Pneumonia

101
RESPONSI KASUS PNEUMONIA KOMUNITAS DAN HIPERTENSI PADA GERIATRI Pembimbing: dr. I G.P. Suka Aryana, Sp.PD-KGer Mahasiswa: Cokorda Agung Arbi Maranggi (0802005163) Roobashini Kaandan Arul Kaandan (0802005187)

Transcript of Pneumonia

Page 1: Pneumonia

RESPONSI KASUS

PNEUMONIA KOMUNITAS DANHIPERTENSI PADA GERIATRI

Pembimbing:dr. I G.P. Suka Aryana, Sp.PD-KGer

Mahasiswa:Cokorda Agung Arbi Maranggi (0802005163)

Roobashini Kaandan Arul Kaandan (0802005187)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYADI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

SEPTEMBER 2012

Page 2: Pneumonia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan responsi kasus yang berjudul

“Pneumonia Komunitas dan Hipertensi pada Geriatri” ini dengan baik dan

tepat pada waktu yang telah ditentukan. Responsi kasus ini dibuat sebagai salah

satu syarat dalam mengikuti KKM di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP

Sanglah/Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, yaitu :

1. Prof. Dr. dr. Tjok Raka Putra, Sp.PD-KR, selaku kepala SMF Ilmu Penyakit

Dalam RSUP Sanglah.

2. dr. I GP Suka Aryana, Sp.PD-KGer, selaku pembimbing yang telah

memberikan arahan dan masukan selama pengerjaan responsi ini.

3. dr. Made Pande Dwipayana, Sp.PD, selaku Koordinator Pendidikan Dokter

Muda Fakultas Kedokteran Udayana/RSUP Sanglah.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan pengerjaan responsi

kasus ini.

Penulis menyadari bahwa response kasus ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, September 2012

Penulis

ii

Page 3: Pneumonia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia ............................................................................................ 5

2.1.1 Definisi ....................................................................................... 5

2.1.2 Epidemiologi .............................................................................. 5

2.1.3 Etiologi ....................................................................................... 6

2.1.4 Patogenesis ................................................................................. 6

2.1.5 Klasifikasi ................................................................................... 8

2.1.6 Faktor Risiko .............................................................................. 10

2.1.7 Diagnosis .................................................................................... 10

2.1.8 Penatalaksanaan .......................................................................... 11

2.1.9 Komplikasi ................................................................................. 13

2.1.10 Prognosis .................................................................................. 14

2.2 Hipertensi ............................................................................................. 14

2.2.1 Definisi ....................................................................................... 14

2.2.2 Epidemiologi .............................................................................. 14

2.2.3 Klasifikasi ................................................................................... 15

2.2.4 Patogenesis ................................................................................. 19

2.2.5 Tanda dan Gejala ........................................................................ 20

2.2.6 Penatalaksanaan .......................................................................... 21

2.2.7 Pencegahan ................................................................................. 22

2.2.8 Komplikasi ................................................................................. 25

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien .................................................................................... 27

3.2 Anamnesis ............................................................................................ 27

3.3 Riwayat Medis ..................................................................................... 30

iii

Page 4: Pneumonia

3.4 Anamnesis Sistem ................................................................................ 32

3.5 Penapisan Status Fungsional ................................................................ 34

3.6 Penapisan Kognitif ............................................................................... 37

3.7 Penapisan Depresi ................................................................................ 37

3.8 Penapisan Inkontinensia ....................................................................... 39

3.9 Penapisan Nutrisi Mini (Mini Nutritional Assessment) ....................... 40

3.10 Assesmen Lingkungan, Keamanan, Bahaya/Penyebab Jatuh ........... 42

3.11 Daftar Masalah .................................................................................. 45

3.12 Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 46

3.13 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 48

3.14 Diagnosis ........................................................................................... 50

3.15 Impairment ......................................................................................... 50

3.16 Dissability .......................................................................................... 51

3.17 Handicap ............................................................................................ 51

3.18 Penatalaksanaan ................................................................................. 51

3.19 Prognosis ........................................................................................... 51

BAB IV KESIMPULAN ............................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA

iv

Page 5: Pneumonia

BAB IPENDAHULUAN

Pneumonia komunitas (PK) atau community-acquired pneumonia (CAP)

masih menjadi suatu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Meskipun telah

dilakukan diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif, dan

perawatan yang baik, namun PK masih memiliki angka morbiditas dan mortalitas

yang tinggi.1,2 PK merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan

merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 di Amerika Serikat. Rerata jumlah

kematian akibat pneumonia meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat

diperkirakan terdapat 5-10 juta kasus PK setiap tahunnya dan mengakibatkan

perawatan rumah sakit sebanyak 1,1 juta serta 45.000 kematian setiap tahun.3,4

Pneumonia juga merupakan infeksi utama penyebab kematian di negara-negara

berkembang. Angka kematian pasien PK adalah 1% pada pasien rawat jalan dan

12-14% pada pasien PK yang dirawat di rumah sakit. Sekitar 10-20% pasien yang

memerlukan perawatan di rumah sakit akan berakhir di ruang intensif (ICU) dan

angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%.5 Di

Indonesia, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mencatat

kematian akibat pneumonia dan infeksi saluran nafas sebanyak 34 per 100.000

penduduk pada pria dan 28 per 100.000 penduduk pada wanita.6

Pneumonia adalah infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) yang

disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia,

maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun

manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua, dan penderita penyakit

kronis. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.7

Berdasarkan tempat terjadinya, pneumonia dapat dibagi menjadi dua

kelompok utama, yaitu pneumonia komunitas (PK) atau community-acquired

pneumonia (CAP) dan pneumonia nosokomial (PN) atau hospital-acquired

pneumonia (HAP). PK merupakan pneumonia yang didapatkan di masyarakat

1

Page 6: Pneumonia

yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit yang biasanya disebabkan

oleh bakteri gram positif (Streptococcus pneumoniae). Infeksi ini terjadi dalam 48

jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit

selama kurang dari 14 hari.7

PN adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah dirawat di

rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai

ventilator. Dalam perkembangannya, pneumonia nosokomial ini telah

dikelompokkan menjadi pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian

ventilator (ventilator-associated pneumonia) dan pneumonia yang didapat di pusat

perawatan kesehatan (healthcare-associated pneumonia).7

Proses patogenesis PK dikaitkan dengan tiga faktor, yaitu imunitas inang,

mikroorganisme yang menyerang pasien, dan lingkungan yang berinteraksi satu

sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme karena adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri

di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara imunitas tubuh,

mikroorganisme, serta lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang

biak dan berakibat timbulnya sakit. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas

dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara,

aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring, perluasan

langsung dari tempat-tempat lain, dan penyebaran secara hematogen.7

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah di seluruh dunia,

terutama pada lanjut usia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain

meningkatnya prevalensi hipertensi, banyaknya pasien hipertensi yang belum

mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum

mencaai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas.8

Jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun di Indonesia pada tahun 2010

mengalami kenaikan sebesar 400%, sehingga jumlahnya melebihi jumlah bayi di

bawah lima tahun (balita). Lanjut usia membawa konsekuensi meningkatnya

berbagai penyakit kardiovaskular, infeksi, dan stroke. Hipertensi merupakan

penyebab meningkatnya prevalensi gagal jantung dan stroke pada lanjut usia. Data

2

Page 7: Pneumonia

epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi lanjut

usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan

bertambah, dimana hipertensi sistolik sistolik maupun kombinasi hipertensi

sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia di

atas 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus

meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva

mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh

pasien hipertensi.9

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari

negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition

Examination Survey (NHANES) yang dilaksanakan 1999-2000 didapatkan bahwa

angka prevalensi pada populasi dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti

terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan sebesar

15 juta dari data NHANES III yang dilaksanakan tahun 1988-1991.10,11 Prevalensi

hipertensi di Indonesia juga cukup tinggi. Hasil survei dari Multinational

Monitoring of Trends and Determinant in Cardiovascular Disease pada tahun

1993, prevalensi di Indonesia mencapai 16,9%. Menurut laporan dari Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, prevalensi hipertensi pada dewasa

adalah 7,4% pada pria dan 9,1% pada wanita. Hipertensi primer atau esensial

merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi.9-11

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan darah

normal, yaitu lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg.10,11 Berdasarkan

etiologinya, hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer atau

esensial yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder

yang memiliki patogenesis spesifik.10

Berdasarkan The Seventh Report of Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-

VII) tahun 2003, klasifikasi hipertensi dapat dibagi menjadi empat, yaitu normal

(sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg), pre-hipertensi (sistolik 120-139

mmHg dan diastolik 80-89 mmHg), hipertensi tingkat 1 (sistolik 140-159 mmHg

3

Page 8: Pneumonia

dan diastolik 90-99 mmHg), dan hipertensi tingkat 2 (sistolik ≥160 mmHg dan

diastolik ≥100 mmHg).12

Hipertensi pada lanjut usia sama seperti hipertensi pada usia lainnya.

Bahkan risiko terjadi komplikasi lebih besar. Penurunan tekanan darah

menghasilkan penurunan risiko morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi

kardiovaskular. Pada lanjut usia, hasil pengobatan tidak hanya diukur oleh

keberhasilan penurunan tekanan darah pada morbiditas dan mortalitas

kardivaskular, tetapi juga oleh berbagai hal termasuk efek terhadap diabetes,

pencegahan demensia atau penurunan kognitif, dan pengaruhnya kepada indeks

massa tubuh (IMT).9

Pengelolaan hipertensi pada dasarnya sama pada tingkatan usia kecuali

terdapat kondisi seperti di atas. Direkomendasikan agar tekanan darah dapat

mencapai kurang dari 140/90 mmHg. Pengobatan hipertensi harus dimulai sejak

dini untuk mencegah kerusakan organ sasaran tanpa memandang usia. Pada lanjut

usia, penurunan tekanan darah harus dilakukan hati-hati dengan memperhatikan

apakah terdapat hipertensi berat yang lama. Pada hipertensi resisten diperlukan

waktu yang cukup untuk mencapai sasaran.9

Untuk mencapai sasaran pengobatan diperlukan kombinasi dua obat atau

lebih. Apabila sasaran TDS tercapai, biasanya TDD juga akan turun. Secara

umum, penggunaan obat hipertensi adalah ACE-inhibitor, angiotensin-receptor

blocker, β-blocker, calsium-channel blocker, dan diuretik mempunyai efek klinik

yang sama. Penelitian Losartan Intervention for End-point Reduction in

Hypertension), terutama pada pasien dengan hipertensi sistolik dan pembesaran

ventrikel kiri, mendapatkan hasil yang lebih baik pada pemberian Losartan

dibandingkan β-blocker, dalam hal penurunan angka kejadian stroke (25%) dan

kejadian diabetes (25%).9

4

Page 9: Pneumonia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

2.1.1 Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) yang

disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia,

maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun

manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua, dan penderita penyakit

kronis. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.7

2.1.2 Epidemiologi

PK merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan

merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 di Amerika Serikat. Rerata jumlah

kematian akibat pneumonia meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat

diperkirakan terdapat 5-10 juta kasus PK setiap tahunnya dan mengakibatkan

perawatan rumah sakit sebanyak 1,1 juta serta 45.000 kematian setiap tahun.3,4

Pneumonia juga merupakan infeksi utama penyebab kematian di negara-negara

berkembang. Angka kematian pasien PK adalah 1% pada pasien rawat jalan dan

12-14% pada pasien PK yang dirawat di rumah sakit. Sekitar 10-20% pasien yang

memerlukan perawatan di rumah sakit akan berakhir di ruang intensif (ICU) dan

angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%.5 Di

Indonesia, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mencatat

kematian akibat pneumonia dan infeksi saluran nafas sebanyak 34 per 100.000

penduduk pada pria dan 28 per 100.000 penduduk pada wanita.6

5

Page 10: Pneumonia

2.1.3 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu

bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Tabel 2.1 memuat daftar mikroorganisme dan

masalah patologis yang menyebabkan pneumonia.

Tabel 2.1. Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia2,7

Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi Jamur

Streptococcus pneumoniae

Haemophillus influenza

Klebsiella pneumoniae

Pseudomonas aeruginosa

Gram-negatif (E. Coli)

Mycoplasma pneumoniae

Legionella pneumophillia

Coxiella burnetii

Chlamydia psittaci

Aspergillus

Histoplasmosis

Candida

Nocardia

Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab Lain

Influenza

Coxsackie

Adenovirus

Sinsitial respiratori

Pneumocytis carinii

Toksoplasmosis

Amebiasis

Aspirasi

Pneumonia lipoid

Bronkiektasis

Fibrosis kistik

2.1.4 Patogenesis

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan

paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara

daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme

dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.7

Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui

berbagai cara:

a. Inhalasi langsung dari udara.

b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.

c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.

d. Penyebaran secara hematogen.

Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia

yaitu:

6

Page 11: Pneumonia

a. Mekanisme pertahanan paru

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang

terhirup seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di

dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomi saluran

napas, refleks batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan

oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yag mencapai

permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang

bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada

orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius. Infeksi saluran napas berulang

terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja

dengan baik.

b. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan

Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat

komensal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu

konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah

dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas,

keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak

menempel pada permukaan mukosa saluran napas akan ikut dengan sekresi

saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak

terjadi kolonisasi.

c. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius

Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai

mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit,

ini menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien

sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka

bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan-

bahan berbahaya dan infeksius berupa refleks batuk, penyempitan saluran

napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.

7

Page 12: Pneumonia

2.1.5 Klasifikasi

Berdasarkan tempat terjadinya, pneumonia dapat dibagi menjadi dua

kelompok utama, yaitu:

a. Pneumonia komunitas (PK) atau community-acquired pneumonia (CAP)

PK merupakan pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu

terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Biasanya disebabkan oleh

bakteri gram positif (Streptococcus pneumoniae). Infeksi ini insidensinya

meningkat pada:

- Kelompok yang mengidap penyakit kronis

- Kelompok yang menderita defek imunoglobulin

- Kelompok dengan fungsi limpa berkurang atau hilang

Infeksi ini terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada

pasien yang dirawat di rumah sakit selama kurang dari 14 hari.7

b. Pneumonia nosokomial (PN) atau hospital-acquired pneumonia (HAP)

PN adalah pneumonia yayang terjadi lebih dari 48 jam setelah dirawat

di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang

memakai ventilator. Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit

mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya

dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita

pneumonia.7

Dalam perkembangannya, PN ini dikelompokkan menjadi pneumonia

yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (ventilator-associated

pneumonia) dan pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan

(healthcare-associated pneumonia).2,7

Penilaian tingkat keparahan penyakit perlu dilakukan untuk menentukan

tempat perawatan pasien CAP dengan tepat (rumah, bangsal, atau ICU), serta

untuk menentukan terapi empirik antibiotika berdasarkan tempat perawatan atau

tingkat keparahan penyakitnya. Therapeutic Guidelines: Antibiotic (Guidelines)

menganjurkan penggunaan Pneumonia Severity Index (PSI) (Tabel 1) untuk

mengarahkan tempat perawatan pasien dan pemilihan antibiotika.13

8

Page 13: Pneumonia

Table 2.2. Kalkulasi Pneumonia Severity Index (PSI)14

Karakteristik Poin

Faktor demografi

Laki-laki

Perempuan

Rumah perawatan

Penyakit penyerta

Penyakit neoplastik

Penyakit liver

Gagal jantung kongestif

Penyakit serebrovaskular

Penyakit ginjal kronik

Pemeriksaan fisik

Perubahan metal status akut

Lajun pernapasan ≥ 30/menit

Tekanan darah sistolik < 90 mmHg

Temperatur < 35 atau ≥ 40°C

Nadi ≥ 125/menit

Pemeriksaan laboratorium dan radiografi

pH arterial < 7,35

BUN ≥ 30 mg/dl (11 mmol/l)

Natrium < 130 mmol/l

Glukosa ≥ 250 mg/dl (14 mmol/l)

Hematokrit < 30%

PaO2 < 60 mmHg atau saturasi O2 < 90%

Efusi pleura

Umur (tahun)

Umur (tahun–10)

+10

+30

+20

+10

+10

+10

+20

+20

+20

+15

+10

+30

+20

+20

+10

+10

+10

+10

*) Penilaian untuk tingkat keparahan pneumonia kelas II-V: kelas II, 1-70; kelas

III, 71-90; kelas IV, 91-130; kelas V >130.

9

Page 14: Pneumonia

2.1.6 Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko PK,

antara lain:7

a. Usia > 65 tahun.

b. Penyakit kronik (misalnya ginjal dan paru).

c. Mempunyai riwayat diabetes mellitus.

d. Imunosupresi (misalnya karena obat-obatan atau HIV).

e. Ketergantungan alkohol.

f. Penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza).

g. Malnutrisi

2.1.7 Diagnosis

Tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosis, mengidentifikasi

komplikasi, menilai keparahan, dan menentukan klasifikasi untuk terapi empiris

antibiotika yang tepat. Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan pada riwayat

penyakit yang lengkap melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaaan

penunjang.

Anamnesis

Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak

napas, peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia,

keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum

obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk tidak

produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan

mukus purulen berwarna kekuningan, kehijauan, dan seringkali berbau busuk.

Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Pada pasien

juga terdapat keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,

lemas, dan nyeri kepala.7

Pemeriksaan fisik

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, hingga

suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40°C. Tanda fisik pneumonia klasik bisa

10

Page 15: Pneumonia

didapatkan sesak napas dan tanda-tanda konsolidasi paru berupa perkusi paru

yang pekak atau redup, ronki nyaring, dan suara pernapasan bronkial. Tanda lain

yang dapat ditemukan adalah sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi, juga disertai

batuk dengan sputum purulen.7

Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin terdapat peningkatan sel darah

putih (leukositosis), biasanya didapatkan jumlah white blood cells (WBC) adalah

15.000-40.000/mm3. Penurunan jumlah WBC (leukopenia) atau normal dapat

disebabkan oleh virus atau mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga

tidak terjadi respons leukosit, pada lanjut usia, atau lemah. Dalam keadaan

leukopenia, laju endap darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm3 dan

protein reaktif C mengkonfirmasi adanya infeksi bakteri. Analisis gas darah dapat

mengidentifikasi tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.7

Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.

Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin

masih dalam batas normal.2

Gambaran radiologis pada pneumonia tidak dapat menunjukkan perbedaan

nyata antara infeksi virus dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya

menunjukkan gambaran infiltrat intertisial dan hiperinflasi. Pneumonia yang

disebabkan oleh kuman Pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrat

bilateral atau bronkopneumonia.2

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PK masih merupakan tantangan yang besar bagi para

klinisi. Sebagian besar pasien PK (80%) biasanya diterapi sebagai pasien rawat

jalan, dimana biasanya diberikan regimen antibiotika tunggal. Sedangkan sisanya

sekitar 20% akan memerlukan perawatan di rumah sakit, dimana masih terdapat

perdebatan antara efikasi berbagai pendekatan penatalaksanaan pasien PK yang

menjalani perawatan ini.3

Berdasarkan atas panduan penatalaksanaan pasien dengan PK oleh

American Thoracic Society (ATS), untuk pasien yang memerlukan perawatan di

11

Page 16: Pneumonia

rumah sakit dengan penyakit kardiopulmoner dengan atau tanpa faktor modifikasi,

terapi yang dianjurkan adalah terapi dengan golongan β-lactam (cefotaxim,

ceftriaxon, ampicillin/sulbactam, dosis tinggi ampicillin intravena) yang

dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin oral atau intravena, atau

pemberian fluroquinolon antipneumococcal intravena saja. Begitu juga panduan

penatalaksanaan yang dikeluarkan oleh Infectious Diseases Society of America

(IDSA) menganjurkan pemberian pemberian cephalosporin ditambah makrolide

atau β-lactam/β-lactamase inhibitor ditambah makrolide atau fluroquinolon saja.3-4

Terapi permulaan untuk pasien dengan PK sebagian besar berdasarkan

terapi empiris. Rekomendasi British dan Amerika Utara sebelumnya

merekomendasikan terapi dengan benzyl penicillin, amoxicillin, atau terapi

antibiotika β-lactam yang lain untuk pneumonia yang tidak terkomplikasi.

Penambahan makrolide untuk penatalaksanaan awal tidak direkomendasikan

kecuali terdapat kecurigaan yang tinggi terhadap adanya pneumonia yang

disebabkan karena kuman atipikal. Namun berdasarkan publikasi Amerika Utara,

didapatkan bahwa kombinasi terapi yang terdiri dari antibiotika golongan β-

lactam ditambah makrolide atau monoterapi dengan satu fluoquinolon terbaru

dalam penatalaksanaan awal pasien PK rawat inap yang tidak memerlukan

perawatan ICU, dapat menurunkan mortalitas dan lama perawatan pasien. Untuk

itu, ATS dan IDSA telah merevisi panduannya untuk penatalaksanaan PK, dan

kini merekomendasikan terapi dengan antibiotika golongan β-lactam ditambah

makrolide atau monoterapi dengan satu fluoquinolon untuk semua pasien yang

rawat inap karena PK.3

Masih terdapat perdebatan berdasarkan efikasi dari berbagai jenis

pendekatan penatalaksanaan PK. Dari berbagai macam studi klinis, hanya

setengah kasus agen penyebab dapat diidentifikasi, dimana Streptococcus

pneumoniae merupakan etiologi yang dominan pada kondisi ini. Terlebih lagi

S.pneumoniae merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan PK, yang

mengakibatkan kematian pada sekitar 2/3 kasus. Walaupun mortaliatas akibat

S.pneumoniae telah menurun dalam dekade terakhir, bakteriemik pneumococcal

pneumonia masih bersifat letal, kemungkinan akibat adanya proses penuaan,

12

Page 17: Pneumonia

peningkatan jumlah pasien imunocompromised (HIV/AIDS dan kemoterapi), dan

adanya kondisi komorbid seperti PPOK atau penyakit jantung kongestif.3

Penatalaksanaan yang baik terhadap bakteriemik streptococcal pneumonia

akan secara signifikan menurunkan angka kematian pasien PK. Terdapat isu

penting tentang penggunaan dual terapi meningkatkan outcome yang lebih baik

dibandingkan dengan monoterapi pada pasien PK. Dual terapi yang dimaksud

adalah kombinasi antara regimen yang terdiri dari antibiotika β-lactam, makrolide,

atau fluroquinolon. Sedangkan monoterapi yang dimaksud adalah penggunaan

golongan β-lactam atau fluoroquinolon sebagai agen tunggal.3

Keuntungan dual terapi di atas kemungkinan disebabkan oleh hal-hal

sebagai berikut:

a. Kuman atipikal

Peranan patogen atipikal dalan etiologi PK relatif belum diketahui,

namun merupakan hal yang penting. Laporan terbaru mendapatkan bahwa PK

yang berhubungan dengan patogen atipikal adalah sebanyak 20%. Beberapa

pendapat menganggap bahwa underdiagnosis terhadap koinfeksi dengan

kuman atipikal bertanggung jawab terhadap keuntungan yang diperoleh dari

agen yang mengkover terapi empiris ini.

b. Reistensi terhadap antibitika

Keuntungan survival regimen kombinasi juga dapat dijelaskan akibat

adanya resistensi S.pneumoniae terhadap antibiotika golongan β-lactam.

c. Efek antiinflamasi dari makrolide

Makrolide memiliki efek antiinflamasi. Makrolide dapat menurunkan

produksi sitokin proinflamatori dan ekspresi endotelin-1, menghambat

produksi superoksid, dan menurunkan pneumococcus adherence ke endotel

respiratorius.3

2.1.9 Komplikasi

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada

pneumonia pneumokokkus dengan bakteriemi dijumpai pada 10% kasus berupa

meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.

13

Page 18: Pneumonia

Terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non-infeksius yang

memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal

jantung, emboli paru, dan infark miokard akut. Dapat terjadi komplikasi lain

berupa acute respiratory distress syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan

komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial (PN).7

2.1.10 Prognosis

Kejadian PK di Amerika Serikat adalah 3,4-4 juta kasus per tahun, dan

20% diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia

oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada lanjut usia

dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di Amerika Serikat

merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 dengan kejadian sebesar 59%.

Sebagian besar pada lanjut usia, yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang

dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan

faktor modifikasi yang ada pada pasien.7

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah di seluruh dunia,

terutama pada lanjut usia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain

meningkatnya prevalensi hipertensi, banyaknya pasien hipertensi yang belum

mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum

mencaai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Hipertensi adalah keadaan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.10,11

2.2.2 Epidemiologi

Jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun di Indonesia pada tahun 2010

mengalami kenaikan sebesar 400%, sehingga jumlahnya melebihi jumlah bayi di

bawah lima tahun (balita). Lanjut usia membawa konsekuensi meningkatnya

berbagai penyakit kardiovaskular, infeksi, dan stroke. Hipertensi merupakan

14

Page 19: Pneumonia

penyebab meningkatnya prevalensi gagal jantung dan stroke pada lanjut usia. Data

epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi lanjut

usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan

bertambah, dimana hipertensi sistolik sistolik maupun kombinasi hipertensi

sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia di

atas 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus

meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva

mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh

pasien hipertensi.9

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari

negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition

Examination Survey (NHANES) yang dilaksanakan 1999-2000 didapatkan bahwa

angka prevalensi pada populasi dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti

terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan sebesar

15 juta dari data NHANES III yang dilaksanakan tahun 1988-1991.10,11 Prevalensi

hipertensi di Indonesia juga cukup tinggi. Hasil survei dari Multinational

Monitoring of Trends and Determinant in Cardiovascular Disease pada tahun

1993, prevalensi di Indonesia mencapai 16,9%. Menurut laporan dari Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, prevalensi hipertensi pada dewasa

adalah 7,4% pada pria dan 9,1% pada wanita. Hipertensi primer atau esensial

merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.9-11

2.2.3 Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Hipertensi primer atau esensial

Hipertensi primer atau juga disebut hipertensi esensial adalah hipertensi

yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Sekitar 90% penderita

hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Penyebab yang mendasari hipertensi

primer masih belum diketahui, namun sebagian besar disebabkan oleh

ketidaknormalan tertentu pada arteri. Penderita hipertensi primer memiliki

resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada

15

Page 20: Pneumonia

arteri-arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau

arterioles), dimana hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik,

obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dan lain-

lain. Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain:11

1. Faktor genetika (riwayat keluarga)

Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu

keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali

lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orangtua yang

tekanan darahnya normal.

2. Ras

Orang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi

secara merata yang lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara

berbeda.

3. Usia

Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, khususnya pada

masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause

cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia

yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak

setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif

terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen

menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal

penyakit jantung.

4. Jenis kelamin

Pria kemungkinan lebih banyak menderita hipertensi daripada wanita.

Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor

psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,

kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan, sedangkan

pada wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi

faktor psikis kuat.

16

Page 21: Pneumonia

5. Stress psikis

Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, dimana peningkatan ini akan

mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress

berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara

fisiologis apabila seseorang stress, maka kelenjar pituitari otak akan

menstimulus kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon adrenalin dan

hidrokortison ke dalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh.

6. Obesitas

Pada orang yang obesitas akan terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk

memompa darah agar dapat menggerakkan beban berlebih dari tubuh

tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume

darah dan perluasan sistem sirkulasi. Mereduksi berat badan hingga 5-10%

dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara

signifikan.

7. Asupan garam

Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah

dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat dan memperkuat efek

vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada

kelompok penduduk yang mengonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih

banyak hipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit

garam.

8. Rokok 

Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat karena

nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan

disebarkan ke seluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi

nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan

memberikan sinyal kepada kelenjar adrenal untuk melepaskan efinefrin

(adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah,

sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras di bawah tekanan

yang lebih tinggi.

17

Page 22: Pneumonia

9. Konsumsi alkohol

Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan

semakin banyak alkohol yang diminum semakin tinggi tekanan darah. Tapi

pada orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah

yang agak lebih tinggi daripada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi

sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai

riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali

pada usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami

refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi

sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen,

penyakit ginjal, hipertensi vaskular ginjal, hiperaldosteronisme primer,

sindroma Cushing, koarktasio aorta, kehamilan, dan penggunaan obat-obatan.11

Pada tahun 2003, The Seventh Report of The Joint National Commitee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-

VII) mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah bagi orang

dewasa. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Klasifikasi hipertensi berdasarkan The Seventh Report of The Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII)7

Klasifikasi hipertensi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal

Pre-hipertensi

Hipertensi tingkat 1

Hipertensi tingkat 2

<120

120-139

140-159

≥160

<80

80-89

90-99

≥100

Kelompok pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit, namun

digunakan sebagai indikator bahwa seseorang yang masuk dalam kelompok ini

memiliki risiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner, dan

stroke, sehingga dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih

18

Page 23: Pneumonia

dini sebelum berkembang menjadi kondisi yang lebih parah. Individu dengan pre-

hipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan

modifikasi gaya hidup sehat untuk mencegah peningkatan tekanan darahnya.

Modifikasi gaya hidup sehat berupa penurunan berat badan (obesitas), olahraga,

diet rendah garam, berhenti merokok, dan membatasi minum alkohol.10

2.2.4 Patogenesis

Hipertensi primer adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama

karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang

mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:10

a. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, dan

genetik.

b. Sistem saraf simpatis 

- Tonus simpatis

- Variasi diurnal

c. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel

pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan

interstisium juga memberikan konstribusi akhir.

d. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,

angiotensin, dan aldosteron.1

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam

pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer (Gambar 1)1

19

Page 24: Pneumonia

Hipertensi = Peningkatan CJ dan/atau Peningkatan TP

Gambar 1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah

2.2.5 Tanda dan Gejala

Individu dengan tekanan darah yang tinggi kadang tidak menampakan

gejala sampai bertahun-tahun. Gejala akan timbul bila telah ada kerusakan

vaskular dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi

oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat

bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan

azetoma (peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan

pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien

yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau

gangguan tajam penglihatan.11

20

Asupangaram

berlebih

Jumlahnefron

berkurang

Perubahangenetik

Stres Obesitas Bahan-bahanyang berasaldari endotel

Retensinatriumginjal

Penurunanpermukaan

filtrasi

Aktivitasberlebih

saraf simpatis

Reninangiotensin

berlebih

Perubahanmembran sel

Volume cairan

Hiper-insulinemia

Konstriksi vena

Preload Kontraktilitas Konstriksifungsional

Hipertrofistruktural

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG x TEKANAN PERIFER

Otoregulasi

Page 25: Pneumonia

Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-

tahun, berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah

akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan

retina, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,

nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema

dependen, dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.11

Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah

mereka meninggi. Gejala baru timbul setelah terjadi komplikasi pada organ target,

seperti ginjal, mata, sakit kepala, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan,

gangguan serebral, atau gejala akibat peredaran pembuluh darah otak berupa

kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma.11

2.2.6 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah mencapai target tekanan darah

<140/90 mmHg, penurunan morbiditas dan mortalitas kardivaskular, serta

menghambat laju penyakit ginjal proteinuria. Penatalaksanaan hipertensi terdiri

dari terapi non-farmakologis dan farmakologis. Terapi non-farmakologis harus

dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan

darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.

Terapi non-farmakologis adalah dengan modifikasi gaya hidup pasien, antara

lain:9-12

a. Menurunkan berat badan sampai batas ideal pada pasien hipertensi yang

mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

b. Mengubah pola makan, yaitu mengurangi asupan garam sampai kurang dari 3

gram natrium (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang

cukup), meningkatkan asupan buah dan sayur, dan mengurangi asupan lemak,

serta mengurangi konsumsi alkohol.

c. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Pasien hipertensi primer tidak perlu

membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.

d. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi darah

dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

21

Page 26: Pneumonia

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis yang dianjurkan

oleh JNC-VII adalah:9-12

a. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan

penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.

b. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) menyebabkan penurunan tekanan

darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.

c. Beta Blocker yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf

simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon

terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.

d. Calsium Channel Blocker (CCB) atau Calsium antagonist menyebabkan

melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda.

e. Diuretik, terutama golongan Thiazide atau Aldosterone antagonist. Diuretik

membantu ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume

cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga

menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik akan menyebabkan

hilangnya kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan kalium atau

obat penahan kalium.

2.2.7 Pencegahan

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga

dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang

menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada pasien

hipertensi untuk mengurangai komplikasi dari hipertensi. Adapun cakupan pola

hidup sehat antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan,

menghindari alkohol, modifikasi diet, mengurangi stres, dan olahraga teratur.9-11

Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini

disebabkan oleh nikotin yang terdapat di dalam rokok memicu hormon adrenalin

yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh

pembuluh-pembuluh darah di dalam paru dan diedarkan ke seluruh aliran darah

lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja

jantung semakin meningkat untuk memompa darah ke seluruh tubuh melalui

22

Page 27: Pneumonia

pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok, tekanan darah akan

turun secara perlahan. Selain itu, merokok juga akan mengakibatkan obat yang

dikonsumsi tidak akan bekerja secara optimal dan menurunkan efektivitas.11

Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko diabetes, penyakit

kardiovaskular, dan kanker. Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi

tekanan darah. Jika menerapkan pola makan seimbang, maka dapat mengurangi

berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol.10

Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon-hormon lain yang

membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium

dan air. Minum-minuman yang beralkohol berlebih juga dapat menyebabkan

kekurangan gizi, yaitu penurunan kadar kalsium. Mengurangi alkohol dapat

menurunkan tekanan sistolik 10 mmHg dan diastolik 7 mmHg.10

Modifikasi diet sangat penting pada pasien hipertensi. Tujuan utama dari

pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat

mengontrol tekanan darah dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. Secara

garis besar, ada empat macam diet untuk mempertahankan tekanan darah, yaitu

diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan

rendah kalori bila kelebihan berat badan.10

Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta

hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan

untuk mencegah edema dan penyakit jantung. Diet rendah garam bukan hanya

membatasi konsumsi garam dapur, tetapi juga mengkonsumsi makanan rendah

sodium atau natrium. Oleh karena itu, hal yang sangat penting untuk diperhatikan

dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus

mengandung cukup zat-zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin,

serta rendah sodium dan natrium.10

Sumber sodium antara lain adalah makanan yang mengandung soda kue,

baking powder, monosodium glutamat, pengawet makanan atau natrium benzoat

(biasanya terdapat di dalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari

mentega, serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi pasien

23

Page 28: Pneumonia

hipertensi, biasakan untuk penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter

terlebih dahulu.11

Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga

bagian lemak, yaitu kolestrol, trigliserida, dan fosfolipid. Tubuh memperoleh

kolestrol dari makanan sehari-hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol

dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak daripada yang dibutuhkan oleh

tubuh. Peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi

makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi

sekitar 25-50% dari setiap makanan.11

Diet tinggi serat sangat penting pada pasien hipertensi. Serat kasar (crude

fiber) banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan, sedangkan serat makanan

terdapat pada makanan karbohidrat, yaitu kentang, beras, singkong, dan kacang

hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena

serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya

dibuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang

dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi.10

Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat badan.

Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi.

Demikian juga dengan orang yang berusia 40 tahun akan mudah terkena

hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan hal-hal berikut:11

1. Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori

untuk penurunan 500 gram atau 0,5 kg berat badan per minggu.

2. Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.

Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stres berat dapat

memicu kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi. Jika

periode stres sering terjadi, maka akan terjadi kerusakan pada pembuluh darah,

jantung, dan ginjal.10

Manfaat olah raga yang sering disebut olah raga isotonik seperti jalan

kaki, jogging, berenang, dan bersepeda mampu meredam hipertensi. Olah raga

isotonik mampu menurunkan hormon noradrenalin dan hormon-hormon lain yang

24

Page 29: Pneumonia

menyebabkan naiknya tekanan darah. Olah raga isometrik seperti angkat beban

harus dihindari karena justru dapat menaikkan tekanan darah.10,11

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi antara lain:10,11

a. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh non-otak yang terpajan tekanan tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah

ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang

mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala serangan stroke adalah sakit

kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, salah satu bagian tubuh terasa

lemah atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, lengan terasa kaku, tidak

dapat berbicara secara jelas), serta penurunan kesadaran secara mendadak.

b. Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang mengalami

aterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium, atau

apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh

darah tersebut. Karena hipertensi kronis dan hipertensi ventrikel, maka

kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat

terjadi iskemia jantung yang akan menyebabkan infark. Demikian juga

hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran

listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan

peningkatan risiko pembentukan bekuan.

c. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah

akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat

berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran

25

Page 30: Pneumonia

glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid

plasma berkurang, yang menyebabkan edema yang sering dijumpai pada

hipertensi kronis.

d. Gagal jantung

Gagal jantung adalah kegagalan jantung dalam memompa darah ke seluruh

tubuh sehingga mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan jaringan

lain (edema). Cairan di dalam paru-paru akan menyebabkan sesak napas,

timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak.

26

Page 31: Pneumonia

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

No. Medical Record : 01.58.62.98

Nama Pasien : MN

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Gianyar, 31 Desember 1935

Umur : 76 tahun

Alamat : Banjar Medahan Kemenuh Gianyar

Agama : Hindu

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Pendidikan : Tamat SD

Status Perkawinan : Janda

Pekerjaan : Tidak bekerja

Tanggal Rawat Inap : 11 September 2012

Tanggal Pemeriksaan : 14 September 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dikonsulkan oleh teman sejawat Neurologi karena pasien

mengeluh batuk. Batuk dikatakan sudah muncul sejak 2 bulan sebelum masuk

rumah sakit, namun dirasakan bertambah berat saat hari ke-2 dirawat di

RSUP Sanglah. Batuk dirasakan pasien terus-menerus sepanjang hari,

kadang-kadang disertai dahak kental berwarna putih. Volume dahak yang

keluar sekali batuk sekitar ¼ hingga ½ sendok makan. Batuk dengan dahak

berdarah disangkal oleh pasien. Saat pemeriksaan, pasien masih batuk tanpa

dahak namun dikatakan frekuensinya sudah berkurang.

27

Page 32: Pneumonia

Batuk tersebut juga disertai dengan sesak napas. Sesak napas timbul

secara mendadak saat batuk. Sesak mulanya terasa ringan, tidak pernah hilang

dan semakin lama dirasakan semakin memberat. Sesak napas dirasakan terus-

menerus saat pasien menarik napas dalam-dalam dan memburuk saat batuk

kuat. Sesak napas dirasakan seperti tertekan sampai membuat pasien

mengeluh sulit tidur. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak

napas juga membuat pasien menjadi lemas. Saat pemeriksaan, pasien

mengatakan sesaknya sudah berkurang.

Pasien juga mengeluh panas badan sejak hari ke-2 dirawat di RSUP

Sanglah yang muncul bersamaan dengan keluhan batuk yang dialami pasien.

Panas badan terjadi mendadak dan dirasakan terus-menerus, baik siang

maupun malam. Panas badan dikatakan membaik dengan obat penurun panas,

dan pasien merasa sudah tidak panas saat pemeriksaan.

Pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah. Pasien juga

menyangkal adanya penurunan nafsu makan dan berat badan, serta

berkeringat pada malam hari. BAK pasien dikatakan biasa dengan frekuensi

berkemih sekitar 4-5 kali dalam sehari, volume tiap berkemih ± ¾ hingga 1

gelas berwarna jernih kekuningan. BAB pasien juga dikatakan biasa,

frekuensi rata-rata sekali sehari, warna kecokelatan, dan konsistensi padat.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Sebelumnya, pasien masuk rumah sakit karena keluhan jatuh dan

pingsan saat melakukan aktivitas di rumah. Jatuhnya dikatakan mendadak dan

pasien pingsan sampai tiba di RSUP Sanglah. Setiba di RSUP Sanglah,

pasien sudah sadar. Assesmen dari teman sejawat Neurologi adalah acute

confusional state (ACS) et causa meningitis bakteri dd TB.

Pasien mengatakan sering mengalami batuk terutama saat bangun

tidur dengan dahak kental sebelum keluhan saat ini muncul. Batuk dirasakan

sudah muncul sejak 2 bulan terakhir, namun terkadang hilang dengan

sendirinya. Terkadang pasien juga mengeluh sesak saat batuk muncul, namun

tidak pernah separah yang dirasakan sekarang.

28

Page 33: Pneumonia

Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat tekanan darah

tinggi sejak 10 tahun yang lalu tanpa keluhan dan obatnya tidak diminum

secara rutin.

Riwayat penyakit lain seperti kencing manis, penyakit jantung, asma

disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Sebelum masuk rumah sakit, pasien rutin ke Puskesmas di Negara

untuk memeriksakan keluhan batuknya. Pasien diberikan obat batuk sirup,

namun pasien lupa nama obatnya.

Pasien juga memperoleh obat hipertensi, namun tidak diminum secara

teratur.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang

sama seperti pasien. Riwayat keluarga dengan batuk kronis disangkal.

Riwayat tekanan darah tinggi, asma, alergi obat, penyakit jantung, dan ginjal

pada keluarga disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien dulunya adalah seorang petani, namun saat ini pekerjaan

tersebut tidak dilakukan lagi mengingat usia pasien yang sudah semakin tua.

Pasien merupakan janda setelah suaminya meninggal, serta sudah memiliki 2

orang anak, 1 laki-laki dan 1 perempuan. Kini pasien tinggal sendiri di

rumahnya di Negara, sedangkan anak-anaknya tinggal di rumahnya masing-

masing di luar Negara. Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol

disangkal oleh pasien.

29

Page 34: Pneumonia

3.3 Riwayat Medis

1. Keluhan utama : Batuk

2. Keluhan penyerta

a. Pusing-pusing : Tidak

b. Nyeri kepala : Tidak

c. Kesadaran menurun : Ya, 1 hari sebelum MRS

d. Selera makan berubah : Tidak

e. Berat badan menurun cepat : Tidak

f. Demam : Ya, selama 1 hari di RS

g. Sulit tidur : Ya, selama di RS

h. Mudah marah / tersinggung : Tidak

i. Sakit tenggorokan : Tidak

j. Gangguan pendengaran : Ya, sejak 5 tahun yg lalu

k. Gangguan penglihatan : Ya, sejak 5 tahun yg lalu

l. Batuk / pilek / influenza : Ya, sejak 1 bulan yg lalu

m. Batuk-batuk lama : Ya, sejak 1 bulan yg lalu

n. Sesak napas : Ya, saat dirawat di RS

o. Sakit gigi / lidah / gusi : Tidak

p. Mual / perut perih/ sakit maag : Tidak

q. Mencret / diare : Tidak

r. BAB berdarah : Tidak

s. Mengompol : Tidak

t. Jatuh : Ya, 1 hari sebelum MRS

u. Sakit tulang sendi : Tidak

v. Lainnya : Tidak

3. Riwayat penyakit sekarang

Batuk

4. Riwayat penyakit dahulu

a. Gangguan pembuluh darah otak / stroke : Tidak

b. Katarak : Tidak

c. Nyeri jantung (Angina) : Tidak

30

Page 35: Pneumonia

d. Serangan jantung IMA (MCI) : Tidak

e. Paru-paru (TBC/PPOK/Asma) : Tidak

f. Kolesterol tinggi : Tidak

g. Trigliserida tinggi : Tidak

h. Kegemukan (obesitas) : Tidak

i. Kencing manis / diabetes melitus : Tidak

j. Tekanan darah tinggi : Ya, sejak 10 tahun yg lalu

k. Batu saluran kencing : Tidak

l. Prostat : Tidak

m. Sakit ginjal (ISK/CRF) : Tidak

n. Tulang keropos / osteoporosis : Tidak

o. Rematik / osteoatritis : Tidak

p. Gout pirai : Tidak

q. Kurang darah / anemia : Tidak

r. Kanker : Tidak

s. Gangguan lambung : Tidak

t. Sakit liver : Tidak

u. Batu empedu : Tidak

v. Lainnya : Tidak

5. Riwayat pembedahan : Tidak

6. Riwayat inap rumah sakit : Tidak

7. Riwayat kesehatan lain : Tidak

8. Riwayat alergi : Tidak

9. Obat obatan saat ini

a. Dengan resep dokter : Ya, pasien lupa nama obat

b. Tanpa resep dokter : Tidak

10. Riwayat sosial-kemasyarakatan-keagamaan

a. Rekreasi : Jarang

b. Kegiatan keagamaan : Sering

c. Silahturahmi dengan keluarga : Jarang

d. Silahturahmi dengan sesama lansia : Jarang

31

Page 36: Pneumonia

e. Olah raga : Tidak

f. Lainnya : Tidak

11. Analisis finansial

a. Pekerjaan utama sebelum usia 65 tahun : Petani

b. Menerima pensiun : Tidak

c. Pekerjaan saat ini : Tidak

d. Penghasilan rata-rata per bulan : -

e. Menerima bantuan dalam bentuk uang : Ya

f. Menerima bantuan selain uang : Ya

g. Masih menanggung orang lain : Tidak

h. Penghasilan cukup untuk pengeluaran : -

3.4 Anamnesis Sistem

1. Keadaan umum : Baik

2. Sistem kardiovaskular

a. Nyeri / rasa berat di dada : Tidak

b. Sesak nafas pada waktu kerja : Tidak

c. Terbangun tengah malam karena sesak : Tidak

d. Sesak saat berbaring tanpa bantal : Tidak

e. Bengkak pada kaki / tungkai : Tidak

3. Pulmo

a. Sesak napas : Akut

b. Demam : Akut

c. Batuk berdahak / kering : Kronik

4. Saluran cerna

a. Nafsu makan menurun : Tidak

b. Berak hitam : Tidak

c. Sakit perut : Tidak

d. Mencret : Tidak

e. Perut terasa kembung : Tidak

f. BAB berdarah : Tidak

32

Page 37: Pneumonia

5. Saluran kencing

a. Gangguan BAK : Tidak

b. Nyeri BAK : Tidak

c. Pancaran air seni kurang : Tidak

d. Menetes : Tidak

e. Bangun malam karena BAK : Tidak

6. Hematologi

a. Mudah timbul lebam kulit : Tidak

b. Bila luka, perdarahan lambat berhenti : Tidak

c. Benjolan (di tempat KGB) : Tidak

7. Rematologi

a. Kekakuan sendi : Tidak

b. Bengkak sendi : Tidak

c. Nyeri otot : Tidak

8. Endokrin

a. Benjolan di leher depan samping : Tidak

b. Gemetaran : Tidak

c. Lebih suka udara dingin : Tidak

d. Banyak keringat : Tidak

e. Lekas lelah / lemas : Tidak

f. Rasa haus bertambah : Tidak

g. Mudah mengantuk : Tidak

h. Lesu, lelah, letih, lemah : Tidak

i. Tidak tahan dingin : Tidak

9. Neurologi

a. Pusing / Sakit kepala : Tidak

b. Kesulitan mengingat sesuatu : Tidak

c. Pingsan sesaat : Akut

d. Gangguan penglihatan : Kronik

e. Gangguan pendengaran : Kronik

f. Rasa baal / kesemutan anggota badan : Tidak

33

Page 38: Pneumonia

g. Kesulitan tidur : Akut

h. Kelemahan anggota tubuh : Tidak

i. Lumpuh : Tidak

j. Kejang-kejang : Tidak

10. Jiwa

a. Sering lupa : Tidak

b. Kelakuan aneh : Tidak

c. Mengembara : Tidak

d. Murung : Tidak

e. Sering menangis : Tidak

f. Mudah tersinggung : Tidak

3.5 Penapisan Status Fungsional

a. ADL Barthel (BAI)

No. Fungsi Skor Keterangan

1 Mengontrol BAB

0 Inkontinen/tak teratur (perlu enema)

1 Kadang-kadang inkontinen (1 x seminggu)

2 Kontinen teratur

2 Mengontrol BAK

0 Inkontinen/pakai kateter dan tak terkontrol

1 Kadang-kadang inkontinen (max 1 x 24 jam)

2 Kontinen teratur

3

Membersihkan diri (lap

muka, sisir rambut, sikat

gigi)

0 Butuh pertolongan orang lain

1 Mandiri

4

Penggunaan toilet pergi ke

dalam dari WC (melepas,

memakai celana, menyeka,

menyiram)

0 Tergantung pertolongan orang lain

1Perlu pertolongan beberapa aktivitas tetapi dapat

mengerjakan sendiri aktivitas yang lain

2 Mandiri

5 Makan

0 Tidak mampu

1 Perlu seseorang menolong memotong makan

2 Mandiri

6 Berpindah tempat dari

tidur ke duduk

0 Tidak mampu

1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)

34

Page 39: Pneumonia

2 Bantuan minimal 1 orang

3 Mandiri

7 Mobilisasi/berjalan

0 Tidak mampu

1 Bisa berjalan dengan kursi roda

2 Berjalan dengan bantuan satu orang

3 Mandiri

8Berpakaian (memakai

baju)

0 Tergantung orang lain

1 Sebagain dibantu (misal mengancing baju)

2 Mandiri

9 Naik turun tangga

0 Tidak mampu

1 Butuh pertolongan orang lain

2 Mandiri (naik turun)

10 Mandi0 Tergantung orang lain

1 Mandiri

Total Skor 20

Skor ADL (BAI)

20 : Mandiri

12 – 19 : Ketergantungan ringan

9 – 1 : Ketergantungan sedang

5 – 8 : Ketergantungan berat

0 – 4 : Ketergantungan total

Total skor = 20 (Mandiri)

b. IADL

No. AktivitasIndependen (tidak perlu

bantuan orang lain) Nilai = 0

Dependen (perlu bantuan

orang lain) Nilai = 1Nilai

1 Telepon

Mengoperasikan telepon

sendiri

Mencari dan menghubungi

nomer

Menghubungi beberapa

nomor yang diketahui

Menjawab telepon tetapi

tidak menghubungi

Tidak bisa

menggunakan telepon

sama sekali

0

35

Page 40: Pneumonia

2 Belanja

Mengatur semua kebutuhan

belanja sendiri

Perlu bantuan untuk

mengantar belanja

Sama sekali tidak

mampu belanja

0

3Persiapan

makanan

Merencanakan, menyiapkan,

dan menghidangkan

makanan

Menyiapkan makanan

jika sudah disediakan

bahan makanan

Menyiapkan makanan

tetapi tidak mengatur

diet yang cukup

Perlu disiapkan dan

dilayani

0

4Perawatan

rumah

Merawat rumah sendiri atau

bantuan kadang-kadang

Mengerjakan pekerjaan

ringan sehari-hari (merapikan

tempat tidur, mencuci piring)

Perlu bantuan untuk

semua perawatan

rumah sehari-hari

Tidak berpartisipasi

dalam perawatan

rumah

0

5 Mencuci baju

Mencuci semua pakaian

sendiri

Mencuci pakaian yang kecil

Mencuci hanya

beberapa pakaian

Semua pakaian dicuci

oleh orang lain

0

6 Transport

Berpergian sendiri

menggunakan kendaraan

umum atau menyetir sendiri

Mengatur perjalanan sendiri

Perjalanan menggunakan

transportasi umum jika ada

yang menyertai

Perjalanan terbatas ke

taxi atau kendaraan

dengan bantuan orang

lain

Tidak melakukan

perjalanan sama sekali

0

7 Pengobatan

Meminum obat secara tepat

dosis dan waktu tanpa

bantuan

Tidak mampu

menyiapkan obat

sendiri

0

8 Manajemen

keuangan

Mengatur masalah finansial (

tagihan, pergi ke bank)

Mengatur pengeluaran

sehari-hari, tapi perlu

bantuan untuk ke bank untuk

Tidak mampu

mengambil keputusan

finansial atau

memegang uang

0

36

Page 41: Pneumonia

transaksi penting

    TOTAL 0

Skor IADL

0 : Independen

1 : Kadang-kadang perlu bantuan

2 : Perlu bantuan sepanjang waktu

3 – 8 : Tidak beraktivitas / dikerjakan oleh orang lain

Total skor = 0 (Independen)

3.6 Penapisan Kognitif

AMT (Abreviated Mental Test)

a. Umur: 76 tahun

b. Waktu/jam sekarang: 15.00 WITA

c. Alamat tempat tinggal: Gianyar

d. Tahun ini: 2012

e. Saat ini berada di mana: Rumah Sakit

f. Mengenali orang lain di RS (dokter, perawat)

g. Tahun kemerdekaan RI: Tahun 45

h. Nama presiden RI: SBY

i. Tahun kelahiran pasien

j. Menghitung terbalik (20 s/d 1)

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

0.Salah 1.Benar

Skor AMT:

0 – 3 : Gangguan kognitif berat

4 – 7 : Gangguan kognitif sedang

8 – 10 : Normal

Total Skor:

8 : Normal

Perasaan hati (afeksi)

Baik Labil Depresi Agitasi Cemas

3.7 Penapisan Depresi

GDS (Geriatri Depression Scale)

No. Keterangan Ya Tidak

1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? 0 1

2Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau

kesenangan anda? 1 0

37

Page 42: Pneumonia

3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? 1 0

4 Apakah anda sering merasa bosan? 1 0

5 Apakah anda sangat berharap terhadap masa depan? 0 1

6Apakah anda merasa targanggu dengan pikiran bahwa anda tidak

dapat keluar dari pikiran anda? 1 0

7 Apakah anda merasa mempunyai semangat yang baik setiap saat? 0 1

8Apakah anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi

pada diri anda? 1 0

9 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? 0 1

10 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? 1 0

11 Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? 1 0

12Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada pergi ke luar

rumah dan melakukan hal-hal yang baru? 1 0

13 Apakah anda sering merasa khawatir terhadap masa depan anda? 1 0

14Apakah anda merasa memiliki banyak masalah dengan daya ingat

anda dibandingkan kebanyakan orang?1 0

15 Apakah menurut anda hidup anda saat ini menyenangkan? 0 1

16 Apakah anda sering merasa sedih? 1 0

17 Apakah saat ini anda merasa tidak berharga? 1 0

18 Apakah anda sangat mengkhawatirkan masa lalu anda? 1 0

19Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik dan

menyenangkan? 0 1

20 Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal yang baru? 1 0

21 Apakah anda merasa penuh semangat? 0 1

22 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? 1 0

23Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan yang lebih baik

dari anda? 1 0

24 Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal kecil? 1 0

25 Apakah anda sering merasa ingin menangis ? 1 0

26 Apakah anda mempunyai masalah dalam berkonsentrasi? 1 0

38

Page 43: Pneumonia

27 Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi hari? 0 1

28Apakah anda lebih memilih untuk tidak mengikuti pertemuan-

pertemuan sosial atau masyarakat? 1 0

29 Apakah mudah bagi anda untuk membuat keputusan? 0 1

30 Apakah pikiran anda secerah biasanya? 0 1

TOTAL 2

Skor antara 0-9 : Normal

Skor antara 10-19 : Mild depression

Skor antara 20-30 : Severe depression

Total skor = 2 (Normal)

3.8 Penapisan Inkontinensia

Pertanyaan : Apakah anda mengompol atau BAB tanpa disadari ?

0 Tidak pernah

1,0Kadang-kadang kehilangan kontrol berkemih/ menggunakan alat bantu untuk berkemih &

BAB

2,5 Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam sebulan

4,0Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya 2 kali sebulan /kadang-kadang kehilangan

kontrol BAB

5,0 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali dalam sebulan

5,5 Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam seminggu

6,5 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya 2 kali sebulan

8,0Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali seminggu/kehilangan kontrol berkemih

sedikitnya sekali tiap hari

10 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya sekali sehari

10,5 Tidak bisa mengontrol fungsi berkemih sama sekali

11,5 Tidak bisa mengontrol BAB sama sekali

Inkontinensia dikelompokkan menjadi :

0 : Tidak ada inkontinensia

1-2,5 : Inkontinensia ringan

4,0-6,5 : Inkontinensia sedang

≥ 8 : Inkontinensia berat 

Total skor = 0 (Tidak ada inkontinensia)

39

Page 44: Pneumonia

3.9 Penapisan Nutrisi Mini (Mini Nutritional Assessment)

No. Penilaian Nilai

1 Indeks masa tubuh : BB/TB (m2)

a. < 19 = 0

b. 19-21= 1

c. 21-23 = 2

d. >23 = 3

0

2 Lingkar lengan atas (cm)

a. < 21 = 0

b. 21-22 = 0.5

c. >22 = 1

0

3 Lingkar betis (cm)

a. ≤ 31 = 0

b. >31 = 1

0

4 BB selama 3 bulan terakhir :

a. Kehilangan > 3kg = 0

b. Tidak tahu = 1

c. Kehilangan antara 1-3 kg = 2

d. Tidak kehilangan BB = 3

1

5 Hidup tidak tergantung (tidak di tempat perawatan atau RS) :

Tidak = 1 / Ya = 01

6 Menggunakan lebih dari 3 obat perhari

Tidak = 1 / Ya = 00

7 Mengalami stres psikologis atau penyakit akut dalam 3 bln terakhir :

Tidak = 1 / Ya = 01

8 Mobilitas

a. Hanya terbaring atau di atas kursi roda = 0

b. Dapat bangkit dari tempat tidur tapi tidak keluar rumah = 1

c. Dapat pergi keluar rumah = 2

2

9 Masalah neuropsikologis

a. Demensia berat dan depresi = 0

b. Demensia ringan =1

c. Tidak ada masalah psikologis = 2

2

10 Nyeri tekan atau luka kulit

Tidak = 1 / Ya = 01

40

Page 45: Pneumonia

11 Berapa banyak daging yang dikonsumsi setiap hari ?

a. 1 x makan = 0

b. 2 x makan = 1

c. 3 x makan = 2

1

12 Asupan protein terpilih

a. Minimal 1x penyajian poduk-produk susu olahan (susu, keju, yoghurt, es krim)

perhari.

Ya = 1 / Tidak = 0

b. Dua atau lebih penyajian produk kacang-kacangan (tahu, tempe, susu kedelai )

dan telur perminggu

Ya = 1 / Tidak = 0

c. Daging, ikan, unggas tiap hari

Ya = 1 / Tidak = 0

2

13 Konsumsi 2 atau lebih penyajian sayur atau buah-buahan per hari

Ya = 1 / Tidak = 00

14 Bagaimana asupan makanan 3 bulan terakhir

a. Kehilangan nafsu makan berat = 0

b. Kehilangan nafsu makan sedang = 1

c. Tidak kehilangan nafsu makan = 2

2

15 Berapa banyak cairan (air, jus, kopi, teh, susu) yang dikonsumsi per hari.

a. < 3 cangkir = 0

b. 3 - 5 cangkir = 0,5

c. > 5 cangkir = 1

0

16 Pola makan

a. Tidak dapat makan tanpa bantuan = 0

b. Dapat makan sendiri dengan sedikit kesulitan = 1

c. Dapat makan sendiri tanpa masalah = 2

2

17 Apakah mereka tahu bahwa mereka memiliki masalah gizi ?

a. Malnutrisi = 0

b. Tidak tahu atau malnutrisi sedang = 1

c. Tidak ada masalah gizi = 2

2

18 Dibandingkan dengan orang lain dengan usia yang sama, bagaimana mereka menilai

kesehatan mereka sekarang ?

Tidak baik = 0, Tidak tahu = 0.5, Baik = 1, Lebih baik = 2

1

TOTAL 19

Interpretasi:

41

Page 46: Pneumonia

Skor > 24 : Gizi baik

Skor 17-23,5 : Berisiko malnutrisi

Skor < 17 : Malnutrisi

Total Skor = 19 (Berisiko malnutrisi)

3.10 Assesmen Lingkungan, Keamanan, Bahaya/Penyebab Jatuh

Lingkungan

1. Apakah tersedia kamar khusus penderita : Ya

2. Kamar tidur : Sendiri

3. Kamar mandi : Sendiri

4. WC : Sendiri

5. Dapur : Sendiri

6. Kamar duduk : Sendiri

7. Jumlah ruang yang ada di rumah penderita : 2 ruangan

8. Apakah rumah mempunyai tangga : Tidak

9. Apakah lingkungan rumah cukup nyaman : Ya

10. Kebersihan rumah : Cukup

11. Apakah rumah berventilasi : Ya

12. Apakah terdapat tanda-tanda kurang urus (neglect) : Tidak

13. Makanan basi di almari : Tidak

14. Alat makan yang tidak dicuci : Tidak

15. Tumpukan pakaian kotor : Ya

16. Sampah berserakan : Tidak

Keamanan

17. Apakah penderita dapat:

a. Membuka / mengunci pintu : Ya

b. Mencapai sakelar lampu : Ya

c. Mencari pertolongan bila perlu : Ya

d. Berjalan di dalam rumah dengan aman : Ya

18. Apakah terdapat bahaya yang jelas / nyata

a. Fitting lampu yang bertumpuk : Tidak

42

Page 47: Pneumonia

b. Kabel-kabel listrik yang telanjang : Tidak

c. Penyinaran yang tidak terang (siang/malam) : Ya

d. Perabotan (besar/kecil) yang berserakan : Tidak

e. Perabotan/mebel yang tidak aman

(mudah patah/ringkih, mudah terguling dan sebagainya) : Tidak

f. Karpet, keset atau lantai yang tidak rata : Tidak

Bahaya / penyebab jatuh

19. Lingkungan rumah:

a. Lantai dan karpet dalam keadaan baik dan tidak menonjol

sana-sini, yang mungkin menyebabkan terpeleset/jatuh : Tidak

b. Pencahayaan cukup terang dan tidak silau : Ya

c. Penempatan lampu cukup baik, terutama di dekat tangga

dan antara tempat tidur dan kamar mandi : Ya

d. Sakelar lampu di tempat beresiko tinggi kalau perlu dari jenis

yang bisa berpendar : Tidak

e. Telepon ditempatkan sedemikian sehingga tidak perlu bergegas

untuk menjawab panggilan : Tidak

f. Kabel-kabel listik tidak terletak di lantai : Ya

g. Bila perlu harus diperpendek dan dipakukan ke dinding : Tidak

h. Tak terdapat barang berserakan di jalan tempat lampu : Ya

20. Kamar mandi:

a. Terdapat ril pegangan di daerah toilet dan bak mandi dan

mudah didapat bila diperlukan : Tidak

b. Permukaan lantai pancuran atau bak rendam tidak licin : Ya

c. Bila mempergunakan pelapis bak rendam harus dari kualitas

baik : Tidak

d. Belakang keset harus berlapis karet yang tidak bisa licin : Ya

e. Drainase air harus baik hingga mencegah lantai licin : Ya

21. Kamar tidur:

a. Keset tidak merupakan hambatan yang memungkinkan terpeleset

atau tergelincir, terutama yang di jalan lalu ke kamar mandi : Ya

43

Page 48: Pneumonia

b. Terdapat meja di samping tempat tidur untuk meletakkan

kacamata atau barang lain, sehingga tidak diletakkan di lantai

di samping tempat tidur : Tidak

22. Dapur

a. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin : Ya

b. Tumpahan-tumpahan cepat dibersihkan untuk

mencegah terpeleset : Ya

c. Bahan untuk membersihkan dan memasak diletakkan di tempat

yang terjangkau : Ya

d. Disediakan kursi tinggi untuk keperluan mencuci piring : Tidak

e. Tersedia tempat pijakan yang stabil untuk mencapai barang

yang letaknya agak tinggi : Tidak

23. Kamar duduk:

a. Keset-keset tidak terletak di atas karpet atau terserak

di sana-sini : Ya

b. Mebel/perabotan diletakkan sedemikian rupa sehingga jalan

cukup lebar : Ya

c. Tinggi kursi dan sofa cukup sehingga mudah bagi lansia untuk

duduk atau bangkit darinya : Ya

24. Tangga : -

25. Di luar rumah

a. Pintu masuk depan dan belakang dalam keadaan baik : Ya

b. Jalan lalu harus bebas dari lumpur atau air atau air di musim

hujan sehingga mencegah terpeleset/jatuh : Ya

c. Anak tangga / ril pegangan harus terpasang kuat / baik : Ya

3.11 Daftar Masalah

Dari data-data yang dikumpulkan, didapatkan bahwa penderita memiliki

masalah sebagai berikut:

Intrinsik:

ADL Barthel : Mandiri

44

Page 49: Pneumonia

IADL : Mandiri

AMT : Normal

GDS : Normal

Inkontinensia : Tidak ada inkontinensia

MNA : Berisiko malnutrisi

Ekstrinsik :

1. Lingkungan rumah:

a. Penyinaran yang tidak terang (siang/malam).

b. Karpet, keset atau lantai yang tidak rata.

2. Kamar mandi:

a. Tidak terdapat ril pegangan di daerah toilet dan bak mandi.

b. Permukaan lantai pancuran atau bak rendam licin.

3. Kamar tidur:

a. Tidak terdapat meja di samping tempat tidur untuk meletakkan kacamata

atau barang lain, sehingga tidak diletakkan di lantai di samping tempat tidur.

4. Dapur:

a. Tidak tersedia kursi tinggi untuk keperluan mencuci piring.

b. Tidak tersedia tempat pijakan yang stabil untuk mencapai barang yang

letaknya agak tinggi.

3.12 Pemeriksaan Fisik (tanggal 14 September 2012)

Status Present

a. Kesadaran : E4V5M6

b. Tekanan darah/nadi

Berbaring : 140/90 mmHg Nadi : 88 kali/menit

45

Page 50: Pneumonia

Duduk : 150/90 mmHg Nadi : 90 kali/menit

Berdiri : Tidak dilakukan Nadi : Tidak dilakukan

c. Laju respirasi : 24 kali/menit

d. Suhu aksila : 37,5°C

e. Antropometri

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 163 cm

BMI : 18,82 kg/m2

Tinggi lutut : 45 cm

Lingkar lengan atas : 19,7 cm (kanan dan kiri)

Kesimpulan : Gizi baik

Status General

Mata : anemis -/- , ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor,

oedem palpebra (-/-)

THT

Telinga : bentuk normal, tanda-tanda radang (-), bekas luka (-)

Hidung : bentuk normal, tanda-tanda radang (-), ekskoriasi (-)

bekuan-bekuan darah (-)

Tenggorokan : pembesaran tonsil (-), hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Lidah : atrofi papil lidah (-)

Leher : JV PR + 0 cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis

Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V MCL S, kuat angkat (-)

Perkusi : batas atas jantung ICS II kiri

batas kanan jantung PSL kanan

batas kiri jantung MCL kiri ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

46

Page 51: Pneumonia

Palpasi : vocal fremitus N N

N N

↑ ↑

Perkusi : sonor sonor

sonor sonor

redup redup

Auskultasi : vesikuler + + ronkhi - - wheezing - -+ + - - - -+ + + + - -

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), meteorismus (-), denyut epigastrial (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-)

hepar / lien tidak teraba, balotement (-/-),

nyeri ketok CVA (-/-)

Perkusi : timpani (+), ascites (-)

Ekstremitas

akral hangat + + edema - -

+ + - -

47

Page 52: Pneumonia

3.13 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (11 September 2012)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks

WBC 9,30 103µL 4,10 - 11,00

% Neutrofil 81,10 % 47,00 - 80,00

% Limfosit 9,70 % 13,00 - 40,00

% Monosit 4,50 % 2,00 - 11,00

% Eosinofil 4,32 % 0,00 - 5,00

% Basofil 0,37 % 0,00 - 2,00

#Neutrofil 7,54 103µL 2,50 - 7,50

#Limfosit 0,90 103µL 1,00 - 4,00

#Monosit 0,42 103µL 0,10 - 1,20

#Eosinofil 0,40 103µL 0,00 - 0,50

#Basofil 0,00 103µL 0,00 - 0,10

RBC 4,17 106µL 4,50 - 5,90

Hemoglobin 11,30 g/dL 13,50 - 17,50

Hematokrit 36,70 % 41,00 - 53,00

Platelet 368,10 103µL 150,00 - 440,00

MCV 88,00 fL 80,00 - 100,00

MCH 27,10 Pg 26,00 - 34,00

MCHC 30,70 g/dL 31,00 - 36,00

Kimia Darah (11 September 2012)Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Remarks

SGOT 8,80 U/L 11,00 – 27,00 Rendah

SGPT 18,60 U/L 11,00 – 34,00

BUN 13,00 mg/dL 8,00 – 23,00

Kreatinin 0,98 mg/dL 0,50 - 0,90 Tinggi

Albumin 2,93 g/dL 3,40 - 4,80 Rendah

Kolesterol 155,00 mg/dL <200

HDL Direk 52,00 mg/dL 40,00 - 65,00

LDL Kolesterol direk 90,00 mg/dL <100

Trigliserida 65,00 mg/dL <150

Glukosa darah sewaktu 75,00 mg/dL 70,00 - 140,00

48

Page 53: Pneumonia

Analisis Gas Darah (13 September 2012)Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Remarks

pH 7,43 - 7,35 - 7,45

pCO2 51,00 mmHg 35,00 - 45,00 Tinggi

pO2 86,00 mmHg 80,00 - 100,00

HCO3- 33,90 mmol/L 22,00 - 26,00 Tinggi

TCO2 35,50 mmol/L 24,00 - 30,00 Tinggi

Beecf 9,60 mmol/L -2,00 - 2,00 Tinggi

SO2c 97,00 % 95% - 100%

Natrium 137,00 mmol/L 136,00-145,00

Kalium 4,30 mmol/L 3,5-5,10

EKG

- Irama : Sinus

- Heart rate : 88 kali per menit, reguler

- Axis : Normal

- ST-T Change : Negatif

- QRS Complex : Normal

- Kesan : Sinus Rhythm

Foto Thorax AP

49

Page 54: Pneumonia

Besar dan bentuk jantung normal.

Tampak infiltrat di suprahiler-paracardial kanan dan paracardial kiri.

Sinus pleura kanan dan kiri tajam.

Diafragma kanan dan kiri normal.

Tulang-tulang tidak tampak kelainan.

Kesan: Pneumonia

3.14 Diagnosis

Acute confusional state (perbaikan) ec suspek meningitis bakteri dd TB

Pneumonia (PK) PSI Class III

Suspek TB paru

Hipertensi stage 1 (dalam pengobatan)

3.15 Impairment

Imobilisasi

Gangguan pendengaran

Gangguan penglihatan

50

Page 55: Pneumonia

3.16 Dissabillity

Tidak ada akibat objektif pada kemampuan fungsional dari organ atau pada

pasien.

3.17 Handicap

Tidak ada hambatan untuk melakukan aktivitas sosial baik di rumah

maupun di lingkungan sosialnya.

3.18 Penatalaksanaan

a. Terapi

- O2 nasal kanul 2 liter per menit

- IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tetes per menit

- Ceftriaxone 2 x 2 gr i.v

- Azythromycin 1 x 500 mg i.v

- Ambroxol 3 x CI p.o

- Captopril 2 x 25 mg p.o

- Diet tinggi kalori, tinggi protein

b. Rencana diagnostik

- Sputum gram/CC/ST jika ada bahan

- BTA sputum 3 kali

- Foto thoraks 7 hari lagi

c. Monitoring

- Tanda vital

- Keluhan

3.19 Prognosis

Ad vitam : dubius ad bonam

Ad fungsionam : dubius ad bonam

51

Page 56: Pneumonia

BAB IVKESIMPULAN

Diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat keluhan melalui anamnesis

dan identifikasi faktor risiko, dilanjutkan pemeriksaan fisik untuk identifikasi

tanda dan gejala, serta melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan

kecurigaan pada pemeriksaan tanda dan gejala pada pasien.

Manifestasi klinis pneumonia komunitas pada geriatri memiliki rentang

yang luas, mulai dari hanya takipnea dan takikardia saja, sampai perubahan

kesadaran yang tampak menakutkan bagi sebagian besar orang dan bisa

menimbulkan kepanikan. Umumnya, gejala-gejala khas pneumonia hanya ringan

atau malah tidak terlihat, misalnya demam, batuk-batuk produktif, atau sesak

napas. Pasien bisa datang dengan keluhan lesu, lemas, atau penurunan nafsu

makan. Pada kebanyakan kasus, timbul perubahan kesadaran atau delirium (acute

confusional state). Gejala ini memang spesifik hanya ditemukan pada lanjut usia,

dan tidak ditemukan pada kelompok usia yang lebih muda.

Pada kasus ini, pasien mengeluh batuk-batuk. Batuk dikatakan sudah

muncul sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, namun dirasakan bertambah

berat saat hari ke-3 dirawat di RSUP Sanglah. Batuk dirasakan pasien terus-

menerus sepanjang hari, kadang-kadang disertai dahak kental berwarna putih

tanpa darah. Pasien juga mengeluh sesak napas dan demam, tapi saat pemeriksaan

sudah mulai berkurag.

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien, didapatkan

temuan bahwa pasien dalam kesadaran yang baik dengan gizi yang tergolong baik

berdasarkan nilai BMI pasien 18,82. Tekanan darah adalah 150/90 mmHg dan

nadi dan suhu aksila dalam batas normal. Pasien juga tidak mengeluhkan nyeri.

Laju napas pasien meningkat menjadi 24 kali, dimana rentang normal laju napas

berkisar antara 16-20 kali sehingga pasien dapat dikatakan mengalami takipnea.

Peningkatan laju napas pada pasien ini diakibatkan oleh tingginya kadar CO2.

Karbondioksida ini dapat secara bebas berdifusi melalui sawar darah otak.

Peningkatan kadar karbondioksida dalam otak dapat meningkatkan kadar ion

52

Page 57: Pneumonia

hidrogen sehingga dapat menstimulasi kemoreseptor sentral, kemudian akan

meningkatkan ventilasi.

Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan jantung berada dalam batas

normal. Hal ini menggambarkan bahwa pada pasien ini belum ditemukan adanya

komplikasi pada jantungnya. Pada palpasi paru, teraba getaran yang meningkat

pada bagian inferiornya dan pada auskultasi paru terdengar suara napas tambahan

yaitu, ronki pada bagian inferior paru.

Pada pemeriksaan abdomen dan ekstremitas masih berada dalam batas

normal. Ekstremitas masih hangat dan tidak ditemukan tanda-tanda sianosis yang

menggambarkan perfusi jaringan ke tubuh bagian perifer masih berlangsung

dengan baik.

Pada kasus ini dijumpai adanya peningkatan kadar HCO3- dan base excess

untuk mempertahankan pH tetap berada dalam rentang normal, sehingga pada

pasien ini tidak mengalami asidosis respiratorik.

Pada foto thoraks ditemukan adanya gambaran infiltrat di suprahiler kanan

serta paracardial kanan dan kiri, dimana hal tersebut dapat menunjukkan bahwa

penderita mengalami pneumonia.

Dari gambaran EKG, pada kasus ini tidak ditemukan adanya gambaran P

pulmonal dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda gambaran hipertropi ventrikel

kanan (axis normal dan R/S di V1 < 1, R/S di V6 > 1), sehingga kemungkinan

pada pasien ini belum terjadi adanya komplikasi ke arah cor pulmonale.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan perubahan kesadaran, demam,

batuk-batuk, tubuh lemas, imobilisasi, dan ronki pada seluruh lapangan paru.

Namun, sekali lagi, semuanya dapat tidak khas pada pasien-pasien geriatri atau

malah memberikan gejala yang sama sekali tak terduga. Dengan demikian,

dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, foto thoraks, dan kultur

darah.

Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan

dan penatalaksanaan pneumonia. Meskipun saat ini pemahaman faktor risiko

pneumonia dalam banyak hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman

53

Page 58: Pneumonia

interaksi dan hubungan antara faktor-faktor risiko sehingga memerlukan

investigasi lebih lanjut. Faktor risiko timbulnya pneumonia antara lain:

h. Usia > 65 tahun.

i. Penyakit kronik (misalnya ginjal dan paru).

j. Mempunyai riwayat diabetes mellitus.

k. Imunosupresi (misalnya karena obat-obatan atau HIV).

l. Ketergantungan alkohol.

m. Penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza).

n. Malnutrisi

Pada pasien ini didapatkan faktor risiko berupa usia pasien yang sudah di atas 65

tahun (usia pasien 76 tahun) dan pasien memiliki risiko malnutrisi.

Keluhan pasien muncul pada hari ke-3 saat dirawat di rumah sakit, dimana

sesuai dengan definisi pneumonia komunitas (PK) yaitu infeksi yang terjadi dalam

48 jam setelah dirawat di rumah sakit selama kurang dari 14 hari. Berdasarkan

petunjuk dari Therapeutic Guidelines: Antibiotic (Guidelines) untuk

menggunakan Pneumonia Severity Index (PSI) dalam mengarahkan tempat

perawatan pasien dan pemilihan antibiotika, pada pasien ini didapatkan skor 86

dan dimasukkan ke dalam PK (CAP) PSI kelas III.

Kalkulasi Pneumonia Severity Index (PSI)

Karakteristik Poin

Faktor demografi

Umur

Laki-laki

Perempuan

Rumah perawatan

Penyakit penyerta

Penyakit neoplastik

Penyakit liver

Gagal jantung kongestif

Penyakit serebrovaskular

Penyakit ginjal kronik

Umur (tahun)

Umur (76–10)

+10

+30

+20

+10

+10

+10

54

Page 59: Pneumonia

Pemeriksaan fisik

Perubahan metal status akut

Lajun pernapasan ≥ 30/menit

Tekanan darah sistolik < 90 mmHg

Temperatur < 35 atau ≥ 40°C

Nadi ≥ 125/menit

Pemeriksaan laboratorium dan radiografi

pH arterial < 7,35

BUN ≥ 30 mg/dl (11 mmol/l)

Natrium < 130 mmol/l

Glukosa ≥ 250 mg/dl (14 mmol/l)

Hematokrit < 30%

PaO2 < 60 mmHg atau saturasi O2 < 90%

Efusi pleura

+20

+20

+20

+15

+10

+30

+20

+20

+10

+10

+10

+10

Total 86

*) Penilaian untuk tingkat keparahan pneumonia kelas II-V: kelas II, 1-70; kelas

III, 71-90; kelas IV, 91-130; kelas V >130.

Penatalaksanaan PK pada pasien geriatri dibagi menjadi dua, yaitu terapi

definitif dan terapi suportif. Terapi definitif diarahkan pada pemberian antibiotik

yang tepat untuk pasien. Bagian ini sama dengan terapi antibiotik pada pasien

golongan usia yang lebih muda. Antibiotik idealnya diberikan sesuai dengan uji

kultur resistansi sputum. Namun, untuk menyelamatkan nyawa pasien dan

mencegah perburukan klinis, diberikan antibiotik empiris berdasarkan pola kuman

yang paling sering muncul pada pasien-pasien lanjut usia (dalam hal ini S.

pneumonia). Perbedaan lebih mencolok pada terapi suportif di mana pada pasien

geriatri, terdapat banyak permasalahan geriatri yang harus ditangani baik dengan

medikamentosa, maupun terapi fisik dan rehabilitasi (fisioterapi), misalnya untuk

imobilisasi, instabilitas dan riwayat jatuh, malnutrisi, insomnia, dan gangguan

pendengaran dan penglihatan.

Pemilihan antibiotik pada pasien PK geriatri sudah didokumentasikan

dalam banyak literatur. Salah satu rekomendasi yang paling banyak dipakai adalah

55

Page 60: Pneumonia

yang berasal dari American Thoracic Society (ATS) dan Infectious Diseases

Society of America (IDSA) yang menyebutkan bahwa antibiotik empiris diarahkan

tiga kemungkinan etiologi tersering pada pneumonia komunitas, yaitu S.

pneumonia, Legionella pneumophylla, dan Chlamydia pneumoniae. Pasien

dengan PK oleh untuk pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dengan

penyakit kardiopulmoner dengan atau tanpa faktor modifikasi, terapi yang

dianjurkan adalah terapi dengan golongan β-lactam (cefotaxim, ceftriaxone,

ampicillin/sulbactam, dosis tinggi ampicillin intravena) yang dikombinasi dengan

makrolide atau doksisiklin oral atau intravena, atau pemberian fluroquinolon

antipneumococcal intravena saja. Pasien ini diberikan terapi berupa β-lactam

(ceftriaxone) yang dikombinasi dengan makrolide (azythromycin). Pemberian

antibiotika diberikan selama 7-14 hari. Selain itu, pasien memperoleh terapi

suportif berupa oksigenasi untuk sesaknya dan terapi simtomatis berupa ambroxol

untuk keluhan batuk pasien. Pasien juga dianjurkan untuk diet tinggi kalori dan

tinggi protein untuk menunjang nutrisi agar gizi pasien tetap dalam keadaan baik.

Pemberian antibiotik umumnya dilakukan 7-14 hari, tergantung jenis

antibiotiknya. Evaluasi pengobatan antibiotik dilakukan dengan beberapa cara,

yaitu klinis, laboratorium (penurunan leukosit dan hitung jenis), dan foto toraks

ulang. Penyembuhan pneumonia komunitas biasanya diikuti dengan perbaikan

status fungsional dan nutrisi. Pasien dirawat jalan dan diminta untuk kontrol

setelah kondisi pulih dan status fungsional meningkat.

Prognosis pada pasien ini adalah mengarah ke baik (dubius ad bonam)

karena keluhan sesak dan batuknya sudah berkurang setelah pemberian terapi.

Selain itu, dari penapisan status fungsional dan kognitif, pasien yang sudah lanjut

usia masih bisa mandiri dan tidak ada masalah. Meskipun pasien mengalami

gangguan pendengaran dan penglihatan, namun hal tersebut tidak terlalu

mengganggu pasien untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.

Pasien yang mengalami hipertensi mungkin saja tampak sehat atau

memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskular seperti:

1. Usia (≥ 55 tahun untuk pria dan 65 tahun untuk wanita).

2. Diabetes mellitus

56

Page 61: Pneumonia

3. Dislipidemia (peningkatan kolesterol low-density lipoprotein (LDL), kolesterol

atau trigliserida total, dan rendah kolesterol high-density lipoprotein (HDL)).

4. Mikroalbuminuria

5. Riwayat keluarga yang mengalami penyakit kardiovaskuler di usia muda.

6. Obesitas (BMI ≥ 30 kg/m2).

7. Kurangnya aktivitas fisik.

8. Merokok

Pada kasus ini pasien termasuk dalam kelompok lanjut usia, dengan kurangnya

aktivitas yang dilakukan selama beberapa tahun belakangan ini, dan pola makan

pasien yang tidak terkontrol.

Untuk mendiagnosis hipertensi, pengukuran tekanan darah harus dilakukan

dalam keadaan duduk rileks atau berbaring selama 5 menit. Apabila hasil

pengukuran menunjukkan angka 140/90 mmHg atau lebih, hal ini dapat diartikan

sebagai keberadaan hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat dipastikan hanya

berdasarkan satu kali pengukuran saja. Jika pada pengukuran pertama hasilnya

tinggi, maka tekanan darah diukur kembali sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya

untuk meyakinkan adanya hipertensi. Pada dasarnya dugaan kuat seseorang

menderita hipertensi terjadi apabila terdapat hal-hal berikut:

1. Riwayat hipertensi dalam keluarga

2. Usia penderita

3. Data faktor risiko

Pada pasien ini, tekanan darahnya diukur 2 kali, yaitu saat pasien

berbaring dan duduk. Tekanan darah saat pasien berbaring adalah 140/90 mmHg

dan pada posisi duduk tekanan darahnya adalah 150/90 mmHg. Sesuai dengan

klasifkasi hipertensi menurut The Seventh Report of The Joint National Commitee

on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

(JNC-VII), pasien termasuk ke dalam klasifikasi hipertensi stage 1.

Faktor risiko hipertensi antara lain faktor genetika, ras, usia > 50 tahun,

jenis kelamin, stres psikis, obesitas, asupan garam berlebih, merokok,

dan konsumsi alkohol. Pada pasien ini didapatkan faktor risiko berupa usia yang

sudah di atas 50 tahun (usia pasien 76 tahun), dimana berdasarkan epidemiologi

57

Page 62: Pneumonia

lanjut usia memang cenderung menderita hipertensi. Faktor kelamin juga dapat

berpengaruh, dimana wanita premenopause cenderung memiliki tekanan darah

yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbedaan di

antara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum

menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen.

Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria

dalam hal penyakit jantung.

Dari riwayat keluarga, anak pasien juga tidak terdiagnosis hipertensi,

namun dari generasi sebelumnya tidak diketahui apakah ada yang mengalami

hipertensi atau tidak.

Penatalaksanaan hipertensi terdiri dari terapi non-farmakologis dan

farmakologis. Terapi non-farmakologis bertujuan mengendalikan faktor-faktor

risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi non-farmakologis adalah dengan

modifikasi gaya hidup pasien, antara lain:

e. Menurunkan berat badan sampai batas ideal pada pasien hipertensi yang

mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

f. Mengubah pola makan, yaitu mengurangi asupan garam sampai kurang dari 3

gram natrium (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang

cukup), meningkatkan asupan buah dan sayur, dan mengurangi asupan lemak,

serta mengurangi konsumsi alkohol.

g. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Pasien hipertensi primer tidak perlu

membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.

h. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi darah

dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

Untuk terapi farmakologis, berdasarkan JNC-VII antara lain:

f. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan

penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.

g. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) menyebabkan penurunan tekanan

darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.

58

Page 63: Pneumonia

h. Beta Blocker yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf

simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon

terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.

i. Calsium Channel Blocker (CCB) atau Calsium antagonist menyebabkan

melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda.

j. Diuretik, terutama golongan Thiazide atau Aldosterone antagonist. Diuretik

membantu ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume

cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga

menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik akan menyebabkan

hilangnya kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan kalium atau

obat penahan kalium.

59

Page 64: Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Vidal CG, Fernandez NS, Carratala J, Diaz V, Verdaguer R, Dorca J, Manresa F, dan Gudiol F. Early mortality in patients with communityacquired pneumonia: causes and risk factors. Eur Respir J 2008; 32: 733-739.

2. Situmorang AT. 2012. Hubungan Kadar Procalcitonin saat Awal Masuk pada Pasien dengan Pneumonia Komunitas terhadap Skor CURB-65. Tesis. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Sajinadiyasa GK, Rai IB, Sriyeni LG. Perbandingan antara Pemberian Antibiotika Monoterapi dengan Dualterapi terhadap Outcome pada Pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah Sakit Sanglah Denpasar. J Peny Dalam 2011; 12: 13-20.

4. Niederman MS, Mandel LA, Anzueto A, Bass JB, Broughton WA, Campbell GD, Dean N, File T, Fine MJ, Gross PA et al. VICTOR L. YU, M.D. Guidelines for the Management of Adults with Community-acquired Pneumonia – Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am J Respir Crit Care Med 2001; 163: 1730-1754.

5. Shah PB, Gludice JC, Griesback R, Morley TF, Vasoya A. The newer guidelines for the management of community-acquired pneumonia. JAOA 2004;104(12):5510-26.

6. Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2001: 2.

7. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi S, Simadibrata M, Setiati S (editor). 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

8. Kuswardhani T. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. J Peny Dalam 2006; 136: 135-140.

9. Suhardjono. Hipertensi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi S, Simadibrata M, Setiati S (editor). 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

10. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi S, Simadibrata M, Setiati S (editor). 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Page 65: Pneumonia

11. Kurnia R. 2007. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Sumatera Barat Tahun 2002-2006. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

12. The Seventh Report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. NIH Publication No. 03-5233 December 2003.

13. Mcintosh KA, Maxwell DJ, Pulver LK, Horn F, Robertson MB, Kaye KI, Peterson GM, Dollman WB, Angelawai, dan Tett SE. A Quality Improvement Initiative to improve adherence to national guidelines for empiric management of community-acquired pneumonia in emergency departments. International Journal for Quality in Health Care 2011; 23: 142-150.

14. Fine MJ, Auble TE, Yealy DM, Hanusa BH, Weissfeld LA, Singer DE, Coley CE, Marrie TJ, dan Kapoor WN. A Prediction Rule to Identify Low-Risk Patients with Community-Acquired Pneumonia. N Engl J Med 1997; 336: 243-250.