Laporan Pl Parasit
-
Upload
almira-meida -
Category
Documents
-
view
107 -
download
5
description
Transcript of Laporan Pl Parasit
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN
BLOK TROPICAL MEDICINE
Pemeriksaan feses dan Jentik Nyamuk
Disusun Oleh:
Kelompok F.59
Gesa Gestana A. G1A009124
Fauziah Rizki I. G1A009132
Shabrina Resi P. G1A009126
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) di Indonesia masih
merupakan masalah besar atau masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu kurang
lebih antara 45-70 %, pada beberapa wialayah tertentu prevalensi infeksi
STH ini bisa mencapai lebih dari 70%. Cacing-cacing yang menginfestasi
anak dengan prevalensi yang tinggi ini diantaranya adalah cacing gelang
(ascaris lumbricoides) dan cacing cambuk (trichuris trichiura). Infeksi
karena cacing Ascaris lumbricoides disebut ascariasis. Infeksi karena
cacing Trichuris trichiura disebut trichuriasis. Usia anak termuda yang
mengalami infeksi ascariasis adalah 16 minggu sedangkan yang
mengalami infeksi trichuriasis adalah berusia 41 minggu (Soedarta, 2011
dan Gandahusada et al., 2000).
Tingginya prevalensi infeksi STH dikarena adanya kebiasaan
buruk seperti defekasi disekitar rumah, tidak melakukan cuci tangan
sebelum makan atau mengolah makanan, dan seringnya anak-anak
bermain dengan hal-hal yang berhubungan dengan tanah. Cacing sebagai
hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus anak, tetapi
juga merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat gizi
tersebut. Anak –anak yang terinfeksi cacingan biasanya mengalami : lesu,
pucat / anemia, berat badan menurun, tidak bergairah, konsentrasi belajar
kurang, kadang disertai batuk – batuk . Gejala batuk-batuk yang terjadi
pada infeksi cacing ini mungkin disebabkan karena bermigrasi ke paru-
paru dan menimbulkan sindroma loefler dengan manifestasi gejala salah
satunya batuk dan sesak nafas (Gandahusada et al.,2000).
(PENDAHULUAN NYAMUK BELOM)
A. Tujuan Umum
1. Mengetahui keberadaan Soil Transmitte Helminths pada siswa SD 3
Sumbang
2. Mengetahui keberadaan jentik nyamuk di sekitar lingkungan desa
Sumbang.
B. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi keberadaan STH pada siswa SD 3 Sumbang dan
melihat faktor resiko yang ada pada siswa SD.
2. Mengidentifikasi jenis telur STH yang didapatkan pada siswa SD 3
Sumbang.
3. Mengidentifikasi keberadaan jentik nyamuk disekitar rumah yang
merupakan vektor penyakit.
4. Mengidentifikasi jenis nyamuk dan stadiumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeriksaan Feses
1. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Rhabditea
Order : Ascaridida
Family : Ascarididae
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides
1. Morfologi
Cacing jantan berukuran panjang 10-31 cm sedangkan cacing betina
panjangnya 22-35 cm. Memiliki warna putih kecoklatan atau kuning pucat.
Kutikula halus menutupi seluruh permukaan badan cacing. cacing
dewasanya hidup di usus halus. Ascaris lumbricoides mempunyai mulut
dengan tiga buah bibir yang terletak dibagian dorsal dan subventral. Pada
cacing jantan ujung posterior yang runcing dan melengkung serta dua buah
spikulum berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina bagian
posteriornya membulat dan lurus, dan setengah pada anterior tubuhnya
terdapat cincin kopulasi (Soedarto, 2011).
Gambar 2.1 Ascaris lumbricoides dewasa
Sumber : Review praktikum parasitologi
Telur mempunyai empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertilized), tidah
dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya
45-70 mikron, dinding tebal terdiri dari tiga lapis. Lapisan luarnya terdiri
dari lapisan albuminoid yang bergerigi, ditengah terdapat lapisan kitin dan
lapisan dalam jernih disebut membran vitelin. Telur tidak dibuahi
berbentuk lonjong dan lebih panjang dari pada tipe yang dibuahi, besarnya
90x40 mikron, dan dinding luarnya lebih tipis.Telurnya matang berisi
ovum. .Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya
(albuminoid) sudah hilang (Soedarto, 2011)
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides yang dibuahi dan tidak dibuahi
Sumber : Review praktikum parasitologi
Siklus Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris
lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka di dalam usus halus
bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus
dinding usus masuk ke dalam vena porta hati yang kemudian bersama
dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri
pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar
15 hari (Soedarto, 2011).
Larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke
faring, berpindah ke esofagus dan tertelan melalui saliva atau merayap
melalui epiglotis masuk ke dalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai
ke dalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing
dewasa. (Soedarto, 2011).
Albuminoid Kitin VitellinAlbuminoid Kitin VitellinAlbuminoid Kitin Vitellin
Dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai
mampu mengeluarkan 200.000 - 250.000 butir telur setiap harinya, waktu
yang diperlukan adalah 3 -4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk
infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana
telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami
perubahan dari stadium larva I sampai stadium larva III yang bersifat
infektif (Soedarto, 2011).
Gambar 2.3 Siklus hidup Ascaris lumbricoides
2. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)
Kingdom :Animalia
Phylum :Nematoda
Class :Adenophorea
Orde :Trichurida
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies: Trichuris trichiura
1. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian antarior
merupakan tiga per lima bagian tubuh berbentuk langsing seperti ujung
cambuk, sedangkann dua per lima bagian postterior lebih tebal seperti
gagang cambuk. Ukuran cacing betina lebih besar dibanding cacing jantan.
Cacing jantan bagian kaudal membulat, tumpul dan melingkar ke ventral
seperti koma. Pada bagian ekor ini cacing jantan mempunyai sepasang
spikulum. Cacing betina bagian kaudal membulat, tumpul tetepi relatif
lurus (Gandahusada et al., 2000).
Gambar 2.4 Trichuris trichiura dewasa
Telurnya berukuran 50 x 25 mikron, bentuknya khas seperti
tempayan kayu atau biji melon. Pada kedua kutub telur memiliki tonjolan
yang jernih. Tonjolan pada kedua kutub.kulit telur tersebut bagian luar
berwarna kekuningan dan bagian dalammya jernih (Seodarto,2011).
Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura
Sumber :http://www.umm.edu/graphics/images/en/1007.jpg
2. Siklus hidup trichuris trichiura
Manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang
(berisi larva dan merupakan bentuk infektif), kemudian telur ini menetas di
usus halus. Larva keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.
Setelah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke
kolon asendens dan sekum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens
dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing
betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000 – 5.000 butir.
Telur yang dibuahi dikelurkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi
matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3 – 6 minggu di dalam
tanah yang lembab dan teduh (Soedarto, 2011).
Gambar 2.6 Siklus hidup Trichuris sp.
Sumber :
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/images/ParasiteImages/S-Z/Trichuriasis/
Trichuris_LifeCycle.gif
B. Pemeriksaan Jentik Nyamuk
Nyamuk juga merupakan masalah kesehatan pada negara yang beriklim
tropis, khususnya Indonesia. Penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk
yaitu malaria, demam berdarah dengue, filariasis, chikungunya dan
encephalitis. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang
mengandung parasit plasmodium vivax, falciparum, malariae, ovale. Demam
berdarah dengue ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang
penyebarannya dipengaruhi oleh iklim. Filariasis adalah penyakit yang
ditularkan oleh vektor nyamuk Culex quinquefasciatus, Aedes dan Anopheles
yang membawa cacing filaria yaitu Wuchereria brancofti, Brugia malayi dan
Brugia timori. Oleh karena itu kita harus mengetahui morfologi dan siklus
hidup dari vektor-vektor penyakit tersebut (Wijayanti, 2008).
1. Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa berwarna hitam kecokelatan.
Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm, dengan
mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik
dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal)
tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan
yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk
pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan
identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis
ini kerap berbeda antar populasi, bergantung pada kondisi lingkungan
dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk
jantan dan betina tidak memitiki perbedaan nyata dalam hal ukuran.
Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh tebih kecil daripada betina, dan
terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini
dapat diamati dengan mata telanjang (Genis, 2004).
Nyamuk Aedes aegypti (Genis, 2004)
Telur Ae. aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,08 mm,
berbentuk seperti sarang tawon. Larva Ae. aegypti mempunya ciri-ciri
yaitu mempunyai corong udara pada segmen yang terakhir, pada segmen
abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(Palmatus hairs), pada corong udara terdapat pectin, Sepasang rambut
serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon), pada setiap sisi
abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau
berjajar 1 sampai 3. Bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada
sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya
sepasang rambut di kepala. Ada 4 tingkatan perkembangan (instar) larva
sesuai dengan pertumbuhan larva yaitu (Genis, 2004) :
a. Larva instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum
jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.
b. Larva instar II; berukuran 2,5–3,5 mm, duri–duri belum jelas, corong
kepala mulai menghitam.
c. Larva instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan
corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.
d. Larva instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
Pupa Ae. aegypti berbentuk seperti koma, berukuran besar namun lebih
ramping dibandingkan dengan pupa spesies nyamuk lain (Genis, 2004).
Telur Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti
Pupa Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih
secara individual. Setiap had nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-
rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu
dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi
larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut
instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu
sekitar lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah
menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman (inaktif, tidur). Pupa
bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari
pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan
waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama jika kondisi
lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan terhadap kondisi
kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan
kering (Genis, 2004).
2. Anopheles sp.
Nyamuk Anopheles merupakan satu-satunya vektor plasmodium yang
menyebabkan malaria.
a. Telur
Telur genus Anophelini yang diletakkan satu persatu di atas permukaan
air berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, begian
atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada
sebelah lateral (Sutanto dkk, 2009).
b. Larva
Larva Anophelini tampak mengapung sejajar dengan perukaan air,
mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu spirakel
pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah
dorsal abdomen dan sepasang bulu palma pada bagian lateral abdomen
(Sutanto dkk, 2009).
c. Pupa
Pupa nyamuk Anophelini menyerupai tabung pernafasan (respiratory
trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek; digunakan untuk mengambil
O2 dari udara (Sutanto dkk, 2009).
d. Dewasa
Pada nyamuk dewasa, palpus nyamuk Anophelini jantan dan betina
mempunyai panjang hampir sama dengan proboscisnya. Perbedaannya
adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apical berbentuk gada
(club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil.
Sayap pada pinggir ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok
Larva Anopheles sp.
Pupa Anopheles sp.
membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih. Selain itu, bagian
ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior
abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan tidak setumpul nyamuk
Mansonia, tetapi sedikit melancip (Sutanto dkk, 2009).
3. Culex sp.
Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor
penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese
enchepalitis, St Louis encephalitis. Nyamuk Culex yang banyak di
temukan di Indonesia yaitu jenis Culex quinquefasciatus. Dalam
morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada,
dan perut. Telur Culex berbentuk lonjong seperti peluru dengan ujung
tumpul. Larva Culex memiliki sifon panjang dan bulunya lebih dari satu
pasang. Nyamuk dewasa Culex dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4
inci), memiliki abdomen dengan ujung tumpul, warna cokelat muda
tanpa tanda khas. Sedangkan sayap Culex memiliki sisik sempit panjang
dengan ujung runcing. Nyamuk ini mengisap darah pada malam hari dan
berhabitat di air jernih dan air keruh (Prianto, 2008).
Telur Culex
Larva Culex (Prianto, 2008)
Culex Dewasa (Prianto, 2008)
BAB III
HASIL PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Feses
Pengambilan sampel feses dilakukan pada hari Kamis 11 Oktober 2012 pukul
06.00 di rumah probandus. Pemeriksaan feses dilakukan dengan menggunakan
metode apung tanpa disentrifugasi pada hari Kamis 11 Oktober 2012 pukul 10.00
di Laboratorium Farmakologi Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.
Hasil pemeriksaan feses metode apung pada probandus adalah sebagai
berikut :
1. Nama : Ts
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Pendidikan : Sekolah Dasar 3 Sumbang (Kelas 4)
4. Alamat : Desa Sumbang RT 02 RW 4
5. No telepon : -
6. Hasil pemeriksaan Feses : Negatif
Gambar 3. Hasil pemeriksaan
sampel feses pada probandus
B. Pemeriksaan Jentik Nyamuk
Pengambilan jentik nyamuk dilakukan dilingkungan sekitar rumah
probandus di saluran air disekitar rumahnya. Dan ditemukan jentik nyamuk
jenis larva Culex sp dengan cirri-ciri memiliki sifon panjang dan
bulunya lebih dari satu pasang.
(GAMBAR PREPARAT)
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses dilakukan dengan menggunakan metode apung tanpa
disentrifugasi pada hari Kamis 11 Oktober 2012 pukul 10.00 di Laboratorium
Farmakologi Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman menunjukkan hasil
negatif. Hasil pemeriksaan yang negatif ini dapat dikarenakan disebabkan oleh
sebagai berikut :
1. Pada saat pemeriksaan probandus berada dalam kondisi sehat sehingga tidak
ditemukan adanya telur cacing.
2. Probandus dan keluarganya memiliki higienitas dan sanitasi lingkungan yang
cukup baik.
3. Probandus dan keluarganya memiliki pola makan yang cukup sehat sehingga
imunitas probandus tinggi dan infeksi cacing bisa dihindari.
4. Dimungkinkan probandus belum lama ini pernah mengkonsumsi obat cacing
sehingga cacing dewasa dapat diberantas dan pada saat pemeriksaan ini tidak
ditemukan telur cacing
5. Kesalahan lain dari sisi praktikan diantaranya kurang telitinya praktikan
dalam melakukan pengamatan pada setiap lapang pandang di dalam
mikroskop.
B. Pemeriksaan Jentik Nyamuk
Larva Culex mempunyai ciri-ciri yaitu kepala dengan antena yang bercabang,
pada segmen thorax yang kedua tidak memiliki duri, memiliki siphon yang
panjang dan langsing, bulu siphon lebih dari satu pasang, dan memiliki 3 baris
comb scale. Larva Culex memiliki lebih dari satu kelompok rambut dan pada saat
berada di air, larva Culex bergantung membentuk sudut serta memiliki pelana
yang tertutup. Habitat larva ini adalah berada di air jernih dan keruh. Nyamuk
Culex sp. biasanya sering ditemukan pada sekitar kita. (Prianto;Tajhya;Darwanto,
2008).
BAB V
KESIMPULAN
1. Pemeriksaan feses dengan menggunakan metode apung tanpa disentrifugasi
ini memberikan hail negatif.
2. Hasil negatif ini bisa dikarenakan beberapa hal, yaitu :
a. Higienitas dan sanitasi lingkungan probandus baik.
b. Probandus baru mengkonsumsi obat cacing.
c. Kesalahan praktikan dalam melakukan pengamatan.
d. Kondisi imun probandus cukup.
(KESIMPULAN JENTIK NYAMUK)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Trichuriasis. Laboratory Identification of Parasites of Public
Health Concern. availabe at :
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Trichuriasis.htm
Anonim. 2012. Trichuris Egg. University of Mariland Medical Center. available at
: http://www.umm.edu/imagepages/1007.htm
Anonim. 2012. Siklus hidup Ascaris lumbricoides. availabe at :
http://www.dpd.cdc.gov
Gandahusada, Srisasi., D.Illahude, H.Herry., Pribadi, Wita. 2000. Parasitologi
Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Genis, Ginanjar. 2004. Demam Berdarah. Jakarta : B-First.
Prianto, Juni, Tjahaya P. U., dan Darwanto. 2008. Atlas
Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Umum.
Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : CV Penerbit Sagung
Seto
Sutanto, Inge., Is Suhariah Ismid, Pudji K. Sjarifudin, dkk. 2009. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI.