Penggolongan obat Analgesik

16
Step 7 : Hasil Belajar Mandiri 1. Penggolongan Obat Analgesik Obat analgesik dibagi menjadi 2, yaitu: A. Analgesik opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi. Ada 3 golongan obat ini yaitu : 1. Obat yang berasal dari opium-morfin, 2. Senyawa semisintetik morfin, dan 3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin atau dari senyawa sintetik. Analgesik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dariorgan viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapatmenimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah penurunan efek, sehingga

Transcript of Penggolongan obat Analgesik

Page 1: Penggolongan obat Analgesik

Step 7 : Hasil Belajar Mandiri

1. Penggolongan Obat Analgesik

Obat analgesik dibagi menjadi 2, yaitu:

A. Analgesik opioid / analgesik narkotika

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium

atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau

menghilangkan rasa nyeri.

Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk

mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan

mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.

Ada 3 golongan obat ini yaitu :

1. Obat yang berasal dari opium-morfin,

2. Senyawa semisintetik morfin, dan

3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan

Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein,

tebain, dan papaverin atau dari senyawa sintetik. Analgesik ini digunakan untuk

meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dariorgan viseral.

Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapatmenimbulkan toleransi dan

ketergantungan. Toleransi adalah penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek

seperti semula perlu peningkatandosis. Karena dapat menimbulkan ketergantungan.

Obat golongan ini penggunaannya diawasi secara ketat

dan hanya nyeri yang tidak dapat diredakan dengan obat analgetik dan

antipiretik) (Priyanto,2008).

Klasifikasi Obat Golongan Opioid Berdasarkan Rumus Bangunnya

Struktur dasar Agonis kuatAgonis lemah-

sedang

Campuran agonis-

antagonisAntagonis

Fenantren Morfin

Hidromorfin

Kodein

Oksikodon

Nalbufin

Buprenorfin

Nalorfin

Nalokson

Page 2: Penggolongan obat Analgesik

Oksimorfon Hidrokodon Naltrekson

Fenilheptilamin Metadon Propoksifen

Fenilpiperidin Meperidin

Fentanil

Difenoksilat

Morfinan Levorfanol Butorfanol

Benzomorfan Pentazosin

1. Morfin

Indikasi : meredakan atau menghilangkan nyeri hebat ( infark miokard, neoplasma,

kolok renal atau kolok empedu, oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau

koroner), mengurangi atau menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang

menyertai gagal jantung kiri, menghentikan diareberfasarkan efek langsung terhadap

otot polos usus.

Efek samping : mual, muntah, depresi napas, urtikaria, eksantem, dermatitis

kontak, pruritus, bersin, intoksitasi akut terjadi akibat percobaan bunuh diri. Pasien

akan tidur, sopor atau koma jika intoksitasi cukup berat, frekuensi napas lambat (2-

4kali/meit)

Sediaan : Pulvus opii mengandung 10% morfin dan <0,5% kodein. Yang

mengandung alkoloid murni di gunakan untuk pemberian oral / parenteral ialah

garam HCL, garam sulfat ataufosfat alkoloid morfin dangan kadar 10 mg/mL

Kodein tersedia dalam bentuk basa bebas atau dalam bentuk garam HCL atau fosfat.

Satu tablet mnegandung 10,15 atau 30 mg kodein

2. Metadon

Indikasi : jenis nyeri yang dapat di pengaruhi metadon sama dengan jenis nyeri

dapat dipengaruhi morfin.

Efek samping : perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu,

berkeringat, pruritus, mual dan muntah.

3. Fentanil

Indiksi : menangani nyeri kronis pada pasien yang memerlukan analgesik opioid

Page 3: Penggolongan obat Analgesik

Efek samping : hipoventilasi, mual, muntah, sembelit / susah buang air besar,

somnolen, bingung / kekacauan, halusinasi, euforia ( keadaan emosi yang gembira

berlebihan ) , gatal – gatal , dan retansi urin.

Kontra indfikasi : bukan untuk nyeri setelah op, lansia, gangguan fungsi hati dan

dinjal, penyakit paru, bradiaritmia, tumor otak, hamil dan menyusui.

(farmakologi dan terapi dasar ed.5. FK UI.2007)

B. Analgesik non opioid/ non narkotik

Semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti peradangan

nonsteroid (NSAID). Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino

fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat,

naproksen/naproxen.

Biasanya obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri biasanya terdiri dari

tiga komponen, yaitu :

1. analgetik (menghilangkan rasa nyeri),

2. antipiretik (menurunkan demam), dan

3. anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).

Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:

1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab

terhadap timbulnya rasa nyeri.

2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di

sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri

Obat analgetik non-opiod digunakan untuk :

· Meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau

menurunkan kesadaran juga tidak menimbulkan ketagihan

· Diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang : nyeri kepala, gigi, otot atau sendi,

perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan

Page 4: Penggolongan obat Analgesik

Efek samping yang sering timbul pada analgetik non-opiod dikelompokkan sebagai

berikut :

· Gangguan lambung-usus (asetosal, ibuprofen, metamizol)

· Kerusakan darah (parasetamol, asetosal,mefenaminat, metamizol)

· Kerusakan hati dan ginjal (parasetamol dan ibuprofen)

· Alergi kulit

Pengaruh pada Kehamilan dan Laktasi

Analgetik yang mempunyai pengaruh pada kehamilan dan laktasi antara lain adalah :

· Parasetamol : dianggap aman walaupun mencapai air susu

· Asetosal dan salisilat, dan metamizol : pada kehamilan dapat menyebabkan

perkembangan janin terganggu.

Berdasarkan derivatnya, analgetik non-opiod dibedakan atas 8 kelompok yaitu :

· Derivat Paraaminofenol : Parasetamol

· Derivat Asam Salisilat : asetosal, salisilamid dan benorilat

· Derivat Asam Propionat : ibuprofen, ketoprofen

· Derivat Asam Fenamat : asam mefenamat

· Derivat Asam Fenilasetat : diklofenak

· Derivat Asam Asetat Indol : indometasin

· Derivat Pirazolon : fenilbutazon

· Derivat Oksikam : piroksikam

Parasetamol

· Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah.

· Parasetamol mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi kemampuan

Page 5: Penggolongan obat Analgesik

antiinflamasinya sangat lemah

Asetosal (Aspirin)

· Mempunyai efek analgetik, anitipiretik, dan antiinflamasi.

· Efek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik (dosis besar) dan

iritasi lambung.

· Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala, nyeri otot dan

sendi (artritis rematoid).

· Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya trombus (bekuan darah) pada

pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak

Asam Mefenamat

· Mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetapi tidak memberikan efek

antipiretik.

· Efek samping : dispepsia

· Dosis : 2-3 kali 250-500 mg sehari

· Kontraindikasi : anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil

Ibuprofen

· Mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, namun efek

antiinflamasinya memerlukan dosis lebih besar

· Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan.

· Absorbsi cepat melalui lambung

· Waktu paruh 2 jam

· Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap (90%)

· Dosis 4 kali 400 mg sehari

Page 6: Penggolongan obat Analgesik

Diklofenak

· Diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi simtomatik jangka

panjang untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.

· Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap

· Waktu paruh 1-3 jam

· Efek samping : mual, gastritis, eritema kulit

· Dosis : 100-150 mg, 2-3 kali sehari

Indometasin

· Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin,

tetapi lebih toksik.

· Metabolisme terjadi di hati

· Efek samping : diare, perdarahan lambung, sakit kepala, alergi

· Dosis lazim : 2-4 kali 25 mg sehari

Piroksikam

· Hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi.

· Waktu paruh : > 45 jam

· Absorbsi cepat dilambung

· Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema

kulit.

· Dosis : 10-20 mg sehari

Fenilbutazon

· Hanya digunakan untuk antiinflamasi, mempunyai efek meningkatkan ekskresi asam

urat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout.

Page 7: Penggolongan obat Analgesik

· Diabsorbsi cepat dan sempurna pada pemberian oral.

· Waktu paruh 50-65 jam

2. Mekanisme Kerja Obat OAINS DAN AINS

Mekanisme kerja OAINS

Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem

biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga

konversi asam arakidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase

terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut

dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan

berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran

cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung aktivitas COX-1 menghasilakan prostasiklin

yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar,

termasuk sitokin, endotoksindan growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis

trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot

Page 8: Penggolongan obat Analgesik

polos. Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di endotel malro

vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.

Mekanisme kerja obat AINS

Kortikosteroid merupakan anti-inflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid

alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek anti-inflamasi

kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imuno-kompeten seperti sel T, makrofag, sel

dendritik, eosinofil,neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi

dan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut.

Kerja kortikosteroid menekan reaksi inflamasi pada tingkat molekuler terjadi melalui

mekanisme genomik dan non-genomik. Glukokortikoid (GK) berdifusi pasif dan berikatan

dengan reseptor glukokortikoid (RG) di sitosol. Ikatan GK-RG mengakibatkan translokasi

kompleks tersebut ke inti sel untuk berikatan dengan sekuens DNA spesifik, yaitu gluco-

corticoid response elements (GRE). Ikatan GK-RG dengan DNA mengakibatkan aktivasi

atau supresi proses transkripsi.Mekanisme non-genomik GK terjadi melalui aktivasi

endot-helial nitric oxide synthetase (eNOS) yang menyebabkan lebih banyak pelepasan

nitric oxide (NO), suatu mediator anti-inflamasi.

Imunosupresi secara genomik terjadi melalui aktivasi annexin-1 (lipocortin-1) dan

mitogen-activated protein-kinase (MAPK) phosphatase 1. Selain itu, GK juga

meningkatkan transkripsi gen antiinflamasi secretory leuko-protease inhibitor (SLPI)

interleukin-10 (IL-10) dan inhibi-tor nuclear factor-κB (IκB-α). Annexin-1 menghambat

pelepasan asam arakhidonat sehingga produksi mediator inflamasi menurun

(prostaglandin, tromboksan, prostasiklin, dan leukotrien). Kerja enzim MAPK

phosphatase 1 menyebabkan MAPK 1 tidak aktif sehingga aktivasi sel T,sel dendritik, dan

makrofag terhambat.

Mekanisme genomik lain berupa inhibisi faktor transkripsi yang berperan dalam

produksi mediator inflamasi,yaitu nuclear factor-κB (NF-κB) dan activator protein-1(AP-

1).NF-κB dan AP-1 mengatur ekspresi gen sitokin,inflammatory enzymes, protein dan

reseptor yang berperanan dalam inflamasi (IFN-γ, TNF-α, dan IL-1). Penghambatan ke-

duanya akan menurunkan produksi mediator inflamasi.

Page 9: Penggolongan obat Analgesik

3. Obat yang Dijual Bebas Menurut Undang-Undang

a. Obat Bebas

Adalah obat yang dijual secara bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek,

toko obat, maupun toko biasa. Obat bebas pada kemasannya diberi tanda khusus

berupa lingkaran dengan warna hijau dan garis tepi hitam.

b. Obat Bebas Terbatas (Daftar P)

Adalah obat yang dapat diperoleh atau dibeli tanpa resep dokter di apotek dan toko

obat terdaftar. Obat bebas terbatas diberi tanda khusus berupa lingkaran biru tua

dengan garis tepi hitam pada kemasannya. Namun karena dalam komposisi obat bebas

terbatas terdapat zat/bahan yang relatif toksik, pada kemasan perlu dicantumkan tanda

peringatan (P1-P6). Peringatan ini berupa :

P1: Awas! Obat Keras! Baca aturan pakai. Contoh: Antimo

P2: Awas! Obat Keras! Hanya untuk kumur. Contoh: Gargarisma Kan

P3: Awas! Obat Keras! Hanya bagain luar badan. Contoh: Tinctura Jodii

P4: Awas! Obat Keras! Hanya untuk dibakar. Contoh: Sigaret Asthma

P5: Awas! Obat Keras! Tidak boleh ditelan. Cotnoh: Sulfanilamide Steril 5 gram

P6: Awas! Obat Keras! Obat wasir, tidak ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria

c. Obat Keras (Daftar G)

Sesuai Ordonasi Obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949, dinyatakan obat

keras adalah obat beracun yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,

mendisinfeksikan dan lain lain dalam tubuh manusia; obat berada baik dalam

substansi maupun tidak. Obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter kecuali

bila digunakan untuk keperluan teknik. Resep yang mengandung obat ini tidak oleh

diulang. Obat-obat yang termasuk dalam Daftar G antara lain:

1. Semua obat suntik, kecuali golongan narkotika dan psikotropika

2. Semua antibiotika seperti kloramfenikol, metronidazol, tetrasiklin, dll

3. Semua preparat sulfa, kecuali sulfaguanidin dalam jumlah tertentu

4. Semua preparat hormon seperti androgen, kortikosteroid, estrogen, dll

5. Semua preparat pyrazolone seperti pyramidone, phenylbutazon, dll

6. Papaverine, Narcotine/Noscapine, Narceine serta garam-garamnya

7. Adrenalin serta garam-garamnya

8. Anetesi lokal seperti Novocaine/Procaine, Lidocaine, dll

d. Obat Golongan Narkotika = Obat Bius = Daftar O

Page 10: Penggolongan obat Analgesik

Narkotika adalah golongan obat yyang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat (SSP), baik

memberi depresi (Opium, Morfin, Heroine) maupun stimulasi (Coccaine). UU RI No.

22 Tahun 1997 mengenai narotika, membagi obat narkotika dalam 3 golongan, yaitu:

1. Narkotika golongan I: hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, bukan

terapi karena bisa menyebabkan ketergantungan. Contoh: Coccaine dan

Marihuana

2. Narkotika goloongan II: untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan terapi namun

juga berpotensi menyebabkan ketergantungan. Contoh: Morfin dan Fentanil

3. Narkotika golongan III: untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan banyak

digunakan sebagai terapi. Contoh: Ethylmorfin dan Codeine

e. Obat Golongan Psikotropika

Menurut UU Psikotropika tanggal 11 Maret 1997, psikotropika adalah zat atau obat,

baik alamiah maupun sintetis bukan-narkotika, yang bersifat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental

dan perilaku. Yang memberi depresi pada SSP yaitu golongan benzodiazepin,

barbiturat dan metaqualone, sedangkan yang memberi stimulasi pada SSP yaitu

golongan Amphetamine. Ada juga yang menyebabkan halusinasi, yaitu LSD

(Lycergic Acid Diethylamine). Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

1. Psikotropika golongan I: hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan jadi tidak

diresepkan. Contoh: Ecstacy, Psilocybin dan Psilosin

2. Psikotropika golongan II: boleh diresepkan namun dapat menyebabkan

ketergantungan yang besar jika diberikan dalam jangka waktu lama. Contoh:

Amphetamine dan Metaqualone

3. Psikotropika golongan III: boleh diresepkan namun dapat menyebabkan

ketergantungan pada penggunaan jangka lama. Contoh: Amobarbital dan

Cyclobarbital

4. Psikotropika golongan IV: sering diberikan resep oleh dokter umum maupun

dokter spesialis. Contoh: Diazepam dan Bromazepam.