PBL kasus 1

43
Carennia Paramita 102011280 Fakultas Kedokteran Ukrida Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Ilmu Kedokteran Forensik adalah spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam mengungkapkan suatu kasus pidana, diperlukan adanya beberapa komponen yang ikut berperan diantaranya masyarakat, polisi, bagian penyidik, serta para ahli yang ikut membantu. 1 Kasus: seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh dengan batu-batuan dalam keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di bagian bawahnyaa digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat dengan lengan baju (yang kemudian diketahui baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi mayat relative mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih dijumpai satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah 1

description

pbl

Transcript of PBL kasus 1

Page 1: PBL kasus 1

Carennia Paramita 102011280

Fakultas Kedokteran Ukrida

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Ilmu Kedokteran Forensik adalah spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari

pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam

mengungkapkan suatu kasus pidana, diperlukan adanya beberapa komponen yang ikut berperan

diantaranya masyarakat, polisi, bagian penyidik, serta para ahli yang ikut membantu.1

Kasus: seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh dengan batu-batuan dalam

keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di bagian

bawahnyaa digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat dengan lengan baju (yang

kemudian diketahui baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon

perdu setinggi 60 cm. Posisi mayat relative mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut.

Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih dijumpai satu luka terbuka di daerah ketiak kiri

yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah

kanan dan kiri yang memiliki cirri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.

Pembuatan Laporan

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal

184 KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana

terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana ia menguraikan segala sesuatu tentang hasil

pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap

sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat

dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.

1

Page 2: PBL kasus 1

Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan

ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa

yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma

hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.1

Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang

pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti

yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian

ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat

hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.Bagi

penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara.

Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan

didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau

membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur

Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et

repertum.

Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:

Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.

1. Bernomor, bertanggal dan bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”.

2. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak

menggunakan istilah asing.

3. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatannya serta dibubuhi stempel instansi

tersebut.

Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap yaitu:

1. Kata “Pro Justitia” yang dicantumkan pada bahagian atas dan menjelaskan bahawa ia

dibuat untuk tujuang pengadilan serta tidak perlu dimeterai.

2. Bagian Pendahuluan

1. Pendahuluan memuatkan identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul

diterimanya permohonan visum et repertum, identitas dokter yang melakukan

2

Page 3: PBL kasus 1

pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa,

alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan,

alasan dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat korban dirawat

sebelumnya, waktu korban meninggal dunia, keterangan mengenai orang yang

mengantar korban ke rumah sakit.

2. Bagian Hasil Pemeriksaan

3. Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap ‘barang bukti” yang ditulis

secara sistimatik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar

belakang pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan jenazah ia terbagi kepada tiga

bagian yaitu:

1. Pemeriksaan luar

2. Pemeriksaan dalam

3. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya.

4. Bagian Kesimpulan.

5. Dalam bagian ini ditulis kesimpulan pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan

dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah,

bagian ini berisi setidaknya jenis perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan,

penyebabnya, serta sebab kematiannya.

6. Jika mungkin, dicantumkan juga saat kematian dan petunjuk penting tentang

kekerasan ataupun pelakunya.

7. Bagian Penutup

Berisi kalimat “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya

berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana”.

Aspek Hukum

Kejahatan Terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia 2

Pasal 89 KUHP

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

3

Page 4: PBL kasus 1

Pasal 90 KUHP

Luka berat berarti:

- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau

yang menimbulkan bahaya maut;

- tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;

- kehilangan salah satu pancaindra;

- mendapat cacat berat;

- menderita sakit lumpuh;

- terganggunya daya piker selama empat minggu lebih;

- gugur atau matinya andungan seorang perempuan.

Pasal 338 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan,

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 339 KUHP

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang

dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk

melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,

ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,

diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh

tahun.

Pasal 340 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang

lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.

4

Page 5: PBL kasus 1

Pasal 351 KUHP

Penganiyaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau

pidana denda paling banyak 4500 rupiah.

Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama 5 tahun.

Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama7 tahun.

Dengan penganiyaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353 KUHP

Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling

lama 4 tahun.

Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.

Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 354 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan

penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama

sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP

Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana

penjara paling lama 12 tahun.

Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama

15tahun.

5

Page 6: PBL kasus 1

Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

Pasal 133 KUHAP

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya.

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,

yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan

mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus

diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi

label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari

kaki atau bagian lain badan mayat.

Penjelasan Pasal 133 KUHAP

Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,

sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut

keterangan.

Pasal 179 KUHAP

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau

ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan

keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan

memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanr-benarnya menurut pengetahuan

dalam bidang keahliannya.

6

Page 7: PBL kasus 1

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya

Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.

Pasal 184 KUHAP

Alat bukti yang sah adalah:

o Keterangan saksi

o Keterangan ahli

o Surat

o Pertunjuk

o Keterangan terdakwa

Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 180 KUHAP

Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang

pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar

diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap

hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar

hal itu dilakukan penelitian ulang.

Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang

sebagaimana tersebut pada ayat (2)

Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

Pasal 216 KUHP

7

Page 8: PBL kasus 1

Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan

menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh

pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau

memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,

menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,

diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda

paling banyak sembilan ribu rupiah.

Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan

undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas

menjalankan jabatan umum.

Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya

pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya

dapat ditambah sepertiga.

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan

pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP

Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau

jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia

harus melakukannnya:

Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.

Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP

Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak

datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus

rupiah.

8

Page 9: PBL kasus 1

Prosedur Medikolegal

Otopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat

suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri.

autopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu

perkara. Tujuan dari autopsi medikolegal adalah:2

Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas

Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian

Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda

penyebab dan pelaku kejahatan

Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et

repertum.

Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya

penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang

diperoleh dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada Otopsi

medikolegal:

Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah

Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang

Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi

Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu

sebelum memulai autopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari

pemeriksaan fisik

Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi

Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada

kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan

lain-lain harus diperoleh.

Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang

Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten

Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus

Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi

9

Page 10: PBL kasus 1

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan autopsi forensik/medikolegal

adalah:

Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan, termasuk

surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.

Memastikan mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat

tersebut.

Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap

mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan

penunjang yang harus dilakukan.

Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk autopsi tidak

diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :

o Timbangan besar untuk menimbang mayat.

o Timbangan kecil untuk menimbang organ.

o Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.

o Guntung, berujung runcing dan tumpul.

o Pinset anatomi dan bedah.

o Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.

o Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.

o Gelas takar 1 liter.

o Pahat.

o Palu.

o Meteran.

o Jarum dan benang.

o Sarung tangan

o Baskom dan ember

o Air yang mengalir

Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan

laporan otopsi.

10

Page 11: PBL kasus 1

Pemeriksaan Medis

Identifikasi forensik merupakan langkah pertama apabila korban ditemukan. Upaya

penentuan identiti korban dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas

seseorang. Identifikasi personel merupakan suatu masalah dalam kasus pidana atau perdata.

Menentukan identitas personel dengan tepat amat penting dalam penyelidikan karena adanya

kekeliruan dapat berakibat fatal dalam prosos peradilan.4

Di dalam identifikasi korban ini, peran ilmu kedokteran forensik adalah penting terutama

apabila korban ini tidak dikenal dan korban ini sudah membusuk seperti di dalam kasus ini.

Penentuan identitas personel dapat mengunakan beberapa metode dan identifikasi seseorang

dipastikan apabila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif. Metode-

metodenya adalah:

Pemeriksaan dokumen

Apabila dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor dll) yang kebetulan

ditemukan dalam saku pakaian yang dikenakan atau berdekatan dengan TKP sangat

membantu mengenali korban tersebut.

Identifikasi medik

Pemeriksaan ini dilakukan di TKP atau ruang autopsi semasa pemeriksaan luar.

Identifikasi medik ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli

dengan menggunakan cara/modifikasi sehingga ketepatan cukup tinggi. Metode ini

terbagi menjadi:

o Identifikasi umum

Pada pemeriksaan luar, identifikasi umum dilakukan dengan mencatat identitas

korban seperti; jenis kelamin, bangsa dan ras, umur, warna kulit, keadaan gizi,

tinggi, berat badan, rambut mayat baik dari segi warna, distribusi, keadaan

tumbuh serta sifatnya; kasar atau halus, lurus atau ikal, keadaan zakar yang

disirkumsisi atau tidak.

o Identifikasi khusus

Terdiri dari sesuatu yang khusus yang dapat dijumpai pada korban yang dapat

membantu identifikasi korban. Terdiri dari:

11

Page 12: PBL kasus 1

Rajah / tattoo: Tentukan letak, warna serta tulisan/lukisan tattoo yang

ditemukan. Bila perlu bt dokumentasi foto.

Jaringan parut: Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan baik

yang timbul akibat penyembuhan luka maupun yang terjadi akibat tindakan

bedah.

Kapalan (callus): Dengan memcatat distribusi callus, kadangkala dapat

memperoleh keterangan yang berharga mengenai pekerjaan mayat yang

diperiksa semasa hidupnya. Contohnya pada pekerja buruh pikul, ditemukan

kapalan pada aderah bahu manakala pada pekerja kasar lainnya ditemukan

kapalan pada telapak tangan atau kaki.

Kelainan kulit: Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopogmentasi,

eksema dan kelainan lain sering kali dapat membantu dalam penentuan

identitas.

Anomali dan cacat pada tubuh: Kelainan anatomis berupa anomali atau

deformitas akibat penyakit atau kekerasan perlu dicatat dengan seksama.

Tidak tercatanya ciri-ciri yang disebut di atas dapat sangat merugikan karena

dapat menyebabkan diragukannya hasil pemeriksaan terhadap mayat secara

keseluruhan.

Pemeriksaan pakaian dan perhiasan

Dari pakaian dan perhiasan yang dikanakan jenazah mungkin dapat diketahui

merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya

membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.

Metode visual

Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang

yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada

jenazah yang belum membusuk sehingga masih mungkin mengenali wajah dan bentuk

tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu perhatikan mengingat adanya

kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya

menyangkal identitas jenazah tersebut.

Pemeriksaan sidik jari

12

Page 13: PBL kasus 1

Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan sidik jari ante

mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui

paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian

harus dilakukan penanganan sebaik-baiknya jari tangan untuk pemeriksaan sidik jari

misalnya melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik.

Pemeriksaan gigi

Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang

dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-x dan pencetakan gigi

serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan,

protesa gigi dan sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu

memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan identifikasi dengan

cara membandingkan data temuan dengan data pembanding ante mortem.

Pemeriksaan serologik

Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.

Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dengan memeriksa

rambut, kuku dan tulang.

Pemeriksaan Luar

Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar

adalah:

Label mayat

Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki

mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,

bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi

di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.

Penutup mayat

Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari

penutup mayat.

Bungkus mayat

13

Page 14: PBL kasus 1

Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari

bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.

Pakaian

Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,

dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan

corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,

monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila

ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.

Perhiasan

Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran

nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan.

Mencatat perubahan tanatologi :

o Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

o Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya

spasme kadaverik.

o Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada

saat tersebut.

o Pembusukan

o Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,

status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.

Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi

rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.

Pemeriksaan rambut

Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut

kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut

sampai ke akarnya, paling sedikit dari enam lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan

rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.

Pemeriksaan mata

14

Page 15: PBL kasus 1

Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,

kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah

yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya

kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata.

Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.

Pemeriksaan daun telinga dan hidung: mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun

telinga dan hidung. 

Pemeriksaan mulut dan rongga mulut: memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi.

Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu,

kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.

Pemeriksaan leher: bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran

pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.

Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: pada pria dicatat kelainan bawaan yang

ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Perhatikan bentuk lubang pelepasan,

perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain

Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,

edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh

harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka

diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan

mengambil beberapa patokan, antara lain: garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui

tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat. 

Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

Pemeriksaan Dalam

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:

Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus

kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu

melingkari pusat.

Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi.

15

Page 16: PBL kasus 1

Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal ini

dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat:

Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara

tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang

mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran. 

Bentuk

Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat

dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan

yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.

Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.

Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya

dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan

yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang

susah menunjukkan kohesi yang kuat.

Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan

penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-

abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut.

Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa

merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa

dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian. Insisi pada

masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :

Dada

Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari

sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam

horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada

punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat

dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior.

16

Page 17: PBL kasus 1

Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian

diukur. Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru,

bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong

sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternoklavikularis

dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi

yang lainnya. Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium

dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50

cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi

kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi

di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat

perikardium.

Jantung

Jantung dibuka menurut aliran darah. Pisau dimasukkan ke vena cava inferior

sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui

katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu

dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan

septum interventrikulorum. Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke

vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup

mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian

dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan

septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler,

chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum. Arteri koronaria diiris

dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot jantung

bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian

pula dengan septum interventrikulorum.

Paru 

Paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah di

hilus, setelah perkardium diambil. V.pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian

bronkhi dan terakhir a.pulmonalis. Paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.

Perut

17

Page 18: PBL kasus 1

Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan

rektum diikat ganda kemudian dipotong. Limpa pula dipotong di hilus, diiris

longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.

Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati

Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda

dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat.

Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih

dahulu. Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi

lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu

empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian

dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.

Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pancreas. Pankreas dilepaskan

dari duodenum dan dipotong-potong transversal. Pada hati perhatikan tepi hati,

permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal. Usus halus dan usus besar

dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.

Ginjal, ureter, rektum, dan kandung kemih

Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi

lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus,

kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urin dan rektum dilepaskan

dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urin dan dengan cara tumpul

membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian

sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan

kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum

lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.

Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke

hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan

perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urin

melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat

vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang. Testis

dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya,

konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang.

18

Page 19: PBL kasus 1

Leher

Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan

sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada

kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang. 

Kepala

Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata

pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala

kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan

dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan

beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel

dengan bekas mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan

memotong pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula

oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat

diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris

horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan pula

otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio,

laserasi serebri.

Tanatologi

Ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta

faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah tanatologi. Tanatologi berasal dari kata

thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos yang berarti ilmu. Tanatologi adalah

bagian dari ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi

setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal

beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati

serebral dan mati otak (mati batang otak).5

Tanda Pasti Kematian

Dahulu kematian ditandai dengan tidak berfungsinya lagi jantung. Konsep baru sekarang

ini mengenai kematian mencakup berhentinya fungsi pernafasan, jantung dan otak. Dimana saat

kematian ditentukan berdasarkan saat otak berhenti berfungsi. Pada saat itulah jika diperiksa

19

Page 20: PBL kasus 1

dengan elektro-ensefalo-grafi (EEG) diperoleh garis yang datar. Berdasarkan waktunya, tanda

kematian dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Tanda yang segera dikenali setelah kematian: Berhentinya sirkulasi darah dan

pernafasan.

2. Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:

a. Lebam mayat (livor mortis)

Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan

disertai pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau

bagian tubuh yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu

kemerahan.Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati

sehingga darah akan berkumpul sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada

awalnya berupa barcak. Dalam waktu sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang

pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap. Pembekuan darah terjadi

dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam mayat ini bisa berubah baik ukuran

maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi mayat. Karena itu penting sekali

untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh orang lain. Posisi mayat ini juga

penting untuk menentukan apakah kematian disebabkan karena pembunuhan atau

bunuh diri. Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan

penyebab kematian :

• Merah kebiruan merupakan warna normal lebam

• Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin

• Merah gelap menunjukkan asfiksia

• Biru menunjukkan keracunan nitrit

• Coklat menandakan keracunan aniline

b. Kaku mayat (rigor mortis)

Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap :

o Periode relaksasi primer (flaksiditas primer): Hal ini terjadi segera setelah

kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh otot tubuh mengalami

relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot masih ada tetapi

tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring rahang

bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.

20

Page 21: PBL kasus 1

o Kaku Mayat: akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung

setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi.

Otot menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot

mata, bagian belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada,

abdomen bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini

seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan

terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama 24 - 48 jam

pada musim dingin dan 18 - 36 jam pada musim panas. Penyebabnya adalah otot

tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika tidak ada oksigen,

maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan penumpukan

asam laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot).

o Periode Relaksasi Sekunder: Otot menjadi lemas dan mudah digerakkan. Hal ini

terjadi karena pemecahan protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik

maupun kimia. Proses pembusukan juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku

mayat sangat cepat berlangsung sehingga sulit membedakan antara relaksasi

primer dengan relaksasi sekunder.

c. Perubahan temperatur tubuh (algor mortis)

Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu

lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun.

Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu

mayat tu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung

cepat.

3. Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:

a. Proses pembusukan

Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan

kiri berupa warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi

sulfmethemoglobin. Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian

depan genitalia eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu

maka warnanya menjadi semakin ungu. Jangka waktu mulai terjadinya perubahan

warna ini adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3 hari pada musin dingin.

21

Page 22: PBL kasus 1

Perubahan warna tersebut juga diikuti dengan pembengkakan mayat. Otot sfingter

mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga terjulur. Bibir

menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut.

Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas pembusukan. Gas ini bisa

terkumpul pada suatu rongga sehingga mayat menjadi tidak mirip dengan korban

sewaktu masih hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan kulit.

Lepuhan kulit mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan

cukup mudah dikelupas. Di mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang

sedikit mengandung albumin. Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk

yang timbul akan menarik lalat untuk hinggap pada mayat. Lalat menempatkan

telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur akan menetas

menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung ini

lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa. Pada

tahap ini bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga tampak

dan uterus gravid juga bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah

dapat dicabut. Bagian perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas

yang di kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan

menjadi lunak, rapuh dan berwarna kecoklatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan:

o Temperatur. Temperatur yang paling cocok untuk proses pembusukan adalah

antara 700F sampai 1000F. Pembusukan akan melambat diatas temperatur 1000F

dan dibawah 700F, dan berhenti dibawah 320F atau diatas 2120F.

o Udara. Udara yang mempercepat pembusukan. Kecepatan pembusukan lebih

lambat didalam air dan dalam tanah dibandingkan di udara terbuka.

o Kelembaban. Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan.

o Penyebab kematian. Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk.

Beberapa jenis racun bisa memperlambat pembusukan, misalnya arsen, zinc

(seng) dan golongan logam antimon. Mayat penderita yang meninggal karena

penyakit kronis lebih cepat membusuk dibandingkan mayat orang sehat.

b. Saponifikasi atau adiposera

22

Page 23: PBL kasus 1

Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan yang

biasa. Melainkan mengalami pembentukan adiposera. Adiposera merupakan subtansi

yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan warnanya bervariasi mulai dari putih

keruh sampai coklat tua. Adiposera mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk

melalui proses hidrolisa dan hidrogenasi setelah kematian. Adanya enzim bakteri dan

air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut. Dengan demikian, maka

adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air atau rawa-rawa.

Lama pembentukan adiposera ini juga bervariasi, mulai dari 1 minggu sampai 10

minggu. Kepentingan medikolegal dari adiposera adalah dapat menunjukkan tempat

kematian (kering, panas atau tempat basah).

c. Mumifikasi

Mayat mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan bagian-

bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang kerangka.

Mayat menjadi lebih tahan dari pembusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-

ciri seseorang. Fenomena ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana

mayat dikuburkan tidak begitu dalam dan angin yang panas selalu bertiup sehingga

mempercepat penguapan cairan tubuh. Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4

bulan sampai beberapa tahun. Kepentingan medikolegal dari mumfikasi adalah dapat

menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat basah).

Interpretasi Temuan

Interpretasi temuan meliputi aspek:6-9

a. Penjeratan (strangulation)

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali,ikat pinggang, rantai, stagen, kawat,

kabel, kaos kaki dan sebagainya melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat

sehingga saluran pernafasan tertutup.

Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan suicide maka penjeratan adalah

pembunuhan.

23

Page 24: PBL kasus 1

Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso vagal. Pada

gantung diri, semua arteri vertebralis biasanya tetap paten, hal ini disebabkan oleh kerana

kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. Bila jerat masih

ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan dengan baik sebab

merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama dengan viseum et

repetum. Terdapat 2 jenis jerat yaitu simpul hidup(melingkari jerat dapat diperbesar atau

diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Jejas jerat pada leher biasanya

mendatar,melingkari leher dan terapat lebih rendah dair jejas jerat pada kasus gantung.

Keadaan jejas jerat sangat bevariasi,Bila jerat lunak dan lebar seprti handuk atau selendang

sutera,maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot leher sebelah dalam dapat atau

tidak kaos kaki nylon akan meniggalkan jejeas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.

Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scrotch tape pada daerah jejas

di leher, kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan

sinar UV. Bila jejas kasar seperti tali,maka bila tali bergesekkan pada saat korban melawan

akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jeratmyang nampak jelas berupa kulit yang

mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen.Pada otot sebelah

dalam tampak banyak resapan darah.

Cara kematian dapat berupa:

Bunuh diri: hal ini jarang menyulitkan diagnosis. Pengikatan dilakukan sendiri oleh

korban dengan simpul hidup atau bahan hanya dililitkan saja, dengan jumlah lilitan lebih

dari satu.

Pembunuhan: pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat bekas luka

pada leher.

Kecelakaan: dapat terjadi pada orang yang sedang bekerja.

b. Gantung (hanging)

Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaan terdapat pada asal tenaga yang

dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut datang dari

luar, sedangkan kasus gantung tenaga tersebut berasal dari berat badan korban

sendiri,meskipun tidak perlu seluruh badan digunakan.

24

Page 25: PBL kasus 1

Mekanisme kematian:

Kerusakan pada batang otak dan medula spinalis. Hal ini terjadi akibat dislokasi atau

fraktur vertebra ruas leher, misalnya pada judicial hanging.

Asfiksia akibat terhambatnya aliran udara pernafasan

Iskemia otak akibat terhambatnya aliran arteri leher

Refleks vagal.

Posisi korban pada kasus gantung diri:

Kedua kaki tidak menyentuh lantai

Duduk berlutut

Berbaring

Diketahui terdapat beberapa jenis gantung diri:

Typical hanging, terjadi bila titik gantung terletak di atas darah oksiput dan tekanan pada

a.karotis paling besar

Atypical hanging, bila titik penggantungan terdapat di samping sehingga leher dalam

posisi sangat miring yang akan menyebabkan hambatan pada a.karotis dan a.vertebralis.

Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.

Kasus dengan letak titik gantung di depan atau dagu.

Bila jerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernafasan dan pada

aliran vena dari kepala ke leher sehingga akan tampak bendungan pada daerah sebelah atas

ikatan. Darah tidak terkumpul di otak sedangkan pada kulit dan konjungtiva masih terdapat

ptekie yang merupakan akibat terkumpulnya darah ekstra vaskular.

Jejas jerat relatif lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar melainakn lebih meniggi di

bagian simpul. Kulit mencengkung ke dalam sesuai dengan bahan penjeratan,berwarna

coklat, perabaan kaku,dan akibat bergesekan dengan kulit leher maka pada tepi jejas dapat

luka lecet. Kadang-kadang pada tepi jejas akan terdapat sedikit perdarahan,sedangkan pada

jaringan bawah kulit dan otot sebelah dalam terdapat memar jaringan. Diperlukan

pemeriksaan mikroskopik unuk melihat reaksi vital pada jaringan di bawah jejas untuk

menentukan apakah jejas terjadi pada waktu orang masih hidup atau setelah meniggal.

25

Page 26: PBL kasus 1

Distribusi lebam mayat pada kasus gantung mengarah ke bawah yaitu pada kaki,tangan

dan genitalia eksterna bila korban tergantung cukup lama. Penis dapat tampak seolah

mengalami ereksi akibat terkumpulnya darah, sedangkan semen keluar karena relaksasi otot

sfingter post mortal.

Efek lanjutan penekasan saluran pernafasan. Bila korban masih hidup setelah penjertatan,

sebagai akibat perbendungan, maka perdarahan ptechiae akan menetap selama beberapa hari.

Sedangkan jejas jerat akan membengkak dan terbentuk kulit keras pada epidermis yang

terkikis. Keadaan ini akan menghilang 1-2 minggu.

c. Luka

Benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini memiliki sisi tajam baik berupa garis

maupun runcing yang bervariasi dari alat seperti pisau, golok dan sebagainya sehingga

keping kaca, gelas, logam, bahkan tepi kertas atau rumput. Gambaran luka adalah tepi dan

dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka

berbentuk garis atau titik.

Luka akibat benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan luka bacok.

Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah

berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain

tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka

lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata

satu sapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua luka lancip apabila hanya bagian ujung

benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.

Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka

lecet atau memar kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.

Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam

penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang

benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.

Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya

ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari tangan, punggung lengan bawah dan

tungkai.

26

Page 27: PBL kasus 1

Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan melihat interaksi antara pisau-

kain tubuh, yaitu melihat letak kelainan, bentuk rokeban, adanya partikel besi, serat kain dan

pemeriksaan terhadap bercak darah.

Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam,

sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan dapar berupa luka sayat atau

luka tusuk yang dilakukan berulang dan sejajar.

Penutup

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,

jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara

yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau

kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti

penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan

bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).

Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas dapat disimpulkan sebab mati orang ini adalah

pembunuhan berencana dengan luka bacok di ketiak kiri dan tungkai bawah kanan dan kiri yang

menyebabkan pendarahan dan shock hipovolemik.

Daftar Pustaka

1. Budiyanto, Arif, et al. Visum et repertum. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.5-16.

27

Page 28: PBL kasus 1

2. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Cetakan ke-2. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.h.6,11-7.

3. Budiyanto, Arif, et al. Identifikasi forensik. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.197-

202.

4. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI. Tehnik Autopsi

Forensik. Cetakan ke-4. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI;

2000.

5. Budiyanto, Arif, et al. Tanatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.25-54.

6. Budiyanto, Arif, et al. Traumatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran forensik. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.37-54.

7. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.h.285-

301, 329-46.

8. Gani, M.Husni. Ilmu kedokteran forensik. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas; 2002.

9. Budiyanto, Arif, et al. Kematian akibat asfiksia mekanik. Dalam: Ilmu kedokteran

forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 1997.h.55-70.

28