapat

diterapkan karena senyawa terpenoid akan berikatan dengan protein pada

membran sel bakteri leptospira yang menyebabkan berkurangnya

permeabilitas membran bakteri. Pada akhirnya bakteri leptospira akan mati

karena kekurangan nutrisi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang didapat dari pembahasan, penulis menyarankan:

5.2.1 Pemberian teh daun belimbing wuluh sebagai alternatif pencegahan

penyakit leptospirosis yang mudah, murah, serta efektif.

5.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan khasiat

keefektifan teh daun belimbing wuluh antara orang yang

mengonsumsi dan tidak mengonsumsi teh tersebut khususnya pada

orang-orang yang tinggal di iklim tropis dan sering berkontak dengan

air tercemar.

5.2.3 Informasi mengenai cara pembuatan teh daun belimbing wuluh dapat

disosialisasikan kepada masyarakat banyak sehingga dapat menjadi

lahan usaha baru dan mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Page 37: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

29

DAFTAR PUSTAKA

1. PEC Manson-Bahr. Manson’s Tropical Disease. 8th Ed. The English

Language Book Society and Bailliere: Tindall – London: 1982. p. 425-6

2. Ashford DA et al. Asymtomatic Infection and Risk Factors for Leptospirosis

in Nicaragua. American Journal Tropical Medicine and Hygiene. 2000. p.

249-54

3. Anonymous. Leptospirosis. Harrison’s Manual of Medicine International

edition. Mc Graw-Hill: New York: 2002. p. 463-4

4. The Leptospirosis Information Center. Leptospirosis. 2012 [cited 2013 June

14] Available from: http://www.leptospirosis.org/topic.php?t=37

5. Everard C, Bennett S, Edward C. An Investigation of Some Risk Factor for

Severe Leptospirosis on Bardabos. American Journal Tropical Medicine and

Hygiene. 1992. p. 13-22

6. Bovet P et al. Factor Associated with Clinical Leptospirosis. A Population

Based Control Study in Seychelles. American Journal Tropical Medicine and

Hygiene. 1999. p. 583-90

7. Hatta M et al. Detection of IgM to Leptospira Agent with ELISA and

Leptodipstick Method. Ebers Papyrus. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan FK

Universitas Tarumanegara. Vol.1 Maret 2002

8. Widarso HS, Wilfried. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam

Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia. Kumpulan Makalah Simposium

Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2002.

9. Sarkar Urmimala et al. Population Based Case-Control Investigation of Risk

Factors for Leptospirosis durin an Urban Epidemic. American Journal

Tropical Medicine and Hygiene. 2002. p. 605-10

10. Okatini Mari, Rachmadi Purwana, I Made Djaja. Hubungan Faktor

Lingkungan dan Karakteristik Individu terhadap Kejadian Penyakit

Leptospirosis di Jakarta, 2003-2005. Makara Kesehatan Vol.11 No.1. Juni

2007. p. 17-24

Page 38: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

30

11. Kemal Prihatman. BELIMBING (Averrhoa carambola dan Averrhoa

bilimbii). Jakarta: Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan

Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2000

12. Lim SY, Bauermeister A, Kjonaas RA, Gosh SK. Phytol-Based Novel

Adjuvants in V accine Formulation: 2. Assessment of Efficacy in the

Induction of Protective Immune Responses to Lethal Bacterial Infections in

Mice. Departement of Life Science. Indiana State University. Terre Haute. IN

47809. USA: 2006

13. Faine S. Guidelines for the Control of Leptospirosis. World Heath

Organization. Geneva. 1982. p. 171

14. Levett. Leptospirosis. Clinical Microbiology Reviews. 2001. 14(2): 296-326

15. Adler et al. Development of An Improved Selective Medium for Isolation of

Leptospires from Clinical Material. Vet, Microbiol. 1986. 12: 377-81

16. Hickey PW, D Deemeks. Leptospirosis. Emedicine: 2003. p. 1-9

17. Anonymous. Human Leptospirosis: Guidance for Diagnosis, Surveillance,

and Control. International Leptospirosis Society. WHO. 2003

18. Nazir H. Diagnosis Klinik dan Penatalaksanaan Leptospirosis. Disampaikan

pada Workshop dan Training Penanggulangan Leptospirosis bagi Dokter

Puskesmas di Propinsi DKI Jakarta. Bapelkes Depkes Cilandak: 29 Maret

2005

19. Medicinesia. Leptospirosis. [cited 2013 June 7]; Available from: URL:

http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/infeksi-

imunologi/leptospirosis/

20. Zein U. Leptospirosis. Buku Ajar Penyakit Ilmu Dalam. 5th

Ed. Jakarta.

Interna Publishing: 2010. p. 2807-11

21. Gueirreiro H et.al. Leptospiral Proteind Recognized during The Humoral

Immune Response to Leptospirosis in Humans. American Society for

Microbiology. 2001. 69: 4958-4968

22. The Leptospirosis Information Center. Leptospirosis. [cited 2013 June 22];

Available from: URL: http://www.leptospirosis.org/topic.php?t=37

Page 39: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

31

23. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Leptospirosis. [cited 2013

June 22]; Available from: URL:

http://www.cdc.gov/leptospirosis/prevention/index.htm

24. Medicinesia. Leptospirosis. [cited 2013 June 7]; Available from: URL:

http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/11/jhptump-a-nurfitrian-535-2-babii.pdf

25. Wijayakusuma, H.M.H dan Dalimarta. Ramuan Tradisional untuk

Pengobatan Darah Tinggi. Jakarta: Swadaya. 2006

26. Soekardjo, S. 1995. Kimia Medicinal. Surabaya :Airlangga.

27. Lidyawati, S dan Ruslan, K. Karakterisasi Simplisia dan Daun Belimbing

Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Skripsi Tidak diterbitkan. Bandung: Farmasi

ITB. 2006

28. Abdurohman D. Isolasi Tanin dari Daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus).

Laporan Praktek Tidak diterbitkan. Bogor: Departemen Kimia FMIPA IPB.

1998

29. Aditya, Ricko. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh

secara In Vitro dengan Metode Difusi Agar terhadap Bakteri Gram Positif

dan Gram Negatif. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. 2012

30. Lathifah. Uji Efektivitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri pada Buah

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbii L.) dengan Variasi Pelarut. Skripsi

Tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN.

2008

31. Anonymous. [INTERNET]. 2012 [cited 2013 June 7] Available from:

http://nurhasanah27.blogspot.com/2012/11/terpenoid.html

32. Anonymous. [INTERNET]. 2012 [cited 2013 June 7] Available from:

http://www.scribd.com/doc/117588936/terpenoid12

33. Anonymous, [INTERNET]. 2012 [cited 2013 June 22] Available from:

http://www.scribd.com/doc/44064535/TERPENOID

34. Lenny S. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Medan: Fakultas

MIPA. Universitas Sumatera Utara. 2006. p. 6-14.

35. Harborne JB. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung: 1984. p. 47-109 dan 281.

Page 40: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

32

36. Robinson T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Institut Teknologi

Bandung. Bandung: 1995. p. 71, 153-156, 191 dan 281.

37. Grayson DH. Monoterpenoid. University Chemical Laboratory. Trinity

College. Dublin 2. Ireland. 2000

38. Anonymous, [INTERNET]. 2012 [cited 2013 June 7] Available from:

http://www.bio-asli.com/analisa/triterpenoid.asp

39. Anonim. Eclipta prostate. [cited 2013 June 7] Available from:

http://www.Univ_paris13.fr/med/tradmed200 1.htm, 2007

40. Jawetz, Ernest, Joseph L. Melnick, Edward A. Mikrobiologi Kedokteran.

Jakarta. EGC: 2001

41. Anonymous. Tetra pleura. [INTERNET]. 2007. [cited 2013 June 7] Available

from: http://www.diss.fu.berlin

42. Pelczar M.J, Chan ECS. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Alih Bahasa:

Hadioetomo RS & Tjitrosomo SL. UI-Press. Jakarta: 1998. p. 225-8, 949 dan

954.

43. Ajizah A. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap Ekstrak Daun

Psidium guajava L. Bioscientiae. 2004. Vol.1:(1) p. 31-8.

44. Muller-Loennies Sven, Lore Brade, Helmut Brade. Neutralizing and Cross-

Reactive Antibodie Against Enterobacterial Lipopolysaccharide. International

Journal of Medical Microbiology. Vol. 297. Issue 5. 2007. p. 321-40

45. Naim, R., Senyawa Antimikroba dari Tumbuhan. FKH dan Sekolah

Pascasarjana IPB. 2004

46. Habone. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.

Ed ke-2. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. ITB.

Bandung: 2006

47. Cowan M. Plant Product as Antimicrobial Agent. Clinical Microbiology

Reviews. 12 (4). 1999. Vol 12:(4) p. 564-82.

48. Andi Nur Alam Syah. Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau. 2006. p. 35

49. Anonymous. [INTERNET]. [cited 2013 Juny 17]. Available from: URL:

http://wonojoyo.com

Page 41: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

33

50. Yudhitya Primasari. Perancangan Identitas Visual Kedai Teh Laresolo,

skripsi. 2011. page 3

51. Drs. H. Arief Hariana. 812 resep untuk mengobati 236 penyakit. 2005. page

141

Page 42: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

34

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Syaffa Sadida Zahra

Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 5 Desember 1995

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Diponegoro

Angkatan : 2012

NIM : 22010112130082

Telepon : 085715017700

Asal Sekolah : SDIT Ummul Quro

SMP School of Universe

SMAN 1 Bogor

Karya Ilmiah :

Potensi Terpenoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri Leptospira (Leptospira sp.)

dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis (gagasan tertulis, 2013)

Nama lengkap : Nadya Azzahra

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 7 Juli 1993

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Diponegoro

Angkatan : 2012

NIM : 22010112130056

Telepon : 087780357307

Asal Sekolah : SD Pembangunan Jaya

SMP Madania

Boca Ciega High School

SMA Madania

Page 43: Potensi Terpeneoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh Sebagai Penghambat Bakteri Leptospira dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis

35

Karya Ilmiah :

The Comparative Study of Quality of Salted Egg between Duck Egg of

Anas domestica and Chicken Egg of Callus gallus domesticus Using Brine

Method and Abu Gosok Paste Method (Final Paper Project, 2010)

Potensi Terpenoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri Leptospira (Leptospira sp.)

dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis (gagasan tertulis, 2013)

Nama lengkap : Aulia Safitri

Tempat, tanggal lahir : Palangkaraya, 8 Januari 1995

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Diponegoro

Angkatan : 2012

NIM : 22010112130142

Telepon : 089685734447

Asal Sekolah : SD Negeri Palangka 15

SD Negeri 2 Sumampir

SMP Negeri 2 Purwokerto

SMA Negeri 1 Purwokerto

Karya Ilmiah :

Potensi Terpenoid pada Teh Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri Leptospira (Leptospira sp.)

dalam Upaya Preventif Penyakit Leptospirosis (gagasan tertulis, 2013)