Epilepsi Parsial

30
TINJAUAN PUSTAKA DEFiNISI Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keaadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara pparoksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. Sedangkan bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik),berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked) ETIOLOGI Penyebab bangkitan berulang yang dimuali pada usia 35-60 tahun dipikirkan kemungkinan penyebab seperti trauma, neoplasma, penyakit vaskuler, withdrawal alkohol atau obat sedatif- hipnotif lainnya. Sedangkan pada usia lebih dari 60 tahun dipikirkan penyakit vaskuler, tumor penyakit degeneratif, trauma, oleh karena itu late onset epilepsy memerlukan perhatian khusus serta dievaluasi dan dicari penyebabnya. Menurut Shapiro Menurut Shapiro dan kawan-kawan (1990) penyebab late onset epilepsi sebagian besar masih belum diketahui. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Jimenez dan kawan-kawan (1990), dimana penyebab epilepsi 53% tidak diketahui, 20% penyakit serebrovaskuler, 10% peminum alkohol kronis, 6,3% tumor dan 2,5% post trauma

description

epilepsi

Transcript of Epilepsi Parsial

Page 1: Epilepsi Parsial

TINJAUAN PUSTAKA

DEFiNISI

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keaadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)

berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan

oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara pparoksismal, dan

disebabkan oleh berbagai etiologi. Sedangkan bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah

manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik),berlangsung secara mendadak dan

sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik

sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked)

ETIOLOGI

Penyebab bangkitan berulang yang dimuali pada usia 35-60 tahun dipikirkan kemungkinan

penyebab seperti trauma, neoplasma, penyakit vaskuler, withdrawal alkohol atau obat sedatif-

hipnotif lainnya. Sedangkan pada usia lebih dari 60 tahun dipikirkan penyakit vaskuler, tumor

penyakit degeneratif, trauma, oleh karena itu late onset epilepsy memerlukan perhatian

khusus serta dievaluasi dan dicari penyebabnya.

Menurut Shapiro Menurut Shapiro dan kawan-kawan (1990) penyebab late onset epilepsi

sebagian besar masih belum diketahui. Pendapat ini juga didukung oleh

penelitian Jimenez dan kawan-kawan (1990), dimana penyebab epilepsi 53% tidak diketahui,

20% penyakit serebrovaskuler, 10% peminum alkohol kronis, 6,3% tumor dan 2,5% post

trauma kapitis. Apabila terjadi setelah usia 60 tahun penyebab terserung adalah penyakit

serebrovaskuler.

Menurut Dam (1985), penyebab late onset epilepsy 38%, tak diketahui, 16% tumor, 14%

Infark serebri, 23% peminum alkohol kronis, 4% trauma kepala, 4,5% karena penyebab lain

(skuele ensefalitis, abses otak, pecahnya aneurysma, leukoencephalopathy, angioma vena

serebral).

• Tumor Otak

Tumor otak sebagai kemungkinan penyebab late onset epilepsy telah menarik perhatian

semenjak jasper dan Penfield (1954) meneliti penyebab epilepsi pada orang dewasa muda dan

usia pertengahan, dan penyebab tersering adalah tumor otak. Insiden tumor otak sebagai

penyebab late onset epilepsy bervariasi, tergantung dari kriteria seleksi dan metode

penelitian.

Page 2: Epilepsi Parsial

Sebelum era computerized tomography (CT) scan, tumor otak didiagnose sekitar 1-40% dari

pasen late onset epilepsy (marlis, 1974). Setelah era CT Scan, prosentase pasen tumor otak

bervariasi sekitar 3-16% (Gastaut 1977). Walaupun CT scan memperbaiki dalam

mendiagnose tumor otak, namun kadang juga memberikan gambaran yang salah. Wendt

(1982) melaporkan beberapa kasus late onset epilepsy yang disebabkan tumor otak yang tidak

terdiagnosa sampai beberapa tahun setelah onset epilepsi dan setelah beebrapa kali dilakukan

CT scan. Penemuan ini sesuai dengan yang diteliti oleh Young 1982.

Insiden tumor otak meningkat secara bertahap pada kasus bengkitan fokal, dimana sekitar 30-

40% memberikan gejala bangkitan fokal. Sebagian besar tumor otak yang menyebabkan

bangkitan terletak pada kortesk serebri, dan biasanya pada tumor jinak yaitu meningioma

glioma jinak, sedangkan glioma ganas lebih jarang menyebabkan bangkitan. Insiden

timbulnya bangkitan pada meningioma 67%, astrocytoma 70%, malignan glioma 37%.

Tumor otak 40% umumnya memberikan gejala bangkitan. Jarak antara timbulnya bangkitan

dengan gejala yang lain akibat tumor otak bervariasi, ada yang segera diikuti oleh gejala

neurologi fokal terutama yang disebabkan oleh malignan glioma, namun ada juga yang

sampai 20 tahun setelah timbul gejala bangkitan baru timbul gejala lain.4

Kenapa beberapa pasien tumor otak bisa timbul bangkitan sedang beberapa pasien lain tidak

masih belum diketahui dengan jelas, karena setelah tumornya diangkat sering bangkitan tidak

berhenti. Hal ini dianggap bahwa kerusakan korteks serebri sebagai sumber bangkitan tetapi

penyebab karena lesi struktural, fungsional atau biokimia masih belum diketahui.4

• Penyakit serebrovaskuler

Kelainan vaskuler diperkirakan sekitar 10-20% sebagai penyebab late onset epilepsy.

Epilepsi yang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun sekitar 50% atau lebih penyebabnya

karena vaskuler. Diperkirakan 25 % karena Infark di kortikal. 50% pasien timbul bangkitan

pada minggu pertama setelah stroke, dan makin awal timbul bangkitan biasanya remisi

spontan daripada yang timbul akhir. Bangkitan terbanyak berupa bangkitan parsial sederhana.

Penelitian Shapiro (1990), pada 50 pasen late onset epilepsy yang berusia 50 tahun keatas,

yang tidak diketahui sebabnya, ternyata mereka mempunyai factor resiko vaskuler lebih

tinggi dibanding normal kotrol. Faktor resiko tersebut adalah hipertensi, ischemic hard

disease, diabetes mellitus dan merokok, sehingga dianggap bahwa pada pasien penelitian ini

telah terjadi stroke lakuner sebagai penyebab epilepsi.

Vaskuler malformation dan anurysma dapat menimbulkan bangkitan kronik akibat bocornya

Page 3: Epilepsi Parsial

darah kesekitar di korteks atau karena adanya efek iritasi dari masa tersebut. Vaskular

malformation, 25-40% gejala pertamanya berupa kejang. Pada sebagian besar pasen mulai

timbul gejala bangkitan fokal atau umum pada usia remaja atau dewasa muda. Gejala

bangkitan fokal mungkin tidak diketahui bila segera diikuti bangkitan umum. Vaskuler

malformation sering terletak di lobus parietal atau occipital, maka gejala bangkitan fokal

berbentuk sensorik atau visual.

Bila seorang usia muda mendapat serangan ilusi atau halusinasi visual secara episodik maka

kemungkinan AVM sebaiknya dipikirkan. Anuerysma kadang menimbulkan kejang, mungkin

disebabkan penekanan pada jaringan korteks. Aneurysma yang terleatk pada percabangan

pertama dan kedua arteri serebri media yang berjalan didalam fissura sylvii memberikan

gejala kardinal berupa hemiplegi, dyspasia, gangguan lapang pandang, dan bangkitan fokal.4

• Trauma Kapitis

Untuk mempelajari hubungan trauma kapitis dengan epilepsi banyak peneliti memakai data

dari perang sipil di Korea atau di Vietnam, juga pada berdasarkan data kedua perang dunia.

Anneger dan kawan-kawan (1980), melakukan penelitian pada 2747 pasen trauma kapitis di

klinik Mayo Minnesota. Trauma kapitis diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berat

Kontusio serebri, hematom intrakranial atau intra serebral atau hilangnya kesadaran atau

amnesia lebih dari 24 jam.

2. Moderat

Fraktur tulang kepala, atau 30 menit sampai 24 jam hilangnya kesadaran atau amnesia.

3. Ringan

Hilang kesadaran atau amnesia sejenak. Bangkitan yang terjadi pada minggu pertama (early

seizures) dari semua klassifikasi tersebut 2,1%, untuk trauma kapitis yang berat early seizures

terjadi pada 10,3% pada pasen dewasa. Bangkitan yang terjadi lewat minggu pertama (late

seizures) pada trauma kapitis berat, bangkitan yang terjadi pada satu tahun kemudian 7,1% , 5

tahun kemudian 1,6%, untuk trauma kapitis moderat 0,7% dan 1,6%, dan untuk trauma

kapitis ringan 0,1% dan 0,6%.

Insiden bangkitan setelah trauma kapitis ringan tak signikan lebih besar dibanding populasi

umum. Pada early seizure kemungkinan menjadi late onset epilepsy 4 kali lebih banyak

daripada yang tanpa early seizure, terutama pada trauma kapitis berat dan moderat. Penelitian

pada tentara korban perang di Korea sebanyak 109 kasus menunjukkan postconcussion

Page 4: Epilepsi Parsial

traumatik epilepsi terjadi pada tahun pertama sekitar 50-60%, pada dua tahun setelah trauma

kapitis berkembang menjadi 85%.4

• Infeksi

• Abses Otak

Epilepsi sering sebagai komplikasi dari abses otak supratentorial. Pada penelitian oleh Legg

dan kawan-kawan(1973), 72% dari 70 pasen dengan abses supratentorial timbul bangkitan

pada 1 bulan kemudian hingga 15 tahun, namun tersering setelah 1 tahun pengobatan. Bentuk

epilepsi 50% grandmal.

• Cysticerocosis

Cysticerocosis adalah terinfeksi bentuk larva atau stadium intermidiete dari Taenia sollium.

Cysticerocosis bisa menyebabkan epilepsi dan kelainan neurologis yang lain. Biasanya

penyakit ini menimbulkan lesi kasifikasi yn multipel di otot paha, betis, bahu dan serebrum.

Manifestasi Cerebral berhubungan dengan bentuk kista dan selanjutnya mengalami

klassifikasi dari larva didalam parenkim serebral, ruang subarakhnoid dan ventrikel. Gejala

neurologis tersering adalah timbulnya bangkitan, walaupun kadang tanpa gejala dan kista

ditemukan saat pemeriksaan radiologi.

Meningitis dan ensefalitis dapat menimbulkan epilepsi akut, setelah terapi yang efektif,

perubahan struktur dapat menimbulkan lesi epileptogenik yang kronik.

Sekarang Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan penyebab neurologis

yang penting, disfungsi dari serebral akibat infeksi oportunistik berhubungan dengan

lympohomas susunan saraf pusat dan ensefalpati yang disebabkan langsung oleh virus human

immuno difisiensi (HIV) dimana hal bisa menimbulkan bangkitan epilepsi, dilaporkan 14%

bangkitan terjadi pada pasen AIDS dewasa dengan lympomas susunan saraf pusat.4

• Alkohol

Dalam hal ini adalah peminum alkohol kronik tidak termasuk bangkitan akibat withdrawal.

Pada alkohol kronis bisa menimbulkan serebral atropi, diagnose serebral atropi biasanya

berdasarkan pemeriksaan radiologis. Pada alkoholik muda, dengan atau tanpa gejala penyakit

serebral, memprlihatkan penyakit serbral, memperlihatkan pelebaran ventrikel dan sulkus,

terutama di lobus frontal, hal ini juga ditemukan alkoholik kronis pada pemeriksaan dengan

CT scan.

Hubungan secara klinis dengan kelainan radiologis tersebut memang belum jelas. Pada

beberapa pasen serebral atropi dianggap sebagai komplikasi penggunaan alkohol, sebagai

contoh ¼ pasen yang di otopsi dengan Wernicke-Korsakoff syndrome memperlihatkan

pelebaran ventrikel laterale dan ventrikel tiga serta atropi lobus frontalis. Pada pasen

Page 5: Epilepsi Parsial

alkoholik dengan riwayat sering timbul bangkitan dan tidak ditemukan penyebab lain, juga

didapatkan pelebaran ventrikel. Dam (1985), meneliti pasen late onset epilepsy yang

alkoholik, 74% didapatkan serbral atropi.

• Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif kadang-kadang bangkitan epilepsi. 2% pasen dengan

multi sklerosis didapatkan bangkitan. Pasen dengan demensia presenilis atau

senilis tyope Alzheimer mempunyai kemungkinan terjadinya epilepsi 10 kali lipat.

• Penyebab tak diketahui (unknown couse)

Disini baik secara anamnesa maupun periksaan klinis serta CT scan tak

ditemukan sebagai penyebab dari late onset epilepsy. Menurut penelitian Dam

(1985), maupun menurut Saphiro penyebab late onset epilepsy sebagian besar

tidak diketahui, namun untuk kelompok usia diatas 50 tahun adanya faktor resiko

vaskuler perlu dicari.

PATOFISIOLOGI

Bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi

neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi

neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada

reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari

reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsi.

Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat

antiepilepsi.

Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang

bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari

reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal

ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya

mutasi dari resepotor nikotinik subunit alfa 4.9 Berbicara mengenai kanal ion maka peran

natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi

neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang

dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.9 Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada

kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada

penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu.

Page 6: Epilepsi Parsial

Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid

(GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai

sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di

hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.2,6

KLASIFIKASI

Terdapat berbagai cara klasifikasi, klafikikasi yang ditetapkan oleh International League

Against Epilepsy (ILAE) terdiri dari jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan

epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom, untuk kepentingan klinis, biasanya digunakan

kiasifikasi berdasarkan sifat serangan:2,5

Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsy.

I. Serangan parsial.

A. Serangan sederhana

• Dengan manifestasi motorik

• Dengan manifestasi sensorik

• Dengan manifestasi autonomik

• Dengan manifestasi psikik

B. Serangan parsial kompleks (dapat diikuti dengan automatisme)

• Dengan gambaran parsial sederhana (Al¬A4) pada awalnya, disusul serangan lena

(absence)

• Dengan serangan lena pada awalnya

C. Serangan umum sekunder dengan evolusi dan serangan parsial sederhana/kompleks

menjadi serang umum.

• Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik

• Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

• Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik2,5

II. Serangan umum

A. Serangan lena (petit mal)

B. Serangan mioklonik

C. Serangan klonik

D. Serangan tonik

E. Serangan tonik-klonik (grand mal)

Page 7: Epilepsi Parsial

F. Serangan atonik

III. Serangan tak tergolongkan

MANIFESTASI KLINIS

Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi).

• Bangkitan parsial sederhana

Dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah

tersebut, dimana tidak terjadi perubahan kesadaran. Penderita mengalami sensasi, gerakan

atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi

di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka bangkitan dimulai dari

lengan kanan yang akan bergoyang dan mengalami sentakan, tungkai atau muka

(unilateral/fokal) kemudian menyebar pada sisi yang sama (jacksonian march), kepala juga

mungkin berpaling kea rah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif). Jika terjadi pada

lobus temporalis anterior bagian dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat

menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan

psikis bisa mengalami deja vu (merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa yang

lalu).

• Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada

koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan focus terletak di gyrus post centralis

memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau

perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat

menyebar ke neuron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-

kejang.

• Bangkitan parsial kompleks

Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran, yang sering diikuti oleh automatisme yang

stereotipik seperti mengunyah, menelan, tertawa, dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan

yang jelas, atau kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang

(adversif).

Page 8: Epilepsi Parsial

• Bangkitan umum sekunder

Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu singkat

menjadi bangkitan umum, bangkitan parsial dapat berupa aura, dan bangkitan umum yang

terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik.

Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena

Sisi otak yang terkena Gejala

Lobus frontalis/precentral Kedutan pada otot tertentu

Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya

Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh

tertentu

Lobus temporalis Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang

kompleks misalnya berjalan berputar-putar

Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium

Lobus temporalis anterior sebelah dalam Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun

yang tidak menyenangkan

DIAGNOSIS

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:

• Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkan

bangkitan epilepsy atau bukan epilepsy

• Langkah kedua: apabila benar terdapat bangkitan epilepsy, maka tentukanlah bangkitan

yang ada termasuk jenis bangkitan yang mana

• Langkah ketiga: tentukan etiologi, sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan

tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien.

Diagnosis epilepsy ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk

bangkitan epilepsy berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform

pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai

berikut:

1. Anamnesis (auto dan alo-anamnesis)

• Pola/ bentuk bangkitan

• Lama bangkitan

• Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

• Frekuensi bangkitan

Page 9: Epilepsi Parsial

• Factor pencetus

• Ada/ tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang

• Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

• Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/ anak

• Riwayat terapi epilepsy sebelumnya

• Riwayat penyakit epilepsy dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologic

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguann yang berhubungan dengan epilepsi, seperti

trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologic fokal

atau difus, kecanduan alcohol atau obat terlarang dan kanker.

3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi dan bila memungkinkan

• Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)

o Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi fotik,

hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsy reflex)

o Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan) pada orang dewasa dapat

ditemukan sebesar 29-38%, pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat

menjadi 59-77%.

o Bila EEG pertama normal sedangkan persangkalan epilepsy sangat tinggi, maka dapat

dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan

persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur (sleep deprivation), atau dengan menghentikan

obat anti-epilepsi (OAE).

o Indikasi pemeriksaan EEG :

1. Membantu menegakkan diagnosis epilepsi.

2. Menentukan prognosis pada kasus tertentu

3. Pertimbangan dalam penghentian OAE

4. Membantu dalam menentukan letak focus

5. Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya.

• Pemeriksaan pencitraan otak (brain imaging), dengan indikasi :

o Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan structural

o Adanya perubahan bentuk bangkitan

o Terdapat defisit neurologik fokal

o Epilepsi dengan bangkitan parsial

Page 10: Epilepsi Parsial

o Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun

o Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsi

• Magnetic Resonance Imaging (MRI)

o MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan

lebih spesifik dibanding dengan Computed Tomography (CT scan)

o MRI dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma

kavernosa

o Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi

pembedahan.

• Pemeriksaan Laboratorium

o Darah : hemoglobin, lekosit, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium,

kalium, kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, alkali

fosfatase), ureum, kreatinin, dan lainnya atas indikasi.

o Cairan serebrospinal : bila dicurigai ada infeksi SSP

o Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya ada kelainan metabolic

bawaan.3,5

Diagnosis Banding

• Sinkop, dapat bersifat vasovagal attack, kardiogenik, hipovolumik, hipotens dan sinkope

saat miksi (micturition syncope).

• Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack)

• Vertigo

• Transient global amnesia

• Narkolepsi

• Bangkitan panic, psikogenik

• Sindrom menier

• Tics

Page 11: Epilepsi Parsial

PENATALAKSANAAN

Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal,

maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu.

Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.

Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka diperlukan

obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan.

Sekitar sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya mengalami

1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami kejang

kambuhan.

KARBAMAZEPIN

Obat ini telah digunakan sebagai obat antiepilepsi sejak 1974, merupakan senyawa

iminostilbene. Terutama efektif untuk epilepsi psikomotor, meskipun juga bermanfaat untuk

jenis tonik-klonik umum atau fokal motorik.

Tidak efektif untuk jenis lena dan jenis m ioklonik Obat ini tidak menimbulkan sedasi dan

dilaporkan membenikan efek psikotropik berupa meningkatnya inisiatif dan perbaikan

tingkah laku; selain itu juga diduga mempunyai efek antidepresi karena struktur kimianya

yang mirip imipramin. Aktivitas antikonvulsinya mirip dengan fenitoin; pada dosis terapeutik

mampu menghambat aktivitas fokal yang dibangkitkan oleh rangsàng kimia ataupun elektrik

dalam laboratorium. Mekanisme kerjanya secara pasti belum diketahui. Karbamazepin

diserap dengan cepat setelah penggunaan per-oral, kadar puncak plasma tercapai dalam2¬6

jam; waktu paruhnya dalam penggunaan jangka lama berkisar antara 13¬17 jam; dalam darah

80% terikat dengan protein. Obat ini dimetabolisme menjadi 10,11-epoksid yang juga

mempunyai aktivitas antikonvulsan. Karena merangsang metabolisme hepar, obat ini dapat

memperpendek waktu paruh obat (antiepilepsi) lain yang diberikan bersamaan. Obat ini juga

bermanfaat untuk mengatasi neuralgia trigeminal.

Dosis umumnya berkisan antara 600¬1200 mg/hari untuk dewasa dan 20¬30 mg/kgbb/hari

untuk anak-anak, dibagi 2¬3 dosis. Dimulai dari dosis rendah untuk menghindani efek

samping dan dinaikkan setiap 4¬6 minggu sampai tercapai dosis optimal. Kadar plasma yang

efektif berkisar 6¬8 ug/ml, efek samping mulai muncul pada kadar plasma 8,5¬10 ug/ml.

Efek samping yang mungkin dijumpai berupa diplopi, pandangan kabur, mengantuk, pusing,

muntah, mual dan ataksia, selain itu pernah dilaporkan menyebabkan depresi sumsum tulang

yang fatal, ikterus dan sindrom Steven-Johnson. Ada yang menganjurkan pemeriksaan darah

Page 12: Epilepsi Parsial

berkala pada penggunaan karbamazepin yang terus menerus. Karbamazepin tersedia dalam

bentuk tablet 100 mg, 200 mg. tablet controlled release 200 mg dan sirup 100 mg/5 ml.9

FENITOIN/DIFENILHIDANTOIN

Fenitoin telah diperkenalkan sebagai obat antiepilepsi sejak 1938, merupakan hasil riset yang

khusus mencari obat anti epilepsi. Obat ini menekan penyebaran lepas muatan listrik dan

fokus epileptik ke korteks normal di sekitarnya; efek ini diduga karena fenitoin mengurangi

kadar natrium intraseluler sehingga mengurangi iritabilitas neuron bersangkutan terutama di

sel-sel piramidal dan sel-sel neuron perantara. Obat ini efektifdan banyak digunakan untuk

epilepsi umum, terutama jenis tonik-klonik, juga untuk jenis fokal dan psikomotor, tetapi

tidak efektif untuk jenis lena atau untuk kejang demam. Pada pemberian per oral, diserap di

traktus gastrointestinal dan dimetabolisme di hati; waktu paruhnya 22 jam pada pemberian

per oral dan 10¬15 jam bila diberikan intravena. Konsentrasi maksimal tercapai dalam 4¬24

jam dan keadaan mantap tercapai setelah 7¬10 hari. Ekskresinya terutama dalam bentuk

termetabolisme melalui urine, hanya <5% yang diekskresi dalam bentuk utuh.

Obat ini diketahui mempunyai sifat farmakokinetik yang sulit karena adanya sifat kejenuhan

atau kemampuan maksimum hepar untuk memetabolisme obat ini sehingga perubahan dosis

yang melampaui batas maksimum akan sangat menaikkan kadarnya dalam plasma. Bila efek

terapeutiknya belum memuaskan, dianjurkan untuk mengukur kadarnya dalam plasma; bila

<8 mg/l (20 umol/l) dosis ditambah 100 mg, bila kadarnya 8¬12 mg/I (20¬60 umol/I) dosis

ditambah 50 mg., sedangkan bila kadarnya> 12 mg/l (60 umol/l) cukup dengan penambahan

25 mg.

Dosis umumnya 47 mg/kgbb/hari dibagi dalam tiga dosis terutama efektif untuk jenis tonik-

klonik umum atau fokal dan jenis parsial kompleks. Efek samping dapat berupa alergi.

Manifestasi alergi berupa ruam kulit dapat muncul 10¬14 hari setelah pengobatan dimulai,

juga dapat menyebabkan sindrom Steven-Johnson. Hiperplasi gingiva dan hipertnikosis

merupakan efek samping yang tidak tergantung

dosis; dijumpai terutama pada anak-anak setelah 2¬3 bulan pengobatan. Fenitoin juga pernah

dilaporkan meningkatkan kejadian labio/palatoschizis pada bayi yang ibunya menggunakan

obat tersebut. Fenitoin tersedia dalam bentuk kapsul/tablet 50 mg., 100 mg. dan preparat per

enteral 100 mg/2 ml.

Page 13: Epilepsi Parsial

PROGNOSIS

Pasien epilepsy yang berobat teratur,1/3 akan bebas dari serangan paling sedikit 2 tahun,dan

bisa lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan,pasien tidak mengalami

sawan lagi,dikatakan telah mengalami remisi.Diperkirakan 30% pasien tidak mengalami

remisi meskipun minum obat dengan teratur.

Sesudah remisi,kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan

tonik-klonik dan sawan parsial kompleks.Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami

relaps sesudah remisi.

KESIMPULAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang muncul tanpa

diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak

terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa di indikasikan sebagai

disfungsi otak. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang

lain yang menyaksikan terjadinya serangan epilepsi pada penderita. EEG

(elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam otak.

Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko. Elektroda

ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak. Setelah

terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan penyebab yang bisa

diobati. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk mengukur kadar gula, kalsium dan natrium

dalam darah, menilai fungsi hati dan ginjal, menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang

meningkat menunjukkan adanya infeksi). EKG (elektrokardiogram) dilakukan untuk

mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah

ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami pingsan.

Pemeriksaan CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak,

stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.

Kadang dilakukan pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.

Page 14: Epilepsi Parsial

Laporan Kasus

Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Umur: 68 th

Pekerjaan : ibu Rumah tangga

Alamat: Bandar Buat Padang

Anamnesis

Seorang pasien wanita umur 68 tahun datang ke IGD RSUP DR. M.Djamil Padang pada

tanggal 20 Oktober 2011 dengan :

Keluhan Utama: kejang berulang

Riwayat Penyakit Sekarang:

Kejang berulang sejak 2 hari sebelum masuk RS. Saat itu pasien terbangun dari

tidurnya ,pasien kemudian tiba-tiba kejang pada anggota tubuh sebelah kanan selama +1/2

jam, kejang berupa kaku pada lengan dan tungkai kanan, dengan posisi lengan dan tungkai

menekuk dan kelojotan, mata melirik ke kanan atas, mulut dan wajah mencong ke kanan.

Mulut berbuih (-). Bila dipanggil atau diajak bicara pasien tidak menyahut. Setelah kejang

berhenti pasien terlihat bingung. Pasien juga terlihat lebih aktif menggunakan lengan kiri

daripada kanan. Tidak terlihat mulut mencong dan pasien tidak tersedak bila minum air.

Setengah jam kemudian lengan dan tungkai kanan pasien mulai menyentak-nyentak 1-2x

setiap 10-30 detik. Saat itu pasien tetap sadar dan bisa minum dengan dibantu. Pasien

tidak bisa tidur karena kejang berlangsung terus. Mulut mencong(-). Kejang seperti ini

berlangsung sampai dibawa ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi diketahui sejak tahun yang lalu, tidak berobat teratur, terdapat

riwayat dirawat di RS 2x, pertama tahun 2005, pasien kejang seluruh tubuh berupa kaku,

tidak kelojotan lama 1/2 jam, hanya 1x, tekanan darah 180/?, di ct scan kepala, dikatakan

ada pembengkakan otak, dirawat 10 hari, dan sepulangnya sudah bisa beraktifitas seperti

Page 15: Epilepsi Parsial

biasa. Yang terakhir bulan oktober 2010, pasien dengan kelemahan lengan dan tungkai

kanan, mulut mencong, bicara pelo, dan sesak nafas, dikatakan menderita stroke ,dirawat

10 hari. Sepulang dari rumah sakit pasien masih pelo sedikit, kelemahan sudah mulai

membaik. Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit seperti ini dalam keluarga (-), penyakit tumor (-).

Riwayat Sosio ekonomi dan budaya

Pasien seorang ibu rumah tangga, aktivitas fisik cukup.

 

Pemeriksaan Fisik Umum

Kesadaran somnolen

Tekanan darah 150/90 mmHg

Frekuensi nadi 102 x/menit, reguler

Frekuensi pernapasan 24 x / menit

Suhu 37,5 °C.

Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Leher : JVP 5-2 cm H2O.

¨ Torak

Paru

Inspeksi : simetris

Palpasi : sukar dinilai

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada

¨ Abdomen : Inspeksi : tidak membesar

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba.

Page 16: Epilepsi Parsial

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) N

¨ Corpus vertebralis : tidak ada kelainan

¨ Genitalia : tidak diperiksa

Pemeriksaan Neurologis

GCS E4M5V4, pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak

langsung +/+.

¨ Tanda rangsangan selaput otak :

kaku kuduk : (-) kernig : (-)

laseque : (-) brudzunski I : (-)

brudinski II : (-)

¨ Gejala dan Tanda peningkatan TIK

muntah proyektil : (-)

sakit kepala progresif : (-)

Pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+, Reflek Kornea +/+

N. Cranialis :pupil isokor ø 3mm/3mm, RC +/+, reflek kornea, wajah simetris, arkus

faring simetris, uvula ditengah, reflek muntah (+).

Motorik : dengan tes jatuh anggota gerak kanan lebih dahulu jatuh, eutonus, eutrofi.

Refleks fisiologis biseps ++/++, trisep ++/++, APR ++/++ KPR ++/++ klonus -/-.

Tidak didapatkan refleks patologis.

Sensorik dengan respon nyeri (+)

Otonom: BAB dan BAK lancar

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium (20-10-2011)

Page 17: Epilepsi Parsial

Hemoglobin 11,5 g/dl

Hematokrit 34%

Leukosit 9600 /mm3,

Trombosit 399.000 / mm3

GDS 90 .

Natrium 137 meq/l,

K 3,9 meq/l,

Cl 96 meq/l.

EKG: SR, HR 100x/menit, LVH (-), RVH (-), ST depresi/elevasi(-), Tdepresi (-). Kesan :

sinus takikardi

Diagnosis

Diagnosis klinis: Hemiparesis dekstra, kejang parsial dengan status epileptikus

Diagnosis topis: intrakranial

Diagnosis etiologis: simptomatik ( post stroke)

Diagnosis Sekunder : hipertensi derajat I

 

Terapi:

Umum:

-          elevasi kepala 30

-          O2 3 l/’

-          IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf

Khusus:

-          Bolus diazepam 10 mg

-          Fenitoin tab 3x100 mg

-          Citicolin 2 x 500 mg

 

Follow up:

Page 18: Epilepsi Parsial

Tanggal 21-10-2011

S/ Kejang (-)

O/ KU : sedang

Kesadaran: Komposmentis

TD : 140/90 mmHg

Nadi : 88 x/ menit

Nafas: 20 x/ menit

Suhu : 36, 8°C

Status Neurologikus

GCS 15

TRM (-) , tanda peningkatan TIK (-)

N. Cranialis : penciuman baik, pupil isokor ø 3mm/3mm, RC +/+, reflek kornea +/+, bola

mata bebas bergerak ke segala arah, dapat mengerutkan dahi, bersiul, wajah simetris,

pendengaran baik, reflek menelan baik.

Motorik : Ekstremitas superior inferior dextra 333/333, eutonus, eutrofi

Ekstremitas superior inferior sinistra 555/555, eutonus, eutrofi

Sensorik : eksteroseptif dan proprioseptif baik

Otonom : BAB dan BAK lancar

A/ post stroke seizure

Th/

Umum:

-          elevasi kepala 30

-          IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf

Khusus:

fenitoin 3x100mg,

kaptopril 2x25mg,

piracetam 2x1200mg,

aspilet 1x80mg,

Rencana : EEG

Page 19: Epilepsi Parsial

DISKUSI

Telah dirawat seoran pasien wanita umur 68 tahun dengan diagnosis hemiparesis

dekstra, kejang parsial dengan status epileptikus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis diketahui terdapat kejang berulang sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit, terjadi tiba-tiba ketika bangun dari tidur, kejang pada anggota tubuh sebelah

kanan selama +1/2 jam, kejang berupa kaku pada lengan dan tungkai kanan, dengan posisi

lengan dan tungkai menekuk dan kelojotan, mata melirik ke kanan atas, mulut dan wajah

mencong ke kanan. Mulut berbuih (-). Bila dipanggil atau diajak bicara pasien tidak

menyahut. Setelah kejang berhenti pasien terlihat bingung. Pasien juga terlihat lebih aktif

menggunakan lengan kiri daripada kanan. Tidak terlihat mulut mencong dan pasien tidak

tersedak bila minum air. Setengah jam kemudian lengan dan tungkai kanan pasien mulai

menyentak-nyentak 1-2x setiap 10-30 detik. Saat itu pasien tetap sadar dan bisa minum

dengan dibantu. Pasien tidak bisa tidur karena kejang berlangsung terus. Mulut mencong(-).

Kejang seperti ini berlangsung sampai dibawa ke rumah sakit. Dari anamnesis ini dapat

dinilai bahwa telah terjadi bangkitan kejang parsial yang terjadi akibat adanya muatan listrik di

bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Kejang ini juga telah terjadi

selama lebih dari 30 menit yaitu selama 2 hari, maka pasien dalam keadaan status epileptikus.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran somnolen GCS 13 ( E4M5V4) TD 150/90

mmHg ,Frekuensi nadi 102 x/menit, reguler ,Frekuensi pernapasan 24 x / menit, TRM

(-) ,Gejala peningkatan TIK (-), N. Cranialis :pupil isokor ø 3mm/3mm, RC +/+, reflek

kornea, wajah simetris, arkus faring simetris, uvula ditengah, reflek muntah (+).

Motorik : dengan tes jatuh anggota gerak kanan lebih dahulu jatuh, eutonus, eutrofi.

Refleks fisiologis biseps ++/++, trisep ++/++, APR ++/++ KPR ++/++ klonus -/-. Tidak

didapatkan refleks patologis. Sensorik dengan respon nyeri (+). Otonom: BAB dan BAK

terkontrol. Dari pemeriksaan ini didapatkan hipertensi pada pasien serta hemiparese

dekstra.

Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan kadar gula darah dan elektrolit normal.

Tidak terdapat kelainan pada jantung. Sehingga etiologi dari kejang pada pasien ini masih

Page 20: Epilepsi Parsial

diperkirakan dari kelainan vaskuler (pada pasien dengan umur diatas 50 tahun, 50%

etiologi epilepsi yaitu kelainan vaskuler) .

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini yaitu Umum:  elevasi kepala 30, O2

3 l/’,  IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf, serta khusus: bolus diazepam 10 mg ,Fenitoin tab

3x100 mg, Citicolin 2 x 500 mg.