Penelitian Parasit 2012 Dedeq

56
GAMBARAN KASUS INFEKSI PARASIT DI POLI KULIT DAN KELAMIN RSUP NTB PERIODE JANUARI - DESEMBER 2012 Oleh : Ni Kadek Putri Dwi Jayanti H1A 009 049 Pembimbing : dr. Dedianto Hidajat Sp.KK DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN 1

description

penelitian

Transcript of Penelitian Parasit 2012 Dedeq

GAMBARAN KASUS INFEKSI PARASITDI POLI KULIT DAN KELAMIN RSUP NTB PERIODE JANUARI -DESEMBER 2012

Oleh :

Ni Kadek Putri Dwi Jayanti H1A 009 049 Pembimbing :

dr. Dedianto Hidajat Sp.KKDALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan berkah dan pertolongan-Nya, sehingga Penulis bisa merampungkan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Laporan Kasus yang berjudul Gambaran Kasus Infeksi Parasit Di Poli Kulit-Kelamin RSUP NTB Periode Januari Desember 2012 ini Penulis susun dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP NTB.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada Penulis :

1. dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK, selaku koordinator pendidikan Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP NTB/Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

2. dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK, selaku pembimbing penulisan laporan kasus ini.

3. dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed, Sp.KK, selaku supervisor.4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga Penulis sangat mengharapkan kritik serta saran untuk menyempurnakan tulisan ini.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat serta tambahan pengetahuan mengenai infeksi kulit akibat jamur untuk aplikasi klinis sehari-hari bagi para pembaca, dan terutama sekali bagi Penulis sendiri.Terima kasih.

Mataram, 21 Februari 2015 Penulis

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangParasit dapat menyebabkan kelainan pada kulit. Parasit-parasit yang sering menginfeksi kulit manusia adalah skabies, pediculosis, creeping disease, dermatitis venenata.2Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan penetrasi tungau parasit Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam epidermis. Tungau skabies pertama kali diidentifikasi pada tahun 1600an, tetapi tidak dikenali sebagai penyebab dari erupsi kulit sampai tahun 1700an.1 Penyakit ini sangat menular. Penularan terjadi melalui kontak personal langsung dari kulit ke kulit atau melalui kontak tidak langsung (melalui benda-benda) seperti pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain. Tungau ini bersifat obligat pada manusia, tinggal dalam terowogan yang dibuatnya dalam epidermis superfisial.2Terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang menderita skabies.1 Skabies adalah penyakit endemik di seluruh dunia, dapat menyerang seluruh ras dan berbagai tingkat sosial, namun gambaran akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6%-12,95% dan scabies menduduki peringkat ketiga sebagai penyakit kulit tersering. Pada tahun 2004, prevalensi skabies naik menjadi 40,78%.1,3Pedikulosis adalah infeksi kulit atau rambut pada manusia yang desebabkan oleh pediculus (tergolong family pediculae). Selain menyerang manusia penyakit ini juga menyerang binatang oleh karena itu dibedakan pediculus humanus dengan pediculus animalis. Pediculus ini merupakan parasir obligat artinya harus menghisap darah manusia untuk dapat bertahan hidup. Penyakit ini banyak terjadi di lingkungan yang padat dan penularannya dapat melalui benda yang dipakai oleh penderita ataupun secara kontak langsung.4Pediculosis capitis telah menjadi endemik di seluruh dunia baik negara maju maupun negara berkembang dan baik di negara beriklim tropis maupun iklim sedang. Anak-anak sekolah adalah populasi yang paling sering terinfestasi dibanding dengan populasi lain. Di Indonesia sampai saat ini belum ada angka yang pasti mengenai terjadinya pedikulosis capitis 4Cutaneus Larva Migran atau creeping disease (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang sudah dikenal sejak tahun 1874. Creeping itchatau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari CLM.3Invasi penyakit creeping disease sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani dan tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab. Di dunia diperkirakan 574.000.000-740.000.000 orang terinfeksi cacing tambang. Cacing tambang pernah tersebar secara luas di Amerika Serikat, khususnya wilayah tenggara, namun perbaikan dalam kondisi hidup telah mengurangi angka kejadian infeksi cacing tambang dalam jumlah yang besar di wilayah tersebut. Di berbagai daerah di Indonesia, prevalensi infeksi cacing tambang berkisar 30-50%.4Infeksi parasit pada kulit manusia dapat menular melalui kontak secara langsung atau kontak secara tidak langsung. Untuk itu melakukan pengobatan terhadap seseorang yang memiliki keluhan yang sama dengan penderita dalam waktu yang bersamaan sangat dianjurkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah infeksi ulang dari parasit tersebut (rekuren).

Data penyakit Infeksi Parasit di Rumah Sakit Nusa Tenggara Barat sendiri belum tersedia, hal inilah yang menjadi dasar penulis menyusun Laporan Kasus Gambaran Kasus Penyakit Infeksi Parasit Di Poli Kulit Kelamin RSUP NTB Periode Januari 2013-Desember 2013 untuk melihat angka kejadian penyakit Penyakit Infeksi Kulit di RSUP NTB.

Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai beberapa penyakit infeksi parasit yaitu skabies, pedikulosis kapitis, creeping disease, dermatitis venenata, dan antropoda bite yang kasusnya sering ditemukan di poli kulit dan kelamin RSUP NTB namun terkadang luput dari pendataan.1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pola Infeksi Parasit di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Januari Desember 2012 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui presentase jenis kelamin dan kelompok usia yang menderita Infeksi Parasit di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Januari Desember 2012.

2. Mengetahui distribusi daerah pasien yang menderita Infeksi Parasit di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Januari Desember 2012.

3. Mengetahui persentase jenis Infeksi Parasit yang ada di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Januari Desember 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai rujukan tambahan dalam penetapan kebijakan mengenai Infeksi parasit kulit bagi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat dan institusi kesehatan pemerintah.

2. Sebagai data rujukan untuk penelitian mengenai Infeksi parasit kulit 3. Sebagai sumber bacaan bagi masyarakat mengenai Infeksi parasit kulit BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 SKABIES 2.1.1 Definisi Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. 42.1.2 EpidemiologiSkabies merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var hominis pada kulit yang penularannya melalui kontak langsung maupun tidak langsung.2,7 Cara penularan kontak langsung ( kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan cara penularan tidak langsung (melalui benda), misalkan pakaian handuk, sprei, bantal dan lain-lain.

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik serta ekologik.42.1.3 Etiopatogenesis

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Infestasi Sarcoptes scabiei pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis. Badan tungau skabies berbentuk oval dengan bagian dorsoventral yang datar. Betina dewasa berukuran panjang 0,4 mm dan lebar 0,3 mm. Jantan dewasa berukuran lebih kecil, dengan panjang 0,2 mm dan lebar 0,15 mm. Badan tungau berwarna putih suram dan terdapat gambaran gelombang transversal yang jelas. Pada bagian dorsal ditutupi rambut-rambut halus dan duri-duri, yang disebut dentikel. Tungau dewasa mempunyai empat pasang kaki, dua pasang kaki depan sebagai alat untuk melekat. Pada tungau betina, terdapat rambut-rambut halus yang disebut setae di ujung dua pasang kaki belakang, sedangkan pada tungau jantan terdapat rambut-rambut halus di ujung pasangan kaki ketiga dan alat perekat di ujung kaki keempat.4,6

Gambar 1. Siklus hidup Sarcoptes scabiei 2Kopulasi antara tungau jantan dan betina dewasa terjadi di permukaan korneum. Setelah kopulasi, Sarcoptes betina yang sudah mengalami fertilisasi membuat terowongan pada malam hari sepanjang 2-3 mm per hari untuk meletakkan telurnya. Terowongan tidak terbatas pada stratum korneum saja tetapi masuk juga ke bawah dalam epidermis tetapi tidak lebih dalam dari stratum granulosum. Telur dan feses di deposit di belakang Sarcoptes betina di dalam terowongan. Setiap Sarcoptes betina dapat menghasilkan 1-4 telur per hari dan 40-50 telur selama hidupnya (4-6 pekan). Selama itu ia tidak keluar dari terowongannya. Dalam 2-3 hari telur menetas menjadi larva dan keluar dari terowongan. Larva kemudian menjadi nympha dalam 3-4 hari, kemudian menjadi Sarcoptes dewasa jantan dan betina dalam 4-7 hari. Terjadi kopulasi lagi dan Sarcoptes betina membuat terowongan lagi sedangkan yang jantan mati.2

Jumlah tungau dewasa pada seorang penderita skabies biasanya kurang dari 20, kecuali pada crusted skabies (dulu dikenal sebagaiNorwegian skabies ) yang dapat ditemukan lebih dari satu juta tungau.1

2.1.4 Patogenesis

Terjadi hipersensitivitas tipe cepat dan tipe lambat untuk terjadinya lesi. Untuk infestasi hanya memerlukan kurang lebih 10 tungau. Pada infestasi pertama, untuk tejadinya gatal harus ada sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei dulu. Sensitisasi terjadi dalam beberapa pekan. Pada reinfestasi gatal sudah dapat dirasakan dalam 24 jam. Terlibatnya hipersensitivitas tipe lambat pada terjadinya papul dan nodul yang meradang, berdasarkan pada perubahan histologis dan kelaziman ditemukannya limfosit T pada infiltrat kulit. Temuan imunologis lain yaitu adanya IgG dan IgM yang tinggi dan IgA rendah dalam serum dan kembali normal setelah terapi.2

Kelainan kulit disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan.72.1.5 Gejala Klinis

Tanda-tanda kardinal dalam menegakkan skabies11, yaitu:

1. Pruritus nokturnal yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanyaseluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yangpadat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Seluruh anggota keluarga yang terinfeksi dikenal dengan keadaan hiposensitisasi. Walaupun mengalami infestasi tungau tetapi tidak memberikan gejala. Pasien ini bersifat sebagai pembawa (carrier).3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf(pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian polar, sikubagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal diatas.2.1.6 Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakkan dari pemeriksaan mikroskop dengan menemukan tungau,telur, atau butiran faeces. Salah satu elemen tersebut harus ditemukan, karena infestasi ini sering underdiagnosed(skabies dapat menyerupai dermatosis pruritus), atau overdiagosedsehingga menyebabkan penyakit lain diobati dengan skabisid.3 Untuk mengidentifikasi terowongan secara cepat dapat diteteskan gentian violet pada area yang terinfestasi, lalu dibersihkan dengan alkohol. Terowongan akan terlihat lebih gelap dari kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta.1,9 Teknik pemeriksaan mikroskopis dengan meneteskan setetes minyak mineral di atas terowongan dan kemudian mengerok secara longitudinal dengan pisau skalpel nomor 15 sepanjang terowongan, hati-hati jangan sampai berdarah. Kerokan lalu diletakkan pada kaca objek dan diperiksa di bawah pembesaran 10 kali.1,4,10

Metoda diagnostik lain mencakup dermoskopi yang dapat digunakan untuk memeriksa tungau secara in vivo.1 Pada situasi diagnostik yang sulit dan kasus atopik,polymerase chainreaction ( PCR ) dapat digunakan sebagai alat diagnostik, dengan cara mendeteksi DNA tungau dari krusta kutaneus.1,4

Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui

pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:12

1. Kerokan kulit

Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.2. Mengambil tungau dengan jarum

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

3. Epidermal shave biopsyMenemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.

4. Kuretase terowongan

Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.

5. Tes tinta Burowi

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-kooperatif.

6. Tetrasiklin topikal

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan7. Apusan kulit

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.

8. Biopsi plong (punch biopsy)Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak kooperatif.2.1.7 Diagnosis Banding

Beberapa penyakit dapat menyerupai skabies antara lain prurigo, dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis kontak, pioderma, dermatitis herpetiformis, erupsi obat dan insect bite.22.1.8 Penatalaksanaan

Untuk mengobati skabies perlu diberika penjelasan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit skabies mudah sekali menular, sehingga semua individu yang berkontak /serumah harus diobati walaupun gejala belum ada. Obat topikal sebaiknya diberikan setelah mandi karena hidrasi kulit. Pakaian, sprei, handuk dan alat tidur lain hendaknya dicuci dengan air panas. Dapat juga dimasukkan dalam kantong plastik, dibiarkan 1 pekan maka tungau akan mati.2

a. Pengobatan secara umum

Edukasi pada pasien skabies :

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur. 3. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan resiko infeksi.4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.

5. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.

6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan.b. Pengobatan secara khusus

Terapi topikal pada skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :1. Krim Permetrin : Suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih dari 20 tahun. Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.12,13,14 Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik.14 Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.12 Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Permetrin tidak dianjurkan pada bayi usia kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil.2 2. Lindane 1% : Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak. Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg. Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama pada bayi, anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang luas. Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan keluhan utama kejang. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya.133. Sulfur : Biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum. Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah sulfur berbau, meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi, membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau menyusui.12,134. Benzil benzoat 25% : Obat ini merupakan skabisid kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan yang sama dengan lindane.7,12,135. Krim Krotamiton : Dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati skabies. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara dengan benzyl benzoat atau sulfur.12LAPORAN KASUSI. Identitas Pasien

Nama

: An. AUmur

: 4 tahun

Jenis kelamin

: PerempuanAlamat

: Sesela, Gunung SariPendidikan

: SD

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Sasak

Tanggal Periksa: 16 Februari 2015II. AnamnesisKeluhan Utama :

Bintik-bintik yang terasa gatal pada sela jari kedua tangan, punggung ke dua tangan, telapak tangan, sela jari kaki, punggung kedua kaki, dan telapak kaki.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP NTB diantar oleh ibunya dengan keluhan bintik-bintik yang terasa gatal pada sela jari kedua tangan, punggung ke dua tangan, telapak tangan, sela jari kaki, punggung kedua kaki, dan telapak kaki. Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu sebelum pasien berobat ke poli, awalnya bintik-bintik kemerahan yang sebesar ujung jarum pentul berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri, punggung ke kedua tangan, telapak tangan, sela jari kaki, punggung kedua kaki, dan telapak kaki. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun hampir setiap malam. Untuk mengurangi keluhan, ibu pasien biasanya menaburi tubuh pasien dengan bedak bayi. Saat pertama kali gatal tersebut muncul, pasien tidak digigit oleh serangga.

Keluhan demam, batuk pilek dan sakit menelan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal ibu pasien. Riwayat asma dan penyakit alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan debu disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Kakak pasien mengalami hal serupa dengan pasien dan sudah diobati. Riwayat asma, alergi makanan, obat-obatan dan debu disangkal.Riwayat Sosial :

Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah dan 2 orang saudara. Ukuran rumah kecil dengan lingkungan padat penduduk. Riwayat orang sekitar yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh ibu pasien, yakni kakak pasien yang sering diajak bermain. Pasien biasanya mandi 2 x dalam sehari, mengganti pakaiannya 2 x dalam sehari termasuk pakaian. Pasien kadang- kadang menggunakan handuk bersamaan dengan anggota keluarga yang lain. Pasien tidur bersamaan dengan kakaknya yang mengalami keluhan serupa. Ibu pasien mencuci pakaian sendiri dengan sabun biasa dan disetrika.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Sedang Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital:

Nadi : 98x/m

Suhu : afebris

Pernapasan : 20x/m

Berat badan : 15 Kg Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak ada kelainan kulit Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata hitam, tidak ada madarosis Telinga

: Normotia, tidak ada kelainan kulit Hidung

: Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit Mulut

: Bibir tidak kering, caries dentis (-), faring hiperemis (-) Thoraks

: Bentuk normal, pergerakan simetris Paru

: Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/- Jantung

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen

: Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus) Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus) Status Dermatologis

Regio :Interdigitalis manus bilateral, palmar, dorsum manus bilateral, interdigitalis pedis bilateral, palmar, dorsum pedis bilateral.UKK : Papul eritema multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran diameter 0,1 0,3 cm, menimbul dari permukaan kulit, kering Ekskoriasi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan mikroskopik mencari Sarcoptes Scabiei dewasa, larva, telur dengan preparat kaca obyek, lalu ditutup kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahayaHasil : Tidak ditemukan Sarcoptes Scabiei dewasa, larva, telurV. RESUME

Seorang anak perempuan, berusia 4 tahun datang diantar oleh ibunya untuk berobat ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP NTB tanggal 16 Februari 2015 dengan keluhan bintik-bintik yang terasa gatal pada sela jari kedua tangan, telapak tangan, punggung tangan, sela jari kedua kaki, telapak kaki, dan punggung kaki. awalnya bintik-bintik kemerahan yang sebesar ujung jarum pentul berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri, punggung ke kedua tangan, telapak tangan, sela jari kaki, punggung kedua kaki, dan telapak kaki. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun hampir setiap malam.

Kakak pasien mengalami hal yang sama. Pasien sering bermain dan tidur bersamaan dengan kakaknya. Penggunaan handuk bersamaan terkadang juga dilakukan.Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi pada region interdigitalis manus bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral, interdigitalis pedis bilateral, palmar dan dorsum pedis bilateral. Ujud Kelainan Kulit yang ditemukan yaitu Papul eritema multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran diameter 0,1 0,3 cm, menimbul dari permukaan kulit, kering dan terdapat ekskoriasi.Pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan Sarcoptes Scabiei dewasa, larva, telur.VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Skabies 2. Prurigo herba

3. Dermatitis4. Pedikulosis korporisVII. DIAGNOSIS KERJA

Skabies VIII. PENATALAKSANAAN

1. UMUMa. Menjelaskan mengenai penyakit dan cara penularannyab. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

c. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.d. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan resiko infeksie. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidurf. Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam hingga keesokan harinya. g. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.

h. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

2. KHUSUS

a. Topikal

Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu

b. Sistemik

Anti histamin : Sirup Histrine 1x 1cth IX. PROGNOSISQuo Ad vitam : ad bonam

Quo Ad functionam : ad bonam

Quo Ad cosmeticam : ad bonam

Quo Ad sanationam : ad bonam

X. PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaan yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan bintik-bintik kemerahan yang gatal timbul pada sela kedua tangan, punggung tangan, sela kedua kaki, punggung kaki. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari. Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah dan riwayat orang sekitar yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh ibu pasien, yakni kakak pasien yang sering diajak bermain, menggunakan handuk dan tidur bersama. Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari tanda 4 tanda kardinal skabies maka diagnosis klinis dapat ditegakkan.

Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni :

1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih tinggi pada malam hari2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel.4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.

Dimana tanda kardinal yang ditemukan adalah pruritus nokturna, adanya orang di sekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama dan ditemukan papul pada predileksi sela-sela jari tangan, telapak dan punggung tangan serta sela-sela jari kaki, telapak dan punggung kaki.Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu prurigo hebra yaitu penyakit kulit kronis dimulai sejak bayi atau anak, sering terdapat pada anak dengan tingkat sosial ekonomi dan hygiene rendah. Penyebab pasti belum diketahui, diduga sebagai penyakit herediter, akibat kepekaan kulit terhadap gigitan serangga. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas bagian ekstensor dan simetris. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena pasien baru mengalami keluhan satu minggu yang lalu dan tidak peka tehadap gigitan nyamuk.

Sedangkan pada pedikulosis korporis kelainan kulitnya berupa papul milier disertai bekas garukan yang menyeluruh pada tubuh pasien. Pada dermatitis, meskipun memberikan kelainan kulit yang hampir sama namun pada dermatitis tidak akan ditemukan kanalikuli, dan pada anamnesa tidak didapatkan adanya anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Penatalaksanaan pada kasus scabies dapat dilakukan baik dengan non- medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu dengan memberikan eduksai seperti Rajin melakukan pengobatan dan seluruh keluarga harus diobati, menjaga kebersihan pasien dan keluarga, seluruh pakaian di rumah dicuci dengan menggunakan air hangat, kasur, bantal, dan benda-benda lain yang tidak bisa dicuci dapat dijemur, kontrol seminggu lagi untuk melihat hasil terapi dan perkembangan penyakit .Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang paling baik diberikan pada anak-anak berupa permetrin 5% mengingat efektif pada semua stadium skabies dan toksisitasnya yang rendah. Serta penggunannya yang mudah dan dapat diperoleh dengan mudah di apotek.Selain itu untuk mengurangi gatal yang dialami pasien terutama pada malam hari juga diberikan obat antihistamin yaitu Klorfeniramin maleat 2 x1/2 tablet. Obat ini murah dan mudah didapat namun memiliki efek mengantuk karena efek sedatif.Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.

Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari Sarcoptes scabiei.BAB IIIBAHAN DAN CARA PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan merupakan suatu penelitian non eksperimental yang dirancang secara Observatif Deskriptif dengan pengumpulan data bersifat Deskriptif Retrospektif yaitu suatu penelitian yang melihat ke belakang atau dengan mengambil data-data terdahulu yang telah ada, dimana data yang digunakan berasal dari register poli kulit dan kelamin RSUP NTB dan rekam medis selama periode Januari - Desember 2012. Data diperoleh dalam bentuk sekunder dengan mencatat apa yang telah tertulis pada register dan rekam medis.3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan data yang berasal dari register pasien di Bagian Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015.

3.3 Populasi dan Subyek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini merupakan seluruh pasien kulit dan kelamin yang berkunjung ke Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB selama periode Januari - Desember 2012.

3.3.2 Subyek Penelitian.

Subyek penelitian adalah semua pasien yang terdiagnosa infeksi parasit selama periode Januari -Desember 2012.

3.4 Kriteria Inklusi

Semua pasien yang terdiagnosis penyakit infeksi parasit Semua pasien dengan infeksi parasit yang tercatat dalam rekam medis periode Januari sampai dengan Desember 2012.3.5 Kriteria Eksklusi

Pasien yang terdiagnosa infeksi parasit yang tidak ditemukan rekam medisnya

Pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusi

3.6 Definisi Operasional Variable Penelitian

1. Pasien adalah pasien yang menderita penyakit infeksi parasit yang terdiagnosa secara klinis dan laboratorium sederhana di Poli Kulit Dan Kelamin RSUP NTB periode Januari-Desember 2012.2. Geografis adalah kedudukan suatu tempat atau wilayah di Provinsi NTB, yang terbagi menjadi Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa Barat, Dompu, dan Kabupaten Bima.

3. Umur adalah usia responden saat penelitian berdasarkan kriteria WHO tahun 1995, dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu: 1) Bayi dan Anak-anak: 0-14 tahun; 2) Dewasa: 15 49 tahun; 3) Orang tua: 50 tahun.

4. Jenis Kelamin adalah suatu karakteristik responden yang dibedakan identitasnya dari laki laki dan perempuan.

5. Diagnosis adalah identitas mengenai suatu infeksi parasit yang terdiri antara lain adalah skabies, cutaneus larva migrant (CLM), pedikulosis kapitis, dermatitis venenata, antropoda bite.6. Terapi adalah segala bentuk pengobatan medikamentosa yang diberikan kepada pasien dengan infeksi parasit yang diklasifikasikan menjadi:a. Terapi sistemikTerapi sistemik adalah pengobatan yang dapat memberikan efek menyeluruh pada tubuh dan pada umumnya diberikan melalui oral dan suntikan intravena atau intramuskular. Terapi sistemik dibagi menjadi: Antihistamin sistemik Antagonis reseptor H1 (AH1) generasi pertama dan kedua

Antagonis reseptor H2 (AH2)

Kortikosteroid sistemik

Kortikosteroid kerja panjang Kortikosteroid kerja menengah Kortikosteroid kerja pendek Antibiotik sistemik

Penisilin Sefalosporin Tetrasiklin Makrolid Antibiotic beta laktam

Antielmintik sistemik Albendazol

Mebendazol b. Terapi topikalTerapi topikal adalah pengobatan yang diterapkan di kulit. Terapi topikal dibagi menjadi:

Antiskabies topikal Kortikosteroid topikal

Potensi sangat kuat Potensi kuat Potensi sedang Potensi lemah

Antibiotik topikal3.7 Alur Penelitian

Berikut alur penelitian yang akan dilakukan :

3.8Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk tabulasi serta grafik sesuai dengan jenis kelamin, umur, tempat tinggal, diagnosis, jenis infeksi parasit, dan terapi. Kemudian data dianalisis untuk mendeskripsikan angka-angka yang mencerminkan distribusi dari aspek-aspek yang diteliti tersebut dengan menggunakan program pengolahan data.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Angka Kejadian Infeksi Parasit di Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB Periode Januari sampai Desember 2012Jumlah kunjungan pasien di poli kulit kelamin RSUP NTB selama periode Januari Desember 2012 berdasarkan register adalah 3108 kunjungan. Jumlah kunjungan pasien infeksi parasit selama periode tersebut adalah 448 kasus (14,4%) dari 3108 total kasus yang terdapat di poli kulit kelamin RSUP NTB.

Selama proses pengumpulan data, dari 448 sample yang ada, 329 sample dieksklusi karena tidak ditemukan rekam medisnya serta tidak memenuhi kriteria inklusi, sehingga sample yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 119. Jadi, total sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 119 kasus (3,8%) dari 3108 kasus penyakit kulit dan kelamin.4.2 Distribusi Penderita Infeksi Parasit di Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB Periode Januari sampai Desember 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 1. Distribusi Penderita Penyakit Infeksi Parasit Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis KelaminJumlahPresentase

Laki-laki7058,8%

Perempuan4941,2 %

Total119100%

Dari tabel dan grafik menunjukkan bahwa sebanyak 70 (58,8%) infeksi parasit dialami oleh laki-laki, dan sisanya 49 orang (41,2%) dialami oleh perempuan. 4.3 Distribusi Penderita Infeksi Parasit di Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012 Berdasarkan Usia

Tabel 2. Distribusi Penderita Infeksi Parasit di RSUP NTB Berdasarkan Usia.UsiaJumlahPersentase

Usia 0 14 tahun6857,1%

Usia 15 49 tahun4134,5%

Usia 50 tahun atau lebih108,4%

Total119100%

Tabel dan grafik di atas menunjukkan pasien infeksi parasit terbanyak pada kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 68 orang (57,1%), sedangkan urutan kedua pasien berusia 15-49 tahun sebanyak 41 orang (34,5%), dan pasien paling sedikit dari kelompok usia 50 tahun atau lebih yaitu sebanyak 10 orang (8,4%). Hal ini sejalan dengan data epidemiologi bahwa, infeksi parasit sering terjadi pada anak- anak. 4.4 Distribusi Penderita Infeksi Parasit di Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012 Berdasarkan Tempat Tinggal

Tabel 3. Distribusi Penderita Penyakit Infeksi Parasit Berdasarkan Tempat Tinggal

KabupatenFrekuensiPersentase

Kota Mataram6352,7%

Kabupaten Lombok Barat3831,7%

Kabupaten Lombok Tengah 86,5%

Kabupaten Lombok Utara44,5%

Kabupaten Lombok Timur21,5%

Kabupaten Sumbawa21,5%

Kabupaten Dompu10,8%

Kabupaten Bima 10,8%

Total 119100%

Dari tabel dan grafik menunjukkan pasien dengan infeksi Parasit terbanyak bertempat tinggal di wilayah Kota Mataram yaitu sebanyak 63 orang (52,7%), lainnya berasal dari Lombok Barat dengan jumlah 38 orang (31,7%), Lombok Tengah 8 orang (6,5%), Lombok Utara 4 orang (4,5%), Lombok Timur 2 orang (1,5%), Sumbawa 2 orang (1,5%) dan Dompu, serta Bima masing-masing 1 orang (0,8%). Hal ini dikarenakan kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di Kota Mataram sebesar 6.793 jiwa per km2. Selain itu juga dapat disebabkan oleh letak dari RSUP NTB yang berada di kota Mataram sehingga lebih mudah diakses oleh masyarakat dari kota Mataram.4.5 Distribusi Penderita Infeksi Parasit di Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB Periode Januari Desember 2012 Berdasarkan Diagnosa

Setelah dilakukan analisis data, maka penulis mengambil 5 penyakit infeksi parasit terbanyak yang ada di poli kulit dan kelamin RSUP NTB, daftar infeksi parasit yang ada di poli kulit dan kelamin RSUP NTB periode Januari 2012 Desember 2012:

Tabel 4. Distribusi Penderita Infeksi parasit Berdasarkan DiagnosaNama PenyakitFrekuensi(n)Persentase(%)

Skabies 8974,7%

Skabies+Infeksi sekunder15 12,7%

Skabies dengan Infeksi lainnya :

Skabies dengan dermatitis

Skabies dengan tinea514,3%

0,8%

Antropoda bite75,9 %

Dermatitis Venenata

21,6%

Total119100%

Pada tabel di atas tampak bahwa kasus Infeksi Parasit terbanyak di poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB periode Januari 2012 Desember 2012 adalah Skabies dengan jumlah kasus sebanyak 89 kasus (74,7%). Hal ini berkaitan dengan data epidemiologi yang menunjukkan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang menderita skabies.1 Skabies adalah penyakit endemik di seluruh dunia, dapat menyerang seluruh ras dan berbagai tingkat sosial, namun gambaran akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6%-12,95% dan scabies menduduki peringkat ketiga sebagai penyakit kulit tersering. Pada tahun 2004, prevalensi skabies naik menjadi 40,78%.1,3Kasus terbanyak kedua yaitu skabies+infeksi sekunder sebanyak 15 kasus (12,7%), kemudian diikuti oleh antropoda bite sebanyak 7 kasus (5,9 %), scabies dengan dermatitis sebanyak 5 kasus (4,3%) dermatitis venenata sebanyak 2 kasus kasus ( 1,6%), dan yang paling sedikit skabies dengan tinea sebanyak 1 kasus (0,8%).

1.6 Distribusi Pemilihan Terapi Sistemik pada Penderita Infeksi Parasit di Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB Periode Januari Desember 20124.6.1 Penggunaan Antihistamin pada Penderita Infeksi Parasit di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012AntihistaminJumlahPresentase

Tidak diberikan5949,6%

Cetirizine3025,2%

Interhistin1512,6%

Loratadine108,4%

CTM54,2 %

Total119100%

Dari tabel dan grafik penggunaan antihistamin menunjukkan penggunaan obat ini dalam pengobatan simptomatis, yaitu pruritus. Pada tabel di atas pasien dengan infeksi parasit paling banyak tidak diberikan antihistamine yaitu sebanyak 59 (49,6%). Cetirizine dan Interhistine menjadi obat antihistamin yang paling banyak diberikan (25,2%% dan 12,6% ) dikarenakan pemberiannya dapat dalam dosis tunggal dan efek sedatif yang minimal.15 Pada penyakit yang disebabkan infeksi parasit, gejala pruritus merupakan gejala penyerta dan antihistamin diindikasi untuk mengurangi gatal pada berbagai kondisi sehingga mengurangi terjadinya lesi baru.4.6.2 Penggunaan Kortikosteroid oral pada Penderita Infeksi Parasit di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2014KortikosteroidJumlahPresentase

Tidak diberikan11697,6%

Prednison10,8%

Dexametasone10,8%

Metilprednisolon 10,8%

Total119100%

Tabel diatas menunjukkan penggunaan kortikosteroid sistemik. Pada tabel diatas didapatkan pemberian kortikosteroid sistemik tidak merupakan terapi yang wajib diberikan pada infeksi parasit. Karena indikasi pemberian obat kortikosteroid sistemik yaitu pada dermatitis yang dianggap mempunyai dasar alergi.4

4.6.3 Penggunaan Antibiotik oral pada Penderita Infeksi Parasit di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012AntibiotikJumlahPresentase

Tidak diberikan10789,9%

Amoksisilin32,6%

Cefadroxil54,3%

Eritromisin 21,6%

Klindmisin21,6%

Total119100%

Dari Tabel dan grafik menunjukkan penggunaan antibiotik oral pada penyakit infeksi parasit. Pada infeksi parasit paling banyak tidak diberikan antibiotik yaitu sebesar 107 (89,9%). Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotik pada infeksi parasit bukan merupakan indikasi, namun dapat diberikan apabila terjadi infeksi sekunder. Penggunaan Cefadroxil yaitu sebanyak 5 (4,3%), Amoksisilin 3 (2,6), dan Eritromisin serta Klindamisin masing-masing sebanyak 2 (1,8%). Penggunan antibiotik Cefadroxil dan amoksisilin efektif untuk membunuh bakteri (bakterisidal) dan bersifat broad spectrum. 1.7 Distribusi Pemilihan Terapi Topikal pada Penderita Infeksi Parasit di Poli Kulit dan Kelamin RSUP NTB Periode Januari Desember 2012 1.7.1 Penggunaan Antiskabies topikal pada Penderita Infeksi Parasit di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012Antiskabies JumlahPresentase

Tidak diberikan97,6%

Permethrin (Scabimite)10991,6%

Gammexane (Scabicid)10,8

Total119100%

Dari tabel dan grafik penggunaan antiskabies menunjukkan penggunaan pada pasien infeksi parasit sebanyak 110 kasus. Hal ini terkait dengan terapi antiskabies dalam pengobatan skabies. Terlihat bahwa penggunaan permethrin (Scabimite) sebesar 91,6%,. Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.12,13,14 Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Penggunaan gammexane (Scabicid) lebih jarang yaitu sebesar 0,8%. Efektifitas gammexane sama dengan permethrin, namun gammexan memiliki tingkat toksisitas pada sistem saraf pusat.4Penggunaan kortikosteroid topikal pada Penderita Infeksi Parasit di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2012KortikosteroidJumlahPresentase

Tidak diberikan11193,4%

Mometasone Furoate32,5%

Desonide 32,5%

Hidrokortison 21,6%

Total119100%

Dari tabel dan grafik penggunaan kortikosteroid topikal menunjukkan penggunaan pada pasien infeksi parasit sebanyak 8 kasus. Penggunaan mometasone furoate dan desonide masing-masing sebesar 2,5 %, dan hidrokortison sebesar 1,6%. Penggunaan kortikosteroid dapat menekan efek inflamasi dan antipruritus yang diakibatkan oleh infeksi parasit. 1.7.2 Penggunaan Antibiotik topikal pada Penderita Infeksi Parasit di RSUP NTB Periode Januari - Desember 2013Antiskabies JumlahPresentase

Tidak diberikan11092,4%

Mupirocin10,8%

Gentamisin21,6%

Asam Fusidat43,4%

Kloramfenikol10,8%

Neomisin10,8%

Total119100%

Tabel dan grafik diatas menunBAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Jumlah kunjungan pasien infeksi parasit selama periode Januari Desember 2013 adalah 416 kasus (17,2%) dari 2406 total kasus yang terdapat di poli kulit kelamin RSUP NTB. Total sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 275 kasus (11,4%) dari 2406 kasus penyakit kulit dan kelamin.

2. Frekuensi penyakit Infeksi parasit di poli kulit dan kelamin RSUP NTB selama periode Januari Desember 2013 adalah 159 (57,8%) infeksi parasit dialami oleh laki-laki, dan sisanya 116 orang (42,1%) dialami oleh perempuan.

3. Distribusi kunjungan pasien parasit di poli kulit dan kelamin RSUP NTB selama periode Januari Desember 2013 berdasarkan usia menunjukkan bahwa kunjungan terbanyak pada kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 125 orang (45,4%),4. Distribusi kunjungan pasien infeksi parasit di poli kulit dan kelamin RSUP NTB selama periode Januari Desember 2013 berdasarkan tempat tinggal pasien menunjukkan bahwa jumlah kunjungan terbanyak berasal dari Mataram yaitu sebanyak 149 orang (54,1%).

5. Distribusi kunjungan pasien infeksi parasit di poli kulit dan kelamin RSUP NTB selama periode Januari Desember 2013 berdasarkan diagnosa menunjukkan bahwa diagnosa terbanyak adalah skabies dengan jumlah kasus sebanyak 202 kasus (73,4 %).

6. Distribusi modalitas terapi yang digunakan pada pasien dengan infeksi parasit di poli kulit dan kelamin RSUP NTB periode Januari - Desember 2013 menunjukkan bahwa terapi yang digunakan sudah sesuai dengan penyebab dan penyakit yang mendasari.

5.2 Saran

1. Diperlukan sistem pencatatan yang lebih lengkap mengenai identitas pasien.

2. Diperlukan penulisan diagnosis yang lengkap agar dapat mengelompokkan pasien berdasarkan diagnosis yang benar.

3. Disarankan untuk membuat register dengan sistem komputerisasi agar memudahkan membaca dan mengambil data yang digunakan untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stone SP, Goldfarb JN, and Bacalieri RF. Skabies, Other Mites, and Pediculosis. In:Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, ed. FitzpatricksDermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2008.p. 2029-32.

2. Kartowigno S. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Edisi Pertama. Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2011 : 167-173.

3. Orkin M. and Maibach HI. Ectoparasitic Disease. In: M. Orkin., H.I. Maibach., and M.V. Dahl, ed. Dermatology. 1st ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1991.p.205-9.

4. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima. Jakarta: FKUI;2007. P.119-126.5. Burns DA. Diseases Caused by Arthropod and Other Noxious Animals. In: Burns T, Breathnac S, Cox N, and Griffiths C, ed. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Oxford:Blackwell; 2004.p. 33.37-33.46.

6. Meinking TL, Burkhart CN, Burkhart CG. and Elgart G. Infections, Infestations, andBites. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, and Rapini RP, ed. Dermatology. 2nd ed. New York: Elsevier; 2008.p. 1291-5.

7. Weller R, Hunter J and Savin J. Infestations. In: Weller R, Hunter J, and Savin J, ed. Clinical Dermatology. 4th ed. Oxford: Blackwell; 2008.p.262-6.

8. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 : 119-122.

9. Sungkar, S. Penyakit yang Disebabkan Artropoda. Dalam Srirasi G., H. Herry D., dan Wita Pribadi, ed. Parasitologi Kedokteran. Edisi III Fakultas Kedokteran UI Jakarta. 2003 :264-267.

10. James WD, Berger TG and Elston DM. Parasitic Infestations, Stings, and Bites. In: James WD, Berger TG and Elston DM, ed. Andrews Diseases of The Skin Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia: aunders; 2006.p.452-3.

11. Fitzpatrick TB, Johnson RA and Wolff K.Insect Bites and Infestations. In: FitzpatrickTB, Johnson RA, and Wolff K, ed. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. NewYork: Mc-Graw Hill; 1997.p. 1646-60.

12. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1. Surabaya: Airlangga University Press. 2005 : 202-208.13. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK.Unair/RSU Dr.Sutomo Surabaya. Penyakit kulit dan Kelamin.Surabaya:Airlangga University Press;200814. Siregar RS. Saripati Penyakit kulit edisi dua .Jakarta:EGC;2004Grafik 8. Penggunaan Terapi Antiskabies untuk penderita penyakit infeksi parasit di RSUP NTB periode Januari-Desember 2012

Pengumpulan Data

Register poli kulit dan kelamin RSUP NTB dan rekam medis selama periode Januari - Desember 2012

Analisis Data

Hasil

Grafik 5. Penggunaan terapi antihistamin untuk penderita penyakit infeksi parasit di RSUP NTB periode Januari-Desember 2012

Grafik 1. Distribusi Penderita Infeksi Parasit Berdasarkan Jenis Kelamin.

Grafik 4. Distribusi Penderita Penyakit Infeksi Parasit Berdasarkan Diagnosis

Grafik 2. Distribusi Penderita Infeksi Parasit Berdasarkan Kelompok Usia

Grafik 6. Penggunaan Terapi Antibiotik oral untuk penderita penyakit infeksi parasit di RSUP NTB periode Januari-Desember 2012

Grafik 5. Penggunaan terapi kortikosteroid oral untuk penderita penyakit infeksi parasit di RSUP NTB periode Januari-Desember 2012

Grafik 3. Distribusi Penderita Penyakit Infeksi Parasit Berdasarkan Tempat Tinggal

Grafik 9. Penggunaan Terapi Kortikosteroid topical untuk penderita penyakit infeksi parasit di RSUP NTB periode Januari-Desember 2012

Grafik 10. Penggunaan Terapi Antibiotik topikal untuk penderita penyakit infeksi parasit di RSUP NTB periode Januari-Desember 2012

34