PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

38
MAKALAH PRESENTASI KASUS LANGSUNG EPILEPSI Disusun oleh: Miftahul Jannah (10810300060) Dosen Pembimbing dr. Arfan, Sp.S KEPANITRAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

Transcript of PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

Page 1: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

MAKALAH PRESENTASI KASUS LANGSUNG

EPILEPSI

Disusun oleh:

Miftahul Jannah (10810300060)

Dosen Pembimbing

dr. Arfan, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK

SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

2012

Page 2: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan laporan kasus departemen

neurologi yang berjudul “EPILEPSI” terselesaikan tepat pada waktunya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Arfan Sp.S, selaku pembimbing

penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini

serta semua pihak yang membantu dalam proses penulisan presentasi kasus

dipersiapkan ini.

Penulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan salah satu kasus nyeri kepala

primer, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung

penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem

pelayanan kesehatan secara optimal.

Jakarta, januari 2012

Penulis

Page 3: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIENNo RM : 00031697Nama : Tn. N Usia : 46 TahunJenis Kelamin : Laki-lakiTempat tanggal lahir : Jakarta, 15 april 1965 Pekerjaan : Pegawai swastaPendidikan terakhir : Tamat akademi universitasStatus pernikahan : Belum MenikahSuku : BetawiAlamat : Jl.kebayoran lama Agama : IslamTanggal Kunjungan RS : 25 Januari 2012

II. ANAMNESISTanggal 25 Januari 2012 pasien masuk Poli Saraf & dilakukan anamnesis pukul 12.25 WIB

Keluhan Utama : -

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang kontrol dengan Riwayat kejang.

Tanggal 22 januari 2012, pasien kejang sebanyak 2 kali. Yang pertama

jam 6 sore selama 15 menit dan yang ke dua jam 9 malam selama 20 menit.

Diantara kejang pertama dan kedua tidak ada penurunan kesadaran.

Keadaan sebelum bangkitan merasa saya sudah pernah mengalami ini

(dejavu), saat bangkitan mata pasien mendelik keatas, kelojotan dan berbusa

gigit lidah dan pingsan 3 menit lalu sadar lagi dan tidak lupa.

Penyakit yang menyertai seperti pusing, demam, mual, serta muntah

proyektil disangkal. Pandangan ganda(-), bicara pelo (-), kesemutan (-),

kelemahan tiba-tiba (-), fotofobia (-), fonofobia (-) polifagia(-), polidispi(-),

poliuri (-).

Page 4: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pertama kali kejang umur 2 tahun dengan keadaan yang sama seperti

sekarang, tapi baru kontrol mulai SMA (1981) dengan obat CPZ 3 kali 200 ,

luminal 3 kali 100 dan asam folat 1 kali sehari. Setiap bulan pasien mengalami

bangkitan 1-2 kali. Terakhir control bulan desember dengan tanpa bangkitan.

Pasien lahir di bidan, spontan, langsung menangis. Diabetes mellitus,

trauma, hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama. Diabetes mellitus ,

hipertensi didangkal

Riwayat Kebiasaan/ Sosial:

Pasien belum menikah, bekerja sebagai pegawai swasta.

III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umumKesadaran : Compos Mentis GCS : E4M5V6

Keadaan Umum : Tampak sakit ringanStatus gizi : BaikTanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit,regular,isi cukup Suhu : 36,5o C Pernafasan :19x/menit regular

Keadaan LokalTrauma Stigmata : -

Perdarahan perifer : Capillary refill time < 2 detikPulsasi arteri karotis : cukup, regular –equal kanan kiriKGB : tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)Columna Vertebralis : Lurus ditengah, tidak ada nyeri tekan

Kepala : Rambut hitam tidak mudah dicabut; Jejas (-)nyeri Tekan perikranial (+)

Mata : Conjungtiva anemis (-) / (-) Sklera Ikterik (-) / (-) RCL (+) / (+) RCTL (+) / (+)

Pupil Bulat Isokhor

Page 5: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

THTTelinga :Deformitas (-)/ (-): serumen minimalHidung : Pernafasan cuping hidung ( - ): Deformitas (-)Tenggorokan :T1/T1 Tidak hiperemis

Gigi & Mulut : Oral trusth ( - )Leher : Tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH20

Penggunaan otot pernafasan tambahan m. sternokleidomastoideus (-): pembesaran KGB (- ) nyeri tekan (-)

Paru Inspeksi : gerakan nafas simetris dalam statis & dinamis

Palpasi : Nyeri tekan (-), emphysema subkutis (-) vocal fremitus sama pada lapang paru

dextra et sinistraPerkusi : Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi : Suara nafas lapang paru dextra et sinistra

vesikuler; Tidak ada suara nafas tambahan Ronkhi ataupun wheezing pada kedua lapang paru

JantungInspeksi : Ictus Cordis tidak terlihatPalpasi : teraba Ictus ordis pada 2 jari medial MCL ICS

5 sinistra Perkusi : Pinggang jantung ICS III PSL sinistra

: Batas kanan ICS 4 PSL dextra: Batas Kiri 2 jari medial MCL ICS 5

sinistra Auskultasi : BJ I & II regular, Murmur (-), Gallop (-)

AbdomenInspeksi : datar, tidak tampak buncit.Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defanse muscular (-

), hepatoslenomegali (-)Perkusi : Timpani Auskultasi : BU (+) normal

Punggung :deformitas (-), gibus (-)Genitalia Eksterna : tidak diperiksaEkstremitas : perfusi baik, akral hangat +/+,edem pitting

-/-, sianosis -/-,clubbing finger -/-Kelenjar Getah Bening : Tidak ada kelainan

Status NeulologisGCS : E4M5V6

Page 6: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

TRM : Kaku kuduk (-) Brudzinski I (- / -): Laseque >70o/>70o : Kernig >135o/>135o Brudzinski II (- / - )

Saraf KranialisN.I - Olfaktori : baik N.II - Optikus

Acies Visus : kesan baik Dextra et Sinistra

Visus Campus : kesan baik Dextra et Sinistra

Lihat warna : kesan baik Dextra et Sinistra

Funduskopi : tidak diperiksa

N. III (oculomotor) ,IV (tokhlearis) dan VI (absusen)

Kedudukan bola mata : Ortophori Dextra et Sinistra

Pergerakan bola mata : Baik ke segala arah

Eksoftalmus : Dextra et Sinistra -/-

Nistagmus : Dextra et Sinistra -/-

Pupil bulat, isokor, Ø 2mm/2mm RCL +/+ RCTL +/+

Akomodasi : Dextra et Sinistra +/+

Konvergensi : Dextra et Sinistra +/+

N. V (trigeminus)

Cab. Motorik

Gerakan Rahang : Dextra et Sinistra baik

Menggigit : Dextra et Sinistra baik

Cab. Sensorik

Opthalmicus : Dextra et Sinistra baik

Maksilaris : Dextra et Sinistra baik

Mandibularis : Dextra et Sinistra baik

Reflek

Corneal reflex : Dextra et Sinistra +/+

Jaw refleks : Dextra et Sinistra -/-

N. VII (fasialis)

Motorik orbitofrontal: baik

Page 7: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

Motorik orbikularis: baik

Pengecap lidah : baik

N.VIII (vestobulochoclear)

Vestibular : Dextra et Sinistra baik

Koklear : Dextra et Sinistra baik

N. IX (glosofaringeus), X (vagus)

Motorik : Dextra et Sinistra baik

Sensorik : Dextra et Sinistra baik

N. XI (Aksesorius)

Mengangkat bahu : baik

Menoleh : baik

N. XII (Hipoglosus)

Pergerakkan lidah : baik

Atrofi :-

Fasikulasi : -

Tremor : -

Trofi :EutrofiTonus : NormotonusSistem Motorik : Ekstremitas : Atas 5555 | 5555

: Bawah 5555 | 5555Sistem Sensorik

Propioseptif : Dextra et Sinistra baik Eksteroseptif : Dextra et Sinistra baik

Fungsi OtonomMiksi : Baik Defekasi : BaikSekresi Keringat : Baik

Reflek FisiologisBiseps : +2 |+ 2Triseps : +2 |+ 2Radius : +2 |+ 2Patella : +2 |+ 2Achiles : +2 |+ 2

Reflek PatologiHoffman tromer : - | -

Page 8: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

Babinski : - | -Chaddok : - | -Oppenhein : - | -Schafer : - | -Gonda : - | -Rossolimo : - | -Mendel-Bechterew : - | -Klonus Patella : - | -Klonus Achiles : - | -

Gerakan InvolunterTremor : - | -Khorea : - | -Atetose : - | -Mioklonik : - | -Tik : - | -

Fungsi SerebelarAtaksia : - | -Disdiadokinesis : - | -Jari-jari : - | -Jari-hidung : - | -Tumit-lutut : - | -Fenomena Rebound : - | -Hipotoni : - | -

Fungsi LuhurAstereognosia : - | -Apraksia : - | -Afasia : - | -

Keadaan PsikisInteligensia :BaikTanda regresi : -Demensia : -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (-)Gelombang spike di temporo oksipital

V. RESUMEPasien datang kontrol dengan Riwayat kejang.

Tanggal 22 januari 2012, pasien kejang sebanyak 2 kali. Yang pertama

jam 6 sore selama 15 menit dan yang ke dua jam 9 malam selama 20 menit.

Diantara kejang pertama dan kedua tidak ada penurunan kesadaran. Keadaan

sebelum bangkitan merasa saya sudah pernah mengalami ini (dejavu), saat

bangkitan mata pasien mendelik keatas, kelojotan dan berbusa gigit lidah dan

pingsan 3 menit lalu sadar lagi dan tidak lupa.

Page 9: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

Pertama kali kejang umur 2 tahun dengan keadaan yang sama seperti

sekarang, tapi baru kontrol mulai SMA (1981) dengan obat CPZ 3 kali 200 ,

luminal 3 kali 100 dan asam folat 1 kali sehari. Setiap bulan pasien mengalami

bangkitan 1-2 kali. Terakhir control bulan desember dengan tanpa bangkitan.

Pasien lahir di bidan, spontan, langsung menangis. Diabetes mellitus,

trauma, hipertensi disangkal. Tidak ada dari keluarga pasin yang mengeluhkan

hal yang sama.

Pasien belum menikah, bekerja sebagai pegawai swasta. Gelombang spike di temporo oksipital

VI. DIAGNOSIS Diagnosis Klinis : riwayat kejang berulang Diagnosis Etiologis : idiopatikDiagnosis Topis : kortek

VII. TATALAKSANAFarmakologi

• CPZ 3X1 • Luminal 3x1 • Asam folat 1x 1

Non-Farmakologi• Hindari pemicu bangkitan • Minum obat teratur

VIII. PROGNOSISQuo Ad Vitam : BonamQuo Ad Functionam : BonamQuo Ad Sanationam : dubia ad Bonam

Page 10: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

BAB I

Pendahuluan

Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau

penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum

terjadi dan penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi

medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun

keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi

masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. 2

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi utama dengan

permasalahan yang komplek. Epilepsi memiliki beban sakit yang

signifikan,terutama dinegara-negara berkembang dimana menunjukkan bahwa

tingkat cedera dan kematian lebih tinggi pada penyandang epilepsy dibanding

populasi normal. Epilepsi juga dihubungjan dengan konsekuensi psikososial yang

lebih berat bagi para panyandangnya.Stigma sosial yang melekat pada epilepsi

juga menghambat panyandangnya untuk terlibat dalam kegiatan olahraga ,

pekerjaan, pendidikan dan pernikahan.

Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan

mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan

psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya. 3 Oleh

karena itu, pada tinjauan kepustakaan ini akan dijabarkan tentang definisi,

epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala, diagnosis, dan terapi

epilepsi

Page 11: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan

tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.4

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International

Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu

kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat

mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan

adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan

sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. 5

Sedangkan status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit

atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua

serangan kejang.5

2.2 . EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum

terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.

Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju

ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai

100/100,000.7

Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan

pengobatan apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak

dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di

bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000

kasus). 9

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang

muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik

Page 12: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak.

Keadaan ini bisa di indikasikan sebagai disfungsi otak.1 Insiden epilepsi di negara

maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang

mencapai100/100,000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per

tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20%

lainnya ditemukan pada usia lanjut.2,3

Gejala dan tanda klinik bangkitan epilepsi sangat bervariasi dan tergantung

pada lokasi neuron kortikal yang mengalami gangguan. Loncatan elektrik

abnormal sebagai pencetus serangan sangat sering berasal dari neuron-neuron

kortikal. Faktor lain yang ikut berperan dalam terjadinya bangkitan adalah

ketidakseimbangan neurotransmiter eksitasi dan inhibisi, dan gangguan saluran

ion di reseptor yang berperan terhadap kegiatan eksitatorik neurotransmiter.

Ikatan eksitatorik dengan reseptor terkait akan membuka pintu untuk masuknya

ion kalsium yang berlebihan kedalam sel sebagai penyebab dari kematian sel yang

berdampak pada kualitas otak dalam hal ini fungsi hipokampus dan korteks serta

mengarah pada gangguan perilaku termasuk bunuh diri

2.3. ETIOLOGI

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11

1) Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari

penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik,

awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih

kelompok ini makin kecil

2) Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf

pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),

gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,

lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat),

kelainan neurodegeneratif.

Page 13: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

3) Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum

diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut

dan epilepsi mioklonik

2.4. KLASIFIKASI

Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League

Against Epilepsy (ILAE) 1981: 12

I . Kejang Parsial (fokal)

A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala sensorik

3. Dengan gejala otonomik

4. Dengan gejala psikik

B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1.    Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

b. Dengan automatisme

2.    Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang

a. Dengan gangguan kesadaran saja

b. Dengan automatisme

C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-

klonik, tonik atau klonik)

1.    Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum

2.    Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum

3.    Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,

dan berkembang menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)

A.     Absens

B.     Mioklonik

C.    Tonik

D.    Atonik

Page 14: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

E. Klonik

F.     Tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :

I. Berkaitan dengan letak fokus

A. Idiopatik

Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

Childhood epilepsy with occipital paroxysm

B. Simptomatik

Lobus temporalis

Lobus frontalis

Lobus parietalis

Lobus oksipitalis

II. Epilepsi Umum

A. Idiopatik

Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions

Benign myoclonic epilepsy in infancy

Childhood absence epilepsy

Juvenile absence epilepsy

Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

Other generalized idiopathic epilepsies

B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

West’s syndrome (infantile spasms)

Lennox gastaut syndrome

Epilepsy with myoclonic astatic seizures

Epilepsy with myoclonic absences

Page 15: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

C. Simtomatik

Etiologi non spesifik

Early myoclonic encephalopathy

Specific disease states presenting with seizures

 

2.5. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter

eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan

neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf

dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil

dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter

eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan

neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)

dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi

transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron

mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi

potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan

melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh

ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan

letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur

dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara

sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan

epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses

inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang

epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang

menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang

peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti

Page 16: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi

otak.13

Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

2.6 GEJALA

Kejang parsial simplek, seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan

mengalami gejala berupa:

- “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama

sebelumnya.

- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak

dapat dijelaskan

Page 17: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada

bagian tubih tertentu.

- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

- Halusinasi

Kejang parsial (psikomotor) kompleks, serangan yang mengenai bagian otak

yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar

sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan.

Gejalanya meliputi:

- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan

pakaiannya

- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling

dalam keadaan seperti sedang bingung

- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang

- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal), merupakan tipe kejang yang paling

sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau

kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik

atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan

perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal,

kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan

kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang,

berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada

saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol,

mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat

pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah

serangan semacam ini.14

Page 18: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik

dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 15

2.7.1 Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.

Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan

kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler

dan penggunaan obat-obatan tertentu.

Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:

a) Pola / bentuk serangan

b) Lama serangan

c) Gejala sebelum, selama dan paska serangan

d) Frekueensi serangan

e) Faktor pencetus

f) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

g) Usia saat serangan terjadinya pertama

h) Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

Page 19: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

i) Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

j) Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2.7.2 Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan

epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,

gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-

sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit

sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya

keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota

tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

2.7.3 Pemeriksaan penunjang

a) Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold

standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung

oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan

adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada

EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal:

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama

di kedua hemisfer otak.

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat

dibanding seharusnya misal gelombang delta.

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak

normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike) , dan

gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

b) Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita

yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis

Page 20: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan

hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan

untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal

ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui

secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.

Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat

diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan

untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan

dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan

tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus

kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.

VIII. TERAPI

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.

Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:

OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat

minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah

mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.

Terapi dimulai dengan monoterapi

Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai

dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma

ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol

bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai

kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak

dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Page 21: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila

kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas

pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala

disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16

Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :

Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)

Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+,

Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

Epilepsi yang merupakan penyakit saraf kronik kejang masih tetap

merupakan problem medik dan sosial. Masalah medic yang disebabkan oleh

gangguan komunikasi neuron bisa berdampak pada gangguan fisik dan mental

dalam hal gangguan kognitif.

Dilain pihak obat-obat antiepilepsi juga bisa berefek terhadap gangguan

kognitif. Oleh sebab itu pertimbangan untuk pemberian obat yang tepat adalah

penting mengingat efek obat yang bertujua untuk menginhibisi bangkitan listrik

tapi juga bisa berefek pada gangguan memori. Levetirasetam salah satu obat

antiepilepsi mempunyai keistimewaan dalam hal ikatan dengan protein SVA2 di

presinaptik. Selain itu sampai sekarang ini belum ditemukan efek gangguan

kognitif dan dapat digunakan pada penderita epilepsy yang mengidap penyakit

termasuk ansietas dan depresi.

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka

mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,

penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

eksitatorik glutamat.6,7 Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok

inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi yang dikenal sampai

sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam (Frisium),

klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin), lamotrigin

(Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital

(Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril), topiramat

(Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter, 1996).10

Protokol penanggulangan terhadap status epilepsy dimulai dari terapi

Page 22: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

benzodiazepine yang kemudian menyusul fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin

bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium berperan dalam memblok

loncatan listrik.11

Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi selain mempunyai

efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain yang berefek terhadap

gangguan kognitif ringan dan sedang.12-14 Melihat banyaknya efek samping dari

obat antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu

mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap

jaringan otak. Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron

sebagai activator terhadap reseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-

5-methyl-4isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor

NMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium masuk kedalam sel yang

bisa menstimulasi kematian dari sel.6

Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan

antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam

penelitian lanjut.15,16 Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat

antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai

mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor

NMDA dan AMPA yakni glutamat dan GABA).17 Pada hewan percobaan

ditemukan bahwa potensi levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat

tersebut dengan SVA2 yang menimbulkan efek sebagai antiepilepsi.18

Dari data penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat digunakan

pada penderita epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral lainnya seperti

pasien epilepsi dengan gangguan kognitif, karena ternyata levetirasetam tidak

berinteraksi dengan obat CNS lainnya.19-21 Salah satu andalan dari levetirasetam

yang berfungsi sebagai antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan

levetirasetam dengan protein SVA2. Dari beberapa penelitian membuktikan

bahwa vesikel protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein yang

mempunyai ikatan dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta

pendistribusian molekul protein sebagai antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada

Page 23: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

hewan percobaan bahwa pemberian levetirasetam yang analog dengan protein

SVA2 di vesikel berpotensi sebagai antikonvulsan.22

Sedangkan jika pasien sedang mengalami serangan sikap kita adalah

jangan panik , Biarkan serangan berlalu karena serangan akan berhenti dengan

sendirinya , amankan penderita dari lingkungan yang membahayakan penderita,

longgarkan pakaian yang ketat, posisi kepala dimiringkan (bila kejang sudah

berhenti), serta bila serangan berkepanjangan: kirim ke RS

Nama obat Dosis/kgBB ESO

Fenobarbital 2-5 mg/kgBB/Hari Mengantuk

Difenilhidantoin [DFH]

(Phenitoin,Dilantin)

4-10mg/kgBB 1-2dd Sedasi, nistagmus,

ataksia

Karbamazepin (Tegretol,

temporol)

400-1600mg/kgBB /hari Efek psikotropik

Diazepam

(valium,stesolid)-status

epilepsi

Penghentian pemberian OAE

Pada OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas

serangan .

Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:

Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau

keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan

Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis

semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan

Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai

dari satu OAE yang bukan utama

Page 24: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

VIII. ASPEK SOSIAL

Cenderung dikucilkan dari lingkungan, cenderung ditolak untuk sekolah

Sulit mencari pekerjaan, merupakan aib bagi keluarga, menurunkan rasa percaya

diri sertalebih mudah mengalami cedera

Mengenai kesempatan bekerja pada dasarnya tidak ada larangan untuk

bekerja bagi penderita epilepsi hanya pekerjaan disesuaikan dengan jenis

serangan dan penderita harus paham tentang penyakit yang dideritanya. Satu lagi

yaitu dukungan positip dari keluarga dan lingkungan kerja

Menikah adalah hak azasi manusia, perhatian lebih khusus pada penderita

perempuan (menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui), Suami-isteri harus selaras,

keputusan pahit adalah menunda kehamilan

Mengenai mengemudi ada prasyarat yang harus dipenuhi penderita. Yaitu

sifatnya sangat terbatas. Lebih aman apabila penderita tidak mengemudi

kendaraan (bermotor). Penderita harus memahami kondisinya sendiri secara jujur

Page 25: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi.

In : Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press. 2005. p119-127.

2. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric

Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 2007

3. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical

development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.

4. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and

Therapy in Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing

Ltd. 2005

5. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC

6. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.

7. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

8. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008

9. Jan Sudir Purba Epilepsi :permasalahan di reseptor atau neotransmiter.Departemen Neurologi/RSCM, FK UI Jakarta

10. Gilman,Godman. Dasar farmakologi terapi. edisi 10 jilid 1. EGC : Jakarta . 2008

Page 26: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh

cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau

juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal

(neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang

mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel

secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan

mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan

struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan

ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa

menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi bisa

juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi (focus) di otak.

Disisi lain epilepsi juga akan bisa

mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa

menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.1 Dari sudut

pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh

ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter

eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan

sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke

sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau

AMPA di post-sinaptik.6 Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari

reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut sebagai patologi

terjadinya kejang dan epilepsi.6-8 Secara farmakologik, inhibisi

terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat

antiepilepsi.7 Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan

adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan

epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari

reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal

natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis

yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari

resepot nikotinik subunit alfa 4.9 Berbicara mengenai kanal ion

Page 27: PKL Epilepsi Dr.arfan Sp.S

maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion

yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor.

Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik

yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.9 Jika terjadi

kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka

bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada

penderita epilepsi.

Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter

tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter

seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai

inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai

sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi,

asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang

bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.6