PJK IMA Anterior Luas + Hipertensi

22
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II HIPERTENSI KELOMPOK C2 Aghita Purwaningsih (G1F009046) Andrew Goldfrid (G1F009064) Puji Lestari (G1F009047) Soffatul Azizah (G1F009065) Bhaskara Maulana (G1F009048) Winahto (G1F009066) Ratih Juwita Ninda (G1F009049) Rani Febriyanti (G1F009068) Asisten : Tunggul Adi M.sc, Apt KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2012

Transcript of PJK IMA Anterior Luas + Hipertensi

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II HIPERTENSI

KELOMPOK C2 Aghita Purwaningsih Puji Lestari Bhaskara Maulana Ratih Juwita Ninda (G1F009046) (G1F009047) (G1F009048) (G1F009049) Andrew Goldfrid Soffatul Azizah Winahto Rani Febriyanti (G1F009064) (G1F009065) (G1F009066) (G1F009068)

Asisten : Tunggul Adi M.sc, Apt

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO

2012

I.

JUDUL Suspect Penyakit Jantung Koroner Infark Miokard Akut Anterior Luas + Hipertensi

II.

DATA BASE PASIEN Nama Umur Alamat Masuk RS Keluar RS Diagnosa : Tn. IM : 42 tahun : Bangkalan 78 Madura : 26 April 2011 : 30 April 2011 : S.PJK IMA Anterior Luas + Hipertensi

III. DATA KLINIK DAN LABORATORIUM a. Data Klinik Tanggal (April 2011) Data Klinik Tekanan Darah Nadi RR Normal 26 120/80 60 -80 20 140/90 100 22 27 120/75 78 24 28 120/70 90 25

( A Manual of Laboratory and Diagnostic Test 6th Edition)= naik = turun = normal

b. Data Laboratorium Data Laboratorium WBC Normal 5,0 10,0 26 April 2011 (x 12,3 (x 103cells/mm3)

103cells/mm3)

RBC

4,2

5,4

(x

106 5,96 (x 106 cells/mm3)

cells/mm3) Hb Hct K Na Cl Ca Plt GDA Serum Creatinin BUN SGPT (ALT) SGOT (AST) 14,0 17,4 (g/dl) 42 52 (%) 3,5 5,3 (mmol/L) 135 145 (mmol/L) 98 106 (mmol/L) 8,4 10,2 (mg/dl) 140 400 (x 103/mm3) 65 110 (mg/dl) 0,6 1,5 (mg/dl) 7 18 (mg/dl) 10 60 (U/L) 5 40 (U/L) 18,8 (g/dl) 54,7 (%) 3,54 (mmol/L) 126,6 (mmol/L) 107 (mmol/L) 10 (mg/dl) 173 (x 103/mm3) 275 (mg/dl) 1,4 (mg/dl) 15 (mg/dl) 54 (U/L) 73 (U/L)

(A Manual of Laboratory and Diagnostic Test 6th Edition)= naik = turun = normal

IV. PATOFISIOLGI Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Tekanan darah

diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Infark miokardium akut

merupakan bagian dari acute coronary syndrome (ACS) dimana terjadi nekrosis pada otot jantung yang terjadi secara irreversible akibat iskemia yang berkepanjangan (lebih dari 30-45 menit). Adanya cardiac enzyme pada sirkulasi mengindikasikan adanya nekrosis pada miokard (Garas, 2008). Berdasarkan daerah yang mengalami infark, terdapat dua macam infark, yaitu infark transmural dan infark subendokardial. Pada infark transmural, daerah yang mengalami nekrosis mengenai seluruh tebal dinding ventrikel pada distribusi arteri koroner tunggal. Sedangkan pada infark subendokardial, daerah yang

mengalami nekrosis terbatas pada sepertiga hingga setengah bagian dalam dinding ventrikel (Schoen, 2004). Infark miokardium dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : Pecahnya plak atherosklerosis dan pembentukan bekuan darah (trombus) merupakan penyebab utama infark miokardium pada sebagian besar pasien. Plak yang mudah pecah memiliki ciri-ciri antara lain memiliki bentuk yang khas, berserabut tipis, memiliki inti jaringan lemak yang luas, mengandung banyak selsel inflamasi seperti makrofag dan limfosit, jumlah otot polos yang terbatas, dan adanya pertumbuhan lesi. Plak yang pecah menyebabkan paparan pada kolagen dan tissue factor. Paparan tersebut menginduksi adhesi dan aktivasi platelet yang menyebabkan rilisnya substansi vasoaktif, antara lain adenosin difosfat (ADP) dan tromboksan A2 dari platelet. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi dan aktivasi platelet. Selain itu, selama terjadinya aktivasi platelet, terjadi perubahan penyesuaian reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa pada permukaan platelet menyebabkan terjadinya ikatan (cross-link) platelet-platelet satu sama lain melalui jembatan fibrinogen. Proses ini merupakan jalur akhir terjadinya agregasi platelet (Spinler and de Denus, 2008). Substansi lain yang dapat menyebabkan agregasi platelet adalah serotonin, trombin, dan epinefrin. Di saat yang bersamaan, jalur koagulasi ekstrinsik teraktivasi sebagai akibat paparan komponen darah terhadap inti lemak trombogenik dan endotelium, yang kaya akan tissue factor (Spinler and de Denus, 2008). Jalur koagulasi ekstrinsik tersebut menambah banyaknya trombus sehingga seringkali dalam beberapa menit trombus berkembang dan benar-benar menghambat lumen pembuluh darah koroner (Schoen, 2004). Penyebab lain pada sekitar 10% kasus infark miokardium, timbulnya infark tidak berhubungan dengan plak atherosklerosis. Beberapa penyebab lain tersebut antara lain (Schoen, 2004) : Vasospasme Emboli Tidak dapat dijelaskan

Infark miokardium biasanya berkaitan dengan trias diagnostik yang khas, yaitu (Brown, 2006) :

-

Gambaran klinis pasien Gambaran klinis pasien yang khas terdiri dari rasa nyeri dada (sering digambarkan sebagai rasa tertekan, berat, atau penuh di dada), diaforesis atau berkeringat, mual, muntah, dan shortness of breath.

-

Elektrokardiogram (EKG) Merupakan penunjang awal untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan resiko pada pasien dengan infark miokard akut (Spinler and de Denus, 2008).

-

Biochemical markers Dirilis oleh sel jantung apabila terjadi cedera sel jantung. Biochemical markers tersebut antara lain : 1. 2. Cardiac Troponin I dan Cardiac Troponin T Creatine Phosphokinase (CPK) dan Creatine Kinase Myocardial Band (CK-MB)

V. TERAPIA. Tujuan Terapi Terapi pada hipertensi tanpa kompilkasi pengobatn tidak hanya

mengehntikan faktor pathogenesis ( peningkatan tekanan darah) tetapi juga mencegah atau memperbaiiki perubahan struktur dan fungsi jantung akibat hipertensi arterial yang lama tersebut. Manifestasi kompilkasi kardiovaskuler dapat berupa hipertrovi ventrikel kiri, iskemi miokardium aritmiventrikel kiri, iskemimiokardium, aritmiventriekl dan gagal jantung kiri. Karena tujuan umum pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah, tetapi mencegah/ memperbaiki kelainan fungsional dan struktural yang terjadi akibat hipertensinya ( kompilkasi organ sasarna ), yaitu: Menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin , tetapi tidak menggangu perfusi organ sasaran. Penurunan tekanan darah terutama pada hipertensi kronikharus bertahap dan memerlukan pendekatn individual. Mencegah komplikasi vaskuler/ aterosklerosis dan kerusakan organ sasaran, mengontrol faktor resiko lain, membantu efek samping obat terhadap faktor resiko

Memantau dan mengontrol efek samping obat lain (hipokalemi, dsb) yang dapat menambah morbiditas dan mortilitas (pikir, 1997)

B. Sasaran Terapi a. b. c. d. Tekanan darah Meminimalkan gejala Komplikasi lebih lanjut Meningkatkan kualitas hidup

C. Penatalaksanaan Terapi Obat Rute Dosis Frek 26 RL O2 Captopril i.v Nasal p.o p.o Bisoprolol ASA Laxadine Diazepam p.o p.o p.o p.o 7 tts/mnt 3 lpm 6.25 mg 12.5 mg 12.5 mg 100 mg 1C 5 mg /24 jam /24 jam 3x 3x 1x (pg) 1x 3x 1x (mlm) 27 Tanggal 28 2lpm 29 30

D. Pembahasan Obat: 1. Infus RL Berisi : - Na laktat, sebagai zat aktif yang merupakan agen pengakali sebagai sumber bikarbonat untuk pencegahan dan pengobatan asidosis metabolik ringan sampai sedang.

- NaCl, sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infuse setara dengan 0,9% larutan NaCl, yang mempunyai tekanan osmotik sama dengan cairan tubuh. - KCl, kation utama intra sel, khususnya penting untuk fungsi normal jantung dan otot polos serta lebih penting dalam mengatur keseimbangan asam-basa, tonisitas dan elektrodinertas pada pasien, pemberian dimaksudkan untuk mengganti kehilangan kalium dalam tubuh. - CaCl2, kalsium merupakan kation yang penting sebagai aktivator dan berbagai macam reaksi enzimatis. Kalsium dibutuhkan pada pemberian terapi pengganti elektrolit jangka panjang a. Dosis Dosis infuse iv disesuaikan dengan kondisi pasien dan berat badan pasien. 7 tts /mnt b. Mekanisme RL merupakan cairan yang paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah besar. RL banyak digunakan sebagai replacement therapy, RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi+ +

elektrolit Na (130 mEq/L), Cl (109 mEq/L), Ca (3 mEq/L), dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. RL

dipilihkarenamengandunglaktat yang akan dimetabolisme di hati menjadi energi dan mengandung beberapa elektrolit yang dibutuhkan pasien. c. Hubungan umur pasien dan obat Umur tidak berpengaruh terhadap pemberian obat, hanya tergantung pada kondisi dan berat badan pasien. d. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium Pada data laboraturium kalium,natrium, dan calsium pasien mengalami penurunan ( rendah ) untuk itu di berikan infus RL untuk mengatasi kekurangan cairan tubuh pada pasien. O2 :pemberian

O2padapasiendilakukanjikasaturasioksigen< 90% darikeadaan normal.Oksigen seringkali diberikan melalui sungkup muka atau selang kecil yang dimasukkan ke dalam lubang hidung. Dengan pemberian oksigen, maka tekanan oksigen di dalam darah akan meningkat sehingga lebih banyak oksigen

yang sampai ke jantung dan kerusakan jantung dapat diperkecil. Pasien merasa

sesak dan laju respirasi yang meningkat sehingga pemberian O2 dilakukan hingga pasien tidak mera sasesak. e. Hubungan pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit dan riwayat pengobatan Tidak ada hubungan f. Interaksi obat Tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan dalam terapi. g. Aturan pemakaian obat Diberikan melalui IV infussion untuk mendapatkan onset yg cepat selama 4-6 jam dengan kecepatan 20 Tpm agar tubuh pasien cepat pulih. h. Lama penggunaan obat untuk terapi Diberikan selama pasien dalam masa perawatan di Rumah Sakit agar cairan elektrolit dalam tubuh tetap seimbang dari tanggal 26 sampai dengan tanggal 29. i. Indikasi obat Mengembalikan keseimbangan elektrolit dan mengatasi dehidrasi. Memelihara atau menstabilkan konsentrasi asam-basa dan perawatan asidosis ringan sampai sedang. Dan Diberikan untuk asupan air, elektrolit, dan kalori, dan nutrisi pada vena bila pemberian makanan per oral tdk memungkinkan. j. Efek samping obat Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau flebitis yang meluasdari tempat penyuntikan dan ekstravasasi. k. Harga obat Obat generik. (Lacy, Charles F. 2009)

2.

O2 ( oksigen ) a. Efek Terapeutik Obat / Indikasi Obat Digunakan untuk membantu pernafasan pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas / sesak nafas.Pasien hipoksia, oksigenasi kurang

padahal paru normal, oksigenasi cukup padahal paru tidak normal, pasien yg membutuhkan O2 konsentrasi tinggi, pasien dgn Pa.O2 rendah. b. Hubungan Umur Pasien dengan Obat Tidak ada hubungan antara umur pasien dengan obat karena O2 pasti dibutuhkan oleh semua orang. c. Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Laboratorium Dari data klinik dan data laboratorium pasien mengalami sesak nafas jika beraktivitas dan berdebar. Pemberian O2 pada pasien dilakukan jika saturasi oksigen< 90% dari keadaan normal. Oksigen sering kali diberikanmelalui sungkup muka atau selang kecil yang dimasukkan ke dalam lubang hidung. Dengan pemberian oksigen, maka tekanan oksigen di dalam darah akan meningkat sehingga lebih banyak oksigen yang sampai ke jantung dan kerusakan jantung dapat diperkecil. Pasien merasa sesak dan laju respirasi

yang meningkat sehingga pemberian O2 dilakukan hingga pasien tidak merasa sesak. Jadi O2 diperlukan bagi pasien untuk membantu pernafasan. d. Dosis Obat Dosis Oksigen yang digunakan adalah 2 L/menit. e. Hubungan Pengobatan, Pengobatan Tidak ada hubungan pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit dan riwayat pengobatan. f. Kontraindikasi Tidak ada kontraindikasi absolute. Suplemen O2 tidak direkomendasikan pada : Pasien dgn keterbatasan jalan napas yg berat dgn keluhan utama dispnea, tapi dgn Pa.O2> 60 mmHg & tdk mempunyai hipoksia kronis, Pasien yg tdk dapat menerima terapi adekuat (Tanjung, 2003). g. Efek samping Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat

Keracunan oksigen, Penumpukan CO2

pasien

tidak

sadar,

Gangguan neurologis, Gangguan geraka cilia & selaput lender. h. Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat-Jamu Tidak ada interaksi oksigen dengan obat-obatan lain yang masuk ke dalam tubuh. Dan juga oksigen tidak bereaksi dengan makanan serta jamu. i. Aturan Pemakaian Obat Oksigen dipakai selama >15 jam per hari dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan kondisi pasien. j. Lama Penggunaan Obat untuk Terapi Digunakan pada tanggal 26 sampai 29 mei 2011 selama 3 hari sampai sesak terasa hilang. k. Harga Obat Generik (Tatro, 2003).

3. Laxadine 1C Komposisi :Phenolphtalein, Parafin liquidum, Glycerin. a. Mekanisme kerja obat Bekerja dengan cara merangsang peristaltik usus besar, menghambat reabsorbsi air dan melicinkan jalannya feces b. Indikasi - Diberikan pada keadaan kontipasi yang memerlukan perbaikan peristaltik,pelicin jalannya feces, dan penambahan volume feces secara sistematis sehingga veses mudah dikeluarkan. - Persiapan menjelang tindakan radiologist dan oprasi c. Dosis Dewasa1-2 sendok makan diminum 1 kali sehari pada saat menjelang tidur. d. Efek samping Reaksi alergi kulit rash dan pruritus, perasaan terbakar, kolik, kehilangan cairan dan elekrtolit, diare, mual dan muntah. e. Hubungan umur pasien dan obat

Tidak ada hubungan f. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratoriumPencahar/pelunaktinja, digunakan untuk mengatasi konstipasi yang mungkin timbul karena pemberian obat antihipertensi.

g. Hubungan pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit dan riwayat pengobatan Tidak ada hubungan h. Interaksi obat Tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan dalam terapi. i. Aturan pemakaian obat Obat oral diminum dengan dosis 1 C atau 1 sendok makan j. Lama penggunaan obat untuk terapi Digunakan selama 3 hari pada tanggal 26 sampai 29 mei 2011 k. Harga obat Obat generik ( Anonim.2010)

4. Captopril a. Indikasi antihipertensi, left ventricular disfunctionyang disertai myocardial infarction, diabetes nefropati, vasodilator, CHF, Untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan kombinasi lain. Kaptopril dapat dipergunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lain terutama tiazid. Payah jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis.

b. Kontrindikasi Hipersensitivitas terhadap Captopril, angiodema yang disebabkan oleh penggunaan ACE inhibitor sebelumnya, wanita hamil dan menyusui c. Dosis Sebagai antihipertensi pada orang dewasa (oral) Dosis awal : 12,5-25 mg 2-3 kali/hari yang dapat ditingkatkan 12,5-25 mg dalam 1-2 minggu menjadi 50 mg 3 kali/hari Dosis perawatan Dosis maksimum d. Aturan pakai Diberikan dalam keadaan perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan) Captopril digunakan setelah penggunaan antihipertensi lain dihentikan selama 1 minggu, kecuali pada pasien denganaccelerated or malignant hypertension atau hipertensi yang sulit dikontrol Pasien yang tidak dapat menggunakan sediaan padat secara oral dapat dibuat larutan oral Captopril dengan cara menyerbuk 25 mg tablet Captopril yang dilarutkan dalam 25 atau 100 ml air dan diaduk hingga bercampur lalu segera diminum tidak lebih dari 10 menit karena sifat Captopril yang tidak stabil dalam bentuk larutan e. Efek samping Ruam, berkurangnya persepsi pengecapan, sakit kepala, batuk kering, hipotensi sementara, neutropenia, proteinurea f. Interaksi obat:

: 50 mg 3 kali/hari : 150 mg 3 kali/hari

Pemberian obat diuretik hemat kalium (spironolakton-triamteren, anulona) dan preparat kalium harus dilakukan dengan hati-hati karena adanya bahaya hiperkalemia.

Penghambat enzim siklooksigenase sepeti indometasin, dapat menghambat efek kaptopril.

Disfungsi neurologik pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi kaptopril dan simetidin.

Kombinasi kaptopril dengan allopurinol tidak dianjurkan, terutama gagal ginjal kronik.

5. Bisoprolol a. Indikasi Sebagai monoterapi atau kombinasi dengan antihipertensi golongan lain. Bisoprolol fumarat dieliminasi melalui ginjal dan bukan ginjal, sekitar 50% dari dosis, tetap dalam bentuk utuh di urin dan sisanya dalam bentuk metabolit tidak aktif. Kurang dari 2% diekskresikan melalui feses. Bisoprolol fumarat tidak dimetabolisme oleh sitokrom P450 II D6 (debrisoquin hidroksilase). Pada subyek dengan bersihan kreatinin kurang dari 40 ml/menit, waktu paruh plasma meningkat kira-kira 3 kali lipat dari orang sehat. Pada penderita sirosis hati, eliminasi bisoprolol fumarat lebih bervariasi dalam hal kecepatan dan secara signifikan lebih lambat dari orang sehat, dengan waktu paruh plasma berkisar antara 8,3 hingga 21,7 jam. b. Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap bisoprolol. Bisoprolol dikontraindikasikan pada penderita cardiogenic shock, kelainan jantung, bradikardia sinus. c. Bentuk sediaan Bisoprolol yang beredar di pasaran semuanya berada dalam bentuk sediaan tablet salut selaput dengan kekuatan 2,5 mg dan 5 mg. d. Dosis dan Aturan Pakai Dosis awal yang biasa digunakan yaitu 5 mg sekali sehari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 10-20 mg sekali sehari. e. Efek Samping

Pada sistem saraf pusat: sakit kepala, vertigo, ansietas, konsentrasi berkurang. Pada kardiovaskular: bradikardia, palpitasi, sakit dada, cold extremities, hipotensi dan gagal jantung. Pada gastrointestinal: nyeri perut, gastritis, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada kulit: kulit kemerahan,iritasi kulit, jerawat, gatal-gatal, dermatitis eksfoliatif Pada pernafasan: asma, bronkospasme, batuk, sinusitis

f. Interaksi Obat Bisoprolol sebaiknya tidak dikombinasikan bersama obat-obatan golongan -blockerBisoprolol sebaiknya digunakan secara berhati-hati bila diberikan bersama dengan obat-obat penekan otot jantung atau konduksi AV seperti kalsium antagonis khususnya fenilalkilamin (verapamil) dan golongan benzotiazepin (diltiazem) atau obat-obat antiaritmik seperti disopiramid. Penggunaan bersama rifampisin dapat meningkatkan bersihan metabolit bisoprolol.

6. ASA (Aspirin, Asam asetil salisilat) a. Indikasi: Sebagai antiplatelet (mengurangi agregasi trombosit) b. Dosis Dosis efektif sebagai antiplatelet 80-320 mg/hari, untuk terapi pasien Tn. IM dosis yang digunakan sudah sesuai yaitu 1 kali sehari 1 tablet (100 mg/hari) c. Efek samping Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindari bila dosis perhari tidak melebihi 325 mg. penggunaan bersama antacid atau antagonis H2 reseptor dapat mengurangi efek tersebut. Obat ini dapat mengganggu homeostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan resiko perdarahan.

d. Mekanisme Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) didalam trombosit pada prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara irreversible enzim sikloksidgenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel). Penghambat enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antiplatelet dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan prostasiklin e. Alasan pemilihan terapi ASA (Acetylsalicylic Acid)/ Aspirin bekerja sebagai antiplatelet. Pemberian obat ini akan mengurangi pembentukan bekuan darah di dalam arteri coroner. Pengobbatan dini meningkatkan aliran darah pada 60-80% penderita dan bisa meminimalkan kerusakan jaringan jantung. Aspirin mencegah pembentukkan bekuan darah dari platelet. Pemberian antiplatelet bersama antikoagulan seperti heparin dan antiplatelet lain seperti klopidogrel dapat meningkatkan risiko perdarahan. Apalagi pada pasien dengan riwayat tekanan darah tinggi berat. Pada data laboratorium kadar platelet pasien Tn. IM jg masih tergolong normal, sehingga hanya digunakan aspirin dengan dosis yang disesuaikan dan tanpa

dikombinasikan dengan antikoagulan atau antiplatelet yang lain (Lacy, 2009)

7. Diazepam a. Indikasi Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelaTrian motorik serebral, paraplegia).

Digunakan juga untuk meringankan gejala-gejala pada penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi. b. Dosis Premidikasi: dewasa 10 mg, pada pasien Tn. IM menggunakan dosis minimum yaitu 5 mg/hari c. Efek samping Mengantuk,ataksia. kelelahan Erupsi pada kulit. edema, mual dan konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal. jaundice dan neutropenia. perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi. gangguan visual dan retensi urin, incontinence. d. Cara pemberian Secara per oral 1 kali sehari 1 tablet pada malam hari e. Mekanisme Meningkatkan potensiasi GABA, menghambat neurotransmitter,

menghasilkan peningkatan inhibisi neural dan menurunkan CNS (Tatro, 2003). f. Alasan pemilihan terapi Pasien hipertensi akan merasa tidak nyaman pada tengkuk dan cenderung meningkat kegelisahan dan emosionalnya. Pemberian diazepam dapat meningkatkan kerja reseptor GABA untuk menginhibisi neurotransmitter lain ( asetilkolin, adrenalin,dll) sehingga pasien merasa tenang dan tekanan darah pada pasien dapat terkontrol (Davey, 2003).

VI.

KIE (KONSULTASI, INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN) a. Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai, dan cara pengguanaan obat. b. Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan. c. Memberikan informasi kepada pasien untuk senantiasa mengimbangi terapi farmakologi dengan terapi non farmakologi untuk menunjang proses pemulihan.

d.

Memberikan informasi kepada pasien dimana jika keadaan semakin memburuk selama terapi, maka anjurkan pasien untuk control dan pemeriksaan lebih lanjut kembali oleh dokter. Hal-hal yang harus dihindari oleh penderita hipertensi : Berhenti merokok Menurunkan berat badan Mengendalikan tekanan darah Menurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obat Melakukan olah raga secara teratur.

e. Modifikasi gaya hidup pada penatalaksanaan hipertensi Modifikasi Rekomendasi Penurunan SBP rata-rata Penurunan badan Penerapan DASH berat Menjaga berat badan normal (BMI 18,5- 5-20 mmHg 24,9 kg/m2) Mengkonsumsi makanan kaya buah, sayur, 8-14 mmHg dan rendah lemak dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total Mengurangi asupan sodium Mengurangi asupan sodium, tidak boleh 2-8 mmHg lebih dari 100 mmol per hari (2,4 g sodium atau 6 g garam dapur) Aktivitas fisik Melakukan aktivitas seperti jalan-jalan 30 4-9 mmHg menit per hari selama seminggu Mengurangi konsumsi alkohol Tidak boleh lebih dari 2 kali (misal 24 oz 2-4 mmHg bir, 10 oz anggur, dan 1 kali untuk wanita dan orang dengan berat badan ringan

VII. MONITORING Pada kasus hipertensi pemerikasaan Laboratorium dan pemeriksaan lebih lanjut lainnya sangat penting untuk dilakukan oleh pasien. Adapun pemeriksaan lain yang kami rekomendasikan adalah : Pemeriksaan Gula Darah secara rutin, bila ingin yang lebih spesifik dapat dilakukan tes HbA1c. Dimana untuk mengetahui apakah terkena Diabetes

atau tidak. Untuk mempertegas diagnosa, sebab GDA pasien saat MRS tinggi. Pemeriksaan kolesterol, hal ini sangat penting dimana hipertensi dapat menyebabkan arterosklerosis, yang penyebab utamanya adalah tingginya LDL pada tubuh. Selain itu juga pemeriksaan ini berfungsi untuk apakah pasien ini memerlukan terapi lebih lanjut atau tidak (penggunaan simvastatin). Pemeriksaan EKG, ini berfungsi untuk mengetahui aritmia jantung pasien, jika terjadi peningkatan aritmia maka pasien dapat mengalami infark miokard. Pemeriksaan EKG ini juga dapat mempertegas diagnosis dokter apakah pasien ini mengalami nyeri dada karena IMA atau memang karena faktor lainnya (Cannon, 2005). Pasien menjadi pengguna obat seumur hidup, karena hipertensi tidak bisa disembuhkan. Penderita harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan darah tercapai. Evaluasi bisa dilakukan tiap tiga bulan jika target telah tercapai. Sebaliknya pada penderita diabetes dan payah jantung memerlukan evaluasi yang lebih sering. Evaluasi yang perlu dilakukan selama menggunakan obat-obatan diatas adalah uji klinik dan laboratorium sebaiknya dilakukan secara rutin. Uji klinik yang sudah dilakukan pada penggunaan ARB dan ACEI menunjukkan efek yang menguntungkan dalam menghambat progresifitas kemunduran faal ginjal, baik pada penderita ginjal diabetik maupun non-diabetik. Awalnya, sering dijumpai peningkatan kreatinin serum, namun jika kenaikannya < 35% baseline, pengobatan tidak perlu dihentikan. Baru jika GFR < 30 ml/mnt/1,73 m2 (kreatinin serum 2,5 3,0 mg/dl) diperlukan penambahan dosis loop diuretic. Pengobatan menggunakan ACEI dan ARB menjadi pilihan untuk menghambat progresifitas nefropati diabetik dan menurunkan albuminuria (JNC 7).

VIII. TERAPI NON FARMAKOLOGI Perlu pula menyeimbangkan diet dengan asupan kalium dan kalsium yang cukup dengan cara mengkonsumsi makanan yang kaya buah, sayur, rendah

lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh sehingga TDS dapat menurun 8 14 mmHg. Modifikasi lain bisa dengan mengurangi konsumsi natrium dengan takaran tidak lebih dari 100 mmol/hari (setara 6 gram NaCl) yang diharapkan dapat menurunkan TDS 2-8 mmHg. Aktivitas fisik yang ditingkatkan dengan berjalan minimal 30 menit per hari bisa menurunkan TDS 4 9 mmHg. Yang tidak kalah pentingnya tentu dengan berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. (Dipiro et al, 2009)

DAFTAR PUSTAKA Brown, C.T., 2006. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam: S.A. Price and L.M. Wilson (Eds.). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cannon, C.P., Braunwald, E. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L. 2005. Unstable Angina and Non-ST-Elevation Myocardial Infarction.. Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th ed. McGraw-Hill, USA Dipiro, J.T., 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6thedition, The McGraw-Hill Company, USA Dipiro, Joseph T. Barbara G Wells,et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th Edition. McGraw Hill Companies, USA. Garas, S., 2008. Myocardial Infarction. www.emedicine.org. diakses tanggal 28 Maret 2012. Katzung, G. dan Bertram, M., 2007, Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition, The McGraw-Hill Company, USA Lacy, Charles F. 2009. Drug Information Handbook 14th edition. North American : Lexicoup Pikir, Budi Susetyo. 1997. Penatalaksanaan Komplikasi Kardiovaskular pada Hipertensi dalam Cermin Dunia Kedokteran. Surabaya : UPF Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Schoen, F.J., 2004. The Heart. In: V. Kumar, A.K. Abbas, and N. Fausto (Eds.). Robbins and Cotran : Pathologic Basis of Disease. Ed. 7th, Pennsylvania: Elsevier Saunders, pp. 571-586. Spinler, S.A. and de Denus, S., 2008. Acute Coronary Syndrome. In: J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey (Eds.). Pharmacotherapy:A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th, New York: McGrawHill Companies, Inc, pp. 249-274.

Tatro, David S., Pharm D, 2004, A to Z Drug Facts, 5th edition, Wolters Kluwer Health, Inc., USA. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)