Penyebab dan Gejala serta Penanganan Kasus Demam Tifoid-viqtor try junianto.docx

18
Penyebab dan Gejala serta Penanganan Kasus Demam Tifoid Viqtor Try Junianto 102012414 / F6 Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat Email : [email protected] A. Pendahuluan Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit. Hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium untuk konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid. B. Isi 1. Anamnesis Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian 1

Transcript of Penyebab dan Gejala serta Penanganan Kasus Demam Tifoid-viqtor try junianto.docx

Penyebab dan Gejala serta Penanganan Kasus Demam TifoidViqtor Try Junianto102012414 / F6Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi : Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta BaratEmail : [email protected]. PendahuluanDemam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan olehSalmonella typhiyang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit. Hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium untuk konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid.B. Isi1. AnamnesisAnamnesis adalahpengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk dapat mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Pertanyaan tersebut meliputi:IdentitasMenanyakan nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.Keluhan utamaPernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.Riwayat penyakit sekarang (RPS)Jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan, intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan pemeriksaan apakah ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)Pernahkah pasien mengalami demam tifoid sebelumnya.Riwayat KeluargaUmur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga.Riwayat psychosocial (sosial)Stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).12. Pemeriksaan Fisik Tanda vital: Suhu (oral, rektal, axila atau telinga), nadi, respirasi, tekanan darah (mencakup lengan kanan, lengan kiri, berbaring, duduk, berdiri), tingkat kesadaran. Pemeriksaan abdomen: nyeri tekan pada epigastrium. Tingkat kesadaran pasien ada enam yaitu: Compos Mentis: Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik. Apatis : kurang memberikan respon terhadap sekelilingnya atau bersifat acuh tak acuh terhadap sekelilingnya. Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauanmotorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta. Somnolen : keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali. Sopor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat membrikan jawaban verbal yang baik. Semi koma: penurunan ranagsangan yang tidak memberikan respon terhadap rangsangan verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks pupil dan kornea masih baik. Coma : tidak sadar, dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan apapun juga.1,23. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menunjang hasil anamnesis kita terhadap pasien. Pemeriksaan laboratorium juga dapat digunakan sebagai bukti penguat diagnosis kita.Pemeriksaan laboratorium terbagi atas: Pemeriksaan rutinWalaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada tifoid dapat meningkat.SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pennanganan khusus. UJi widalUji widal dilakukan untuk deteksi antobodi terhadap kuman s.thypi. pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : Agglutinin O (dari tubuh kuman), agglutinin H (flagella kuman), dan c agglutinin Vi ( simpai kuman). Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selam beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul O, kemudian diikuti aglutinin H. pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan, sedang agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit. Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu; 1) pengobatan dini dengan antibiotic, 2) gangguan pembentukan antibody, dan pemberian kortikosteroid, 3) waktu pengambilan darah, 4) daerah endemic atau non endemic, 5) riwayat vaksinasi. 6) reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibaat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi,7) factor teknik pemeriksaan laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic. Uji tubexMerupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat(beberapa meni) dan mudah untuk di kerjakan. Uji ini mendeteksi antibodyanti-StyphiO9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti O9 yang terkonkugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida s.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksisalmonella serogroup D walau tidak spesifik menunjukkan pada S,typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan member hasil negative. Uji TypidotUji typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein membrane luarsalmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen s.typhi seberat 50 KD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. Uji IgM DipstickUji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap s.typhi pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung anti gen lipopolisakarida (LPS) s.typhoid dan anti IgM(sebagai control), reagen deteksi yang mengandung anti IgM yang dilekati dengan lateks berwarna, vairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien , tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untk disimpan selama dua tahun pada suhu 4-250C di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Kultur DarahHasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative tidak menyingkirkan demam tfoid, karena mungkin sisebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1) telah mendapat terapi antibiotic. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negative, 2) volume darah yang kuran(diperlukan kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang dibikkan sedikit maka hasil negative. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimaukkna ke dalam media cair empedu untuk pertumbuhan kuman, 3) riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibody (agglutinin) dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negative ,4) saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat.3,44. Diagnosis BandingAda beberapa jenis penyakit yang mempunyai gejala yang mirip dan hampir serupa dengan demam tifoid. Oleh karena itu maka kita harus jeli memperhatikan gejala yang tampak pada pasien. Berikut adalah jenis-jenis penyakit yang hampir serupa dengan demam tifoid. Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF)Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. DBD diesebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam virus flavivirus family dari flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kucing, anjing, danb primata. Penelitian pada arthropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites. Pada DBD mempunyai keluhan demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diabetes haemorragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (penumpukan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.4,5 MalariaMalaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidale. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu Anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang. Manifestasi malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium. Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan , anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.4,5,65. Diagnosis KerjaDiagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji darah yang mengandung bakteri Salmonella dalam darah penderita, dengan membiakkan darah pada hari 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H aglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella. Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S.typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng.56. Gejala KlinisPenegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bias terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini penting unutk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu di butuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. Masa tunas demam tifoid berlansung anara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksi,mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epiktasis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat deman adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala semakin jelas berupa demam, bradikardia relative (peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang berselaput ( kotor di tengah, tepid an ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, ganguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. Gambaran klasik demam tifoid (Gejala Khas)Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan. Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut. Minggu Pertama (awal terinfeksi)8Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39c hingga 40c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi. Minggu Kedua8Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium, somnelon, stupor, koma dan psikosis. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain. Minggu Ketiga8Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.8

Minggu keempat8Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.8 RelapsPada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.47. PatofisiologiMasuknya kumansalmonella thypike dalam tubuh manusia terjadi melalui makan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos ,masuk dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag. Dan selanjutnya di bawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama) yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembakbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kumansalmonellaterjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi sistemik seperti demam,malaise,mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (s.thypi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembangbhingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.8. EtiologiSalmonella sering bersifat patogen untuk manusia atau hewan bila masuk melalui mulut. Bakteri ini ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia, dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enterik.Salmonella typhi dan mungkin Salmonella paratyphi A serta Salmonella schottmulleri (dahulu Salmonella paratyphi B) terutama menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi oleh organsime berarti ditularkan dari sumber manusia. Tetapi, sebagian besar salmonela terutama bersifat patogen bagi hewan yang merupakan reservoir untuk infeksi manusia. Hewan-hewan ini meliputi unggas, babi, hewan pengerat, sapi, hewan piaraan (dari kura-kura sampai burung kakatua), dan hewan lainnya.3Organisme ini hampir selalu masuk melalui mulut, biasanya bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi. Bagi manusia, dosis infektif rata-rata utuk menimbulkan penyakit infeksi klinik atau subklinik adalah 105-108 bakteri (tetapi mungkin cukup dengan 103 organisme S typhi). Pada manusia, salmonela menyebabkan tiga macam penyakit utama, tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran, dan salah satunya adalah demam enterik (demam tifoid).Gejala demam tifoid ditimbulkan hanya oleh beberapa salmonella, tetapi yang terpenting adalah Salmonella typhi. Salmonella yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran getah bening lalu ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus. Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan dieksresi dalam tinja.39. EpidemiologiSurveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% . Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedang di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan persediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1.08% dari seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi.10. Komplikasi Komplikasi Intestinal Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik

Komplikasi Ekstra Intestinal Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan septik), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau Disseminated. Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia711. PenatalaksanaanSampai saat ini masih di anut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: Istirahat dan perawatanDengan tirah baring dan perawatan profesinal bertujuan untuk mencegah komplikasi. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perklengkapan pakaian yang di pakai. Diet dan terapi penunjangMakanan yang kurang akan menurukan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Beberapa peneliti menunjukkan dengan makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran berserat) dapat di beri dengan aman pada pasien demam tifoid. Pemberian antimikrobaObat-obat anti mikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut Kloramfenikol Tiamfenikol Kotrimoksazol Ampisilin dan amoksilin Golongan fluorokuinon AzitromisinKombinasi obat anti mikroba atau lebih diindikasi hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septic, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organism ddalam kultur darah selain kuman salmonella. Pada wanita hamil obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin, dan sefriakson selainnya dikawatirkan dapat terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine dan grey sindrom pada neonates.

12. PencegahanTindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus luar biasa demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman Salmonella typhi sabagai agen penyakit dan faktor pejamu serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu Identifikasi dan eradikasi S. typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier, dan akut. Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga, restoran sampai pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S. typhi akut maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S. typhi. Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi. Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingkat risiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan individu berisiko, yaitu golongan imunokompromis maupun golongan rentan.13. PrognosisPrognosis demam tifoid baik jika tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan4C. KesimpulanDemam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Demam tifoid disebabkan olehSalmonella typhi.Pemeriksaan penunjang yang mudah untuk dilakukan adalah dengan uji widal. Obat utama yang dapat digunakan adalah golongan antibiotik.D. Daftar Pustaka1. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia;2005.h.37-46.2. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci & Kasper. Harrison : Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13. Jakarta: EGC; 2006.h.101-4. pemeriksaan demam tifoid.3. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. 2006.4. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. 2009.5. Isselbacher,Braunwald,Wilson,Martin,Fauci& Kasper. Harrison : Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13.Jakarta: EGC; 2004.h.101-4. pemeriksaan demam tifoid.6. Santoso, Mardi. Kapita selekta Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: yayasan diabetes Indonesia; 2004.7. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2005:1-43.8. Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta ; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 2007.h.367-375.1