PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT...

78
PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT HUKUM ISLAM ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN NOMOR: 0965/PDT.G/2009/PAJS SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari‟ah dan Hukum untuk Memenuhi Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) Oleh: IIN INAYAH NIM: 106043201336 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M

Transcript of PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT...

Page 1: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

1

PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK

MENURUT HUKUM ISLAM

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN NOMOR: 0965/PDT.G/2009/PAJS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari‟ah dan Hukum untuk Memenuhi

Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan

Studi Strata Satu (S1)

Oleh:

IIN INAYAH

NIM: 106043201336

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2010 M

Page 2: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

2

PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK

MENURUT HUKUM ISLAM

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN NOMOR: 0965/PDT.G/2009/PAJS

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

IIN INAYAH

106043201236

Di bawah Bimbingan:

Pembimbing

Dr. H. Muhammad Taufiki. MAg

NIP: 196511191998031002

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2010 M

Page 3: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

3

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK

MENURUT HUKUM ISLAM ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN NOMOR: 0965/PDT.G/2009/PAJS telah diujikan dalam

Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada 22 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi

Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Jakarta, 22 Desember 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr.H. Muhammad Taufiki, M.Ag (……………….)

NIP. 196511191998031002

2. Sekretaris : Fahmi M. Ahmadi, S.Ag.,M.Si (……………….)

NIP. 197421132003121002

3. Pembimbing : Dr.H. Muhammad Taufiki, M.Ag (……………….)

NIP. 196511191998031002

4. Penguji I : Dr. Euis Nurlaelawati, MA. (……………….)

NIP. 197007041996032002

5. Penguji II : Dra. Maskufa. MA,g (……………….)

NIP. 196807031994032002

Page 4: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

i

بسم اهلل الرمحن الرحيم

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya

penulis telah diberikan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak pula Shalawat

serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan

kehadirannya telah memberikan pencerahan, ketenangan, dan kenyamanan hidup

manusia, juga kepada keluarga, karib kerabat, sahabat, dan orang-orang yang

mengikuti dan mentaati hingga akhir zaman.

Setelah melewati waktu yang cukup panjang, melelahkan, dan penuh

perjuangan, akhirnya dengan penuh kesabaran dan keyakinan penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, semua ini tentunya tidak dapat menjadi kenyataan tanpa

bantuan dan partisipasi semua pihak. untuk itu penulis menyampaikan ucapan

trimakasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum (PMH) dan Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag.,M.Si,

selaku sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH)

Page 5: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

ii

3. yang telah member arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag sebagai dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak memberikan bantuan baik dalam segi arahan, waktu, tenaga dan

pikirannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah memberikan informasi dan data-

data.

6. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Pimpinan Perpustakaan Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku-

buku ataupun yang lainnya, sehingga memperoleh informasi yang dibutuhkan.

7. Seluruh dosen yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada

penulis selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum (PMH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

8. Ayahanda Muhamad Amir, Ibunda Malikha, Adinda Aenul yaqin, Dede Adi

Gufron, dan Afaf Sajidatuffah, beserta keluarga besar Alm. Rasta dan

keluarga besar Alm. Karsan yang telah membesarkan penulis serta

memberikan dukungan dan motivasi baik dari segi moril maupun materil,

sehingga penulis dapat menjadi seperti sekarang ini.

9. Bapak Sadja Bin Abdul Ghani, Ibunda Sarah dan Romadona, Rohimah S.E,

Sri Wahyuni, Mulyati, Ilyas, dan Irwan terima kasih atas dukungan serta

Page 6: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

iii

10. perhatiannya yang telah dicurahkan kepada penulis. Semoga segala cita-cita

yang kita dambakan dapat terwujud serta mendapat ridha dari Allah SWT.

11. Teman-teman seperjuangan, Siti Nurhayati, M. Ilham Fauzi,SHI, Diana,SHI,

Husnul, Khodijah, Khoirunnisaa, Zakiyah, Merly, Alya, Lidia, Afrizal,

Solahudin, Firdaus, Harif, Sidik, Adew, Dakilah, Afifah, Vini Kriptianti,

Fauzi Ramdhan, Layli, Q-cung, Fajrul, Rosyadi, Rahmat, Kahfi, dan teman-

teman Perbandingan Mazhab dan Hukum khususnya Perbandingan Hukum

2006, yyang tidak penulis sebutkan namanya dalam mengarungi bahtera

kemahasiswaan yang penuh dengan perjuangan (Thanks for all you are the

best).

Semoga segala partipasi, dukungan dan motifasu serta do‟a kepada penulis

mendapatkan pahala disisi-Nya. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna

bagi wacana keilmuan dan keislaman. Akhirnya kepada-Nyalah segala urusan akan

kembali dan kepada-Nya kita memohon hidayah dan taufik serta ampunan-Nya.

Jakarta, 16 Desember 2010

10 Muharram 1432

Penulis

Page 7: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ......................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7

D. Review Studi ............................................................................... 8

E. Metode Penelitian........................................................................ 9

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II ALASAN YANG MENGAKIBATKAN PUTUSNYA

PERNIKAHAN

A. Pengertian Putusnya Perkawinan ................................................ 14

B. Alasan Putusnya Perkawinan ...................................................... 16

C. Akibat Putusnya Perkawinan ...................................................... 19

BAB III SUAMI GHOIB (MAFQUD) MENURUT HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Umum Tentang Suami Mafqud................................. 35

B. Lama Waktu Kepergian Suami ................................................... 47

Page 8: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

v

BAB IV ANALISA PUTUSAN

A. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Mengenai

Perceraian .................................................................. ................. 55

B. Analisa Putusan ....................................................... ................... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 63

B. Saran ............................................................................................ 65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam menganjurkan pernikahan atau perkawinan, pernikahan juga

disyariatkan oleh Allah seumur dengan perjalanan sejarah manusia, sejak zaman

Nabi Adam dan Siti Hawa, pernikahan sudah disyariatkan. Pernikahan Nabi

Adam dan Siti Hawa di surga adalah ajaran pernikahan pertama dalam Islam.1

Perkawinan merupakan suatu media untuk membangun keluarga bagi

kesinambungan kehidupan manusia, Islam menjadikan perkawinan bukan

sekedar wadah bertemunya dua insan berlainan jenis dan bukan sebagai sarana

pemuas nafsu saja. Akan tetapi lebih dari itu untuk menjadikan perkawinan

sebagai suatu lembaga yang suci. Penyataan ini dibuktikan dari tata cara

pelaksanaan perkawinan, tata cara hubungan suami istri dan juga tata cara

penyelesaian perkawinan.2

Bagaimana pun juga suatu perkawinan yang sukses tidak dapat diharapkan

dari mereka yang masih kurang matang, baik fisik maupun mental emosional,

melainkan menuntut kedewasaan, dan tanggung jawab serta kematangan fisik dan

1 Bagian Tahimiyah Pondok Pesantren Sidogiri. “Fikih Kita di Masyarakat Antara Teori dan

Praktek” (Sidogiri: Pustaka Sidogiri, th 1981) h. 83.

2 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,

1993), h.157.

Page 10: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

2

mental. Dengan demikian, perkawinan dilakukan dengan persiapan yang matang

supaya berlangsung langgeng.

Sebagai suatu aspek agama, perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah

untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia dimana kedua

suami istri memikul amanah dan tanggung jawab,3 dan sesuatu yang dianggap

luhur untuk dilakukan, oleh karena itu kalau seseorang hendak melangsungkan

pernikahan dengan tujuan yang sifatnya sementara saja seolah-olah sebagai

tindakan permainan, agama Islam tidak memperkenankannya. Perkawinan

hendaknya dinilai sebagai suatu yang suci yang hanya hendak dilakukan oleh

orang-orang dengan tujuan luhur dan suci, hanya dengan demikian tujuan

pernikahan dapat tercapai.4

Namun, suatu pernikahan yang sudah dipertahankan tidak akan terwujud

sesuai dengan tujuan pernikahan yang terdapat pada pasal 1 Undang-undang No.

1 Tahunn 1974 apabila kedua belah pihak memutuskan untuk melakukan

perceraian. Perceraian merupakan satu kata yang tidak dapat dipisahkan dari kata

perkawinan karena merupakan kelanjutan yang selalu berhubungan satu sama

lainnya. Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya pasangan

suami istri penuh kasih sayang seolah-olah tidak menjadi pudar, tetapi pada

kenyataannya kasih sayang itu bila tidak dirawat dengan baik bisa menjadi pudar

3 Djoko Prakoso, I Ketut Murtika. “Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia” (Jakarta,

Bina Aksara Jakarta, 1987) h. 2.

4 Lili Rasyidi, “Hukum perkawinan dan perceraian di Malaysia dan Indonesia” (Bandung:

Alumni, 1982) h.10.

Page 11: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

3

bahkan menjadi kebencian. Kalau kebencian sudah datang dan suami istri tidak

dengan sungguh-sungguh mencari jalan keluar dan memuliakan kembali rasa

kasih sayang tersebut, dampak negatif terhadap anak keturunannya akan terjadi.5

Talak atau perceraian adalah perbuatan halal tetapi dibenci oleh Allah

SWT. Oleh karena itu, perceraian merupakan alternativ terakhir sebagai pintu

darurat yang boleh ditempuh manakala bahtera rumah tangga tidak dapat

dipertaruhkan keutuhan dan kesinambungannya.6 Disebabkan ketidaksepakatan

antara suami istri, dengan keadilan Allah SWT dibukakan suatu jalan keluar dari

segala kesukaran itu, yakni pintu perceraian.

Dalam konteks keindonesiaan perceraian sendiri diatur oleh undang-

undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan PP No 9 Tahun 1975

sebagaimana tercantum dalam pasal 19 dan dalam KHI pasal 116 serta dalam

Undang-undang No. 7 Tahun 1989, bagi pasangan suami istri yang hendak

bercerai terlebih dahulu mengajukan permohonan izin thalak dari pengadilan

Agama, sedangkan istri yang ingin bercerai juga harus terlebih dahulu

mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.

Perceraian yang terjadi dalam hubungan perkawinan selalu menimbulkan

perkara yang tidak mudah dikemudian hari. Hal ini karena kedua belah pihak baik

suami atau istri akan dihadapkan pada masalah baru yang lebih menantang. Imbas

5 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet. Pertama,

(Jakarta: PT. Prenada Persada, 2000), h. 98.

6 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet IV, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.

269.

Page 12: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

4

dari perceraian selain kepada yang melakukannya, juga akan berdampak pada

saudara pihak keduanya, baik hak ataupun kewajiban yang diakibatkan mulai dari

masalah pembagian harta atau yang lebih dikenal dengan harta gono gini yang

merupakan harta bawaan masing-masing dari suami istri, ataupun yang diperoleh

dari keduaanya atau salah satunya (pasal 87 ayat 1, Impres RI No. 1/1991 tentang

KHI) hingga keturunan dan akibat-akibat hukumnya, seperti hak pemeliharaan

anak yang belum mencapai usia 12 (dua belas) yang mencakup biaya pendidikan

pengasuhan dan perwaliannya (pasal 105, 106 dan 107, Impres RI No. 1/1991

tentang KHI).

Perceraian masih diminati karena merupakan jalan yang legal formal

dalam mengatasi konflik perkawinan, perceraian diatur dalam hukum positif dan

agama Islam baik yang diakibatkan oleh perilaku suami istri serta proses beracara

yang mendukungnya mengharuskan jalan penyelesaian perceraian dengan tuntas,

dan diselesaikan tanpa menimbulkan akibat hukum yang panjang dikemudian

hari. Perceraian dapat terjadi diakibatkan oleh kemauan suami yang sering dikenal

dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang biasa juga

disebut gugat cerai dengan berbagai sebab yang menyertainya.

Salah satu cerai gugat yang diajukan oleh seorang istri yaitu masalah

suami ghoib (mafqud). Permasalahan suami hilang atau mafqud terdapat dalam

Kompilasi Hukum Islam pada pasal 116 point b yang menyatakan;

Page 13: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

5

“salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannnya”.7

Seorang suami hilang (mafqud) tentunya akan menimbulkan banyak

akibat bagi sang istri karena kepergiannya, mulai dari tekanan psikologis yang

dialami sang istri apalagi jika sang istri masih tergolong muda, maka

dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah yang berada disekelilingnya, sampai

terhentinya pemberian nafkah baik lahir ataupun batin, terlebih jika sang istri

menggantungkan kehidupannya kepada sang suami.

Pada situasi seperti ini sang istri tentunya akan mengalami kebingungan

yang luar biasa. Disatu sisi, ia tidak mungkin terus membiarkan dirinya hidup

sendiri, artinya ia membutuhkan sosok pelindung dalam keluarga dan memikirkan

nasibnya serta nasib anaknya dimasa depan sehingga harus menikah lagi dengan

laki-laki lain. Dikhawatirkan ternyata pada suatu saat sang istri kembali kepada

keluarganya.

Dari latar belakang inilah penulis tertarik untuk melakukan kajian dan

penelitian lebih lanjut tentang: “Perceraian Dalam Putusan Verstek Menurut

Hukum Islam (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor:

0965/Pdt.G/2009/PAJS)”

7 Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi

Hukum Islam”, (Bandung: Fokus Media, 2007), Cet II, h. 38-39.

Page 14: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Menyadari karena luasnya permasalahan pada hukum perkawinan,

maka untuk fokus dalam pembahasannnya, penulis akan membatasi persoalan

yang mengganggu dalam kehidupan rumah tangga, dengan pembatasan

masalah pada status hukum istri akibat suami ghoib (mafqud).

2. Perumusan Masalah

Untuk mengurai skripsi ini, penulis mencoba merumuskan

permasalahan sebagai berikut: suatu keluarga supaya tidak mudah terjadi

perceraian, suami dan istri dituntut untuk melaksanakan hak dan kewajiban.

Dalam keadaan tertentu diperbolehkan bercerai, seperti karena salah satu

pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut (penjelasan pasal 39 ayat 2

Undang-undang No. 1 Tahun 1974) dan buku akta nikah suami meninggalkan

6 bulan berturut-turut, demikian pula dalam fikih Islam. Dari uraian diatas,

maka perlu diberikan perumusan masalah yang harus dijawab dan diteliti,

antara lain meliputi:

a. Bagaimana Hakim di Pengadilan Agama Jakarta selatan menyelesaikan

perkara perceraian karena alasan suami ghoib (mafqud)?

b. Apakah suami ghoib (mafqud) dapat menjadi salah satu alasan terjadinya

perceraian di pengadilan agama?

Page 15: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh

penulis, yaitu:

1. Untuk mengetahui upaya Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam

menyelesaikan perkara perceraian karena alasan suami ghoib (mafqud).

2. Untuk mengetahui apakah suami ghoib (mafqud) dapat menjadi salah satu

alasan yang dapat mempengaruhi terjadinya perceraian di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan.

Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini adalah:

Dapat diketahui bahwa nilai suatu penelitian tergantung pada

metodologinya, juga tentunya dalam hal ini ditentukan pula besarnya manfaat

penelitian tersebut. Untuk itu dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan

adanya manfaat atau kegunaan yang dapat diperoleh antara lain:

1. Untuk menambah penelaahan ilmiah yang dapat dipergunakan dan

dimanfaatkan didalam bidang hukum terutama hukum perceraian yang

diakibatkan oleh suami ghoib (maafqud) dan juga diharapkan bahwa hasil

penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan terutama ilmu pengetahuan tentang perceraian yang diakibatkan

oleh suami ghoib (mafqud).

2. Secara akademis adalah untuk memperkaya khazanah keilmuan dilingkungan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama pada fakultas

syari‟ah dan hukum, khususnya untuk menambah referensi bagi kajian hukum

Page 16: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

8

perdata terutama dalam masalah perceraian yang diakibatkan oleh suami

ghoib (mafqud), dimana penulis sangat berharap agar penelitian ini dapat

memberikan gambaran secara jelas dan mendetail mengenai perceraian yang

diakibatkan oleh suami ghoib (mafqud).

D. Review Studi

Begitu banyaknya skripsi yang mengangkat permasalahan tentang cerai

gugat maka penulis ingin melakukan review pustaka atau tinjauan kepustakaan

untuk membandingkan skripsi yang penulis buat dengan skripsi yang telah ada.

Dalam hal ini saya ingin meninjau skripsi yang ditulis oleh saudara :

1. Jamil Fatoni, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Jurusan Peradilan Agama, judul

“Perkara Gugat Cerai Dengan Dengan Alasan Suami Mafqud (analisa

beberapa putusan pengadilan agama Jakarta pusat dari prespektf fikih)”.

Skripsi tersebut menjelaskan tentang nafkah yang harus diberikan oleh

seorang suami kepada istri.

2. Rio Arif Wicaksono, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Jurusan Pidana Islam,

judul “Status Perkawinan Istri Akibat Suami Hilang”. Skripsi ini menjelaskan

status perkawinan suami istri yang salah satunya meninggalkan pasangannya,

juga jangka waktu bagi suami istri boleh meninggalkan pasangannya.

3. Usi Sanusi, fakultas Syari‟ah dan Hukum, judul “Putusnya Perkawinan Akibat

Perceraian Dan Dampaknya Terhadap Pemeliharaaan Anak Dalam Perspektif

Hukum Islam Dan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974”

Page 17: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

9

Adapun alasan memilih skripsi tersebut diatas sebagai review pustaka

dikarenakan adanya beberapa kemiripan tersebut hanya sebatas akibat hukum

yang ditimbulkan serta menyelesaikan perkara ini. Karena dalam contoh perkara

yang kami ambil ini Hakim sama-sama menjatuhkan putusan vestek yang mana

putusan itu jatuh dikarenakan salah satu pihak tidak hadir setelah dilakukan

pemanggilan resmi dan juga pemeliharaan anak setelah perceraian dan tanggung

jawab atas pembiayaan atas anak setelah perceraian.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian

skripsi ini, karena metode penelitian dapat menentukan langkah-langkah dari

suatu penulisan. Adapun metode penelitian yang dipakai sebagai dasar penulisan

ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum ada dua jenis penelitian, yaitu penelitian normatif

dan penelitian empiris/sosiologis atau penelitian lapangan. Penelitian normatif adalah

penelitian hukum kepustakaan, dimana dalam penelitian hukum normatif bahan

pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data

sekunder. Data sekunder tersebut memiliki ruang lingkup yang sangat luas sehingga

meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku, sampai pada dokumen-

dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.8

8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat),

cet.IV, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1995), h.23.

Page 18: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

10

Oleh karena itu penulis akan menggunakan jenis penelitian normatif karena

dalam hal ini penulis akan meneliti tentang otopsi dan pelaksanaannya melalui

penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini saya lakukan melalui pendekatan

yuridis normatif, yang mempunyai pengertian bahwa penelitian ini didasarkan pada

peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan erat dengan hukum pidana.

2. Sumber Data

Data-data yang dikumpulkan dalam penulisan skripsi ini adalah data

kualitatif bukan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu penelitian yang data

umumnya dalam bentuk narasi atau ganbar-gambar. Sedangkan data

kuantitatif adalah data yang dapat diukur sehingga data dapat menggunakan

statistic dalam pengujiannya.9

Dalam pengumpulan data kualitatif, ada data yang berupa bahan

hukum yang terdiri dari:

a. Data hukum primer adalah data-data yang penulis peroleh berdasarkan

kepada aturan hukum yang mengikat, adapun bahan hukum primer yang

penulis gunakan yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor:

09655/PDT.G/2009/PAJS.

b. Data hukum sekunder, yaitu data pendukung yang menjelaskan tentang

bahan hukum primer, seperti literature-literatur dan dokumen-dokumen,

antara lain: perundang-undang yaitu undang-undang perkawinan No. 1

Tahun 1974, PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang

9 Ronny Kountur, Metode Penelitian (Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis), cet.II, (Jakarta:

PPM, 2004), h.16.

Page 19: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

11

No. 1 Tahun 1974, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), buku-buku fiqh

dan umum yaitu pendapat-pendapat para ahli hukum yang disusun dalam

bentuk buku, internet dan bahan informasi lainnya yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti juga hasil-hasil penelitian hasil karya dari

kalangan hukum dan buku-buku.

c. Data hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum tersier yang digunakan adalah: Kamus Bahasa

Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Ilmiah Populer.

3. Teknik Pengumpulan Data

Didalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat

pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau

observasi dan wawancara atau interview.10

Dalam hal ini, penelitian yang

digunakan oleh penulis adalah menggunakan teknik studi dokumen atau

bahan pustaka yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data

tertulis yang bias ditemukan dalam bahan pustaka yang terdiri dari buku-buku

atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembahasan ini.

4. Penyajian dan Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk

deskriptif, yaitu penulis menggambarkan hasil penelitian yakni tentang

percerian yang diakibatkan oleh suami ghoib (mafqud) dengan sejelas-

10

Soekanto, pengantar penelitian hukum, h. 21.

Page 20: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

12

jelasnya. Adapun tujuan dari penyajian seperti ini tidak lain adalah agar

pembaca dapat memahami dengan jelas tentang perceraian yang diakibatkan

oelh suami ghoib (mafqud) berdasarkan kepada analisis Pengadilan Agama

Jakarta Selatan.

Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Content Analysis, yaitu melakukan analisis isi dokumen secara

terperinci dengan mengambil inti dari dokumen yang menjadi sumber data

baik dari buku-buku atau dokumen yang berisi tentang hukum positif atau

hukum Islam yang sesuai dengan kajian skripsi ini.11

5. Teknik Penulisan

Teknik Penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman

Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam

bentuk bab dan sub-sub yang secara logis saling berhubungan dan merupakan

satu kebulatan dari masalah yang diteliti. Adapun dalam penulisan skripsi ini,

penulis membagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu sebagai berikut:

Bab I Membahas tentang pendahuluan, di dalam bab ini membahas tentang

latar belakang masalah yang menggambarkan yang secara umum inti

permasalahan disamping untuk memudahkan mebaca dalam

11

Ibid, h. 22.

Page 21: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

13

memahami isi keseluruhan skripsi. Dalam bab ini diuraikan mengenai

permasalahan atau latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan tekhnik

penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II Membahas tentang perkawinan dalam Islam. Dalam bab ini membahas

dan menjelaskan pengertian dan definisi tentang perkawinan, syarat

dan rukun perkawinan, tujuan dan hikmah perkawinan serta hak dan

kewajiban suami-istri serta alasan putusnya perkawinan dan akibat

putusnya perkawinan.

Bab III Membahas tinjauan umum tentang suami ghoib (mafqud), bab ini

berisi pengertian umum, dan lama waktu kepergian suami.

Bab IV Dalam bab ini menganalisa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Nomor 0965/PDT.G/2009/PAJS mengenai perceraian dalam putusan

verstek dan analisis putusan verstek Pengadilan Agama Jakarta

Selatan.

Bab V Penutup, yaitu berisikan tentang kesimpulan, saran-saran dan lampiran

putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Adapun isi dari

kesimpulan adalah tentang jawaban dari rumusan masalah. Dan bagian

kedua adalah saran.

Page 22: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

14

BAB II

ALASAN YANG MENGAKIBATKAN PUTUSNYA PERKAWINAN

Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk selama-lamanya dalam

kehidupan yang sakinah, mawaddah, dan warahmah dan sampai matinya salah

seorang suami dan istri sehingga tujuan perkawinan yang dianjurkan oleh undang-

undang perkawinan dapat terwujud. Inilah sebenarnya yang dikehendaki oleh agama

Islam. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya

perkawinan itu, artinya apabila hubungan perkawinan tidak dapat dilanjutkan maka

kemudaratan akan terjadi. Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan

sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga, dengan begitu

putusnya perkawinan adalah suatu jalan yang baik.1

A. Pengertian Putusnya Perkawinan

Putusnya Perkawinan adalah Istilah hukum yang digunakan dalam

Undang-Undang Perkawinan untuk menjelaskan “Perceraian” atau berakhirnya

hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini

hidup sebagai suami istri.

Perceraian adalah suatu kata yang berasal dari kata cerai. Dalam kamus

Bahasa Indonesia kata cerai diartikan dengan pisah dalam berlaki bini, putus

1 Amir syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan” (Jakarta: Prenada Media, 2006) h. 188.

Page 23: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

15

pertalian, perpecahan dan perpisahan.2 Perceraian dalam bahasa arab disebut

dengan istilah Talak. Talak dalam istilah agama adalah menguraikan atau

melepaskan ikatan nikah, sedangkan Talak di dalam Ensiklopedia Istilah Islam

adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami jika keadaan telah demikian

memaksanya sehingga jalan damai telah tertutup atau buntu hingga sulit bagi

kedua suami istri untuk tetap bersatu dalam satu rumah tangga.3

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun dalam

Putusan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1

Tahun 1974 tentang perkawinan tidak terdapat pasal yang menjelaskan pengertian

perceraian secara khusus, hanya saja dalam pasal 38 Undang-undang No. 1 Tahun

1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perceraian merupakan salah satu

sebab putusnya perkawinan. Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 117

menyebutkan, Talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama

yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.

Untuk maksud putusnya perkawinan, dalam fiqh menggunakan istilah

“furqoh” Penggunaan istilah putusnya perkawinan ini dilakukan secara hati-hati,

Karena untuk pengertian perkawinan yang putus itu dalam istilah fiqh digunakan

kata” ba-in “, yaitu suatu bentuk perceraian yang suami tidak boleh kembali lagi

kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad nikah yang baru. Ba‟in itu

2 Tim Pustaka Phonix, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: PT. Media Pustaka,

2009), cet IV, h. 158.

3 Gamal Komandoko, Ensiklopedi Istilah Islam, (Yogyakarta: Cakrwala, 2005), Cet. I, h. 343.

Page 24: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

16

merupakan satu bagian atau bentuk dari perceraian, sebagai lawan pengertian dari

perceraian dalam bentuk roj‟i, yaitu perceraiannya suami dengan istrinya namun

belum dalam bentuknya yang tuntas, karena dia masih mungkin kembali kepada

mantan istrinya itu tanpa akad nikah baru selama istrinya masih berada dalam

„iddah atau masa tunggu. Setelah habis masa tunggu itu ternyata dia tidak

kembali kepada mantan istrinya, baru perkawinannya dikatakan putus dalam arti

sebenarnya atau yang disebut ba‟in.4

Biasanya istilah yang digunakan memang adalah “perceraian”, namun

sulit juga menggunakan istilah tersebut sebagai pengganti “putusnya

perkawinan”, karena perceraian itu adalah salah satu bentuk dari putusnya

perkawinan. Untuk tidak terjebak dalam istilah tersebut, kita dapat menggunakan

“putusnya perkawinan” namun dalam arti yang tidak sama dengan istilah ba‟in

yang digunakan dalam fiqh, atau ia dipandang sebagai sinonim dari istilah furqah

yang terdapat dalam kitab fiqh.

B. Alasan Putusnya Perkawinan

Apabila perceraian merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh oleh

suami istri yang sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan ikatan perkawinan

bersama-sama lagi. Salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan

gugatan kepada Pengadilan Agama untuk diproses, karena perceraian yang diakui

4 Amir Syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan”, h. 189.

Page 25: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

17

Negara dan mempunyai kekuatan hukum adalah didepan persidangan. Pengadilan

tidak langsung mengabulkan atau menolak gugatan yang diajukan. Akan tetapi,

mempelajari alasan-alasan yang diajukan di Pengadilan Agama terlebih dahulu,

sebagaimana Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 ayat

(2) menyatakan: untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa

suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri.5 Alasan-

alasan itu juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam bab XVI putusnya

perkawinan, yaitu pada pasal 116.

Di dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan

hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena

alasan-alasan6:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua (2) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

3. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

4. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

5. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

5 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata: dengan

Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan”, (Jakarta: PT Pradnya

Paramita, 2001), Cet 31, h. 549.

6 Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 1/1974 sampai KHI” (Jakarta: Prenada media, 2004)

Cet-1, h. 218-219.

Page 26: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

18

Permohonan cerai talak berdasarkan alasan perceraian juga dapat

dijelaskan melalui pengertian talak seperti yang disebutkan oleh Undang-undang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Talak hanya dapat dilakukan melalui

proses tertentu seperti harus adanya permohonan dan dilakukan didepan sidang

pengadilan berikut dengan kejelasan alasan-alasannya.

Alasan-alasan tersebut diantaranya:

1. Permohonan cerai Talak karena isteri melalaikan kewajiban.

2. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri berbuat zina atau pemadat.

3. Permohonan cerai Talak dengan alasan istri meninggalkan suami selama dua

(2) tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah.

4. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri mendapat hukuman penjara lima

(5) tahun atau lebih.

5. Permohonan cerai Talak dengan alasan suami/isteri melakukan kekejaman

atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

6. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri mendapat cacat badan atau

penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri.

7. Permohonan cerai Talak dengan alasan terus menerus terjadi perselisiihan dan

pertengkaran.

8. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri murtad.

9. Permohonan cerai Talak dengan alasan syiqaq.

10. Permohonan cerai Talak dengan alasan Li‟an.7

Didalam fiqih memang secara khusus tidak mengatur alasan untuk boleh

terjadinya perceraian dengan nama talak, karena talak itu merupakan hak suami

dan dia dapat melakukannya meskipun tanpa alasan apa-apa.8

Dalam prinsipnya al-Qur‟an mengisyaratkan mesti adanya alasan yang

cukup bagi suami untuk mentalak istrinya dan menjadikannya sebagai langkah

7Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 1/1974 sampai KHI”, h. 224-228.

8 Amir syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan”, h. 228.

Page 27: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

19

terakhir yang tidak dapat dihindari. Alasan-alasan yang mengenai perceraian

dapat ditemukan dalam alasan perceraian yang berbentuk fasakh dan dalam

pandangan fiqih fasakh terjadi bukan atas kehendak dan permintaan suami. Akan

tetapi, dilakukan atas permintaan istri yang ingin bercerai dari suami, dan bahkan

dilakukan didepan hakim, dengan syarat memenuhi alasan-alasan yang

ditentukan.9

Perceraian haruslah menjadi suatu jalan terakhir yang diinginkan oleh

kedua belah pihak dalam perkawinannya. Perceraian yang dilakukan oleh kedua

belah pihak yang ingin bercerai juga harus berdasarkan kepada alasan-alasan

diperbolehkannya bercerai menurut Undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam

serta alasan-alasannya.

C. Akibat Putusnya Perkawinan

1. Akibat Talak

Secara harfiyah Talak itu berarti lepas dan bebas. Kata Talak berasal

dari kata “ َطَلاقًا - ُيْطِلُق- َطَلَق “ yang berarti melepaskan atau lepas dari

ikatannya,10

baik tali yang bersifat kongkrit seperti tali pengikat unta maupun

bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan. Kata Talak merupakan isim

9 Ibid,h. 229.

10

Ahmad Warson Munawwir, “al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia,” (t.t.,:t.p., t.th.,), h.

923.

Page 28: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

20

masdhar dari kata “ َتطِليًق - ُيْطِلُق- َطَلَق “ yang semakna dengan kata “ اإِلْرَساْل “

dan “ الَتْر ُك“ yang berarti melepaskan atau meninggalkan.

Dihubungkannya kata talak dalam arti kata ini dengan putusnya

perkawinan karena antara suami dan istri sudah lepas hubungannya atau

masing-masing sudah bebas11

. Dalam mengemukakan arti thalaq secara

terminologis kelihatannya ulama mengemukakan rumusan yang berbeda

namun maksudnya sama.

Talak menurut istilah syara‟ dikemukakan oleh para ulama dalam

beberapa pengertian, antara lain:

a. Menurut Sayyid Sabiq:

Artinya:

“Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami

istri”.12

b. Menurut Abdurrahman al-Jaziri:

Artinya:

“Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi (ikatan)

pelepasan dengan kata-kata tertentu”.13

11

Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap” (Jakarta: Rajawali Press,

2009), hal. 229.

12

Sayyid Sabiq, “Fiqih Sunnah”,(Beirut: Darul Fikr, 1983), Cet IV, Jilid II, h. 206.

13

Abdurrahman al-Jaziri, “Al-Fiqh „ala al-Arba‟ah” (Mesir: al-Maktabah at-Tijariyyah al-

Kubra, t.th), Jilid IV, h. 278.

Page 29: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

21

c. Menurut Abu Zakariya al-Anshari:

Artinya:

“Melepaskan tali akad nikah dengan kata Talak dan yang

semacamnya.14

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun dalam

Putusan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang

No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak terdapat pasal yang menjelaskan

pengertian perceraian secara khusus, hanya saja dalam pasal 38 Undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa

perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan. Sedangkan

Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 117 menyebutkan Talak adalah ikrar

suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab

putusnya perkawinan.

Talak merupakan hak cerai suami terhadap istrinya apabila ia merasa

sudah tidak dapat lagi mempertahankan perkawinan dan keutuhan rumah

tangganya. Talak juga dirumuskan oleh Al-Mahalli yang mewakili definisi

yang diberikan kitab-kitab fiqh terdapat tiga kunci yang menunjukan hakikat

dari perceraian yang disebut dengan talak. Pertama, kata “melepaskan” atau

membuka mengandung arti bahwa talak itu melepaskan sesuatu yang selama

ini telah terikat, yaitu ikatan perkawinan. Kedua, kata ikatan perkawinan yang

14

Abu Yahya Zakariya al-Anshari, “Fathul Wahab”, (Beirut: Darul Fikri, t.th), Juz II, h. 72.

Page 30: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

22

mengandung arti bahwa thalaq itu mengakhiri hubungan perkawinan yang

terjadi selama ini. Bila ikatan perkawinan itu memperbolehkan antara suami

dan istri, maka dengan telah dibuka itu hubungan suami dan istri kembali

kepada keadaan semula, yaitu haram hukumnya. Ketiga, kata dengan lafaz

“tha-la-qa” sama maksudnya dengan itu mengandung arti bahwa putusnya

perkawinan itu melalui suatu ucapan, ucapan yang digunakan itu adalah kata-

kata talak tidak disebut dengan putus perkawinan bila tidak dengan cara

pengucapan ucapan tersebut, seperti putus dikarenakan salah satunya

meninggal (putus karena kematian).15

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada bab XVII tentang akibat

putusnya perkawinan mengenai akibat talak yang tertuang pada pasal 149,

terdapat kewajiban bekas suami untuk menafkahkan mantan istrinya.

Kewajiban tersebut antara lain:

a. Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang

atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al-dukhul.

b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam

iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam

keadaan tidak hamil.

c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separoh apabila

qobla al-dukhul.

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai

umur 21 tahun.16

15

Tiham., Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap” hal, 229.

16

Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi

Hukum Islam”, h. 48.

Page 31: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

23

Kata talak sama artinya dengan arti putusnya perkawinan yaitu lepas

atau pisahnya ikatan perkawinan antara suami dan istri (perceraian). Kata

talak biasa dipergunakan dalam fiqh, dan kata putusnya perkawinan dalam

pasal 38 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan

bahwa perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan.

1) Akibat Talak Raj‟i

Talak raj‟i adalah Talak kesatu atau kedua dimana suami berhak

ruju‟ selama dalam masa „„iddah.17

Para ulama mazhab sepakat bahwa yang dinamakan talak raj‟i

adalah talak dimana suami masih memiliki hak untuk kembali kepada

istrinya (ruju‟) sepanjang istrinya tersebut masih dalam masa „„iddah, baik

istri tersebut bersedia diruju‟ maupun tidak.18

Talak raj‟i menurut pasal 118 Kompilasi Hukum Islam adalah

talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak untuk ruju‟ selama istri

dalam masa„„iddah.19

Talak raj‟i tidak melarang mantan suami untuk berkumpul dengan

mantan istrinya, sebab akad perkawinannya tidak menghilangkan hak

17

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 1/1974 sampai KHI”, h. 223.

18

Muhammad Jawad Mughniyyah, “Fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi. Maliki, Syafi‟ie.

Hambali”. Penerjemah Masykur A.B, dkk, (Jakarta: Lentera, 2005), Cet IV, h. 441.

19

Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi

Hukum Islam”, h. 39.

Page 32: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

24

(pemilikan) serta tidak mempengaruhi hubungannya yang halal (kecuali

persetubuhan).20

Namun sekalipun tidak mengakibatkan perceraian, Talak ini tidak

menimbulkan akibat-akibat hukum yang lain, selama masih dalam masa

„iddah istrinya. Segala hukum akibat hukum Talak baru berjalan sesudah

habis masa „„iddah dan jika tidak ada ruju‟. Apabila masa „„iddah telah

habis maka tidak boleh ruju‟. Artinya, Perempuan itu telah berTalak

ba‟in. Jika ia menggauli istrinya berarti ia telah ruju‟.

Ruju‟ adalah satu hak bagi laki-laki dalam masa „„iddah. Oleh

karena itu, ia tidak boleh membatalkannya sekalipun suami, misalnya,

Berkata: “Tidak ada ruju‟ bagiku” Namun, Sebenarnya ia tetap

mempunyai hukum ruju‟. Didalam firman Allah disebutkan:

2228

Artinya: “Dan suami-suaminya berhak meruju‟inya dalam masa menanti

itu” (QS Al-Baqarah: 228)

Ruju‟ merupakan hak suami, maka untuk meruju‟nya suami tidak

perlu saksi, hanya kerelaan mantan istri serta wali. Namun menghadirkan

saksi dalam ruju‟ hukumnya sunnat, karena dikhawatirkan apabila kelak

istri akan menyangkal ruju‟nya suami.21

20

Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap”, h. 307.

21

Ibid, h. 309.

Page 33: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

25

Talak raj‟i adalah talak satu atau dua yang diucapkan oleh suami

terhadap istrinya, karena seorang suami boleh melakukan talak terhadap

istrinya itu hanya mempunyai dua talak saja dalam agama.

Apabila suami ingin ruju‟, maka ruju‟lah dengan cara yang baik

dan tidak mengungkit-ungkit kesalahan yang lalu, atau apabila bertekad

untuk menceraikannya dan telah mempertimbangkan secara seksama

segala konsekuensinya, maka ceraikanlah dengan cara yang baik pula,

sebagaimana firman Allah SWT didalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat

229:

. . . 2

229

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk

lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara

yang baik”. (QS Al-Baqarah: 229)

2) Akibat Talak Ba‟in Sughra

Talak ba‟in sughra ialah memutuskan hubungan perkawinan

antara suami dan isteri setelah kata talak diucapkan, karena ikatan

perkawinan telah putus, maka isterinya kembali menjadi orang lain bagi

suaminya. Oleh karena itu, ia tidak boleh bersenang-senang dengan

perempuan tersebut, apalagi sampai menyetubuhinya.

Talak ba‟in sughra juga dapat dirumuskan dengan talak ba‟in

yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istrinya, tetapi tidak

Page 34: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

26

menghilangkan kehalalan bekas suami untuk nikah lagi dengan bekas

istrinya, baik pada masa „iddah maupun sesudahnya.22

Apabila ia baru mentalaknya satu kali, berarti ia masih memiliki

sisa dua kali talak setelah ruju‟ dan jika sudah dua kali talak, maka ia

hanya berhak atas satu kali lagi talak setelah ruju‟.

Yang termasuk talak ba‟in sughra adalah sebagai berikut:

a) Talak yang dilakukan suami sebelum menggauli istri. Talak ini tidak

memerlukan masa „iddah, karena tidak ada masa „iddah sebelum istri

digauli oleh suami, maka tidak ada kesempatan untuk ruju‟, sebab

ruju‟ hanya dilakukan dalam masa „iddah.

b) Talak yang dilakukan istri dengan cara tebusan kepada suaminya atau

yang disebut khulu‟.

c) Perceraian yang dilakukan suami istri dengan melalui putusan Hakim

di pengadilan atau disebut dengan fasakh.23

Talak ba‟in sughra merupakan kata talak yang harus diperhatikan

oleh seorang suami dalam menjatuhkan talak, karena talak tersebut

memutuskan hubungan perkawinan antara suami istri, dan istri sudah

menjadi orang lain bagi suaminya.

22

Zurinal. Z dan Aminuddin, “Fiqih Ibadah,” (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), Cet I, h. 254.

23

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 221-222.

Page 35: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

27

3) Akibat Talak Ba‟in Kubra

Hukum talak ba‟in kubra sama dengan talak ba‟in sugro, yaitu

memutuskan tali perkawinan antara suami dan isteri. Tetapi, talak ba‟in

kubra tidak menghalalkan bekas suami meruju‟nya kembali bekas isteri,

kecuali sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai

sesudah dikumpulinya (telah bersenggama), tanpa ada niat tahlil.24

Menurut Sayyuti Thalib yang termasuk talak ba‟in kubra adalah:

a) Talak itu berupa talak tiga.

b) Perceraian karena li‟an, karena pasangan suami istri tersebut tidak

diperbolehkan kawin lagi untuk selamanya.25

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230;

2230

Artinya: “Kemudian jika si suami menTalaknya (sesudah Talak yang

kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia

kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain

itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas

suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang

(mau) mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 230)

24

Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap”, h. 311.

25

Sayyuti Thalib, “Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat Islam”,(Jakarta: UI

Press, 1998) Cet V, h. 103-104.

Page 36: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

28

Perempuan yang menjalani „„iddah talak ba‟in, jika ia tidak hamil,

hanya berhak memperoleh tempat tinggal (rumah), lain tidak. Tetapi, jika

ia hamil maka ia juga berhak mendapatkan nafkah. Dalam Al-Qur‟an

ditegaskan: QS ath-Thalaq : 65;6 :

656

Artinya: “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu

menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan

jika mereka (isteri-isteri yang sudah diTalak) itu sedang hamil,

Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka

bersalin, ….” (QS at-Thalaq: 65)

Para ulama sepakat apabila seorang suami melakukan talak dengan

talak tiga, maka suami sudah tidak boleh kembali lagi terhadap istrinya

sampai istri melakukan perkawinan terlebih dahulu dengan laki-laki yang

lain selayaknya suami istri pada umumnya. Imamiyah dan Maliki

mensyaratkan yang menjadi suami kedua (muhalil) adalah laki-laki

dewasa bukan laki-laki yang belum dewasa, sedangkan menurut Syafi‟i

dan Hanafi laki-laki yang menjadi suami kedua (muhalil) boleh laki-laki

yang belum cukup umur atau dewasa asalkan cukup bila melakukan

hubungan suami istri.26

26

Mughniyyah, “Fiqih Lima Mazhab, h.453.

Page 37: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

29

Talak ba‟in kubra sama dengan talak ba‟in sugro, yaitu

memutuskan tali perkawinan antara suami dan isteri. Talak ba‟in kubra

tidak menghalalkan bekas suami meruju‟nya kembali bekas isteri, kecuali

sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah

dikumpulinya (telah bersenggama).

2. Akibat Hukum Fasakh

Pisahnya suami isteri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan

oleh talak. Sebab, talak ada talak bain dan talak raj‟i. Talak raj‟I tidak

mengakhiri ikatan suami dan isteri dengan seketika, sedangkan talak ba‟in

mengakhirinya seketika itu juga.

Adapun fasakh, baik karena hal-hal yang datang belakangan ataupun

karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka hal itu mengakhiri

ikatan pernikahan seketika itu.

Selain itu, pisahnya suami isteri yang diakibatkan talak dapat

mengurangi bilangan talak itu sendiri. Jika suami mentalak isterinya dengan

talak raj‟i kemudian kembali pada masa „„iddahnya atau akad lagi setelah

habis masa „„iddahnya dengan akad baru, maka perbuatan terhitung satu talak,

yang berarti ia masih ada kesempatan dua kali untuk mentalak lagi.

Sedangkan pisah suami isteri karena fasakh karena khiyar baligh, kemudian

kedua suami isteri tersebut menikah dengan akad baru lagi, maka suami tetap

mempunyai kesempatan tiga kali talak.

Page 38: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

30

Mengenai masa pelaksanaan fasakh, terdapat perbedaan pendapat

dikalangan ulama. Imam Syafi‟i berkata: “harus menunggu selama tiga hari”,

sedangkan Imam Malik mengatakan: “harus menunggu selama satu bulan”,

dan Imam Hmbali Mengatakan “harus menunggu selama satu tahun.”27

Semua itu maksudnya adalah, selama waktu tersebut, laki-laki boleh

mengambil keputusan akan bercerai atau memberikan nafkah bila si isteri

tidak rela lagi. Kalau isteri mau menunggu dan rela dengan ada belanja dari

suaminya, maka tidak perlu di fasakh, sebab nafkah itu adalah haknya.

3. Akibat Khulu’

Khulu‟ yaitu perceraian atas keinginan pihak istri sedangkan suami

tidak menghendaki.28

Akibat khulu‟ ini juga dapat mengurangi jumlah talak

dan dapat melakukan ruju‟ kembali.29

Dalam hal akibat khulu‟, terdapat persoalan apakah perempuan yang

menerima khulu‟ dapat diikuti dengan talak atau tidak. Imam malik

berpendapat bahwa khulu‟ itu dapat di ikuti dengan talak, kecuali jika

pembicaraannya bersambung. Imam hanafi mengatakan bahwa khulu‟ dapat

diikuti dengan talak tanpa memisahkan antara penentuan waktunya, yaitu

dilakukan dengan segera atau tidak.

27

Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap”, h. 314-315.

28

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 1/1974 sampai KHI”, h. 232.

29

Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi

Hukum Islam”, h. 52.

Page 39: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

31

Perbedaan pendapat ini terjadi karena golongan pertama berpendapat

bahwa „iddah termasuk hukum talak, sedangkan Imam Abu Hanifah

berpendapat termasuk hukum nikah. Oleh karena itu, ia tidak membolehkan

seseorang menikahi perempuan yang saudara perempuanya masih dalam

„„iddah dari talak ba‟in.30

Khulu‟ dapat dikatakan pula suatu keputusan seorang istri yang

menginginkan perceraian, sedangkan seorang suami tetap mempertahankan

perkawinannya atau tidak menghendaki adanya perceraian. Walaupun seorang

istri telah mengkhulu‟ seorang suaminya, akan tetapi hal tersebut tidak

mengurangi jumlah talak yang dimiliki oleh suami.

4. Akibat Sumpah Li’an

Pelaksanaan hukum li‟an sangat memberatkan dan menekan perasaan,

baik bagi suami maupun bagi isteri yang sedang dalam perkara li‟an ini

bahkan dapat mempengaruhi jiwa masing-masing, terutama setelah mereka

berada dalam ketenanggan berpikir. Hal ini tidak lain adalah:

a. Karena bilangan sumpah li‟an

b. Karena dilaksanakan di tempat yang paling mulia, yaitu masjid.

c. Karena dilaksanakan pada waktu yang paling penting, yaitu waktu ashar

setelah shalat

d. Karena sumpah itu dilakukan di hadapan jama‟ah (manusia banyak),

sekurang-kurangnya berjumlah empat orang.31

Disamping itu, pengaruh lain akibat li‟an ini adalah terjadinya

perceraian antara suami isteri, isterinya menjadi haram untuk dirinya

30

Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap”, h. 315-316.

31

Ibid, h. 317-318.

Page 40: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

32

selamanya. Ia tidak boleh ruju‟ ataupun menikah lagi dengan akad baru. Bila

isterinya melahirkan anak yang dikandungnya, maka anak itu dihukumi bukan

termasuk keturunan suaminya.

5. Aibat Li’an dari Segi Hukum

Akibat lain yang ditimbulkan karena li‟an, secara hukum adalah:

a. Had zina gugur

b. Had zina berlalu

c. Suami isteri bercerai untuk selamanya.

d. Diterapkan berdasarkan pengakuan suami, bahwa dia tidak mencampuri

isterinya.

e. Bila ada anak setelah pernyataan li‟an itu tidak dapat diakui oleh suami

sebagai anaknya.

Sebaliknya, si isteri dapat menggugurkan hukum had atas dirinya

dengan membela li‟an suaminya dengan li‟an-nya pula atas suaminya.32

Kompilasi Hukum Islam pun pada pasal 162 menjelaskan akibat li‟an juga

dapat menghilangkan nasab anaknya kepada bapaknya, akan tetapi nasab

anaknya dinasabkan kepada ibunya dan juga kewajiban suami untuk

memberikan nafkah kepada anaknya pun dapat terbebaskan.33

Kompilasi Hukum Islam Bab XVII bagian kesatu pada penjelasan

akibat talak pasal 149, menjelaskan tentang akibat putusnya perkawinan

sebagai berikut:

32

Ibid, h. 319-322.

33

Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi

Hukum Islam”, h. 52.

Page 41: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

33

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a. Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang

atau benda, kecuali bekas isteri tersebut belum dicampuri.

b. Member nafkah, maskan (tempat tinggal), dan kiswah (pakaian) kepada

bekas isteri selama dalam „iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak

ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya atau separuhnya apabila

qabla al-dukhul.

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai

umur 21 tahun.34

Pada bagian kedua juga Kompilasi Hukum Islam menjelaskan tentang

batas waktu tunggu yang terdapat pada pasal 153, yaitu:

1. Bagi seorang isteri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu

„iddah, kecuali qabla al-dukhul, dan perkawinannya putus bukan karena

kematian suami.

2. Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian walaupun qabla al-dukhul,

waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.

b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang

masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90

(sembilan puluh) hari.

c. Apabila perkawinan putus karena perceraian, sedangkan janda tersebut

dalam keadaan hamil. Waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

d. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedangkan janda tersebut

dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

3. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian,

sedangkan antara janda tersebut dengan bekas suaminya qabla al-dukhul.

4. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu dihitung

sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan

hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yan putus karena kematian,

tenggang waktu tunggu sejak kematian suami.

5. Waktu tunggu isteri yang pernah haid, sedangkan pada waktu menjalani

„„iddah tidak haid karena menyusui, maka „iddahnya tiga kali waktu

suci.35

34

Ibid, h. 48.

35

Ibid, h. 49-50.

Page 42: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

34

Dari uraian diatas, menurut pandangan penulis bahwa putusnya

perkawinan dapat terjadi jika keadaan telah demikian memaksanya sehingga

jalan damai telah tertutup atau buntu hingga sulit bagi kedua suami istri untuk

tetap bersatu dalam satu rumah tangga.

Apabila perceraian merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh oleh

suami istri yang sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan ikatan perkawinan

bersama-sama lagi, maka pihak yang ingin bercerai harus ada alasan yang

menguatkan bahwa kehidupan rumah tangga tidak akan dapat hidup rukun

lagi sebagai suami istri. Alasan-alasan perceraian juga harus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Didalam fiqih memang secara khusus tidak mengatur alasan untuk

boleh terjadinya perceraian dengan nama talak, karena talak itu merupakan

hak suami dan dia dapat melakukannya sekalipun tanpa alasan. Alasan-alasan

yang mengenai perceraian dapat ditemukan dalam alasan perceraian yang

berbentuk fasakh dan dalam pandangan fiqih, fasakh terjadi bukan atas

kehendak dan permintaan suami, tetapi dilakukan atas permintaan istri yang

ingin bercerai dari suami, dan bahkan dilakukan didepan hakim.

Bagi pihak yang menginginkan terjadi perceraian dengan alasan tidak

dapat hidup rukun kembali juga harus memikirkan kepada permasalahan

nafkah anak-anaknya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pada bab XVII tentang

akibat putusnya perkawinan mengenai akibat talak yang tertuang pada pasal

149, terdapat kewajiban bekas suami untuk menafkahkan mantan istrinya.

Page 43: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

35

BAB III

SUAMI GHOIB (MAFQUD) MENURUT HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Umum Tentang Suami Mafqud

1. Menurut Ulama Fiqih

Kata mafqud secara etimologis merupakan isim maf‟ul dari lafadz

faqoda-yafqodu-faqdan yang berarti hilang atau menghilangkan sesuatu.1 Jadi

yang dimaksud dengan mafqud dalam konteks ini adalah seorang wanita yang

suaminya hilang dan tidak diketahui keadaan serta keberadaannya. Menurut

Wahbah Zuhaily, yang dimaksud dengan mafqud adalah orang yang hilang

yang tidak diketahui apakah ia masih hidup sehingga bisa dipastikan

kedatangannya kembali atau apakah ia sudah mati hingga kuburannya dapat

diketahui.2

Dalam bahasa istilah mafqud bisa diterjemahkan dengan al-ghoib.

Kata ini secara etimologis memiliki arti gaib, tiada hadir, bersembunyi,

mengumpat.3 Hilang dalam hal ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1 Mahmud Yunus “Kamus Arab Indonesia” (Jakarta : Yayasan Penyelenggara

Pentarjamah/Penafsir Al-Qur‟an, 1973 ) h. 642.

2 Wahbah Al-Zuhaily “Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, Juz 7” (Beirut : Dar-El Fikr,t,th)

h.642.

3 Mahmud Yunus “Kamus Arab Indonesia” h.304.

Page 44: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

36

a. Hilang yang tidak terputus karena diketahui tempatnya dan ada berita atau

informasi tentangnya.

b. Hilang yang terputus, yaitu yang sama sekali tidak diketahui

keberadaannya serta tidak ditemukan informasi tentangnya.

Dari dua definisi diatas, nampak telah jelas bahwa yang dimaksud

dengan mafqud disini orang yang meninggalkan keluarganya yang sampai

pada saat tertentu keluarganya tidak mengetahui apakah ia masih hidup

ataukah sudah meninggal dunia ataukah kabarnya masih tersambung atau

akan terputus.

Adapun bentuk suami dikatakan hilang antara lain:

a. Suami yang hilang diantara keluarganya baik siang ataupun malam.

b. Seorang suami yang meninggalkan rumah untuk melaksanakan sholat di

masjid tetapi ia tidak kembali.

c. Seseorang yang hilang digurun pasir atau padang yang luas.

d. Suami yang hilang karena perang.

e. Seorang yang mengalami musibah dalam perjalanan, misalnya kapal yang

ditumpanginya tenggelam.4

Setidaknya dari beberapa bentuk di atas dapat disimpulkan menjadi

dua kriteria besar. Pertama, seorang yang hilang yang dari awal kepergiannya

tidak diketahui kemana dan dimana. Kedua, suami yang kepergiannya

diketahui oleh keluarganya (istrinya) tetapi pada suatu saat tidak diketahui

lagi bagaimana keadaannya dan dimana ia sekarang.

Para ahli fiqih telah menetapkan haramnya suami meninggalkan istri

dalam waktu lebih dari 4 (empat) bulan. Bahkan, sebagian ahli fikih

4 Muhammad Jawad Mughniyyah, “Al-Ahwal al-Syakhsiyyah” h. 153-154.

Page 45: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

37

menetapkan dengan lebih ikhtiyath (hati-hati) lagi, yakni lebih dari empat

malam meskipun hanya sekali saja. Sebagaimana telah diriwayatkan, kata al

mudhaja‟ah ditafsirkan dengan tingal bersama istri setelah satu malam dan

ditambah sesaat pada waktu paginya. Inilah suatu nas (ketentuan), tetapi lebih

tepat merupakan usaha perlindungan kepada istri, khususnya pada bagian

pertama, yaitu lebih dari empat bulan. Bertolak dari sini, ada beberapa riwayat

yang menunjukan bahwa dosa seorang istri dapat dibebankan kepada

suaminya bila adanya perbuatan dosa istri sebagai akibat dari perbuatan

suami. Efektifitas kebenaran pernyataan untuk memberikan perlindungan ini

diperkuat dengan adanya nas yang melarang memberikan pengecualian (hak

istimewa) kepada istri muda.5

Dalam hal ini mafqud diartikan sebagai seorang yang hilang tanpa

kabar akan kepergiannya, tidak diketahui keadaan serta keberadaannya.

Mafqud disini pun yaitu orang yang meninggalkan keluarganya yang sampai

pada saat tertentu keluarganya tidak mengetahui apakah ia masih hidup

ataukah sudah meninggal dunia ataukah kabarnya masih tersambung atau

akan terputus.

2. Pandangan Ulama Madzhab Tentang Mafqud

Para ulama fiqih sepakat bahwa jika suami yang meninggalkan

istrinya itu masih terdengar kabarnya maka tidak ada alasan bagi wanita untuk

5 Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili “Perceraian Salah Siapa? Bimbingan Islam Dalam

Mengatasi Problematika Rumah Tangga” (Jakarta: Lentera, 2001), hal 82-83.

Page 46: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

38

ber‟iddah dan menikah lagi. Suami yang meninggalkannya diupayakan untuk

kembali kepada keluarganya untuk hidup bersama-sama lagi karena suami

mempunyai kewajiban memberi nafkah dan kasih sayang dalam keluarga

begitu juga istri mempunyai hak untuk mendapatkan hal tersebut, kecuali

suami yang diketahui keberadaannya itu tidak mau kembali lagi dan

menunaikan kewajibannya maka seorang istri dapat melakukan khulu‟.6

Para ulama berbeda pendapat mengenai perceraian bagi istri yang

suaminya mafqud. Beberapa pendapat tersebut antara lain adalah:

a. Menurut Mazhab Hanafi

Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi adalah Abu Hanifah

an-Nukman bin Tsabit bin Zufi at-Tamimi. Beliau dilahirkan di Kufah

pada tahun 150 H/699 M, pada masa pemerintahan al-Qalid bin Abdul

Malik. Abu hanifah menghabiskan masa kecilnya dan tumbuh menjadi

dewasa disana dan sejak masih kanak-kanak beliau telah mengkaji dan

menghafal al-Qur‟an. Beliau wafat pada tahun 150 H/767 M pada usia 70

tahun dan beliau dimakamkan di Khizra.7

Menurut mazhab Hanafi dan dan mazhab Syafi‟i berpendapat

bahwa orang yang dianggap masih hidup baik mengenai istrinya baik

mengenai hartanya kedua-duanya masih kepunyaan suaminya sampai ada

6 http:// mlatiffauzi. files. Wordpress.com/2007/09/iddah/pdf.

7 Muhammad Jawad Mughniyyah, “Fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi. Maliki, Syafi‟ie.

Hambali”, h. xxv-xxvi.

Page 47: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

39

kepastian tentang hidup matinya. Pendapat ini memegang apa yang telah

ada dengan yakin.8

Menurut mazhab Hanafi pun menjelaskan bahwasanya istri tidak

mempunyai hak untuk menuntut cerai dengan alasan hilangnya suami,

walaupun hilangnya dalam kurun waktu yang lama.9 Sehingga sang istri

tidak boleh ber‟iddah dan menikah lagi sampai berita tentang keberadaan

suaminya baik hidup atau matinya jelas. Hanafi mengunakan dalil istishab

dalam hal ini, yaitu menggunakan hukum yang lama sebelum datang

hukum yang baru.

Namun jika kabar kematian suaminya itu telah sampai kepada

seorang istri atau ada seseorang yang dapat dipercaya memberikan

informasi tentang kematian suaminya atau bahwa suaminya telah

menthalaq bain atau ada surat yang datang untuk istri yang dibawah oleh

orang yang tsiqoh yang menerangkan bahwa si istri sudah di thalaq maka

seoran istri boleh melakukan iddah dn kemudian menikah lagi dengan

orang lain.10

8 Sjaich Mahmoud Sjaltout, Sjaich M. Ali as-Sajis, “Perbandingan Mazhab dalam Masalah

Fiqih” (Djakarta; Bulan Bintang, 1973) Cet I, h. 210.

9 Musthofa al-Baabi Al-Halabi “Mughni Al-Muhtaaj” (Kairo: Maktabah Ar-riyadhi Al-

Haditsah) h. 442.

10

Wahbah al-Zuhaily, “Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu”, h. 642.

Page 48: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

40

Mazhab hanafi memperbolehkan seorang istri ber‟iddah walaupun

belum ada kabar tentang kematian suaminya jika sudah melewati waktu

selama 120 tahun yang didasarkan pada umur manusia pada umumnya.11

b. Menurut Mazhab Syafi‟i

Nama asli dari Imam Syafi‟I adalah Muhammad bin Idris gelar

beliau adalah Abu abdilah, beliau lahir di Gazza pada tahun 150 H

pertengahan abad kedua hijriyah. Beliau adalah pendiri dari mazhab

Syafi‟i.12

Sumber hukum syariat dalam mazhabnya terdiri 4, yaitu; al-

Qur‟an, Hadist atau sunah-sunah rasul, Ijma‟ (kesepakatan imam-imam

mujtahid dalam satu masa) dan Qiyas (perbandingan antara yang satu

dengan yang lain).13

Syafi‟i dalam qoul jadid (fatwa terbarunya yang dikeluarkan di

Mesir) menyatakan bahwa jika sesuatu hukum belum membolehkan

suami membagikan harta warisannya, maka seorang istri belum

diperbolehkan untuk ber‟iddah dan menikah lagi. Dalam hal ini seperti

Hanafi, Syafi‟i juga mengambil dalil istishab sebagai sumber hukum.

Syafi‟i memberikan batasan waktu selama 90 tahun bagi istri untuk

menunggu kabar suaminya. Jika setelah batas waktu itu masih juga tidak

ada kabar, maka istri diperbolehkan ber‟iddah.

11

M. Jawad Mughniyyah “Al-Akhwal al-Syakhsiyyah”, h. 154.

12

Sirajuddin Abbas, “Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟ie”, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah,

1995) Cet VII, h. 13.

13

Ibid, h. 119.

Page 49: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

41

c. Menurut Mazhab Malik

Imam Malik bin Anas, beliau adalah pendiri mazhab Maliki.

Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Beliau berasal dari kabilah

Yamniah. Sejak kecil beliau telah rajin menghadiri majelis-majelis ilmu

pengetahuan sehingga sejak kecil itu pula beliau telah hafal al-Quran.

Imam Maliki meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian,

mazhab Maliki tersebar luas dan dianut banyak bagian diseluruh dunia.14

Adapun mazhab Malikiyah berpendapat bahwa mereka

memperhatikan apakah hilang itu dengan sebab yang biasanya selamat,

maka mereka itu menunggu sampai seumur orang pada masa itu. Apabila

hilang dengan sebab yang biasanya tidak selamat, mereka membagi

kedalam dua macam: Pertama, sebab yang besar dugaan tidak selamat,

karena terjadinya sesudah sebab yang membinasakan, maka mereka itu

memberi hukum sudah dapat dianggap cerai antara suami istri seketika

selesainya kejadian itu jika tidak memerlukan waktu untuk pulang.

Kedua, yang tidak berat dugaan binasa, karena bukan terjadi sesudah

sesuatu sebab yang membinasakan. Mereka itu mengatakan dalam hal

inilah yang diberi waktu 4 tahun.15

14

Muhammad Jawad Mughniyyah, “Fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi. Maliki, Syafi‟ie.

Hambali”, h. xxvii-xxviii.

15

Sjaich Mahmoud Sjaltout, Sjaich M. Ali as-Sajis, “Perbandingan Mazhab dalam Masalah

Fiqih”, h. 216-217.

Page 50: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

42

Mazhab Maliki berpendapat bahwa seorang istri cukup menunggu

selama 4 tahun, jika telah ditunggu selama waktu itu maka istri boleh

ber‟iddah selama 4 bulan 10 hari, kemudian setelah itu istri boleh

ber‟iddah lagi. Imam Malik menambahkan bahwa jika suami pertama

datang dan si istri belum dipergauli oleh suami yang kedua, maka istri

masih menjadi hak suami yang pertama, namun jika sudah dipergauli

maka istri tetap menjadi hak suami yang kedua dengan konpensasi suami

kedua harus membayar mas kawin kepada suami pertama.16

Menurut mazhab Hanafi dan mazhab Syafi‟i, jika suami pertama

datang dan istrinya sudah menikah, maka nikahnya batal dan istri tetap

menjadi hak suami yang pertama. sedangkan menurut Imam Ahmad

bahwa jika istri belum dipergauli oleh suami kedua, maka istri menjadi

hak suami yang pertama, namun jika istri sudah melakukan hubungan

badan dengan suami kedua, maka diserahkan kepada suami pertama

apakah ia akan mengambil istrinya kembali dengan membayar maskawin

atau ia meninggalkannya dan mendapatkan maskawin tersebut. Hal ini

dilakukan jika perkara ini belum diserahkan kepada hakim. Adapun ketika

perempuan merasa rugi atas kepergian suaminya, maka ia boleh mengadu

kepada hakim agar memutuskan perkawinannya. Imam Ahmad bin Mali

memperbolehkan talak model ini.17

16

http://hukumonline.com.

17

http:// mlatiffauzi. files. Wordpress.com/2007/09/iddah/pdf.

Page 51: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

43

Namun jika suami tersebut tidak mempunyai harta begitu juga

tidak ada orang lain yang menggantikan perannya, maka istri harus tetap

bersabar atau jika istri menginginkan menikah maka ia boleh mengadukan

perkara ini kepada Hakim. Dalam hal ini Hakim akan menunda dan

memeriksa selama 4 tahun terhitung mulai perkara ini diterima sampai

permasalahan tersebut jelas.

Jika masih belum jelas maka ada dua hal yang dapat dilakukan,

yaitu:

1) Jika suami yang hilang tersebut mempunyai wali atau wakil maka

hakim memerintahkan kepada wali tersebut untuk menceraikan si

istri.

2) Jika suami yang hilang tersebut tidak mempunyai wali, atau ia

mempunyai wali namun wali tersebut menolak untuk mentalak dan

tidak mungkin memaksanya maka Hakim mempunyai otoritas untuk

menceraikan pasangan tersebut dengan ketentuan syariah, kemudian

istri ber‟iddah 4 bulan 10 hari setelah itu halal untuk menikah lagi.18

Hilang menurut

d. Menurut Mazhab Hambali

Imam Hambali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin

Hambal bin Hilal al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada Rabiul

18

M. Jawad Mughniyyah “Al-Akhwal al-Syakhsiyyah” h. 154-155.

Page 52: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

44

awal tahun 164 H (780 M). Beliau dibesarkan dalam keadaan yatim oleh

ibunya, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih bayi.

Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk beberapa

kali dan disanalah beliau belajar dengan Imam Syafi‟i. Imam Ahmad

Hambali wafat di Baghdad pada usia 77 tahun tepatnya pada tahun 241 H

(855 M). sepeninggalan beliau, mazhab Hambali berkembang luas dan

menjadi satu mazhab yang memiliki banyak penganut.19

Menurut pendapat mazhab Hambali mengatakan bahwa

menceraikan antara orang yang hilang dan istrinya adalah didasarkan

pada menolak kemelaratan terhadap istri yang suaminya sudah hilang dan

meninggalkannya dan berhadapan dengan kepahitan hidup sendirian dan

apabila istri itu masih muda, tentu ia tidak dapat menjaga dirinya dari

faktor-faktor fitnah yang berada disekelilingnya.20

Mazhab Hambali berpendapat hilang itu ada dua macam: Pertama,

hilang yang menurut lahirnya selamat, seperti pergi berniaga ketempat

yang tidak berbahaya, pergi menuntut ilmu dan mengembara. Dalam hal

ini hukumnya sama seperti pendapat ulama Hanafiah dan ulama

Syafi‟iyah, yaitu harus lewat waktu tertentu, yaitu 90 tahun terhitung

sejak lahirnya orang itu. Kedua, hilang yang menurut lahirnya tidak

19

Muhammad Jawad Mughniyyah, “Fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi. Maliki, Syafi‟ie.

Hambali”, h. xxxi-xxxii.

20

Sjaich Mahmoud Sjaltout, Sjaich M. Ali as-Sajis, “Perbandingan Mazhab dalam Masalah

Fiqih”, h. 217.

Page 53: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

45

selamat. Seperti orang yang hilang tiba-tiba diantara keluarganya atau ia

keluar untuk salat tetapi tidak kembali lagi atau ia pergi karena sesuatu

keperluan yang seharusnya ia kembali, lalu tidak ada kabar beritanya atau

ia hilang antara dua pasukan yang bertempur atau bersamaan dengan

tenggelamnya sebuah kapal dan sebagainya, hukum mengenai hal itu

ditunggu sampai 4 tahun. Kalau tidak ada juga kabar beritanya, maka

hartanya dibagikan dan istrinya mulai ber‟iddah sebagai istri yang

meninggal suaminya, yaitu 4 bulan 10 hari.21

Dalam hal ini, apabila seorang suami hilang dalam pertempuran

perang dan lahirnya tidak diketahui oleh orang lain, maka seorang istri

dapat ber‟iddah selama batas waktu yang ditentukan yaitu 4 bulan 10

hari. „Iddah tersebut yakni „iddah sebagai istri yang meninggal suaminya

dan juga hartanya dapat dibagikan kepada ahli warisnya.

3. Pandangan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Tentang

Mafqud

Sebagaimana yang disebut dalam pasal 1 Undang-undang Perkawinan

No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk

keluarga yang bahagia, kekal, berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa atau

dalam bahasa Kompilasi Hukum Islam disebut dengan Mitsaqan Ghalizah

(ikatan yang kuat), namun dalam realitanya seringkali perkawinan tersebut

kandas ditengah jalan yang mengakibatkan putusnya perkawinan baik karena

21

Ibid, h. 212.

Page 54: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

46

sebab kematian, perceraian ataupun karena putusan pengadilan berdasarkan

syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang yang telah ditetapkan

oleh undang-undang.22

Pasal 38 Undang-undang Perkawinan dinyatakan:

Perkawinan dapat putus karena, a. kematian, b. perceraian dan c.

atas keputusan pengadilan.

Adapun dalam masalah ini putusnya perkawinan dengan keputusan

pengadilan adalah jika kepergian salah satu pihak tanpa kabar berita untuk

waktu yang cukup lama. Undang-undang Perkawinan tidak menyebutkan

berapa lama jangka waktu untuk menetapkan hilangnya atau dianggap

meninggalnya seseorang itu.23

Dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 point (b)

dinyatakan:

“Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua (2) tahun

berturut-turt tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal

lain di luar kemampuannya.”

Selanjutnya menurut Lili Rasjidi, jika tidak terdengar kabar berikutnya

untuk untuk masa lima tahun atau lebih, yakni dari jangka terakhir terdengar

berita orang itu masih hidup. Atas permohonan pihak yang berkepentingan,

22

Martiman Prodjohamidjojo “Hukum Perkawinan Indonesia” (Jakarta: Indonesia Legal

Central Publishing, 2002) h. 41.

23

Lili Rasjidi “Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia”, h. 291.

Page 55: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

47

pengadilan negeri akan memanggil orang yang hilang itu melalui selebaran

umum untuk menghadap dalam jangka waktu tiga bulan. Pengadilan ini akan

diulangi sampai tiga kali jika pengadilan yang pertama dan kedua tidak

mendapat sebutan. Setelah itu barulah pengadilan akan membuat suatu

ketetapan tentang telah dianggapnya meninggal orang itu.24

Mungkin inilah yang dimaksud dengan putusan pengadilan.

Seandainya setelah adanya putusan pengadilan bahwa orang tersebut telah

wafat, lalu ia kembali maka ia tidak memiliki hak kembali terhadap istrinya

tersebut. Jika istrinya telah menikah kembali, maka ia pun boleh menikah lagi.

Menurut Subekti, jika sudah lima tahun terhitung sejak hari

keberangkatan orang yang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa

memberikan kuasa untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, dan selama

itu tidak ada kabar yang menunjukan bahwa ia masih hidup atau sudah

meninggal, maka orang yang berkepentingan dapat meminta hakim supaya

dikeluarkan suatu pernyataan yang menerangkan bahwa orang yang

meninggalkan tempatnya itu “dianggap telah meninggal.” Sebelumnya

hakim mengeluarkan suatu pernyataan yang demikian itu, haru dilakukan

dahulu suatu panggilan umum (antara lain dengan memuat panggilan itu

dalam surat-surat kabar) yang diulangi paling sedikit tiga kali lamanya.

Hakim juga akan mendengar saksi-saksi yang dianggap perlu mengetahui

duduk perkaranya mengenai orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu

24

Ibid, h. 292.

Page 56: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

48

dan jika dianggapnya perlu dapat menunda pengambilan keputusan hingga

lima tahun lagi dengan mengulangi panggilan umum.

B. Lama Waktu Kepergian Suami

Karena luasnya pembahasan tentang perceraian, maka penulis lebih

memfokuskan pada perceraian yang diakibatkan oleh suami ghoib (mafqud).

1. Pandangan Hukum Positif

Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974

yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Oktober 1975 adalah undang-undang

yang luas sekali ruang lingkupnya. Undang-undang tersebut tidak hanya

mengatur soal perkawinan, tetapi juga masalah perceraian serta akibatnya.25

Dalam undang-undang ini ketentuan perceraian telah diatur dalam,

pasal 38, perkawinan dapat putus karena : a. kematian b. perceraian dan c. atas

keputusan pengadilan.

Pasal 39 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

pertama perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak, kedua untuk melakukan perceraian harus ada cukup

alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai

suami istri, tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam

peraturan perundangan sendiri.

25

Muhammad Daud Ali “Hukum Islam dan Peradilan Agama” (Jakarta: PT. Grafindo

Persada, 2002), Cet. Ke-2, h. 19.

Page 57: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

49

Pasal tersebut berkaitan dengan isi pasal 29 tentang perjanjian

perkawinan:

a. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak

atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang

disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku

juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

b. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas,

agama, dan kesusilaan.

c. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan

d. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah,

kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan

perubahan tidak merugikan pihak ketiga.26

Berdasarkan peraturan yang dijelaskan pada pasal 39 ayat 2

menjelaskan tentang alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk

perceraian adalah:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut

tanpa izin tanpa alasan yang sah atau kaerena hal yang lain di luar

kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman yang yang lebih berat setelah

perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan terhadap pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang

mengakibatkab tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri.

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.27

26

K. Wantjik Saleh, “Himpunan Peraturan dan Undang-undang Perkawinan”,(Jakarta: PT.

Ichtiar Baru, 1974) Cet II, h. 95-96.

27

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata: dengan

Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan”, h. 549.

Page 58: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

50

Pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) putusnya perkawinan dapat putus

karena: a. kematian b. perceraian, dan atas keputusan pengadilan (pasal 113),

talak dan berdasarkan gugatan cerai (pasal 114), dan dapat terjadi dengan

alasan (pasal 116):

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman lima tahun atau hukuman yang berat

setelah hukuman berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.28

Di dalam buku hukum perkawinan dan perceraian di Malaysia dan

Indonesia disitu dituliskan, Undang-undang perkawinan mengikuti ordonasi

perkawinan Kristen Indonesia dalam hal panjangnya jangka waktu

meninggalkan salah satu pihak tanpa izin sebagai alasan memohon cerai.

Kitab undang-undang hukun perdata menentukan lebih lama, yaitu lima

tahun. Persyaratan yang penting dalam hal meninggalkan salah satu pihak ini

itikadnya yang memang ingin meninggalkannya tanpa suatu alasan yang sah

dan tanpa izin dari orang yang ditinggalkan itu. Kalau kiranya kepergiannya

itu karena hendak berlibur, dinas ke luar kota, urusan dagang, dan lain-lain

demi kepentingan yang berkaitan dengan kelangsungan kehidupan mereka

pada masa yang akan dating, sudah tentu sebab-sebab itu tidak dapat

28

Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi

Hukum Islam”, h. 38-39.

Page 59: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

51

digunakan oleh pihak yang ditinggalkan untuk digunakan sebagai alasan

memohon perceraian.

2. Pandangan Hukum Islam

Secara etimologis kata hukum berasal dari bahasa arab yang berarti

memutuskan atau menetapkan dan menyelesaikan.29

Kata hukum (kata

jamaknya ahkam) yang berarti putusan, ketetapan, perintah, pemerintahan,

kekuasaan, hukuman dan lain-lain. Pengertian hukum yang lebih umum

secara bahasa adalah bila anda memutuskan sesuatu dengan begitu atau

dengan begini baik keputusan tersebut mengikat orang lain atau tidak.30

Hukum Islam itu berdasarkan pada empat sumber yaitu, Al-Qur‟an,

Hadis, Fiqih dan ketetapan undang-undang. Di mana keempat hal tersebut

secara hierarkis menjadi rujukan di dalam setiap jawaban untuk memecahkan

persoalan yang ada pada agama Islam.

Hukum Islam mengakui adanya empat cara yang sah untuk pemutusan

perkawinan, yaitu (1) kematian dari salah satu pihak, (2) talak, termasuk talik

talak dan talak melalui syiqaq, (3) khuluk, termasuk khulu‟ melalui syiqaq dan

(4) fasakh, istri dapat meminta cerai, apabila suaminya ghoib atau tidak

berada ditempat selama beberapa waktu.

Dari empat cara pemutusan perkwinan yang telah disebutkan di atas,

penulis membatasi pembahasan pada putusnya perkawinan apabila suami

29

Basiq Djalil “Pernikahan Lintas Agama” (Jakarta: Qolbun Salim, 2005) Cet. Ke-1, h. 9.

30

Ibid, h. 12.

Page 60: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

52

ghoib (mafqud) atau tidak ada ditempat selama beberapa waktu. Mengenai hal

ini dapat kita cantumkan beberapa pendapat ulama fiqih.

Mengenai batas waktu hilangnya suami, Imam Malik mengatakan

setahun. Tapi ada yang mengatakan tiga tahun. Dan Imam Ahmad

berpendapat, bahwa waktu tercepat bagi kebolehan istri minta diceraikan

adalah enam bulan. Setelah enam bulan ini, ia boleh minta dipisahkan, sebab

waktu inilah yang paling lama bagi wanita untuk bisa sabar atas hilangnya

suami.31

Walau terjadi perbedaan pendapat mengenai batas waktu suami

meninggalkan istri, namun hal diatas dengan tegas menyepakati bahwa

dilarang bagi orang suami meninggalkan istri dengan maksud

menelantarkannya. Kesepakatan ini didasarkan dalam menjalani hak dan

kewajiban sebagai suami istri. Mengenai hal ini sebagian ulama berpendapat,

al-Malikiyah berpendapat bahwa bila istri berbahaya lantaran ditinggal pergi

lama oleh suaminya, seperti misalnya ia takut menyeleweng, maka ia harus

mengajukan perkaranya kepada Hakim mengenai perceraiannya. al-Hanafiah

dan al-Syafi‟iyah berpendapat bahwa hilangnya suami itu tidak dianggap

suatu alasan yang benar bagi perempuan dalam memohon perceraian.32

Istri juga mempunyai hak untuk minta diceraikan lantaran kesepian

yang melanda dirinya karena suaminya jauh bukan karena hilang. Kesepian

31

Ibrahim Muhammad al-Jamal “Fiqh Wanita Islam” (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991) Cet.

Pertama, h. 76.

32

Ibid, h. 75.

Page 61: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

53

yang melanda dirinya ini setahun lamanya dan ia merasa harus, sementara ia

takut terjerumus dalam apa yang telah diharamkan oleh Allah.

Artinya : “Dari ibnu Abbas, semoga Allah meridhoinya, dia berkata :

Rosulullah pernah berkata: janganlah merusakan orang lain dan

jangan membalasi kerusakan itu dengan kerusakan pula. (H.R.

Ahmad dan Ibn Majah)”33

Pengertian hadis ini yaitu bahwa janganlah orang lain termasuk suami

ataupun mantan istri untuk saling membahayakan atau memadharatkan. Dan

juga janganlah membalas suatu kerusakan dengan kerusakan pula, karena hal

ini tidak akan menjadikan sebuah akhir yang baik dari segala permasalahan

termasuk perceraian. Apabila suami istri menginginkan perceraian, maka

kedua belah pihak janganlah melakukan kerusakan atau balas dendam diantara

mereka, seperti mengungkit atau menggunjing kesalahan pada waktu lalu, dan

janganlah pula membalas hal tersebut dengan perbuatan yang sama.

3. Pandangan Para Ahli

Pasal 29 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan

mengatur perjanjian perkawinan pasal ini ada kaitannya dengan pasal 35 ayat

2 mengenai penguasaan atas harta bawaan dari masing-masing sumi istri.

Menurut penjelasan resmi atas pasal 29 tersebut, taklik talak tidak termasuk

33

Jalaludin Abd. Rahman bin Abi Bakar as-Suyuti, “Uqud Zabarjad „ala Musnad al-Imam

Ahmad”,(Beirut: Dar-al Ilmiyah, 1987), h. 105.

Page 62: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

54

dalam perjanjian yang dimaksud dengan pasal 29 itu. Hazairin membenarkan

hal ini, dengan alasan bahwa taklik talak di Indonesia itu bukan perjanjian

yang bersifat bilateral, melainkan hanya merupakan pernyataan yang bersifat

unilateral yang mengikat pihak yang mengucapkannya, yaitu suami dan

menjadi sumber hak bagi istri, apabila syarat yang disebut dalam talik talak

itu terpenuhi.34

Senada dengan hal tersebut J. Prins mengatakan dalam kaitan ini kita

harus kembali sekejap pada memori penjelasan atas pasal 29 undang-undang,

berbunyi: yang dimaksud dengan “perjanjian” dalam pasal ini tidak termasuk

taklik talak. Seperti diketahui, dengan istilah ini dimaksud perjanjian tertentu

yang oleh suami diucapkan pada saat berlangsungnya pernikahan. Untuk

mengungkapkannya dengan kata-kata: seorang suami praktis pada setiap

pernikahan mengucapkan suatu rumus yang mengandung isi bahwa

seandainya ia telah meninggalkan istrinya selama beberapa bulan, tanpa

pernah member nafkah kepadanya (atau jika dia melakukan hal-hal yang

sangat tidak menyenagkan terhadap istrinya) dan istrinya menyukai hal itu,

dan mengadu kepada pemerintah (hakim), istri akan ditalak.35

Mengenai taklik talak, lebih lanjut Hazairin mengatakan bahwa taklik

talak telah ditetapkan secara uniform oleh menteri agama untuk seluruh

34

Ismuha “Pencaharian Bersama Suami Istri” (Jakarta; PT. Bulan Bintang, 1986) Cet.

Pertama, h.106.

35

J. Prins “Tentang Hukum Perkawinan di Indonesia” (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982) Cet.

Pertama, h. 67.

Page 63: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

55

Indonesia dalam rangka memberikan pertolongan kepada wanita dalam hal

ditelantarkan oleh suaminya.

Oleh karena itu pemerintah telah menyediakan contoh-contoh (model)

kontrak-kontrak perkawinan, dibagian belakang formulir telah dicetak rumus-

rumus talak yang menurut kebisaaan menetapkan bahwa talak yang menurut

kebisaaan menetapkan bahwa talak satu akan jatuh secara otomatis, apabila;

a. Suami meninggalkan istrinya selama enam bulan berturut-turut, atau;

b. Selama tiga bulan turut tidak member nafkah, atau juga;

c. Memperlakukan istrinya dengan kasar, menukulinya atau;

d. Selama tiga bulan berturut-turut mempermainkannya (misalnya suatu

permainan dengan ancaman talak, untuk sementara tidak member nafkah

dan seterusnya) untuk ini siistri harus mengadukan kelakuan yang tdak

sepantasnya dari suami atau kealpaannya kepada pengadilan.36

Semua merupakan persyaratan yang baku dan istri masih boleh untuk

menambahkan persyaratan lain. Menurut perjanjian itu, bila istri mengetahui

adanya salah satu persyaratan dilanggar oleh suami dan istri tidak rela dan

mengadukan halnya kepada hakim agama, disertai dengan dua orang saksi

yang mengetahui keadaan rumah tangga mereka.

36

Ibid, h. 68.

Page 64: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

56

BAB IV

ANALISA PUTUSAN

A. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Mengenai Perceraian.

1. Duduk Perkara

a. Tentang para pihak, Pada kasus ini adalah perkara Nomor:

0965/Pdt.G/2009/PAJS. Penggugat adalah isteri, umur 36 tahun agama

Islam, pekerjaan swasta, tempat tinggal di jalan Karet Belakang RT.014

RW. 007 No. 16 Kelurahan Karet Kuningan Kecamatan Setiabudi Jakarta

Selatan.

Tergugat adalah suami, umur 33 tahun agama Islam, pekerjaan swasta,

tempat kediaman dahulu di komplek Kodam RT.002 RW. 008 Kelurahan

Kebayoran Lama Selatan Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Dan saat ini tidak diketahui alamatnya atau tempat tinggalnya yang pasti

baik didalam maupun di luar Indonesia ghoib (mafqud).

b. Tentang Posita / Duduk Perkara

Bahwa, Penggugat dan Tergugat telah menikah pada tanggal 16 desember

2008, ketentuan hukum Islam dan dan telah dicatat menurut perundang-

undangan yang berlaku, sesuai akta nikah Nomor: 397/37/XII/2008 yang

dikeluarkan oleh kantor Urusan AAgama Kecamatan Polanharjo Klaten,

sebagaimana terbukti dari kutipan Akta Nikah Nomor: 397/37/XII/2008

tanggal 16 desember 2008;

Page 65: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

57

Bahwa, sesudah menikah penggugat dan tergugat hidup rukun

dalam membina rumah tangga, dan dari pernikahan tersebut antara

penggugat dan tergugat belum dikaruniai anak (keturunan).

Bahwa kurang lebih sejak akhir bulan desember 2008 ketentraman

rumah tangga mulai goyah setelah tergugat pergi meninggalkan rumah

tanpa sebab, dan kepergian tergugat tersebut juga tidak pamit atau bilang

akan pergi kemana, penggugat menunggu tergugat sehari dua hari dan

seterusnya namun tergugat tidak kunjung dating dan pulang kerumah

sampai dengan sekarang tanpa nafkah lahir batin yang hingga saat ini

tidak ada kabar beritanya dan tidak diketahui keberadaannya ghoib

(mafqud).

Penggugat sudah berupaya mencari kediaman tergugat, namun

hingga saat ini penggugat tidak berhasil menemukan tempat tinggal

tergugat. Dengan keadaan yang demikian, penggugat merasa sudah tidak

mungkin lagi untuk mempertahankan rumah tangga bersama tergugat.

Oleh karena itu penggugat berketetapan hati untuk bercerai dengan

tergugat, dan penggugat berpendirian rumah tangganya dengan tergugat

sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

c. Tentang Petitum / Tuntutan

Pada tuntutannya penggugat menuntut hal-hal berikut:

1) Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar tuntutannya

dikabulkan seluruhnya.

Page 66: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

58

2) Penggugat memohon kepada majlis Hakim agar menceraikan tergugat

atas penggugat, menjatuhkan talak satu bain sugro.

3) Penggugat memohon kepada majlis Hakim agar menetapkan biaya

perkara ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan

menjatuhkan perkara dengan seadil-seadilnya.

2. Pertimbangan Hukum

Dalam putusan yang dikeluarkan pengadilan agama, Hakim

mengabulkan gugatan yang diajukan oleh penggugat. Dalam hal ini, isteri

selaku korban suami ghoib (mafqud), sedangkan dalam gugatan tersebut

terdapat beberapa alasan yang menyebabkan isteri mengajukan gugatan cerai

ke pengadilan agama yang berwenang, salah satu gugatannya yaitu, suami

ghoib (mafqud) atau menghilang tanpa kabar dan berita tentang

keberadaannya.

Adapun pertimbangan Hakim dalam mengabulkan gugatan penggugat

untuk bercerai kepada suaminya, karena penggugat tetap pada pendiriannya

untuk bercerai. Selain itu masih banyak lagi alasan yang menyebabkan isteri

ingin tetap bercerai, salah satunya adalah karena sang suami telah

meninggalkannya tanpa ada kabar dan berita tentang keberadaannya. Hal ini

sangat berakibat buruk terhadap penggugat, seperti sudah tidak adanya

tanggung jawab terhadap keluarga baik itu dari segi nafkah lahir maupun

nafkah bathin.

Page 67: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

59

Pertimbangan hal lainnya yaitu dalil gugatan penggugat dapat

dibuktikan dengan adanya kesaksian dua orang saksi yang menyatakan

jawaban yang sama mengenai dalail gugatan penggugat. Hal ini dianggap oleh

Majelis Hakim, bahwa penggugat dapat membuktikan dalil gugatan yang

beralasan dan tidak melawan hukum. Dengan demikian Majelis Hakim

menilai gugatan penggugat telah memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal

19 huruf (f) dan huruf (b) PP Nomor. 9 tahun 1975 Jo pasal 116 huruf (f)

Kompilasi Hukum Islam tentang alasan bercerai. Oleh karenanya gugatan

cerai patut dikabulkan.

Dengan pertimbangan-pertimbangan hukum yang terdapat diatas,

sudah jelas bahwa pihak penggugat tetap pada pendiriannya, yaitu bercerai

dengan tergugat dan Majelis Hakim memutuskan verstek. Pertimbangan

Hakim dalam memutuskan verstek, didasarkan dengan pelanggaran yang

dibuat dari pihak tergugat yang mengabaikan panggilan Majelis Hakim. Hal

tersebut terdapat pada pasal 19 huruf (f), PP Nomor 9 tahun 1975 Jo pasal 116

huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Oleh karena itu, penggugat dapat

dikabulkan atas permohonannya untuk menggugat cerai yaitu jatuh talak satu

ba‟in sugra yang bersifat alternatif dari petitum sebelumnya yang telah di

kabulkan.

Page 68: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

60

B. Analisa Putusan

Dalam sub bab ini penulis akan menganalisa kasus menurut perspektif

fiqih masalah perceraian akibat suami ghoib (mafqud) yang ditetapkan oleh

Pengadilan Agama Jakarta selatan, kasus ini di periksa oleh Pengadilan Agama

Jakarta Selatan yang mengambil sumber hukum Undang-undang Perakawinan

Nomor. 1 tahun 1074, PP Nomor. 9 tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam.

Dimana ketiga perundang-undangan inilah yang dipakai pengadilan agama di

seluruh Indonesia.

Dari kasus perceraian yang dikemukakan diatas, posita yang akan

dicermati penulis adalah suami meninggalkan isteri tanpa adanya kabar dan

alasan yang sah serta tidak diketahui lagi dimana keberadaannya.

Menurut putusan yang penulis dapatkan, perceraian yang disebabkan

suami ghoib (mafqud) dapat dijadikan alasan perceraian, padahal seperti yang

telah penulis paparkan dalam bab sebelumnya, jika dilihat dari kacamata fiqih

alasan tersebut diatas belum bisa dijadikan alasan terjadinya perceraian sampai

jelas datangnya kabar tentang hidup dan matinya atau keberadaannya. Lantas apa

yang membuat Hakim membuat putusan demikian.

Pertimbangan Hakim dalam mengambil putusan tersebut diatas adalah

karena rumah tangga penggugat sudah tidak ada keharmonisan karena sudah satu

tahun lebih lamanya tergugat telah pergi meninggalkan penggugat tanpa kabar

dan alasan yang sah serta tidak diketahui lagi dimana keberadaannya. Hakim

mendasarkan putusannya juga pada putusan verstek. Hal ini disebabkan karena

Page 69: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

61

salah satu pihak (tergugat) mengabaikan panggilan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan. Putusan verstek tersebut didasarkan pada pasal 125, 126 H.I.R. yang

menyatakan bahwa:

Pasal 125 H.I.R

“Apabila pihak tergugat tidak hadir atau mengirimkan wakilnya yang sah

dalam persidangan, meski telah dipanggil secara patut maka gugatan itu

diterima dengan putusan tak hadir (verstek), kecuali kalau ternyata bagi

pengadilan negeri bahwa gugatan tersebut tidak beralasan”.

Pasal 126 H.I.R

“Sebelum menyatakan suatu putusan, pengadilan dapat memerintahkan

supaya pihak yang tidak hadir dipanggil sekali lagi supaya hadir pada hari

sidang yang lain. Kepada pihak yang hadir diberitahukan oleh ketua dalam

persidangan; panggilan itu sama dengan panggilan baginya”.

Jika pertimbangan Hakim pengadilan agama Jakarta selatan dalam

pengambilan hukum suami yang ghoib (mafqud) demikian, tidak demikian halnya

dengan para ulama fiqih. Mereka mempunyai pendapat masing-masing dalam

masalah ini yang sudah di bahas di bab sebelumnya.

Dalam masalah ini pengadilan-pengadilan agama di mesir telah melihat

bahwa dalam masalah orang hilang ini, tidak sesuai lagi dengan perkembangan

kemajuan perhubungan yang dicapai oleh Negara-negara didunia, demikian

halnya Indonesia.

Page 70: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

62

Oleh karena itu pasal 7 dan pasal 8 Undang-undang No. 25 tahun 1920

menetapkan bahwa Hakim memberitahukan kepada isteri sesudah dicari dan

lewat masa 4 tahun, supaya ia memulai ber‟iddah sebagai „iddah wanita yang

suaminya meninggal.

Kemudian Mahkamah itu juga membagi orang hilang kepada dua

macam1:

1. Hilang yang lahirnya tidak selamat, ditentukan waktu tungunya selama 4

tahun.

2. Hilang yang menurut lahirnya selamat, dalam hal ini dserahkan kepada

kebijaksanaan Hakim.

Bila dianalisa ternyata masalah dalam perkara perceraian suami ghoib

(mafqud) tersebut, yaitu karena suami telah membuat isteri dan anaknya sengsara

karena tidak adanya nafkah baik itu lahir ataupun bathin, tentunya Hakim sangat

memahami masalah ini. Karena apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan

bahaya bagi si isteri. Apabila kalau diambil dari pendapat ulama yang

mengatakan bahwa menceraikan antara orang yang hilang dan isterinya adalah

didasarkan kepada menolak kemelaratan terhadap isteri yang suaminya sudah

hilang dan meninggalkannya berhadapan dengan kepahitan hidup sendirian, dan

apabila isterinya itu masih muda, tentu ia tidak dapat menjaga dirinya dari factor-

faktor fitnah di sekelilingnya. Maka dari itu, seandainya saja suami meningalkan

1 Ismuha. “Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqih” (Jakarta: Bulan Bintang) Cet 8,

1996, h. 248.

Page 71: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

63

isterinya dengan izin dan alasan serta tempat tinggalnya diketahui, tentunya isteri

juga tidak akan menggugat cerai.

Menurut pengamatan penulis dari putusan diatas, isteri yang menggugat

cerai suaminya karena ghoib (mafqub) bukanlah hanya kepergiannya yang tanpa

alasan dan tidak diketahui keberadaannya saja yang menjadi alasan, namun

kadangkala ada penyebab-penyebab lain yang bersifat negative, seperti sering

terjadinya pertengkaran diantara suami dan isteri, dan sudah tidak adanya nafkah

lahir dan bathin. Penyebab utama bukanlah dikarenakan oleh suami mafqud

(ghoib). Maka dari itu, penulis merasa sudah sepatutnya masalah ini mempunyai

kepastian hukum yang menjelaskan secara eksplisit baik dari Undang-undang

Perkawinan ataupun Kompilasi Hukum Islam.

Page 72: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penulis telah menguraikan pada bab sebelumnya mengenai perceraian

akibat suami ghoib (mafqud) menurut hukum Islam yang didasarkan kepada

putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga bahagia berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa dari ikatan yang suci dan luhur, kedua belah pihak

harus melaksanakan hak dan kewajibannya, sebagaimana yang telah diatur dalam

ajaran Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Suami mafqud (ghoib) adalah jika lama waktu kepergian suami melebihi

dari batas waktu yang menurut kebiasaan diperkirakan tidak kembali. Bilamana

suami mafqud (ghoib) maka seorang istri dapat mengajukan permohonan

perceraian pada pengadilan yang berwenang dengan tetap memperhatikan

keputusan hakim, sedangkan dalam hukum Islam maka telah jatuh talak isteri

kepada suami.

Adapun pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam

mengabulkan gugatan penggugat untuk bercerai kepada suaminya, karena

penggugat tetap pada pendiriannya untuk bercerai. Selain itu masih banyak lagi

alasan yang menyebabkan isteri ingin tetap bercerai, salah satunya adalah karena

Page 73: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

65

sang suami telah meninggalkannya tanpa ada kabar dan berita tentang

keberadaannya (pasal 39 ayat 2 pada huruf b Undang-undang No. 1 tahun 1974

tentang perkawinan). Hal ini sangat berakibat buruk terhadap penggugat, seperti

sudah tidak adanya tanggung jawab terhadap keluarga baik itu dari segi nafkah

lahir maupun nafkah bathin.

Pertimbangan hal lainnya yaitu dalil gugatan penggugat dapat dibuktikan

dengan adanya kesaksian dua orang saksi yang menyatakan jawaban yang sama

mengenai dalail gugatan penggugat. Hal ini dianggap oleh Majelis Hakim, bahwa

penggugat dapat membuktikan dalil gugatan yang beralasan dan tidak melawan

hukum. Dengan demikian Majelis Hakim menilai gugatan penggugat telah

memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 19 huruf (f) dan huruf (b) PP Nomor. 9

tahun 1975 Jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam tentang alasan

bercerai. Oleh karenanya gugatan cerai patut dikabulkan.

Suami ghoib (mafqud) dapat menjadi salah satu alasan perceraian di

Pengadilan Agama adalah berdasarakan pasal 19 huruf (f) dan huruf (b) PP

Nomor. 9 tahun 1975 Jo pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam tentang

alasan bercerai.

Hakim mendasarkan putusannya juga pada putusan verstek. Hal ini

disebabkan karena salah satu pihak (tergugat) mengabaikan panggilan Pengadilan

Agama Jakarta Selatan. Putusan verstek tersebut didasarkan pada pasal 125, 126

H.I.R. yang menyatakan bahwa:

Page 74: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

66

Pasal 125 H.I.R

“Apabila pihak tergugat tidak hadir atau mengirimkan wakilnya yang sah

dalam persidangan, meski telah dipanggil secara patut maka gugatan itu

diterima dengan putusan tak hadir (verstek), kecuali kalau ternyata bagi

pengadilan negeri bahwa gugatan tersebut tidak beralasan”.

Pasal 126 H.I.R

“Sebelum menyatakan suatu putusan, pengadilan dapat memerintahkan

supaya pihak yang tidak hadir dipanggil sekali lagi supaya hadir pada hari

sidang yang lain. Kepada pihak yang hadir diberitahukan oleh ketua dalam

persidangan; panggilan itu sama dengan panggilan baginya”.

B. Saran-saran

Ada banyak hal yang memotivasi pasangan suami istri untuk melakukan

perceraian dengan alasan-alasan perceraian, hal ini mengakibatkan dampak

negatif bukan hanya pasangan suami istri yang bercerai tersebut melainkan juga

bagi anak mereka. Untuk meminialisir dampak tersebut, penulis menyarankan

sebagai berikut:

1. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang hakiat sebuah perkawinan,

karena pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya

sampai meninggalnya salah seorang suami istri, inilah sebenarnya yang

dikehendaki agama Islam.

Page 75: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

67

2. Meskipun dalam perkawinan pria dan wanita mempunyai hak untuk bercerai,

sebaiknya hak tersebut digunakan pada saat-saat yang tepat atau merupakan

opsi terakhir dalam menyelesaikan masalah tersebut agar tidak ada yang

merasa dirugikan.

3. Tentang hak dan kewajiban suami istri sebaiknya diberi pengertian sejak dini,

seperti disekolah aliayah dan pemerintah juga ikut andil dalam member

pengertian kepada masyarakat supaya mengurangi terjadinya perceraian d

Indonesia.

Page 76: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

68

DAFTAR PUSTAKA

Al-Amili, Ali Husain Muhammad Makki. “Perceraian Salah Siapa? Bimbingan

Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga” (Jakarta:

Lentera,2001)

Al-Anshari, Abu Yahya Zakariya. “Fathul Wahab”, (Beirut: Darul Fikri, t.th), Juz II

Al-Halabi, Al-baabi Musthofa. “Mughni Al-Muhtaaj” (Kairo: Maktabah Ar-riyadhi

Al-Haditsah)

Al-Jamal, Ibrahim Muhammad. “Fiqh Wanita Islam” (Jakarta: Pustaka Panjimas,

1991) Cet. Pertama

Al-Jaziri, Abdurrahman. “Al-Fiqh „ala al-Arba‟ah” (Mesir: al-Maktabah at-

Tijariyyah al-Kubra, t.th), Jilid IV

Al-Zuhaily, Wahbah. “Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, Juz 7” (Beirut : Dar-El

Fikr,t,th)

As-Suyuti, Jalaludin Abd. Rahman bin Abi Bakar. “Uqud Zabarjad „ala Musnad al-

Imam Ahmad”,(Beirut: Dar-al Ilmiyah, 1987)

Abbas Sirajuddin, “Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟ie”, (Jakarta: Pustaka

Tarbiyah, 1995) Cet VII

Ahmad, Rofiq. Hukum Islam di Indonesia, cet IV, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2000)

Ali, Muhammad Daud. “Hukum Islam dan Peradilan Agama” (Jakarta: PT. Grafindo

Persada, 2002), Cet. Ke-2

Bagian Tahimiyah Pondok Pesantren Sidogiri. “Fikih Kita di Masyarakat Antara

Teori dan Praktek” (Sidogiri: Pustaka Sidogiri, th 1981)

Djalil, Basiq. “Pernikahan Lintas Agama” (Jakarta: Qolbun Salim, 2005) Cet. Ke-1

Djoko, Prakoso, Murtika I Ketut. “Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia”

(Jakarta, Bina Aksara Jakarta, 1987)

Page 77: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

69

http:// mlatiffauzi. files. Wordpress.com/2007/09/iddah/pdf. Diakses pada 5 Agustus

2010

http://hukumonline.com.asp?id=1594&c1=fokus diakses pada 7 September 2010

http:// mlatiffauzi. files. Wordpress.com/2007/09/iddah/pdf. Diakses pada 22 Juli

2010

Ismuha. “Pencaharian Bersama Suami Istri” (Jakarta; PT. Bulan Bintang, 1986) Cet.

Pertama

Ismuha. “Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqih (Jakarta: Bulan Bintang) Cet

8, 1996

Kamal, Mukhtar. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1993)

Komandoko, Gamal. Ensiklopedi Istilah Islam, (Yogyakarta: Cakrwala, 2005), Cet. I

Mughniyyah, Muhammad Jawad. “Fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi. Maliki,

Syafi‟ie. Hambali”. Penerjemah Masykur A.B, dkk, (Jakarta: Lentera, 2005),

Cet IV

Munawwir, Ahmad Warson. “al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia,” (t.t.,:t.p.,

t.th.,)

M. Zein, Satria Effendi. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet.

Pertama, (Jakarta: PT. Prenada Persada, 2000)

Nuruddin, Amiur. Azhari Akmal Tarigan. “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 1/1974 sampai KHI”

(Jakarta: Prenada media, 2004) Cet-1

Prins, J. “Tentang Hukum Perkawinan di Indonesia” (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1982) Cet. Pertama

Prodjohamidjojo, Martiman. “Hukum Perkawinan Indonesia” (Jakarta: Indonesia

Legal Central Publishing, 2002)

Rasyidi, Lili. “Hukum perkawinan dan perceraian di Malaysia dan Indonesia”

(Bandung: Alumni, 1982)

Page 78: PERCERAIAN DALAM PUTUSAN VERSTEK MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5089/1/IIN... · dengan cara menjatuhkan cerai talak atau atas pengajuan istri yang

70

Saleh, K. Wantjik. “Himpunan Peraturan dan Undang-undang

Perkawinan”,(Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 1974) Cet II

Sjaltout Sjaich Mahmoud, as-Sajis Sjaich M. Ali. “Perbandingan Mazhab dalam

Masalah Fiqih” (Djakarta; Bulan Bintang, 1973) Cet I,

Sayyid, Sabiq. “Fiqih Sunnah”,(Beirut: Darul Fikr, 1983), Cet IV, Jilid II

Subekti, R. dan Tjitrosudibio, R. “Kitab Undang-undang Hukum Perdata: dengan

Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-Undang

Perkawinan”, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), Cet 31

Syarifuddin, Amir. “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan” (Jakarta: Prenada Media, 2006)

Thalib, Sayyuti. “Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat

Islam”,(Jakarta: UI Press, 1998) Cet V

Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap” (Jakarta: Rajawali

Press, 2009)

Tim Pustaka Phonix. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: PT. Media

Pustaka, 2009), cet IV

Tim Redaksi Fokusmedia. “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang

Kompilasi Hukum Islam”, (Bandung: Fokus Media, 2007)

Yunus, Mahmud.“Kamus Arab Indonesia” (Jakarta : Yayasan Penyelenggara

Pentarjamah/Penafsir Al-Qur‟an, 1973 ) 1998) Cet V

Zurinal, Z dan Aminuddin. “Fiqih Ibadah,” (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), Cet I