Penegakan Dx Infertil
-
Upload
nikomangdhanagitaiswari -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of Penegakan Dx Infertil
Diagnosis
A. Anamnesis
1. Anamnesis infertilitas pada pria.
a. Menanyakan adanya abnormalitas kongenital
b. Menanyakan undesenden testis
c. Menanyakan apakah sudah pernah memiliki anak sebelumnya
d. Menanyakan frekuensi berhubungan seksual
e. Menanyakan exposure terhadap toksin
f. Sebelumnya Pernahkah dilakukan oprasi, khususnya organ pelvis
g. Menanyakan adanya riwayat infeksi serta penanganannya
h. Menanyakan pengobatan apa yang sedang dijalankan
i. Menanyakan kesehatan secara umum ( seperti diet, kegiatan dan rivew
system)
2. Anamnesis infertility pada wanita.
a. Pernah terpapar dietilstilbestrol pada saat didalam uterus .
b. Bagaimana riwayat perkembangan pubertasnya
c. Menanyakan karakteristik siklus menstruasi ( lama,dan durasi)
d. Menanyakan riwayat kontrasepsi
e. Menanyakan riwayat kehamilan sebelumnya, serta bagaimana outcomenya
f. Menanyakan riwayat oprasi khususnya pada pelvis.
g. Menanyakan riwayat infeksi sebelumnya
h. Menanyakan riwayat PAP smear, serta bila ditemukan keabnormalan
ditanyakan penanganannya
i. Menanyakan pengobatan yang sedang dijalankan
j. Menanyakan status kesehatan secara umum (diet, berat badan, aktivitas dan
kegiatan serta rivew system)
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik infertilitas pada pria.
a. Vericocel dan Torsi : valsava manufer, testis teraba hangat serta bila telah
lanjut dapat membengkak serta ditemukan gambaran seperti cacing akibat
pelebaran vena serta nyeri.
b. Infeksi (mumps orchitis): teraba hangat dan nyeri di sekitar pelvis ataupun pada
alat genital eksterna.
c. Undesenden testis : Inspeksi dan palpasi testis.
d. Pemeriksaan umum seperti : tinggi badan, berat badan, distribusi rambut
kemaluan serta pemeriksaan pada pelvis dan kelenjar tiroid.
e. Serta perlu diperhatikan adanya kelainan-kelainan lainnya.
2. Pemeriksaan fisik infertilitas pada wanita
f. Pemeriksaan umum : tinggi badan, berat badan, distribusi rambut kemaluan
serta pemeriksaan pada pelvis dan kelenjar tiroid.
g. polycystic ovarian syndrome (PCOS) : nyeri di daerah pelvis.
h. Gangguan pada vagina : inspeksi apakah terdapat sumbatan ataupun
peradangan.
i. Gangguan pada serviks : inspeksi adanya sumbatan kanalis servikalis, lender
serviks yang abnormal, malposisi (atresia, polip serviks, stenosis akibat trauma,
peradangan ataupun sinekia) ataupun kombinasinya.
j. Gangguan pada uterus : inspeksi dengan speculum mencari adanya sinekia,
mioma ataupun polip, peradangan endometrium dan gangguan kontraksi
uterus.
k. Masalah pada tuba dan peritoneum : adanya nyeri pada daerah sekitar
pelvis dan perut.
l. Masalah ovarium : mendeteksi ovulasi : dapat memperkirakan waktu
terjadinya ovulasi dengan pengukuran temperature basal tubuh, terasa nyeri
serta pengeluaran lendir yang meningkat.
C. Pemeriksaan Laboratorium & Penunjang Lain
1. Uji Lendir Serviks
Pemeriksaan ntibo serviks dan usap vagina secara serial dapat menentukan
telah terjadinya dan saat terjadinya ovulasi berdasarkan perubahan-perubahan
sebagai berikut :
Bertambah besarnya pembukaan OUE
Bertambah banyaknya jumlah, bertambah panjangnya daya membenang,
bertambah jernihnya dan bertambah rendahnya viskositas ntibo serviks
Bertambah tingginya daya serbu spermatozoa
Meningkatnya persentase sel-sel kariopiknotik dan eosinofilik pda usap vagina
2. Uji Pascasengama
Sebenarnya belum ada kesepakatan tentang pelaksanaan uji in meliputi : kapan
dilakukan, berapa hari dibutuhkan abstinensi sebelum pemeriksaan, kapan waktunya
setelah senggama, dan berapa banyak spermatozoa yang harus tampak dalam 1
lapangan pandang besar/LPB.
Kebanyakan mengatakan dilakukan pada pertengahan siklus haid, yaitu 1-2 hari
sebelum meningkatnya suhu basal badan yang diperkirakan, abstinensi 2 hari
sebelumnya, setelah senggama antara 90 detik sampai 8 hari, kebanyakan 8 atau 2 jam.
Spermatozoa yang harus tampak > 20/LPB, atau bias juga 1-20/LPB
Cara pemeriksaan
1) Abstinensi 2 hari
2) Senggama setelahnya
3) 2 jam setelah senggama, pergi ke dokter
4) Dokter melakukan pemeriksaan inspekulo :
o Lendir diusap dengan kapas kering, jangan dengan antiseptic karena nti
membunuh sperma
o Ambil ntibo dengan isapan semprit tuberculin
o Semprotkan ke gelas obyek
o Lalu tutup dengan penutup gelas obyek
o Periksa di bawah mikroskop dengan LPB
3. Uji In Vitro
a. Uji gelas obyek
o Tempatkan 1 tetes air mani pada gelas obyek
o Kemudian 1 tetes ntibo serviks diteteskan berdekatan dengan air mani
o Lalu kedua tetes itu disinggungkan satu sama lain dengan meletakkan sebuah
gelas penutup di atasnya
o Spermatozoa akan menyerbu ke ntibo serviks didahului oleh pembentukan
phalanges air mani ke dalam ntibo serviks
Phalanges bukan merupakan kegiatan spermatozoa, tetapi hanya fenomena
fisik yang terjadi jika kedua cairan yang berbeda viskositas, tegangan
permukaan, dan reologinya bersinggungan satu sama lain di bawah gelas
penutup
b. Uji kontak air mani dengan ntibo serviks
Menurut Kremer dan Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan
maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar di tempat jika
bersinggungan dengan ntibo serviks. Gemetar juga akan terjadi jika air mani yang
normal bersinggungan dengan ntibo serviks wanita yang serumnya mengandung
antibody tehadap spermatozoa
Cara pertama
o Letakkan 1 tetes ntibo praovulasi pada gelas obyek di samping 1 tetes air
mani
o Campur dan aduk kedua tetesan itu dengan gelas penutup, kemudian tutup
dengan penutup tadi
o Penilaian dilakukan dengan membandingkan motilitas spermatozoa dari
kedua sediaan itu
o Lalu simpan dalam tatakan petri yang lembap pada pada suhu kamar selama
30 menit
o Lakukan penilaian lagi
Cara kedua
o Letakkan 1 tetes besar ntibo serviks pada obyek gelas, kemudian lebarkan
hingga diameternya mencapai 1 cm
o Letakkan 1 tetes air mani di tengah-tengah ntibo serviks itu
o Tutup dengan gelas penutup, sampil ditekan sedikit supaya air maninya dapat
menyebar tipis di atas ntibo serviks
o 1 tetes air mani yang sama diletakkan di obyek gelas tadi bersebelahan lalu
tutup
o Lakukan penilaian seperti cara pertama
Uji ini sangat berguna untuk menyelidiki adanya factor imunologi apabila
ternyata uji pascasenggama selalu negative atau kurang baik, sedangkan
kualitas air mani dan ntibo serviks normal. Perbandingan banyaknya
spermatozoa yang gemetar di tempat, yang maju pesat dan tidak bergerak
mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.
4. Sitologi Vaginal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyelidiki sel-sel yang terlepas dari selaput
ntibo vagina sebagai pengaruh hormone-hormon ovarium.
Pemeriksaan ini sederhana, mudah, tidak menimbulkan nyeri dan dapat
dilakukan berkala pada siklus haid.
Tujuan :
a. Memeriksa pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang
khas pada fase proliferasi
b. Memeriksa adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik pada fase
luteal lanjut
c. Menentukan saat ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik yang khas
d. Memeriksa kalainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi
Pada pemeriksaan ini tidak ada kontraindikasi
Pengenalan gambaran sitologik sulit dilakukan jika terdapat peradangan dan
perdarahan
Berikan Nimorazol 2 hari sebelum pemeriksaan agar sediaan tidak dikotori sel-
sel radang
5. Biopsy Endometrium
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perubahan khas yang
terjadi akibat pengaruh hormone ovarium. Gambaran endometrium merupakan
bayangan cermin dari pengaruh hormone ovarium, juga dilakukan untuk menilai
fungsi ovarium walaupun sudah tidak dilakukan lagi setelah tersedia fasilitas
pemeriksaan hormonal
Waktu paling baik yaitu : 5-6 hari postovulasi/sesaat sebelum implantasi blastokis
pada permukaan endometrium. Tujuannya untuk mengurangi kemungkinan
terganggunya kehamilan yang sedang terjadi
Perubahan yang terjadi dihitung/penanggalan dibuatS sejak ovulasi, bukan sejak
hari pertama siklus haid untuk mendiagnosis defek fase luteal
Defek fase luteal berarti korpus luteum tidak menghasilkan cukup progesterone
Diagnosisnya ditegakkan dengan kurva suhu basal badan, sitologi vagina
hormonal, biopsy endometrium dan pemeriksaan progesterone plasma
Jika kurva suhu basal badan : peningkatan suhu basal badan dipertahankan
kurang dari 10 hari diagnosis defek fase luteal dapat ditegakkan
Progesterone plasma : 3 ng/ml patokan terjadinya ovulasi
Progesteron plasma 3 kali pemeriksaan pada 4-11 hari sebelum haid : 15 ng/ml
patokan terjadinya ovulasi dengan fungsi korpus luteum normal
Siklus haid dengan defek fase luteal yang berulang hanya terjadi pada < 4%
pasangan infertile, sehingga indikasi pengobatan hanya pada defek fase luteal
yang berulang
6. Pemeriksaan Hormonal
a. FSH
o Pemeriksaan ini tidak mudah dilakukan karena peningkatan kadar tidak
merata kecuali di pertengahan siklus haid, itupun selalu lebih rendah
daripada peningkatan estrogen
o Pada fungsi ovarium yang tidak aktif, jika kadar FSH rendah sampai normal
menunjukkan kelainan terletak pada tingkat hipotalamus-hipofisis, tetapi
jika kadarnya tinggi berarti kelainan primernya ada pada ovarium
b. LH
o Jika diperiksa setiap hari pada wanita yang siklusnya berovulasi, akan terlihat
peningkatan yang nyata pada saat ovulasi. Tetapi pemeriksaan ini
mempunyai tingkat kekeliruan ± 1 hari, sehingga untuk mengurangi tingkat
kekeliruan ini dilakukan pemeriksaan LH serum atau urin beberapa kali sehari
tetapi prosedur ini sulit untuk dilakukan
o Kadar rendah, normal atau tinggi, interpretasinya sama dengan FSH
c. Estrogen
o Pemeriksaan estrogen serum atau urin 1x seminggu dapat memberikan
informasi tentang :
Aktifitas ovarium
Penentuan saat ovulasi, tetapi bukan saat tepat ovulasi
o Jika hasil menunjukkan kadar estrogen < 10 mikrogram/24 jam artinya
tidak ada aktifitas ovarium
o Jika > 15 mikrogram/24 jam artinya terdapat aktifitas folikular
d. Progesteron plasma dan Pregnandiol urin
o Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan adanya ovulasi
o Ovulasi diikuti oleh peningkatan ntibodyine
o Pemeriksaan dapat dilakukan mulai 2 hari sebelum ovulasi dan ntibodyine
akan meningkat nyata 3 hari setelah ovulasi, dimana kadarnya dapat 20-40
kali lebih tinggi daripada fase folikular
o Akan tetapi pada siklus anovulasi juga terdapat peningkatan estrogen dan LH,
jadi pada pemeriksaan estrogen dan LH dengan tujuan untuk mengetahui
ovluasi harus disertai dengan pemeriksaan ntibodyine plasma dan
pregnandiol urin kira-kira 1 minggu setelah ovulasi diperkirakan terjadi
o Jika kadar ntibodyine plasma > 10 ng/ml dan kadar pregnandiol urin > 2
mg/24 jam hal itu menunjukkan telah terjadi ovulasi, jika nilai ini
dipertahankan selama ± 1 minggu
7. HISTEROSALPINGOGRAFI (HSG)
Merupakan pemeriksaan awal untuk mengetahui patensi tuba
Prinsip pemeriksaannya sama dengan pertubasi yaitu peniupan gas diganti
dengan penyuntikan media kontras yang akan melimpah ke kavum uteri (jika
tuba paten), penilaian dilakukan secara radiografik.
Tes ini harus dilakukan pada hari ke 6-11 siklus menstruasi
Untuk meghindari kemungkinan infeksi akibat tindakan, HSG harus dilakukan
saat darah menstruasi telah berhenti. Angka infeksi akibat prosedur berkisar
antara 1-3 % dan terjadi pada wanita yang mempunyai riwayat infeksi pelvis
Pada wanita yang diduga mengalami PID kronik, sebelum prosedur harus
dilakukan pengukuran sedimentasi eritrosit. Jika meningkat, berikan terapi
antibiotic.
Pemeriksaan bimanual juga dapat dilakukan, dengan tujuan mengidentifikasi
massa adneksa atau tenderness, jika ditemukan, HSG harus ditunda
Untuk menghindari kemungkinan irradiasi fetus, HSG harus dilakukan sebelum
ovulasi
HSG biasanya menimbulkan kram, sehingga dapat diberikan profilaksis yaitu
antiinflamasi nonsteroid untuk mengurangi ketidaknyamanan
Profilaksis rutin sebaiknya harus dilakukan untuk mencegah PID, walaupun PID
jarang terjadi dan terutama terjadi pada wanita dengan riwayat hidrosalping.
Regimen yang diberikan adalah doksisiklin 100 mg 2x sehari, dimulai pada hari
sebelum HSG dan dilanjutkan untuk 3-5 hari
Setelah pemeriksaan bimanual, kanula acorn atau kateter fooley pediatric
dimasukkan ke uterus. Terkadang pada beberapa pasien dibutuhkan anestesi
paraservikal. Setelah itu injeksikan kontras, baik kontras larut air (misalnya
meglumine diatrizoate/renografin-60) maupun berdasarkan minyak dengan
viskositas rendah (misalnya ethiodized oil/ethiodol).
Masing-masing kontras mempunyai keuntungan tersendiri. Kontras larut air :
lebih cepat diserap dan membawa risiko embolisme lipid atau formasi granuloma
lipid.
HSG harus dilakukan dengan pengawasan fluoroskopi dengan x-ray minimal pada
ovarium
Terkadang terjadi kejang tuba sehingga menimbulkan gambaran palsu seperti
sumbatan. Cara menghindarinya adalah dengan pemberian nitrogliserin
sublingual, obat penenang anestesi paraservikal, parenteral isoksuprin, tetapi
tidak selalu berhasil
Apabila prosedur dilakukan dengan baik akan memperlihatkan seluk beluk
kavum uteri, patensi tuba, dan peritoneum
Dengan bantuan fluoroskopi penguat bayangan, akan tampak 3 potret, yaitu :
1. Potret pendahuluan
2. Potret pelimpahan ke rongga perut
3. Potret 24 jam kemudian
HSG hanya dapat dilakukan di rumah sakit
Pengulangan pemeriksaan tidak perlu dilakukan untuk menghindari bahaya
radiasi
Kontraindikasi sama dengan pertubasi