PEMILIHAN LOGISTIC HUB BARANG IMPOR UNTUK...

131
PEMILIHAN LOGISTIC HUB BARANG IMPOR UNTUK INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP RUDY GUNAWAN SYARFI NRP 9115201722 DOSEN PEMBIMBING Prof. Iwan Vanany, ST, MT, PhD DEPARTEMEN MANAJEMEN TEKNOLOGI BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN TEKNOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018

Transcript of PEMILIHAN LOGISTIC HUB BARANG IMPOR UNTUK...

  • PEMILIHAN LOGISTIC HUB BARANG IMPOR UNTUK

    INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS DENGAN

    MENGGUNAKAN METODE AHP

    RUDY GUNAWAN SYARFI

    NRP 9115201722

    DOSEN PEMBIMBING

    Prof. Iwan Vanany, ST, MT, PhD

    DEPARTEMEN MANAJEMEN TEKNOLOGI

    BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI

    FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN TEKNOLOGI

    INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

    SURABAYA

    2018

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN TESIS

    Judul: PEMILIHAN LOGISTIC HUB BARANG IMPOR

    UNTUK INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS

    DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP

    Oleh : RUDY GUNAWAN SYARFI

    NRP : 9115201722

    Telah Diseminarkan pada:

    Hari : Sabtu

    Tanggal : 04 Agustus 2018

    Tempat : Kampus MMT ITS, Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya

    Mengetahui/menyetujui:

    Dosen Penguji: Dosen Pembimbing

    1. Dr. Ir. Bustanul Arifin Noer, MSc 1. Prof. Iwan Vanany, ST, MT, PhD

    NIP : 195904301989031 NIP : 197109271999031002

    2. Dr. Imam Baihaqi, ST

    NIP : 197007211997021001

  • ii

    ABSTRACT

    This study aims to determine the location of logistics hub which is best to

    be selected for the importation of operational goods needed by oil and gas industry

    companies. The criteria and sub criteria which are prioritized will be one of the

    results of the study by conducting discussions and interviews with the expert and

    managers of PT X. Based on some criteria and sub-criteria that will be determined

    the preferred logistic hub which most benefit for the company. In this research, for

    choosing the best Logistic Hub, AHP method is applied to obtain the pair-wise

    comparisons of the relative importance of the criteria. To make rating and ranking

    of the best Logistic Hub, calculate the weight of criteria and sub criteria with

    qualitative assesment scale. From the calculation of the weight or relative

    importance of the criteria, Location is considered as the first important criteria for

    Selecting the best Logistic Hub with weight 22.1%, followed by Time (17.9%), HSE

    (17.8%), Quality (13.1%), Cost (12.0%), Service (8.7%) and Management (8.3%).

    From the calculation the weight of criteria and sub criteria by Matrix, Local Hub

    PLB Balikpapan is considered as the best Logistic Hub closeness to the ideal

    solution as follow: Local Hub - PLB Balikpapan (20.81%), Regional Hub

    Singapore (16.66%), Local Hub - Batam (16.00%), Global Hub Asia (15.88%),

    Global Hub Europe (15.59%) and Global Hub USA (15.06%).

    Keywords: Logistics Hub, Operation Goods, Logistics Service Provider, Analytic

    Hierarchy Process (AHP).

  • iii

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan memilih logistics hub yang paling baik untuk

    importasi barang-barang kebutuhan operasi perusahaan industri minyak dan gas.

    Kriteria apa yang dipentingkan akan menjadi salah satu hasil penelitian dengan

    melakukan diskusi dan wawancara dengan para manajer PT X. Berdasarkan

    beberapa kriteria dan sub kriteria yang dipentingkan akan ditentukan logistic hub

    mana yang paling menguntungkan perusahaan. Pada penelitian ini untuk

    menentukan Logistic Hub terbaik, Metode AHP diaplikasikan untuk memperoleh

    komparasi pair-wise dari kepentingan relatif kriteria.Untuk membuat peringkatdan

    peringkat Logistic Hub terbaik,maka bobot kriteria dan sub-kriteria dihitung dengan

    skala penilaian kualitatif. Dari perhitungan bobot atau kepentingan relatif kriteria

    Lokasi dianggap sebagai kriteria penting pertama untuk memilih Logistic Hub

    terbaik dengan bobot 22,1%, diikuti oleh Waktu (17,9%), HSE (17,8%), Kualitas

    (13,1% ), Biaya (12,0%), Layanan (8,7%) dan Manajemen (8,3%). Dari

    perhitungan bobot kriteria dan sub kriteria oleh Matrix, Local Hub PLB Balikpapan

    dianggap sebagai Logistic Hub terbaik dengan solusi ideal sebagai berikut: Local

    Hub - PLB Balikpapan (20.81%), Regional Hub Singapore (16.66%), Local Hub -

    Batam (16.00%), Global Hub Asia (15.88%), Global Hub Europe (15.59%) dan

    Global Hub USA (15.06%).

    Kata kunci: Logistics Hub, Barang Operasi, Logistics Service Provider, Analytic

    Hierarchy Process (AHP), multi-criteria decision making (MCDM),

  • iv

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas

    berkat dan rahmat Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Tesis PEMILIHAN LOGISTIC

    HUB BARANG IMPOR UNTUK INDUSTRI HULU MINYAK DAN GAS

    DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP, merupakan syarat untuk

    menyelesaikan studi pada program Magister Manajemen Teknologi bidang

    keahlian Manajemen Industri di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

    Tulisan ini tidak mungkin selesai tanpa bimbingan dan dukungan dari

    berbagai pihak, baik sejak masa perkuliahan sampai pada penyelesaian tesis. Pada

    kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada:

    1. Bapak Prof. Iwan Vanany, ST, MT, PhD selaku dosen pembimbing, yang

    telah banyak memberikan waktunya untuk membimbing, mengoreksi,

    mengarahkan dan memberikan saran dalam penulisan tesis ini.

    2. Bapak Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono, MEngSc. selaku Penguji,

    yang telah memberikan saran perbaikan penulisan proposal tesis ini.

    3. Bapak Dr. Imam Baihaqi, ST selaku Penguji, yang telah memberikan saran

    perbaikan penulisan tesis ini.

    4. Bapak Dr. Ir. Bustanul Arifin Noer, MSc selaku Penguji, yang telah

    memberikan saran perbaikan penulisan tesis ini.

    5. Bapak Dr.Techn. Ir. Hari Ginardi M.Sc yang telah mendorong,

    membangkitkan semangat dan memberikan motivasi yang luar biasa dalam

    penyelesaian tesis ini.

    6. Para Dosen Program Magister Manajemen Institut Teknologi Sepuluh

    November Surabaya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

    banyak memberikan bimbingan dan arahannya selama proses perkuliahan,

    serta sumbangsih atas ilmu pengetahuan yang sangat berharga.

    7. Yang Mulia Papa Syarfi Mahmud dan almarhumah Mama Hakimah Syarif,

    yang telah mencurahkan cinta kasih sayang tak terhingga, dukungan dan

    doa terbaiknya. Demikian pula pada Ibunda RA Sri Soewasti dan alm

    Ayahanda FX Patte Lingga Setyabudi atas cinta kasih, dukungan dan doa

    terbaiknya.

  • vi

    8. Istriku tercinta, Ika Budiwanti Patte, yang selalu mendoakan dengan penuh

    cinta, setia mendampingi, selalu mendorong dan memberikan dukungan

    dalam menyusun tesis ini.

    9. Ananda tercinta, Nabiela Ananda Gunawan Syarfi, Nabiel Shadiq Gunawan

    Syarfi dan Emir Rasyid Gunawan Syarfi, yang menjadi sumber motivasi

    Penulis untuk menunjukkan pentingnya terus belajar dan meningkatkan

    kemampuan diri dengan menuntut ilmu serta mempelajari hal-hal baru.

    10. Keluarga tercinta, uni Dra Titia Kadarwati, uda Drs Zulkifli Rustam, uni

    Rita Syafitri Amd, alm. da Pen Rustam Effendi, uni Dra Dian Mulyati Syarfi

    Mpd, da Yung Syamsul Rizal Mpd, uni DR. Noni Sukmawati Syarfi Ms

    Sukmawati Syarfi MHum,, uda Edy Utama, mentor penulis di rumah uni

    DR. Ir. Ira Wahyuni Syarfi Msc, uda Ir Kenedi, uda Drs Benni Bestari Syarfi

    Mpd, uni Nytha Destini Desnita SE, uda Ricky Idaman Syarfi SH. MH, anak

    kemenakan keluarga besar Syarfi Mahmud, keluarga besar The Tan Siong

    dan keluarga besar Sarwono, yang telah memberikan dukungan dan doa

    terbaiknya.

    11. Rekan-rekan sekelas yang luar biasa, Indra Darmawan, Agios Seventino,

    Agus Siswanto, Beni Benyamin Bungaran, Hendra Wahyudi, Hengki

    Irdiansyah, Ponco Kartiko, dan Evan Azami yang telah banyak memberikan

    dukungan, bantuan serta doanya selama masa perkuliahan dan penyelesaian

    tesis ini. Lebih baik “Hampir tidak lulus” daripada “Hampir lulus” joke

    yang selalu kami ulangi untuk saling mengingatkan dalam kebaikan.

    12. Hirarki Penulis Bp. Jon Spardi, Bp. Imam H Supardi, rekan-rekan kerja

    team C&P/PRC/PCC; Nasrulloh Jamaluddin, Adelia Suwarsono,

    Muhammad Yahya, Adhui Sutjipto, Riezky A Harjono, Grace Yusuf, Agie

    Pratama, Marinda Chandra, yang telah mendukung dan memberikan

    kemudahan dalam penyelesaian tesis ini.

    13. Bagian Pengajaran, administrasi, dan seluruh staf Magister Manajemen

    Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya terutama Pak Reval atas

    segala bantuan dan kemudahannya dalam proses administasi perkuliahan

    hingga penyelesaian tesis ini.

  • vii

    Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tentunya masih terdapat

    kekurangan. Kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan di masa

    mendatang. Akhir kata, Penulis berharap Allah SWT akan membalas segala

    kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga tesis ini tidak hanya

    menjadi persyaratan perkulian tapi juga dapat dimanfaatkan para praktisi dalam

    melakukan kegiatan manajemen stok.

    Surabaya, 4 Agustus 2018

    Penulis

  • viii

    DAFTAR ISI

    ABSTRACT ............................................................................................................. i

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

    DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

    BAB I ...................................................................................................................... 1

    PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 6

    1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

    1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

    1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 7

    1.6 Asumsi-asumsi .......................................................................................... 7

    1.7 Sistematika Penyusunan............................................................................ 8

    BAB II ................................................................................................................... 11

    TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 11

    2.1 Logistik Hub ........................................................................................... 11

    2.2 Proses Pengadaan Barang Operasi Perminyakan .................................... 17

    2.2.1 Pelelangan Umum ................................................................................... 18

    2.2.2 Pelelangan Terbatas ................................................................................ 19

    2.2.3 Pemilihan Langsung................................................................................ 19

    2.2.4 Penunjukan Langsung ............................................................................. 19

    2.2.5 Pengadaan Secara Elektronik (E-Procurement) ...................................... 19

    2.3 Total Cost of Ownership ......................................................................... 19

    2.4 Analisis Pareto ........................................................................................ 22

    2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) ...................................................... 23

    2.5.1 Kelebihan Analitycal Hierarchy Process (AHP) .................................... 25

    2.5.2 Prinsip Menyusun Hirarki ....................................................................... 26

    2.5.3 Prinsip Menetapkan Prioritas Keputusan ................................................ 28

    2.5.4 Prinsip Konsistensi Logika ..................................................................... 30

    2.5.5 Penggunaan Software Expert Choise Untuk Metode AHP ..................... 33

  • ix

    2.5.6 Langkah-Langkah Metode AHP ............................................................. 33

    2.5.7 Penyusunan Stuktur Hirarki Masalah ..................................................... 34

    2.6 TOPSIS ................................................................................................... 35

    2.6.1 Proses TOPSIS ........................................................................................ 36

    2.7 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 37

    2.7.1 Posisi Penelitian ...................................................................................... 45

    BAB III ................................................................................................................. 47

    METODE PENELITIAN ..................................................................................... 48

    3.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 48

    3.2 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................... 49

    3.2.1 Pemilihan Ahli dan Pengambil Keputusan ............................................. 51

    3.2.2 Pemilihan Kriteria dan Sub Kriteria ....................................................... 51

    3.2.3 Kuesioner / Survei................................................................................... 54

    3.3 Pengolahan Data ..................................................................................... 55

    3.4 Analisa Data ............................................................................................ 56

    3.5 Kesimpulan dan Saran ............................................................................ 56

    BAB IV ................................................................................................................. 57

    PENGUMPULAN DATA .................................................................................... 58

    4.1 Profil Perusahaan .................................................................................... 58

    4.2 Membangun Kriteria Pemilihan .............................................................. 59

    4.3 Survei Pendahuluan ................................................................................ 59

    4.4 Model Hirarki Pemilihan Logistic Hub .................................................. 62

    4.5 Menentukan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria ......................................... 63

    4.5.1 Kuisioner Perbandingan Berpasangan (Pair-wise Comparison) ........... 63

    4.5.2 Pengolahan Data untuk Mendapatkan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria . 66

    4.5.3 Uji Konsistensi ........................................................................................ 68

    4.6 Penilaian Logistic Hub ............................................................................ 70

    BAB V ................................................................................................................... 77

    ANALISA DAN DISKUSI ................................................................................... 77

    5.1 Hierarchy Model ..................................................................................... 77

    5.2 Analisa Kriteria and Sub Kriteria ........................................................... 78

    5.2.1 Analisa Kriteria ....................................................................................... 78

  • x

    5.2.2 Analisa Sub Kriteria ................................................................................ 82

    5.2.2.1 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Time .............................................. 82

    5.2.2.2 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Cost ............................................... 82

    5.2.2.3 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Quality .......................................... 82

    5.2.2.4 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Location ........................................ 83

    5.2.2.5 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria HSE ............................................... 83

    5.2.2.6 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Service .......................................... 83

    5.2.2.7 Analisa Sub Kriteria dari Kriteria Management ................................. 84

    5.3 Analisa Ranking dari Logistic Hub......................................................... 84

    BAB VI ................................................................................................................. 86

    KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 87

    6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 87

    6.2 Saran ....................................................................................................... 87

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89

    LAMPIRAN .......................................................................................................... 91

    SELECTING THE BEST LOGISTIC HUB .................................................... 92

    TIME. ............................................................................................................... 94

    COST ................................................................................................................ 95

    QUALITY ........................................................................................................ 96

    LOCATION ..................................................................................................... 97

    H S E. ............................................................................................................... 98

    SERVICE ......................................................................................................... 99

    MANAGEMENT ........................................................................................... 100

    QUESTIONNAIRE SURVEY ....................................................................... 101

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Perbedaan PLB, GB dan TPS ............................................................... 13

    Tabel 2.2 Penetapan Prioritas Elemen dengan Perbandingan Berpasangan ......... 28

    Tabel 2.3 Pair-wise Comparison Matrix (Saaty, 2008)......................................... 29

    Tabel 2.4 Average Random Consistency Index (RCI) (Saaty, 1996) ................... 32

    Tabel 2.5 Langkah Penarikan Opini Dengan Metodologi Delphi......................... 43

    Tabel 2.6 Posisi Penelitian .................................................................................... 46

    Tabel 3.1 Kriteria dan SubKriteria ........................................................................ 52

    Tabel 3.2 Skala Penilaian (Assessment Scale) ...................................................... 55

    Tabel 4.1 Perbandingan Berpasangan antar Kreteria ............................................ 64

    Tabel 4.2 Perbandingan Berpasangan antar Sub Kriteria ..................................... 64

    Tabel 4.3 Hasil AHP Perbandingan Berpasangan antara Kriteria Utama ............. 67

    Tabel 4.4 Hasil AHP Perbandingan Berpasangan antara Sub Criteria ................. 67

    Tabel 4.5 Uji Konsistensi ...................................................................................... 69

    Tabel 4.6 Daftar Alternatives (Logistic Hub) ....................................................... 70

    Tabel 4.7 Hasil Penilaian Logistic Hub terhadap Sub Kriteria ............................. 70

    Tabel 4.8 Matriks Perkalian Sub Kriteria dengan Preferensi Logistic Hub .......... 76

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Lokasi Operasi PT. X di Delta Mahakam ........................................... 1

    Gambar 1.2 Sejarah produksi PT. X di Delta Mahakam......................................... 2

    Gambar 1.3 Kondisi keterlambatan barang impor di PT X .................................... 4

    Gambar 1.4 Aliran Logistik Rantai Pasok Impor Barang Operasi PT. X ............... 5

    Gambar 2.1 Konsep utama dari PLB yang didorong oleh kementrian Keuangan 11

    Gambar 2.2 Pusat Logistik Berikat Indonesia....................................................... 12

    Gambar 2.3 Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam PLB ................................... 16

    Gambar 2.4 Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa.................................................. 17

    Gambar 2.5 Mekanisme Pengajuan Persetujuan Rencana Tender KKKS ............ 18

    Gambar 2.6 Logistics in Supply Chain Management (Bowersox et al 2012) ....... 21

    Gambar 2.7 Ilustrasi Hirarki ................................................................................. 27

    Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian ....................................................................... 49

    Gambar 4.1 Struktur Organisasi Fungsi Pengadaan PT. X ................................... 59

    Gambar 4.2 Tahapan Umum Proses Pengadaan Barang Operasi ......................... 60

    Gambar 4.3 Alur Proses Penerimaan Barang Operasi .......................................... 60

    Gambar 4.4 Hasil Diskusi Awal Working Level (Buyer dan Expediting Team) .. 61

    Gambar 4.5 Model Hirarki Pemilihan Logistic Hub ............................................. 62

    Gambar 5.1 Ranking Pemilihan Logistic Hub PT. X............................................ 85

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    PT. X adalah Perusahaan Minyak dan Gas yang membentuk Production

    Sharing Contract (PSC) atau Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah Republik

    Indonesia untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan gas sejak tahun

    1968 di Blok Mahakam, Kalimantan Timur. Dalam masa aktifitas yang tinggi PT.

    X mengoperasikan rata-rata rig lebih dari 10 pada periode tahun 2010 – 2015

    dengan mengebor 100-115 sumur (well construction) rata-rata setiap tahunnya.

    Dalam operasinya PT. X meningkatkan kapasitas dan lokasi pengeborannya dari

    rawa-rawa delta sungai Mahakam sampai ke arah lautan (offshore). Saat ini PT. X

    telah memiliki 2276 sumur minyak dan gas diman 1/3 dari jumlah sumur tersebut

    berproduksi dan 2/3 dari jumlah sumur yang dimiliki dalam kondisi shut-in (ditutup

    sementara) dan abandonment (ditutup permanen) karena alasan usia. Permasalahan

    teknis yang timbul karena pertambahan usia sumur seperti korosi, penyumbatan,

    kebocoran dan berbagai hal lain bisa menyebabkan sumur menjadi tidak ekonomis

    untuk diteruskan dalam memenuhi target produksi.

    Gambar 1.1 Lokasi Operasi PT. X di Delta Mahakam

    Ketersediaan barang operasi dalam manajemen rantai pasok material

    menjadi isu yang sangat penting bagi PT. X karena hampir sebagian besar dari

    50.000 item barang operasi diperoleh melalui jalur impor dari Logistic Hub di

  • 2

    manca negara seperti Perancis, Inggris, Italia, America, Jepang, Korea, Singapura

    dan negara lainnya. Pengelompokan barang operasi, penentuan jalur importasi dan

    pemilihan logistic hub sebagai tepat penampungan sementara sebelum dikirim ke

    lokasi perusahaan menjadi hal yang penting di industri hulu minyak dan gas sangat

    penting agar ketepatan waktu dengan biaya yang lebih efisien dan optimal agar

    proses operasi pengeboran yang dilakukan berjalan dengan baik.

    Gambar 1.2 Sejarah produksi PT. X di Delta Mahakam

    Pada PT. X yang telah berubah kepemilikannya oleh BUMN, fungsi dari

    pada logistic hub sangat dipentingkan untuk mengurangi biaya logistik dan

    mempercepat waktu kedatangan peralatan dan sparepare terutama yang berasar dari

    impor. Sesuai dengan teori, Logistik Hub adalah tempat penerimaan material dari

    beberapa supplier atau OEM diluar negeri, yang fungsinya lebih condong sebagai

    tempat transit untuk dilakukan proses pemilah-milahan barang dan kemudian dalam

    proses pengiriman akan dikonsolidasikan atau dikombinasikan menjadi satu

    kendaraan angkut, guna mendapatkan kapasitas muat yang maksimal. Logistics hub

    juga merupakan tempat untuk mengumpulkan dan menimbun barang asal luar

    negeri atau barang yang berasal dari tempat lain untuk digabungkan secara

    sederhana dan disimpan sementara dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan

    kembali menuju negara dan tempat tujuan akhirnya. PT. X membutuhkan Logistic

    hub karena terkait dengan aturan impor barang operasi perminyakan yang wajib

  • 3

    menggunakan fasilitas Masterlist yang membebaskan bea masuk dan pajak dalam

    rangka impor. Jika tidak menggunakan fasilitas masterlist ini, maka PT. X akan

    dikenakan sanksi tidak bisa memasukkan biaya pembelian barang beserta pajak

    yang dibayarkan kedalam biaya operasi (non const recovery) dalam pembagian

    hasil dengan Pemerintah Republic Indonesia yang diatur dalam peraturan mentri

    ESDM No 37/2006 yang dipertegas dan digantikan dengan peraturan mentri ESDM

    No. 17/2018.

    Harga dan kualitas barang yang dibeli, pemilihan incoterms, moda

    transportasi, pergudangan, pajak dalam rangka impor dan pemilihan logistic hub

    sebelum dilakukan impor menjadi pilihan-pilihan yang sangat menentukan

    besarnya biaya operasi PT. X. Apalagi jika dikaitkan pula dengan penurunan harga

    minyak dunia yang menyebabkan banyak perusahaan migas yang merugi. Efisiensi

    dan efektifitas manajemen pengadaan akan sangat menentukan biaya produksi yang

    pada gilirannya menentukan competitive advantage perusahaan, sehingga PT X

    membutuhkan barang operasi dan sparepart yang berkualitas dan cepat diperoleh.

    Upaya menentukan jalur impor dan lokasi logistic hub yang sesuai dengan kriteria-

    kriteria yang diinginkan perusahaan menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

    Dengan adanya peningkatan kapasitas dan pencarian lokasi pengeboran

    baru menyebabkan PT. X perlu menentukan logistic hub yang sesuai dengan

    kriteria-kriteria yang diinginkan perusahaan menjadi hal yang penting untuk

    dilakukan. Berdasarkan data sekunder yang didapat (lihat gambar 1.1), hampir

    setengah dari importasi barang operasi perminyakan mengalami keterlambatan. Hal

    ini menyebabkan ketidaktersediaan barang operasi perminyakan pada waktu

    diperlukan yang dapat berakibat fatal bagi kegiatan produksi perminyakan karena

    bisa menyebabkan terhentinya produksi yang harus dibayar mahal. Sebagai

    gambaran, biaya sewa drilling rig biasanya 100,000 - 200,000 USD per hari dan

    kerugian yang timbul apabila salah satu material pengeboran tidak tersedia tepat

    waktu tersebut tidak hanya terkait dengan biaya sewa anjungan pengeboran saja,

    tetapi juga berbagai servis pendukungnya atau associated drilling services termasuk

    tenaga kerja yang nilai kerugiannya bisa mencapai lebih dari 500,000 USD tiap

    harinya.

  • 4

    Gambar 1.3 Kondisi keterlambatan barang impor di PT X

    Pada gambar 1.3 kondisi keterlambatan barang impor dari tahun 2014-2016

    menunjukkkan cukup banyak keterlambatan yang terjadi. Hampir 18-27% terjadi

    keterlambatan kurang dari 50 hari. Sedangkan 15%-20% terjadi keterlambatan

    melebihi dari 50 hari. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi operasional dari PT.

    X untuk mengeksplorasi lapangan minyak di blok Mahakam. Tentunya dapat

    mempengaruhi produktifitas penurunan minyak dan gas PT. X.

    Importasi barang operasi PT. X dapat dilakukan dengan incoterms Free

    Carrier (FCA) melalui global hubs yang kemudian dikirim ke regional hub dan

    dilanjutkan ke local hub. Pilihan jalur impor lainnya bisa juga langsung menuju

    Regional hub dengan incoterms Free Carrier (FCA) atau Delivery at Place (DAP)

    regional hub, atau bisa juga langsung menuju Local Hub PLB Balikpapan. Banyak

    perusahaan pendukung industri hulu migas yang memilih Singapore sebagai

    regional logistic hub untuk daerah asia tenggara sebagai tempat melakukan proses

    sederhana, penggabungan dan memperbaiki atau hanya menjadikan tempat transit

    dan penyesuaian dalam rangka mengurangi potensi biaya perpajakan di negara

    tujuan seperti Indonesia.

    PT. X selama ini menggunakan beberapa Logistc Hub yang terdiri dari

    Global Hubs di America, Eropa dan Asia sebagai tempat penumpukan barang dari

    beberapa negara asal, yang kedua adalah Regional Hub yaitu tempat pengumpulan

    barang operasi yang terdekat ke Indonesia (Singapore/Batam) sebelum masuk ke

    daerah Pabean Indonesia, yang ketiga adalah Local Hub yaitu TPS di pelabuhan

  • 5

    Semayang dan PLB Balikpapan. Pemilihan Logistic hub PT. X menjadi sangat

    penting karena dapat menghemat waktu transit, menurunkan delivery overue dan

    pada gilirannya menurunkan total cost of ownership.

    Keputusan pemilihan logistic hub sebagai lokasi serah terima barang dari

    luar negeri menjadi sulit karena berbagai kriteria harus dipertimbangkan dalam

    proses pengambilan keputusan dan kriteria yang termasuk dalam proses pemilihan

    yang sering bertentangan satu sama lain terkait harga, waktu, asuransi, lokasi,

    kualitas dan fasilitas pelayanan, serta kriteria lain yang bisa saling mengunci dan

    menyebabkan terlambatnya kedatangan barang operasi.

    Gambar 1.4 Aliran Logistik Rantai Pasok Impor Barang Operasi PT. X

    Dalam penentuan logistic hub terbaik untuk importasi barang operasi,

    kriteria-kriteria yang penting perlu diketahui berikut sub kriterianya. Misalnya

    infrastruktur yang tersedia untuk mecapai hub yang dituju, berapa lama transit time

    yang dibutuhkan mulai barang diterima di hub sampai siap diberangkatkan, tracking

    system pengiriman yang digunakan, fasilitas rush handling sampai dengan hal

    terkait tata perilaku (code of conduct) perusahaan penyedia jasa dan lain-lain.

    Penelitian tesis ini ingin diketahui kriteria dan sub kriteria apa yang

    dipentingkan dalam melakukan pemilihan logistic hub bagi barang impor milik PT

    X yang bergerak dalam sektor industri minyak dan gas. Hal yang utama dari

  • 6

    penelitian ini adalah bagaimana hasil pengambilan keputusannya untuk memilih

    mana aliran logistics hub yang menguntungkan dengan melihat dari seluruh kriteria

    yang ada.

    1.2 Perumusan Masalah

    Berawal dari permasalahan keterlambatan ketersediaan barang operasi yang

    ada yang diuraikan diatas, maka dianggap penting mengetahui bagaimana

    pengambilan keputusan memilih logistic hub yang paling baik bagi perusahaan dan

    mengetahui apa saja kriteria dan sub kriteria yang diperlukan dalam memilih

    logistic hub untuk menghindari gangguan operasi perminyakan karena

    keterlambatan pasokan barang operasi.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Mengindentifikasi kriteria-kriteria dan sub kriteria apa yang dipentingkan

    untuk menentukan lokasi logistics hub PT. X

    b. Memilih alternatif logistic hub mana yang terbaik bagi PT. X dengan

    metode AHP

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi perusahaan

    beberapa hal seperti:

    • Dengan pemilihan logistic hub yang tepat, keterlambatan barang operasi

    karena factor pengirimandapat dikurangi bahkan dihilangkan.

    • Memberikan alternative pilihan jalur dan logistic hub yang bisa digunakan

    pada saat pilihan utama tidak bisa digunakan sehingga memperkecil dampak

    akibat keterlambatan pengiriman Barang Operasi.

    • Memberikan rekomendasi kepada perusahaan dalam membuat kontrak

    pembelian barang operasi perminyakan di masa depan dengan

    mempertimbangan incoterms yang sesuai dengan logistik hub tempat serah

    terima barang yang paling menguntungkan kepentingan perusahaan

  • 7

    1.5 Batasan Masalah

    Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi karena luasnya permasalahan terkait

    pengiriman barang pada kegiatan pengelolaan rantai pasok barang operasi

    perminyakan, sehingga penelitian ini hanya akan membahas dan memberikan saran

    penyelesaian dengan batasan masalah sebagai berikut:

    a. Penelitian dibatas pada kasus pengadaan Barang Operasi Perminyakan (BOP)

    yang berasal dari luar negeri.

    b. Data delivery over due yang dijadikan referensi adalah data yang terdapat dalam

    SAP, CONTIKI dan database SCHEMA.

    c. Berbagai aturan pemerintah terkait pembelian BOP adalah aturan yang

    mengikat, namum diluar dari obek penelitian ini.

    d. Alternative logistic hub yang ada tidak terkait satu dengan yang lain dan tidak

    ada hirarki logistiknya.

    1.6 Asumsi-asumsi

    Asumsi-asumsi yang diberlakukan pada tesis ini adalah sebagai berikut:

    a. Kriteria-kriteria yang dievaluasi dalam penelitian ini dibatasi pada barang

    operasi perminyakan yang berasal dari luar negeri.

    b. Penelitian ini dimulai dari penentuan kriteria dan sub-kriteria yang harus

    dipertimbangkan dalam menetukan bobot dari masing-masing kriteria/sub-

    kriteria yang mempengaruhi keterlambatan ketersediaan barang operasi

    perminyak.

    c. Tidak terjadi kegagalan produksi material, kendala teknis dan juga kegagalan

    tender pengadaan karena salah desain awal proses pengadaan barang yang

    menyebabkan tidak adanya barang yang bisa dikirimkan.

    d. Kompetensi teknisi Acceptance dan operator yang menerima serta memeriksa

    barang saat diserah terimakan di logistik hub dianggap memadai di setiap

    logistik hub dan dapat diterima perusahaan.

    e. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang langsung

    dikumpulkan dari data kepabeanan dan hasil jawaban questionaire.

  • 8

    f. Dalam penelitian ini Variable yang diuji adalah yang variable-variable yang

    mempengaruhi penyebab keterlambatan ketersediaan barang operasi

    1.7 Sistematika Penyusunan.

    Penyusunan pada penelitian ini disusun dalam 6 bab dengan sistematika

    sebagai berikut:

    BAB 1 PENDAHULUAN

    Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang dari penelitian ini,

    penjelasan singkat mengenai profil perusahaan, perumusan masalah, tujuan dan

    manfaat penelitian, batasan permasalahan, asumsi dan sistematika penyusunan.

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    Dalam bab ini dibahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan rumusan

    pemecahan masalah dalam tesis yang ini yang diambil dari buku-buku ataupun

    jurnal internasional.

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

    Metodologi penelitian menjelaskan urutan langkah-langkah penelitian yang

    dilakukan dan dapat digambarkan melalui flowchart, pengumpulan data melalui

    focus group discussion dan survey yang akan dipergunakan. Berdasarkan teori-teori

    yang ada serta kenyataan yang ada di lapangan, selanjutnya akan dibuat perhitungan

    untuk mendapatkan tujuan penelitian yang diinginkan.

    BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Bab ini berisi tentang hasil penelitian, penjelasan data yang diperlukan

    untuk penyelesaian masalah dan hasil pengolahan data yang dilakukan untuk

    mencapai tujuan penelitian, yaitu berupa analisa biaya dan lead time yang

    menunjang perhitungan analisa dalam pemilihan jalur importasi.

    Bab ini juga berisi tentang analisa hasil perhitungan dan interpretasi hasil

    pengolahan data yang dilakukan untuk memperoleh kesimpulan.

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

    Bab terakhir ini berisi kesimpulan-kesimpulan berdasarkan analisis data,

    serta saran dan usulan perbaikan yang direkomendasikan untuk PT. X dan untuk

    perbaikan di penelitian selanjutnya.

  • 9

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Logistik Hub

    Logistics hub adalah tempat untuk menimbun barang asal luar negeri atau

    barang yang berasal dari tempat lain untuk dikumpulkan digabungkan dan disimpan

    sementara dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali menuju negara

    dan tempat tujuannya masing-masing. Tempat mengumpulan barang di negara-

    negara maju tempat original equipment manufacturer (OEM) biasanya disebut

    Global Hubs dan tempat pengumpulan barang untuk konsolidasi mendekati negara

    tujuan disebut dengan Regional Hub.

    Banyak perusahaan pendukung industri hulu migas yang menggunakan

    Singapore sebagai regional logistics hub mereka untuk daerah asia tenggara hanya

    karena ingin menyesuaikan dengan peraturan dalam upaya mengurangi potensi

    biaya perpajakan di negara tujuan seperti Indonesia. Disisi lain Indonesia sebagai

    salah satu negara tujuan tidak mendapatkan manfaat dari penimbunan barang diluar

    negeri tsb, malah mendapatkan potensi high cost karena semakin panjangnya lead

    time pengiriman barang.

    Selanjutnya pemerintah Indonesia membentuk Pusat Logistik Berikat

    (PLB) yang merupakan salah satu paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan bulan

    September 2015 ini relative baru yang bertujuan untuk memberikan insentif

    fasilitas agar dapat meng-efisien-kan biaya logistic sesuai dengan arahan presiden

    RI. Payung hukum dari PLB ini adalah peraturan pemerintah no 85 tahun 2016

    tanggal 25 nopember 2015 yang didukung dengan Peraturan Mentri Keuangan no

    272/PMK.04/2015 tanggal 31 Desember 2015 dan selanjutnya diterjemahkan oleh

    Ditjen Bea dan Cukai menjadi peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai bernomor

    1, 2 dan 3 tertanggal 29 Januari 2016.

    Pusat Logistik Berikat (PLB) ini berbeda dengan 2 fasilitas infrastruktur

    yang telah diatur sebelumnya yaitu gudang berikat (GB) dan tempat penimbunan

    sementara (TPS). Berikut ini adalah gambar konsep utama dari PLB yang didorong

    oleh kementrian Keuangan:

  • 11

    Gambar 2.1 Konsep utama dari PLB yang didorong oleh kementrian Keuangan

  • 12

    Gambar 2.2 Pusat Logistik Berikat Indonesia

  • 13

    Dilihat dari pengertian, kepemilikan barang, masa timbun, kegitan yang

    ada, nilai pabean serta proses customs clearance menunjukkan bahwa PLB

    seharusnya lebih menarik bagi para pelaku usaha khususnya industri manufaktur

    nasional dibandingkan dengan gudang berikat dan TPS. Namun demikian

    perusahaan penunjang dan Supplier Barang Operasi yang menggunakan PLB masih

    sedikit.

    Merujuk kepada Pambudi (2016), diperlihatkan table perbedaan PLB

    dengan GB dan TPS.

    Tabel 2.1 Perbedaan PLB, GB dan TPS

    No Faktor Pusat Logistik

    Berikat Gudang Berikat

    Tempat

    Penimbunan

    Sementara

    1 Pengertian

    TPS untuk

    menimbun

    barang asal

    luar daerah

    Pabean dan

    atau barang

    yan g berasal

    dari tempat

    lain dalam

    daerah

    kepabeanan

    dapat disertai 1

    (satu) atau

    lebih kegiatan

    sederjana

    dlama jangka

    waktu tertentu

    untuk

    dikeluarkan

    kembali

    Tempat

    Penimbunan

    Berikat untuk

    menimbun barang

    impor dapat

    disertai 1 (satu)

    atau lebih

    kegiatan berupa

    pengemasan

    kembali,

    penyortiran,

    penggabungan

    (kitting),

    pengepakan,

    penyetelan,

    pemotongan,

    agtas barang-

    barang jangka

    waktu tertentu

    untuk dikeluarkan

    kembali

    Tempat

    Penimbunan

    Sementara adalah

    bangunan dan atau

    lapangan atau

    tempat lain yang

    disamakan dengan

    itu di kawasan

    Pabean untuk

    menimbun barang

    sementara

    menunggu

    pemuatan atau

    pengeluarannya

    2 Kepemilikan

    barang

    Kepemilikan

    sendiri,

    konsinyasi atau

    titipan

    Kepemilikan

    Sendiri

    Pemilik Barang

    Bebas

    3 Masa Timbun 3 tahun ++ 1 tahun 30 hari

  • 14

    4 Kegiatan Penimbunan

    dan kegiatan

    sederhana ++

    Penimbunan dan

    kegiatan

    sederhana

    Penimbunan

    5 Nilai Pabean Digunakan NP

    saat digunakan

    Digunakan NP

    saat pemasukkan

    Digunakan NP saat

    digunakan

    6 Asal dan

    Tujuan

    Barang

    Asal: Fleksibel

    Tujuan:

    Fleksible

    7 Ketentuan

    Pembatasn

    Belum

    diberlakukan

    saat

    pemasukan

    Belum

    diberlakukan saat

    pemasukan

    Belum

    diberlakukan saat

    pemasukan

    8 Certificate of

    origin

    Diterima &

    bisa

    pengeluaran

    parsial

    Diterima dan satu

    kali pengeluaran

    Diterima dan satu

    kali pengeluaran

    9 Penyelesaian

    fasilitas

    masterlist

    Penyelesaian

    Sewa BOP

    Migas- cost

    recovery

    - -

    10 Pengenaan

    fiscal saat

    pengeluaran

    Bea masuk dan

    pajak impor

    BMPDRI, PPN

    Penyerahan lokal

    Bea MAsuk dan

    Pajak Impor

    11 Jangka waktu

    izin

    Seumur hidup

    sampai dicabut

    Penyelenggara

  • 15

    muncul dari kendala kebijakan internal dan kendala sistem eksternal yang

    dibebankan pada proses pengadaan.

    Dalam menggunakan fasilitas PLB banyak pilihan incoterms yang bisa

    dipakai, namun demikian tetap berbeda manfaat fasilitas yang didapat oleh barang

    dari industri yang berbeda karena bervariasinya aturan dari berbagai kementrian

    yang dititipkan kepada Ditjen Bea Cukai. Jika dipetakan hak dan tanggung jawab

    dari pihak pembeli dalam negeri dan pihak penjual di luar negeri dalam

    menggunakan fasilitas PLB ini perusahaan Migas memiliki paling tidak 3 pilihan

    incoterms dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya.

    • Ex Works PLB: Serah terima tanggung jawab dan kepemilikan barang

    terjadi di PLB. PT X bertanggung jawab mengambil barang dari dalam PLB

    milik supplier DN (Handling di Gudang)

    • FCA PLB: Serah terima tanggung jawab dan kepemilikan barang terjadi di

    PLB. Handling di gudang masih menjadi tanggung jawab Supplier DN

    sampai barang naik ke alat angkut yang disediakan oleh PT X di pintu PLB,

    • DAP PLB: Serah terima tanggung jawab dan kepemilikan barang terjadi di

    site PT X. Tetapi, PT X yang melakukan dokumentasi dan proses impor

    pada saat barang keluar dari PLB.

  • 16

    Gambar 2.3 Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam PLB

  • 17

    2.2 Proses Pengadaan Barang Operasi Perminyakan

    Proses pengadaan barang operasi perminyakan agak berbeda dengan system

    pengadaan barang dan jasa di industri lain karena terikat pada PSC Contract dan

    PTK007 yang mengatur apa saja yang boleh diimpor dan apa saja yang harus dibeli

    lokal, apa saja yang mendapatkan fasilitas bebas pajak dan apa saja yang harus

    membayar kewajiban pajak kepada negara.

    Sesuai dengan Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai Nomor : KEP- 0041

    /SKKMA0000/2017/S0 PTK revisi 04, mekanisme pengadaan barang/jasa adalah

    seperti tabel berikut ini:

    Gambar 2.4 Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa

    Pada proses pengadaan barang operasi perminyakan harus melalui proses

    pemilihan penyedia barang dan jasa sesuai regulasi Pedoman Tata Kerja (PTK)

    Nomor: KEP- 0041 /SKKMA0000/2017/S0 revisi 04 yang diterbitkan oleh SKK

    Migas tanga 30 Mei 2017 yang berlaku 60 (enam puluh) hari sejak ditetapkan.

    Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum tata laksana,

    pedoman pelaksanaan teknis serta administratif yang terintegrasi dan jelas, serta

    menyamakan pola pikir dan pengertian seluruh pengelola kegiatan usaha hulu

  • 18

    minyak dan gas bumi di wilayah Republik Indonesia dalam pelaksanaan Pengadaan

    Barang/Jasa.

    Tujuan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa adalah memperoleh dan

    mendayagunakan barang/jasa yang dibutuhkan dalam jumlah, kualitas, harga,

    waktu, dan tempat secara tepat, efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan,

    dalam menunjang kegiatan operasi hulu minyak dan gas bumi serta menciptakan

    efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian nasional.

    Gambar 2.5 Mekanisme Pengajuan Persetujuan Rencana Tender KKKS

    Strategi pengadaan barang operasi disusun dengan mempertimbangkan tata

    cara pelaksanaan sebagai berikut:

    2.2.1 Pelelangan Umum

    Pelelangan umum adalah pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara

    terbuka untuk umum, mengacu kepada prinsip dasar pengelolaan rantai suplai

    dengan diumumkan terlebih dahulu melalui papan pengumuman resmi Kontraktor

    KKS, media cetak dan apabila memungkinkan melalui media elektronik. Syarat

    Pelelangan Umum: pengadaan barang/jasa dengan nilai lebih besar dari

    Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau diikuti oleh Penyedia Barang/Jasa

  • 19

    yang memenuhi kualifikasi, kompetensi dan kemampuan yang dipersyaratkan

    dalam Dokumen Pengadaan.

    2.2.2 Pelelangan Terbatas

    Pelelangan terbatas dilaksanakan dengan cara mengundang melalui

    pengumuman minimal 2 (dua) calon peserta yang memenuhi kriteria tertentu.

    Metode pelelangan terbatas dapat dilaksanakan untuk pengadaan barang dengan

    pelelangan antar pabrikan atau diketahui jumlah Penyedia Barang/Jasa yang

    mampu melaksanakan pekerjaan terbatas.

    2.2.3 Pemilihan Langsung

    Pemilihan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan

    mengundang sekurang-kurangnya 3 (tiga) Penyedia Barang/ Jasa. Pemilihan

    langsung dapat juga dilaksanakan dengan cara mengundang sekurang-kurangnya 2

    (dua) Penyedia Barang/Jasa dengan kondisi tertentu.

    2.2.4 Penunjukan Langsung

    Pengadaan secara penunjukan langsung dilaksanakan dengan cara

    menunjuk langsung kepada 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.

    2.2.5 Pengadaan Secara Elektronik (E-Procurement)

    Pengadaan secara elektronik (e-Procurement) merupakan pelaksanaan

    pengadaan barang/jasa dengan menggunakan jaringan elektronik (jaringan internet

    atau intranet) atau electronic data interchange (EDI). Metoda pelaksanaan e-

    Procurement terdiri dari e-Bidding dan e-Reverse Auction (e-RA).

    2.3 Total Cost of Ownership

    Pemilihan barang dan Logistic Hub yang tepat serta pemilihan negara asal,

    moda transportasi dan lokasi serah terima barang juga menentukan keberhasilan

    dalam proses pengadaan. Kriteria pemilihan specifikasi barang, supplier tidak

    hanya difokuskan pada biaya yang paling murah, namun juga pada beberapa kriteria

    lain yang mendukung tercapainya tujuan pengadaan. Salah satu kriteria yang

    dianggap penting adalah konsep Total Cost of Ownership (sering juga disebut Lyfe

  • 20

    cycle cost analysis) yang dapat dipakai dalam pemilihan Barang, Logistic Hub dan

    alternative pilihan importasinya. Total Cost of Ownership merupakan analisis

    ekonomi dari sebuah alat atau fasilitas dengan mempertimbangkan semua biaya

    yang muncul selama umur hidup kepemilikan dari alat/equipment tersebut, tidak

    hanya harga beli tetapi juga biaya pemeliharaan, penggantian, biaya disposal dll.

    Total cost of ownership menjadi konsep penting karena dalam pemilihan barang,

    Logistic Hub dan jalur importasi biasanya yang dipakai sebagai kriteria utama

    adalah harga beli (purchasing cost) yang pada kenyataannya hanya merupakan

    bagian dari total biaya sebuah alat/equipment. Dengan kata lain dapat dinyatakan

    bahwa harga penawaran yang murah dari Logistic Hub belum tentu merupakan

    pilihan terbaik bila dilihat dari keseluruhan biaya yang harus ditanggung oleh

    pembeli.

    Selain itu pengelolaan inventory dalam manajemen supply chain juga

    sangat penting karena; nilainya sangat signifikan, resiko (potensi) kerugian, over

    stock atau sebaliknya kekurangan stock yang terutama berkaitan dengan potensi

    cost saving. Karena nilainya yang significant, maka perusahaan harus mengetahui

    nilainya secara pasti, dikendalikan jumlah pembeliannya, dikendalikan

    pergerakannya, dikendalikan penggunaannya, dan harus cepat dideteksi jika terjadi

    inefisiensi.

    Dalam melakukan kegiatan sehari-hari PT. X menggunakan Enterprise

    Resource Planning (ERP), yaitu alat transaksi perusahaan yang mengambil data

    dan mengurangi aktifitas manual yang digabungkan dengan proses finansial,

    persediaan, dan informasi pemesanan pelanggan. Sistem ini mencapai integrasi

    tinggi dengan menggabungkan data tunggal, mengembangkan pemahaman akan

    data apa yang seharusnya digabungkan dan membuat seperangkat aturan

    pengambilan data. Perusahaan Jerman, SAP AG, adalah pelopor software ERP ini

    yang juga dikenal dengan nama R/3. Inti dari software adalah jaringan database

    server yang berkecepatan tinggi yang dirancang untuk menangani informasi

    sejumlah besar database secara efisien.

    Total Cost of Ownership (TCO) adalah penjumlahan semua biaya yang

    berhubungan dengan aktivitas aliran supply atau pasokan barang. Konsep TCO ini

    memasukkan estimasi biaya-biaya yang dirancang untuk membantu dalam

  • 21

    melakukan perhitungan biaya keseluruhan serta altematif pembiayaan yang

    mencakup investasi, pemeliharaan dan administrasi yang berkaitan dengan

    pengadaan barang tersebut. TCO sangat menentukan dalam pengambilan keputusan

    membeli barang dan jasa. Sebagai contoh, manakah pilihan yang lebih baik atara

    produk buatan pabrik negara A berharga USD 3 dengan incoterms FCA negara A,

    atau alternatif produk yang sama buatan negara B berharga USD 10 dengan

    incoterms DDP, diterima di gudang negara tujuan. Karena TCO adalah

    penjumlahan semua biaya yang berhubungan dengan aktivitas aliran supply barang,

    maka harga barang dengan incoterms delivery duty paid (DDP) diterima di gudang

    berbeda bisa jadi sama dengan pilihan incoterms FCA negara asal yang

    memindahkan resiko, biaya transport dan transfer of ownership barang lebih awal

    kepada pembeli. Diskusi bisa berlanjut tentang biaya lain terkait clearance export

    dari neagra asal, import di negara tujuan termasuk biaya cargo handling, service,

    biaya asuransi quality sampai biaya reputasi dsb.

    Ternyata harga material tidak berdiri sendiri dan bukan merupakan penentu satu-

    satunya dalam keputusan pembelian, dan inilah yang kita sebut TCO (Total Cost of

    Ownership).

    Gambar 2.6 Logistics in Supply Chain Management (Bowersox et al 2012)

  • 22

    2.4 Analisis Pareto

    Analisis Pareto adalah teknik atau metode pengambilan keputusan yang

    digunakan untuk memilih sejumlah tugas atau problem tertentu untuk

    menghasilkan efek keseluruhan yang signifikan. Dalam aplikasinya, Diagram

    Pareto atau sering disebut juga dengan Pareto Chart ini sangat bermanfaat dalam

    menentukan dan mengidentifikasikan prioritas permasalahan yang akan

    diselesaikan. Dalam hal mengelompokkan barang impor yang mempunyai

    pengaruh paling besar terhadap rantai pasok barang operasi perminyakan pada

    diagram Pareto terlebih dahulu dihitung TCO atau Total Cost of Ownership.

    Prinsip Pareto yang juga sering dikenal dengan aturan 80/20 adalah

    menggunakan gagasan bahwa dengan melakukan 20% pekerjaan terbesar, akan

    menghasilkan atau mengakomodasi 80% dari keseluruhan manfaat pekerjaan.

    Permasalahan yang paling banyak dan sering terjadi adalah prioritas utama kita

    untuk melakukan tindakan.

    Diagram Pareto adalah suatu diagram yang berupa grafik batang yang

    digunakan untuk menunjukkan masalah berdasarkan urutan jumlah kejadian.

    Masalah yang memiliki jumlah terbanyak akan ditunjukan oleh grafik batang yang

    tertinggi dan ditempatkan di sisi paling kiri. Susunan grafik batang tersebut dapat

    membantu menentukan prioritas kejadian berdasarkan kategori atau sebab-sebab

    kejadian yang sedang dikaji. Jadi dengan menggunakan diagram Pareto, perhatian

    terhadap sebab-sebab utama yang berdampak terbesar terhadap kejadian akan lebih

    efektif dengan mengurutkan berbagai macam sebabnya. Langkah-langkah dalam

    membuat Diagram Pareto adalah sebagai berikut :

    1. Mengidentifikasikan kelompok barang yang menjadi permasalahan yang akan

    diteliti sebagai penyebab-penyebab kejadian. (Contoh Permasalahan:

    Tingginya tingkat keterlambatan pengiriman barang impor, Penyebabnya :

    Lokasi OEM/pabrik, Jumlah pembelian, Harga Barang, Kelompok barang dll)

    2. Menentukan Periode waktu yang diperlukan untuk analisis (misalnya per

    Tahun, Bulanan, Mingguan atau per harian)

    3. Membuat catatan frekuensi kejadian pada lembaran periksa (check sheet)

    4. Membuat daftar masalah sesuai dengan urutan frekuensi kejadian (dari tertinggi

    sampai terendah).

  • 23

    5. Menghitung Frekuensi kumulatif dan Persentase kumulatif

    6. Gambarkan Frekuensi dalam bentuk grafik batang

    7. Gambarkan kumulatif Persentase dalam bentuk grafik garis

    8. Intepretasikan (terjemahkan) Pareto Chart tersebut

    9. Mengambil tindakan berdasarkan prioritas kejadian / permasalahan

    10. Ulangi lagi langkah-langkah diatas meng-implementasikan tindakan

    improvement (tindakan peningkatan) untuk melakukan perbandingan hasil.

    Diagram Pareto juga dapat mengungkapkan berbagai macam prioritas

    penanganan masalah berdasarkan pada kebutuhan spesifik yang ada. Oleh sebab

    itu, di dalam diagram Pareto, grafik batang yang teringgi belum tentu sebagai

    persoalan yang terbesar (Gaspersz, 1998). Analisa Pareto sangat efektif digunakan

    untuk mengidentifikasikan permasalahan pengiriman barang barang import yang

    dianggap paling kritikal pada operasi perminyakan sperti pekerjaan drilling (tubing,

    casing), peralatan rotating pada produksi dan field operation.

    2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

    Dalam penerapan di dunia industri, metoda AHP telah memberikan

    kontribusi bagi para pengambil keputusan, khususnya untuk permasalahan multi

    kriteria. Pemanfaatan AHP di dalam dunia nyata, telah membuktikan bahwa AHP

    merupakan metoda yang dapat digunakan untuk mengorganisasi informasi dan

    pertimbangan (judgement) yang dipakai dalam pengambilan keputusan. Penentuan

    peringkat alternatif, pembandingan benefit cost

    Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas

    L. Saaty dalam periode 1971 – 1975 di Wharton School, University of

    Pennsylvania). Metode ini adalah sebuah kerangka untuk pengambilan keputusan

    dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan

    mempercepat proses pengambilan keputusan. Metode ini akan membagi persoalan

    ke dalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan

    hierearki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang pentingnya

    tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel

    yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk

    mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

  • 24

    Metode AHP membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan

    menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan

    menarik berbagai pertimbangan untuk mengembangkan bobot atau prioritas.

    Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang

    bersangkutan pada berbagai persoalan, kemudian mensintesis berbagai

    pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara

    intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat

    (Saaty, 1994).

    Menurut (Mulyono, 1991), AHP digunakan untuk menentukan skala rasio

    baik dari perbandingan berpasangan yang diskret maupun kontinyu. Perbandingan-

    perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari skala dasar yang

    mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP memiliki perhatian

    khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di

    dalam dan di antara kelompok elemen strukturnya. AHP banyak ditemukan pada

    pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan/prediksi, alokasi

    sumber daya, penyusunan matriks input, koefisien, penentuan prioritas dari strategi-

    strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik dan sebagainya. AHP

    membantu orang mengatasi intuisi rasional dan irasional, dan dengan risiko dan

    ketidakpastian dalam pengaturan yang kompleks. Proses Hirarki Analitik

    (Analytical Hierarchy Process / AHP) yang dikembangkan oleh Saaty didasarkan

    pada serangkaian perbandingan bijaksana antara pengambil keputusan yang

    diwakili oleh kemampuan intrinsik manusia untuk menyusun persepsi secara

    hierarkis, membandingkan pasangan hal serupa dengan diberi kriteria atau milik

    bersama dan menilai intensitas kepentingan satu hal dari sisi yang lain. Perlu juga

    untuk menentukan tingkat aspirasi dan atau faktor prioritas dari bobot yang harus

    diberikan pada elemen keputusan yang didasarkan pada penilaian manusia yang

    seringkali kurang tepat secara intrinsik (Mulyono, 2008).

    AHP ini dapat digunakan untuk:

    1. Memprediksi kemungkinan hasilnya

    2. Merencanakan dan proyeksi masa depan yang diinginkan

    3. Memfasilitasi pembuatan keputusan kelompok

  • 25

    4. Menguji kontrol atas pertukaran dalam sistem pengambilan keputusan

    5. mengalokasikan sumber

    6. Memiilih alternatif-alternatif

    7. memilih alternatif-alternatif

    8. melakukan perbandingan rugi/laba

    Expert Choice adalah intuitif, berbasis grafis dan dibangun secara user-friendly

    sehingga menjadi berharga bagi konseptual dan pemikir analitis, pemula dan ahli

    kategori. Karena kriteria disajikan dalam struktur hirarki, Pengambil Keputusan

    mampu untuk menggali dalam tingkat keahlian mereka, dan memberlakukan

    penilaiannya menjadi penting dalam mencapai tujuan mereka. Pada akhir proses,

    pengambil keputusan sepenuhnya menyadari bagaimana dan mengapa keputusan

    itu dibuat, dengan hasil yang bermakna, mudah mudah mengkomunikasikan, dan

    bisa dilakukan.

    2.5.1 Kelebihan Analitycal Hierarchy Process (AHP)

    AHP tidak hanya membantu pengambil keputusan sampai di keputusan

    terbaik, tapi juga Menyediakan alasan yang jelas bahwa Ini adalah yang terbaik.

    Perangkat lunak AHP dan Expert Choice mengikat pengambil keputusan dalam

    penataan sebuah keputusan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, memproses

    dari tujuan untuk sub-tujuan untuk tujuan turun ke program alternatif tindakan.

    Pengambil Keputusan kemudian membuat perbandingan putusan berpasangan

    melalui urutan Hirarki sampai pada keseluruhan Prioritas untuk alternatif-alternatif.

    Masalah keputusan bisa melibatkan sosial, politik, teknis, dan faktor-faktor

    ekonomi. Kelebihan metode AHP dalam pengambilan keputusan adalah (Saaty,

    1994):

    1. Dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks dan strukturnya tidak

    beraturan, bahkan bisa juga digunakan untuk permasalahan yang tidak

    terstruktur sama sekali. AHP tidak rumit, dan ini membantu meningkatkan

    pemahaman manajemen dan transparansi dari teknik pemodelan

    2. AHP memiliki kekuatan tambahan untuk dapat mencampurkan faktor kuantitatif

    dan kualitatif ke dalam sebuah keputusan. Data kuantitatif yang kurang lengkap

  • 26

    tidak mempengaruhi kelancaran proses pengambilan keputusan karena

    penilaian merupakan sintesis pemikiran berbagai sudut pandang responden.

    3. pendekatan ini bisa cocok bersama dengan pendekatan solusi lain seperti

    optimalisasi, dan pemrograman tujuan. Metode ini sesuai dengan kemampuan

    dasar manusia dalam menilai suatu hal sehingga memudahkan penilaian dan

    pengukuran elemen.

    Kelebihan AHP dibandingkan dengan lainnya adalah :

    1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekwensi dari kriteria yang dipilih, sampai

    pada subkriteria yang paling dalam

    2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi berbagai

    kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan

    3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas

    pengambilan keputusan.

    Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi

    obyektif dan multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari

    setiap elemen dalam hirarki. Jadi, model ini merupakan suatu model pengambilan

    keputusan yang komprehensif.

    Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada tiga

    prinsip yang mendasari pemikiran AHP, yakni : prinsip menyusun hirarki, prinsip

    menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis.

    2.5.2 Prinsip Menyusun Hirarki

    Langkah pertama dalam AHP adalah membangun hirarki pemecahan

    permasalahan. Prinsip menyusun hirarki adalah dengan menggambarkan dan

    menguraikan secara hirarki, dengan cara memecahakan persoalan menjadi unsur-

    unsur yang terpisah-pisah. Caranya dengan memperincikan pengetahuan, pikiran

    kita yang kompleks ke dalam bagian elemen pokoknya, lalu bagian ini ke dalam

    bagian-bagiannya, dan seterusnya secara hirarkis. Penjabaran tujuan hirarki yang

    lebih rendah pada dasarnya ditujukan agar memperolah kriteria yang dapat diukur.

    Walaupun sebenarnya tidaklah selalu demikian keadaannya. Dalam beberapa hal

    tertentu, mungkin lebih menguntungkan bila menggunakan tujuan pada hirarki

  • 27

    yang lebih tinggi dalam proses analisis. Semakin rendah dalam menjabarkan suatu

    tujuan, semakin mudah pula penentuan ukuran obyektif dan kriteria-kriterianya.

    Akan tetapi, ada kalanya dalam proses analisis pangambilan keputusan tidak

    memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Maka salah satu cara untuk

    menyatakan ukuran pencapaiannya adalah menggunakan skala subyektif.

    Ide utama dari AHP adalah melakukan brainstorming permasalahan yang

    kompleks, mengurutkan ide-ide penting dan faktor-faktor alternativenya, kemudian

    mengaturnya dalam hirarki yang memungkinkan pembaandingan dari element dan

    turunannya dengan semua element pada tingkat diatasnya. Ini adalah cara kreatif

    untuk mengeksploitasi kemampuan berpikir manusia untuk menyederhanakan

    suatu masalah dengan mengelompokkannya kedalam elemen konstituen, termasuk

    goals keseluruhan, criteria dan alternative keputusan (Saaty, 1990). Dalam

    melakukan proses ini diperlukan informasi yang banyak untuk digabungkan

    kedalam struktur permasalahan yang menggambarkan system secara keseluruhan

    Gambar 2.7 Ilustrasi Hirarki

    Setelah hierarki telah terstruktur, langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas

    untuk elemen (kriteria dan alternatif) yang disajikan dalam hirarki. AHP

    menggunakan perbandingan berpasangan untuk melakukan ini. Langkah pertama

    adalah membuat perbandingan berpasangan. Ini untuk membandingkan elemen-

    elemen yang berpasangan dengan kriteria yang diberikan. Satu set matriks

    perbandingan dari semua elemen di tingkat hirarki sehubungan dengan elemen

    tingkat yang lebih tinggi segera dibangun sehingga memprioritaskan dan

  • 28

    mengkonversi penilaian perbandingan individu ke dalam pengukuran skala rasio.

    Penilaian diperlukan untuk semua perbandingan kriteria, dan untuk semua

    perbandingan alternatif untuk setiap kriteria. Perbandingan dikuantifikasi dengan

    menggunakan skala sembilan poin.

    2.5.3 Prinsip Menetapkan Prioritas Keputusan

    Bagaimana peranan matriks dalam menentukan prioritas dan bagaimana

    menetapkan konsistensi.

    Menetapkan prioritas elemen dengan membuat perbandingan berpasangan, dengan

    skala banding telah ditetapkan oleh Saaty ( Yan O., 1995).

    Tabel 2.2 Penetapan Prioritas Elemen dengan Perbandingan Berpasangan (Sumber: Saaty, 1994)

    Tingkat Kepentingan Definisi Penjelasan

    1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh

    yang sama

    3 Sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sedikit

    memihak satu elemen dibandingkan

    dengan pasangannya

    5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat

    memihak satu elemen dibandingkan

    dengan pasangannya

    7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai dan

    secara praktis dominasinya sangat

    nyata, dibandingkan dengan elemen

    pasangannya.

    9 Mutlak lebih penting Satu elemen terbukti mutlak lebih

    disukai dibandingkan dengan

    pasangannya, pada tingkat

    keyakinan tertinggi

    2, 4, 6, 8 Nilai di antara dua

    penilaian yang

    berdekatan

    Diberikan apabila terdapat keraguan

    penilaian antara dua penilaian yang

    berdekatan

    Reciprocal (kebalikan)

    Jika elemen i memiliki salah satu

    angka di atas ketika dibandingkan

    elemen j, maka j memiliki nilai

    kebalikannya ketika dibandingkan

    elemen i

    Perbandingan ini dilakukan dengan matriks. nformasi perbandingan pasangan

    untuk setiap komponen masalah diwakili oleh matriks perbandingan berpasangan

  • 29

    (Tabel 2.8). Jika ada n item yang perlu dibandingkan untuk matriks yang diberikan,

    maka total n (n-1) / 2 penilaian diperlukan. Sebagai contoh, jika n = 4, hanya 6

    penilaian yang diperlukan, sedangkan ada n2 = 16 sel dalam matriks lengkap.

    Tabel 2.3 Pair-wise Comparison Matrix (Saaty, 2008)

    C A1 A2 … An

    A1 a11 a12 … a1n

    A2 a21 a22 … a2n

    … … … … …-

    Am am1 am2 … amn

    Perbandingan pasangan-bijaksana menghasilkan matriks peringkat relatif

    untuk setiap tingkat hierarki. Jumlah matrik bergantung pada jumlah elemen di

    setiap level. Urutan matriks pada setiap tingkat bergantung pada jumlah elemen di

    tingkat bawah yang ditautkan. Setelah semua matriks dikembangkan dan semua

    perbandingan berpasangan diperoleh, vektor eigen atau bobot relatif (tingkat

    kepentingan relatif di antara elemen), bobot global, dan nilai eigen maksimum (max

    ) untuk setiap matriks dihitung (Saaty, 1990). ).

    Analitik, kata pertama dalam AHP, berarti memisahkan entitas material atau

    abstrak ke dalam elemen penyusunnya. Sebaliknya, sintesis melibatkan

    menyatukan atau menggabungkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan. Sintesis

    berlangsung dalam tiga langkah berikut (Saaty, 1980) (Nydick dan Hill, 1992):

    1. Jumlahkan nilai setiap kolom matriks perbandingan pasangan-bijaksana.

    2. Bagilah setiap entri dalam matriks perbandingan pasangan-bijaksana dengan

    total kolomnya. Ini akan menghasilkan matriks perbandingan berpasangan yang

    dinormalkan.

    3. Kemudian, tentukan rata-rata setiap baris matriks yang dinormalkan dengan

    menambahkan nilai di setiap baris matriks yang dinormalkan dan membaginya

    dengan jumlah entri di setiap baris. Ini memberikan prioritas relatif dari elemen

    yang dibandingkan.

    Selanjutnya, AHP menggunakan sintesis untuk mengembangkan prioritas

    keseluruhan untuk peringkat. Bobot relatif berbagai tingkat yang diperoleh

    diagregasi untuk menghasilkan vektor bobot komposit yang akan berfungsi sebagai

    peringkat alternatif keputusan dalam mencapai tujuan paling umum dari masalah

    (Saaty, 1980). Vektor berat badan relatif gabungan dari unsur-unsur pada tingkat

  • 30

    Kth berkenaan dengan tingkat pertama yang mungkin dihitung dengan persamaan

    berikut:

    C ( I , K) = ∏ 𝐵𝑖kI=2 (1.1)

    Dimana:

    • C (I, K) adalah vektor bobot komposit dari elemen level k dengan

    memperhatikan elemen pada level I,

    • B adalah baris matriks ni-1 oleh ni yang terdiri dari menaksir W vektor.

    • ni merepresentasikan jumlah elemen pada level i.

    Mengulangi proses agregasi menghasilkan bobot relatif elemen yang berada pada

    tingkat terendah hierarki sehubungan dengan keputusan pada tingkat pertama.

    2.5.4 Prinsip Konsistensi Logika

    Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut,

    harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai berikut:

    • Hubungan kardinal : aij . ajk = ajk

    • Hubungan ordinal : Ai>Aj>Aj>Ak, maka Ai>Ak

    Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:

    1. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya jika apel lebih enak 4 kali

    dari jeruk dan jeruk lebih enak 2 kali dari melon, maka apel lebih enak 8 kali

    dari melon

    2. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya apel lebih enak dari jeruk, dan

    jeruk lebih enak dari melon, maka apel lebih enak dari melon

    Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan

    tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena

    ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang

    Untuk model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsisten

    < 0.1. nilai CR < 0.1 merupakan nilai yang tingkat konsistensinya baik dan dapat

    dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan ukuran bagi

    konsistensi suatu komparasi berpasangan dalam matriks pendapat. Jika indeks

    konsistensi cukup tinggi maka dapat dilakukan revisi judgement, yaitu dengan

  • 31

    dicari deviasi RMS dari barisan (aij dan Wi / Wj ) dan merevisi judgment pada baris

    yang mempunyai nilai prioritas terbesar

    Memang sulit untuk mendapatkan konsisten sempurna, dalam kehidupan

    misalnya dalam berbagai kehidupan khusus sering mempengaruhi preferensi

    sehingga keadaan dapat berubah. Namun konsistensi sampai kadar tertentu dalam

    menetapkan perioritas untuk setiap unsur adalah perlu sehingga memperoleh hasil

    yang sahih dalam dunia nyata. Rasio ketidak konsistenan maksimal yang dapat

    ditolerir 10 % (Saaty 1990).

    W (weighted sum vector), CI (consistency index), CR (consistency ratio), and RI

    (ratio index) digunakan untuk memeriksa konsistensi, dan w ditentukan dari

    persamaan berikut:

    𝐷. 𝑤 = max w (1.2)

    Dimana D adalah matriks yang diamati perbandingan berpasangan, max adalah

    eigenvalue utama D; w adalah vektor eigen kanannya.

    Nilai max merupakan parameter validasi penting dalam AHP. Ini digunakan

    sebagai indeks referensi untuk menyaring informasi dengan menghitung rasio

    konsistensi CR dari vektor yang diperkirakan untuk memvalidasi apakah matriks

    perbandingan berpasangan memberikan evaluasi yang benar-benar konsisten.

    Rasio konsistensi dihitung sesuai langkah-langkah berikut (Saaty, 1990):

    1) Hitung eigenvector atau bobot relatif dan max untuk setiap matriks orde n

    2) Hitung indeks konsistensi untuk setiap matriks pesanan n dengan rumus:

    CI = (max − n)/(n − 1) (1.3)

    3) Rasio konsistensi kemudian dihitung menggunakan rumus:

    CR = CI / RI (1.4)

    Dimana RI adalah indeks konsistensi acak yang diketahui diperoleh dari sejumlah

    besar simulasi berjalan dan bervariasi tergantung pada urutan matriks. Dalam

    persamaan di atas, semakin dekat max ke n, semakin konsisten nilai-nilai D yang

    diamati, dan karenanya perbedaan aljabar antara max dan n adalah ukuran

    konsistensi (Saaty, 1996).

    Tabel 2.9 menunjukkan nilai indeks konsistensi acak/ random consistency index

    (RCI) untuk matriks pesanan 1-10 yang diperoleh dengan memperkirakan indeks

    acak menggunakan ukuran sampel 500.

  • 32

    Tabel 2.4 Average Random Consistency Index (RCI) (Saaty, 1996)

    N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    RCI 0 0 0.52 0.89 1.11 1.25 1.35 1.4 1.45 1.49

    Menurut Saaty (1996) rentang CR yang dapat diterima bervariasi sesuai

    dengan ukuran matriks yaitu 0,05 untuk matriks 3-oleh-3, 0,08 untuk matriks 4-

    oleh-4 dan 0,1 untuk semua matriks yang lebih besar, n ≥ 5. Jika nilai CR sama

    dengan, atau kurang dari nilai itu, itu berarti bahwa evaluasi dalam matriks dapat

    diterima atau menunjukkan tingkat konsistensi yang baik dalam penilaian

    komparatif yang direpresentasikan dalam matriks itu. Sebaliknya, jika CR lebih dari

    nilai yang dapat diterima, ketidakkonsistenan penilaian dalam matriks itu telah

    terjadi dan proses evaluasi harus ditinjau ulang, dipertimbangkan kembali dan

    diperbaiki.

    Secara umum, nilai CR 10% atau kurang dapat diterima. Tetapi nilai CR

    lebih dari 10% tidak dapat diterima dan penilaian dalam tabel matriks D harus

    dipertimbangkan kembali untuk menyelesaikan penilaian inkonsistensi yang

    disediakan dalam perbandingan bijaksana pasangan (Saaty, 1996). Perkiraan

    terhadap nilai eigen dapat dihitung dengan mengalikan total setiap kolom dalam

    matriks penilaian dengan vektor bobotnya yang sesuai. Pendekatannya tepat ketika

    vektor prioritas yang tepat digunakan.

    Indeks konsistensi seluruh hirarki diperoleh dengan mengalikan Indeks

    Konsistensi dari setiap matriks dengan prioritas kriteria yang digunakan untuk

    perbandingan, dan semua kuantitas tersebut.

    Untuk memeriksa konsistensi seluruh hirarki, bandingkan CI dari hierarki

    dengan rekannya ketika indeks konsistensi semua matriks diganti dengan indeks

    konsistensi penilaian acak rata-rata untuk matriks dengan ukuran yang sama (Tabel

    2.9). CR tidak boleh melebihi 10%. Jika lebih dari 10%, maka kualitas penilaian

    harus ditingkatkan, mungkin dengan merevisi cara di mana pertanyaan diminta

    dalam membuat perbandingan berpasangan. Jika ini gagal untuk meningkatkan

    konsistensi, maka kemungkinan bahwa masalah harus lebih akurat terstruktur, yaitu

    mengelompokkan unsur-unsur serupa di bawah kriteria yang lebih bermakna.

    Kembali ke pengaturan prioritas akan diperlukan, meskipun hanya bagian-bagian

    yang bermasalah dari hirarki yang mungkin perlu direvisi (Saaty, 1996).

  • 33

    Mengukur konsistensi penilaian seseorang memungkinkan pemeriksaan

    silang pada seberapa baik skala tersebut diikuti. Selama skala diterapkan secara

    konsisten oleh masing-masing individu, AHP dapat memproses penilaian mereka

    dengan benar (Nydick dan Hill, 1992). Komputasi rasio konsistensi agak lebih

    terlibat, tetapi mudah dilakukan dengan paket spreadsheet seperti pilihan ahli.

    2.5.5 Penggunaan Software Expert Choise Untuk Metode AHP

    Expert Choise adalah suatu sistem yang digunakan untuk melakukan

    analisa, sistematis, dan pertimbangan (justifikasi) dari sebuah evaluasi keputusan

    yang kompleks. Expert Choice telah banyak digunakan oleh berbagai instansi

    bisnis dan pemerintah diseluruh dunia dalam berbagai bentuk aplikasi, antara lain:

    Pemilihan alternatif, Alokasi sumber daya, Keputusan evaluasi kualitas, penentuan

    harga, Strategi Pemasaran, keputusan akuisisi, merger dan lain-lain.

    Dengan menggunakan expert choice, maka tidak ada lagi metode coba-coba dalam

    proses pengambilan keputusan. Dengan didasari oleh Analitycal Hierarchy

    Process(AHP), penggunaan hirarki dalam expert choice bertujuan untuk

    mengorganisir perkiraan dan intuisi dalam suatu bentuk logis. Pendekatan secara

    hierarki ini memungkinkan pengambil keputusan untuk menganalisa seluruh

    pilihan untuk pengambilan keputusan yang efektif.

    2.5.6 Langkah-Langkah Metode AHP

    Langkah-langkah dasar dalam pelaksanaan metode AHP dimulai dengan

    Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Tahap ini merupakan tahap

    pengembangan alternatif. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap

    permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.

    Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini

    menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan

    bobot tertinggi mendapatkan prioritas penanganan. Pada tahap ini disusun

    perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, yang

    disebut sebagai matriks perbandingan berpasangan. Pengujian konsistensi terhadap

    perbandingan antar elemen yang didapatkan pada setiap tingkat hirarki. Konsistensi

    perbandingan bertujuan untuk memastikan bahwa urutan prioritas perbandingan

  • 34

    yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada

    dalam batas-batas preferensi logis.

    Langkah-langkah Utama Metode AHP adalah sebagai berikut:

    Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi :

    1. Mendefinisikan masalah dan idenfikasi solusi yang diinginkan.

    2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

    dengan subtujuan-subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif

    pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

    3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

    kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing

    tujuan atau kritria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan

    berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat

    kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

    4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement

    seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan m adalah banyaknya

    elemen yang dibandingkan.

    5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten

    maka pengambilan data diulangi.

    6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

    7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

    Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk

    mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada

    tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

    8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka

    penilaian data judgement harus diperbaiki.

    2.5.7 Penyusunan Stuktur Hirarki Masalah

    AHP memungkinkan pengambilan keputusan kelompok, di mana anggota

    kelompok dapat menggunakan pengalaman, nilai dan pengetahuan mereka untuk

    memecah masalah menjadi hierarki dan menyelesaikannya dengan langkah-langkah

    AHP. Melakukan brainstorming dan berbagi ide dan wawasan (melekat dalam

    penggunaan Pilihan Pakar dalam pengaturan kelompok) sering mengarah pada

  • 35

    representasi dan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah. Diskusi kelompok

    adalah pendekatan yang disukai ketika penilaian harus dibuat tentang nilai alternatif

    yang berbeda. Sebagaimana dinyatakan oleh ilmuwan terkenal (Saaty, 1990): “AHP

    dapat digunakan dengan sukses dengan kelompok. Bahkan, brainstorming dan

    berbagi ide dan wawasan sering mengarah pada representasi yang lebih lengkap dan

    pemahaman tentang masalah daripada yang mungkin bagi pengambil keputusan

    tunggal. Tetapi sesi kelompok juga dapat menimbulkan masalah khusus.

    Struktur hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan

    keputusan dengan memperhatikan seluruh kriteria keputusan yang terlibat dalam

    sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit diselesaikan karena proses

    penyelesaiannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan

    suatu struktur tertentu.

    Dalam struktur hirarki masalah, tingkatan paling tinggi merupakan tujuan dan

    sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan

    penjabaran dari tujuan tersebut. Hirarki dalam AHP merupakan penjabaran kriteria

    yang tersusun dalam beberapa tingkat dengan setiap tingkat mencakup beberap

    kriteria homogen.

    2.6 TOPSIS

    TOPSIS atau Technique for Order Preference, dengan Metode Solusi Ideal

    yang termasuk dalam kategori MCDM adalah teknik pengambilan keputusan

    menggunakan lebih dari satu kriteria yang ada. Tujuan TOPSIS adalah untuk

    menentukan solusi ideal positif dan negatif. TOPSIS digunakan untuk menentukan

    peringkat alternatif. Kelemahan TOPSIS adalah ketidakmampuan untuk menangani

    data yang tidak pasti dalam kasus MCDM. Pembobotan setiap kriteria juga

    diberikan oleh penilaian prioritas tinggi. Oleh karena itu, metode MCDM lainnya

    diperlukan dan dapat dikombinasikan dengan TOPSIS sehingga tingkat

    ketidakpastian akan berkurang dan hasilnya menjadi lebih akurat. AHP adalah salah

    satu metode yang digunakan oleh banyak peneliti untuk mencapai tujuan ini.

    Konsep ini dikembangkan oleh Hwang dan Yoong pada tahun 1981 dengan

    asumsi bahwa, dalam masalah keputusan dengan kriteria m dan n alternatif,

    sejumlah alternatif titik-n dapat dipetakan pada ruang m-dimensi. Solusi optimal

  • 36

    adalah solusi yang memiliki jarak terpendek ke solusi ideal positif, dan memiliki

    jarak terjauh ke solusi ideal negatif.

    Solusi ideal positif adalah solusi yang merupakan pilihan rasional positif dengan

    nilai yang lebih baik, sedangkan solusi ideal negatif adalah solusi dengan pilihan

    yang kurang disukai dengan nilai yang lebih kecil. Umumnya solusi ideal positif

    sering dikaitkan dengan manfaat, sedangkan solusi ideal negatif diidentifikasi

    dengan biaya. Prinsip TOPSIS adalah mencari solusi alternatif yang memiliki jarak

    terpendek ke solusi ideal positif, dan memiliki jarak terjauh ke solusi ideal negatif.

    TOPSIS menggunakan asumsi bahwa antar-kriteria tidak memiliki

    hubungan satu sama lain, dan masing-masing memiliki kriteria penilaian yang

    dapat ditingkatkan atau diturunkan secara linier. Keuntungan dari TOPSIS adalah:

    • Perhitungannya sederhana dan sistematis sehingga mudah diterapkan.

    • Perhitungannya lebih efisien, sehingga waktu yang dibutuhkan jauh lebih

    sedikit.

    2.6.1 Proses TOPSIS

    Pada matriks keputusan m × n, dengan kriteria m dan n alternatif, berikut adalah

    langkah perhitungan dengan metode TOPSIS:

    Langkah 1: Hitung matriks keputusan yang dinormalkan dengan persamaan

    berikut:

    𝑟𝑖𝑗 = 𝑥𝑖𝑗

    ∑ 𝑥𝑖𝑗2𝑚

    𝑖=1, (1.5)

    with 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚

    𝑗 = 1, 2, … , 𝑛

    Langkah 2: Buat matriks pembobotan yang dinormalisasi dengan persamaan

    berikut:

    𝑣𝑖𝑗 = 𝑤𝑗 × 𝑟𝑖𝑗 (1.6)

    with 𝑤𝑗 untuk 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛

    𝑤𝑗 = Weight criteria 𝑗

  • 37

    Langkah 3: Tentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif dengan rumus

    berikut:

    • Nilai solusi ideal positif

    𝐴+ = {𝑣1+, … , 𝑣𝑛

    +} (1.7)

    With 𝑣𝑗+ = {max | (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽 ; min (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽′}

    • Nilai solusi ideal negative

    𝐴− = {𝑣1−, … , 𝑣𝑛

    −} (1.8)

    With 𝑣𝑗′ = {min | (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽 ; max (𝑣𝑖𝑗) 𝑖𝑓 𝑗 ∈ 𝐽′}

    Langkah 4: Hitung nilai jarak terpisah dari setiap alternatif (Ideal Positif - Negatif

    Ideal) dengan persamaan berikut:

    • Jarak dari solusi ideal positif:

    𝑆𝑖+ = [ ∑ (𝑣𝑗

    + − 𝑣𝑖𝑗)2

    (1.9)

    With 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚

    • Jarak dari solusi ideal positif:

    𝑆𝑖− = [ ∑ (𝑣𝑗

    − − 𝑣𝑖𝑗)2

    (2.0)

    With 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚

    Langkah 5: Hitung jarak relatif ke solusi ideal (𝐶𝑖∗) dengan persamaan berikut:

    𝐶𝑖+ =

    𝑆𝑖−

    (𝑆𝑖++ 𝑆𝑖

    −) (2.1)

    With 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚 dan 0 < 𝐶𝑖∗ < 1

    Dengan menggunakan metode AHP bisa diperoleh perbandingan berpasangan dari

    kepentingan relatif kriteria dan menghitung prioritas atau bobot kriteria dalam

    memilih yang terbaik, TOPSIS Teknik Preferensi Preferensi berdasarkan

    Kesamaan dengan Solusi Ideal dapat diterapkan untuk membuat ranking atau

    peringkat.

    2.7 Penelitian Terdahulu

    Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil

    berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan

    sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang perlu dijadikan bagian

  • 38

    tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang

    sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian terdahulu yang

    dijadikan sebagai referensi adalah terkait dengan masalah perbaikan suatu proses

    importasi dengan menggunakan analisa AHP. Berikut hasil penelitian terdahulu yang

    dijadikan sebagai referensi dalam penyusunan penelitian ini:

    Penelitian dari Darvik dan Larson (2010) menunjukkan bahwa penyimpangan

    pengiriman material seperti pengiriman tertunda, cacat kualitas dan kuantitas yang

    tidak benar sering terjadi dalam industri konstruksi. Namun, ada sedikit penelitian

    yang menyelidiki bagaimana kinerja Logistic Hub mempengaruhi proyek konstruksi

    dalam hal biaya, kualitas dan waktu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui bagaimana penyimpangan pengiriman material berdampak pada biaya

    dan kinerja dalam proyek konstruksi dan bagaimana penyimpangan ditangani di

    lokasi konstruksi. Studi ini juga memeriksa kekurangan apa dalam proses pengiriman

    pesanan dan bagaimana departemen pembelian mempertimbangkan kinerja Logistic

    Hub. Untuk memenuhi tujuan tersebut, pengukuran penyimpangan pengiriman di

    tiga proyek residensial di Skanska Sweden AB telah dilakukan serta wawancara

    dengan responden dari lokasi konstruksi dan departemen pembelian. Pengukuran,

    yang didasarkan pada lima kategori material dan 198 pengiriman, menunjukkan

    bahwa 44% dari semua pengiriman menghasilkan setidaknya satu jenis

    penyimpangan. Hasilnya bervariasi antara proyek dan kategori material dan untuk

    salah s