Pbl Mazni Leprae Kasus 2

27
Penyakit Lepra (Morbus Hansen / Kusta) sebagai Penyakit Infeksi Nurul Mazni binti Abdullah 10 2009 300 B-4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510 [email protected] PENDAHULUAN Kusta termasuk penyakit yang tertua dia dunia. Kata kusta berasal dari bahasa India, 'kustha', dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kusta juga dikenal sebagai penyakit lepra atau juga dikenal sebagai morbus Hansen. Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Dampak sosial terhadap penyakit ini sedemikian besarnya, sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Masyarakat menganggap bahwa penyakit ini merupakan penyakit menular,

description

penyakit kulit

Transcript of Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Page 1: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Penyakit Lepra (Morbus Hansen / Kusta) sebagai Penyakit Infeksi

Nurul Mazni binti Abdullah

10 2009 300

B-4

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510

[email protected]

PENDAHULUAN

Kusta termasuk penyakit yang tertua dia dunia. Kata kusta berasal dari bahasa India, 'kustha',

dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kusta juga dikenal sebagai penyakit lepra atau juga dikenal

sebagai morbus Hansen. Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu

kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf

pusat. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar

penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan

negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,

kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Dampak sosial terhadap penyakit ini sedemikian

besarnya, sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita

sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Masyarakat menganggap bahwa penyakit ini

merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan

menyebabkan kecacatan, oleh sebab itu penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk

berobat. Rasa takut yang berlebihan terhadap kusta (Leprophobia) ini timbul karena pengertian

penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkanpun sangat menakutkan. Dari sudut

pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi

sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional, terdapat kecenderungan

bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah kesehatan menjadi masalah sosial.

Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk mempelajari sasaran pembelajaran yang berkaitan

dengan lepra yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, etiologi, epidemiologi,

diagnosis, diagnosis banding, patogenesis, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis

dan pencegahan.

Page 2: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

PEMBAHASAN

Anamnesis1-3

• Hal penting yang ditanyakan:

1. Identitas pasien

2. Riwayat penyakit sekarang – onset, durasi, lokalisasi, simptom,

3. Riwayat penggunaan obat untuk penyakit diderita atau yang penyakit lain

4. Riwayat penyakit yang diderita anggota keluarga yang lain

5. Penyakit lain yang diderita sekarang dan masa lampau – alergi

6. Kebiasaan tertentu

• Anamnesis dilakukan terarah kepada diagnosis banding setelah dan sewaktu inspeksi.

Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dilakukan inspeksi untuk

melengkapi data diagnostik.

Pemeriksaan fisik2-7

1. Inspeksi

a) Dengan kaca pembesar

b) Dilakukan di ruangan yang terang

c) Inspeksi seluruh kulit tubuh penderita

d) Melakukan pemeriksaan rambut, kuku dan selaput lendir, terutama pada penyakit tertentu,

misalnya liken planus atau psoriasis

e) Hal yang perlu diperhatikan pada kelainan kulit

• Lokalisasi

• Warna

• Bentuk

• Ukuran

• Penyebaran

• Batas

• Efloresensi khusus

2. Palpasi

a) Memerhatikan adanya tanda-tanda radang akut atau tidak (dolor, kalor, fungsiolesa) sedangkan

rubor dan tumor dapat dinilai juga melalui inspeksi

b) Ada tidaknya indurasi, fluktuasi dan pembesaran kelenjar getah bening regional dan

Page 3: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

generalisata

Pemeriksaan penunjang2

• Biopsi lesi

◦ Terdapat batang tahan asam (BTA) pada sekret hidung, lesi kerokan mukosa hidung dan kulit

dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen

◦ BTA selalu ditemukan pada sel endotel pembuluh darah atau dalam sel mononuklear

◦ Pada Lepramatosa leprosi (LL) kuman mudah ditemukan manakala pada Tuberkuloid

leprosi(TL) kuman sulit ditemukan. Gambaran klinis khas saja sudah mencukupi untuk diagnosis

• Serologi

◦ Surface lipid : peptidoglycolipid (PGL-1) yang spesifik pada kuman lepra

◦ Memberi hasil positif palsu pada uji serologi nonspesifik, sifilis seperti VDRL dan RPR

• Indeks bakteriologik (IB) oleh ridley

◦ Untuk mendapatkan banyaknya kuman pada sediaan hapus

▪ 1+ 1-10 kuman rata-rata pada 100 lapangan pandang

▪ 2+ 1-10 kuman rata-rata pada 10 lapangan pandang

▪ 3+ 1-10 kuman rata-rata pada 1 lapangan pandang

▪ 4+ 10-100 kuman rata-rata pada 1 lapangan pandang

Table 1: Assessment of persons affected by Leprosy7

Page 4: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

▪ 5+ 100-1000 kuman rata-rata pada 1 lapangan pandang

◦ Contoh perhitungan IB

▪ Kuping kanan 5+, kepala 3+, bokong 3+, dagu 3+, IB=(5+3+3+3)/4 = 3.5

◦ Untuk menyatakan negatif minimal diperiksa 100 lapangan pandang

• Indeks morfologik (IM)

◦ Membandingkan kuman yang berwarna padat/hemogen dengan jumlah keseluruhan kuman

yang dilihat

◦ Dilakukan berdasarkan:

▪ Kuman yang berwana padat – hidup

▪ Kuman yang berwarna lemah dan bentuk iregular – mati

◦ Seharusnya IM turun selama terapi. Jika IM naik kemungkinan

▪ Penderita tidak patuh minum obat-obatan

▪ Timbulnya kuman resisten

◦ Untuk melengkapkan IM dihitung 200 kuman, misalnya kuman yang terhitung adalah 200,

kuman padat adalah 10, IM = 10/200 x 100% = 5%

◦ Bila tidak dijumpai 200 kuman dinyatakan dengan IM = kuman padat/kuman terhitung

Etiologi 2, 5

Lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae

• Sifat-sifat umum

◦ Batang halus

◦ Tidak bergerak

◦ Tiada kapsul

◦ Tiada spora

◦ Obligat aerob

◦ Tahan asam dan alkali

• Sifat penting

◦ Tidak boleh dibiakkan secara in vitro

◦ Hanya tumbuh pada mouse footpad dan armadillo

◦ Suhu optimal untuk tumbuh adalah 27-30°C, yaitu lebih rendah dari suhu tubuh. Tumbuh baik

di jaringan yang suhunya lebih rendah yaitu di kulit, nervus superficial, cuping telinga, ruang mata

anterior, traktus respiratorius superior dan testis tetapi tidak pada kawasan kulit yang lebih panas

seperti axilla, lipat paha, kulit kepala dan garis tengah punggung.

Page 5: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

◦ Tumbuh sangat lambat di mana generation time 14 hari.

• Penularan

◦ Kontak lama dengan penderita lepra tipe LL(lepromatous leprosy) yang mengeluarkan kuman

dalam jumlah besar dari lesi kulit dan sekret hidung

◦ Kontak dengan vektor serangga tanah yang terinfeksi

Epidemiologi 5

Umur onset 10-20 tahun

Prevalensi 30-50 tahun

Jenis kelamin Laki > wanita

Ras Terdapat hubungan inversa antara warna kulit dan tahap severitas penyakit. Orang

berkulit hitam lebih mudah terkena tetapi terdapat predominansi penyakit yang lebih

ringan

Hospes Manusia (reservoir utama), armadillo, monyet mangabey, chimpanzees

• Demo

grafi

600,00 kasus baru setiap tahun, 1.5-8 juta kasus sedunia, >80% kasus di India, China,

Myanmar, Indochina, Indonesia, Brazil, Nigeria. Di Amerika terdapat 4000 kasus, 100-

200 kasus baru setiap tahun di mana kebanyakan kasus melibatakan imigran dari

Mexico, Southeast Asia, Filipina, Carribean

Faktor risiko Kemiskinan, daerah desa, HIV/AIDS. Kebanyakan individu mempunyai imunitas

natural dan tidak terkena penyakit

Diagnosis kerja 4-7

• Terdapat 3 tanda kardinal yang penting bagi diagnosa lepra yaitu:

◦ Lesi hipopigmentasi atau kemerahan yang anestetik

◦ Penebalan atau pembesaran saraf perifer dengan kehilangan sensasi atau kelemahan otot yang

dipersarafi oleh saraf tersebut

◦ Terdapat batang tahan asam (BTA) pada jaringan terinfeksi dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen

selalunya di mukosa nasal dan cuping telinga.

• Terdapat 2 bentuk lepra yaitu tuberculoid leprosy(TL) dan lepromatous leprosy(LL). Penderita

akan menjadi TL atau LL sebagian tergantung HLA yaitu HLA-DR2. Bentuk pertama cepat dan boleh

Page 6: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

bergabung dengan bentuk kedua.

◦ Tuberculoid leprosy (TL)

▪ Makula hipopigmentasi, penebalan saraf perifer, anestesia pada lesi kulit

▪ Cell mediated immune response baik yang membatasi pertumbuhan kuman.

▪ Ini menyebabkan jumlah kuman yang ditemukan sedikit

▪ Tes lepromin positif

▪ Tidak selalu terlihat lesi yang tipikal, hipestetik dan mengandung granuloma yang hanya

mengandung infiltrat limfositik. 2/3 dari karakteristik ini cukup untuk diagnosa. Namun, overdiagnose

lebih disarankan agar pasien tidak dibiarkan tidak diobati

◦ Lepromatous leprosy (LL)

▪ nodul multipel pada kulit yang membentuk facies leontina

▪ Cell mediated immune response terhadap kuman lepra buruk menyebabkan kuman tumbuh baik

dan dapat ditemui banyak di kulit dan mukosa

▪ Tes lepromin negatif

▪ Hanya kekebalan seluler terhadap kuman lepra yang buruk, pada kuman lain tetap baik

▪ Kekebalan humoral terhadap kuman lepra baik tetapi tidak protektif

▪ Area yang terdapat nodul, plak, dan indurasi optimal sebagai tempat biopsi. Walaupun begitu,

kulit yang kelihatan normal juga didiagnosa secara umum. Pada LL terdapat hiperglobulinemia yang

bisa menyebabkan test serologi palsu (VDRL, RA, ANA) yang menyebabkan kekeliruan pada diagnosa

Table 2: Signs of activity in leprosy

Page 7: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Diagnosis banding7

1. Diagnosis banding dari kondisi neurologikal

(a) Post infections (viral) sensory/motor peripheral neuropathy.

i. Acute/sub-acute onset

ii. Correlation (temporal) with recovery from viral illness

iii. Neuritic symptoms heralds onset, may quieter later

iv. Variable sensor/motor loss-different from leprosy

v. No nerve thickening/skin patch

(b) Alcoholic neuropathy

i. Patient has alcoholic history

ii. Face that of an alcoholic

iii. Red-angry tongue

iv. Cheilitis present. (inflammation of the lips)

(c) Diabetic neurophathy

i. Distal bilateral neuropathy.

ii. ‘glove & stocking’ type of anaesthesia.

iii. 'burning feet’ syndrome.

iv. Knee and ankle reflexes lost.

v. High blood sugar level.

vi. Peripheral nerves normal

(d) Syringomyelia

i. Uncommon condition

ii. Disease of CNS

iii. Cause unknown

iv. Heat and pain sensation lost

v. Touch sensation present

vi. Peripheral nerves not enlarged

(e) Tabes – dorsalis

i. A variety of neurosyphilis.

ii. Intense, recurring lightening pain in legs

iii. Stamping type of gait.

iv. Romberg's sign positive (inability to stand erect with eyes closed & feet together)

Page 8: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

v. Knee reflexes absent.

vi. Common peroneal nerve normal

2. Diagnosis banding dari jenis lesi kulit seperti makula, papula dan nodula.

Lepra negatif jika lesi

(a) putih (depigmentasi), merah atau hitam

(b) squama (kecuali selepas reaksi tipe 1)

(c) gatal

(d) wujud sejak lahir

(e) nyeri

(f) hilang timbul mengikut musim

Page 9: Pbl Mazni Leprae Kasus 2
Page 10: Pbl Mazni Leprae Kasus 2
Page 11: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Patogenesis4-7

• Inkubasi – beberapa tahun, perjalanan penyakit lambat

• M. lepra adalah parasit intracellular obligat yang hanya membiak di sel hospes. Bakteri ini

melakukan replikasi intraselular, khususnya dalam histiosit kulit, sel endotel, sel fagositik dan sel

schwann saraf

• Ia menyebabkan anesthesia yang bercak apabila ia menginvasi nervus sensoris perifer

• Beberapa M. lepra terdapat di lesi tuberkuloid, yaitu lesi granulomatosa dengan sel epiteloid

ekstensif, sel raksasa dan infiltrasi limfositik

Manifestasi klinis2,5,7

Orang yang dengan respons Cellular mediated immunity (CMI) mendapat gejala penyakit lepra

(Tuberculoid) yang lebih ringan dan terlokalisasi dengan bacterial load yang lebih sedikit. Manakala

orang yang mempunyai CMI yang lemah mendapat gejala disseminata yang tersebar luas dengan

bacterial load yang tinggi.

Paucibacillary leprosi

Hal ini ditemukan pada orang dengan CMI baik. Penyakit ini tetap terlokalisasi dan

menghasilkan kulit tunggal atau sedikit lesi dengan atau dengan kelainan saraf keluar perifer.

Gambar 1: Patogenesis lepra7

Page 12: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Terdapat lesi kulit makula/ papula dan plak. Orang dengan respon kekebalan yang kuat mampu

menghancurkan sejumlah besar organisme dan apusan kulit rutin biasanya negatif dalam

penderita ini.

Multibacillary leprosi

MB kusta ditemukan pada orang dengan CMI lemah. Pada leprosi lepromatous multibasilar,

kekebalan selular rendah dan pertumbuhan M. lepra tidak terkawal. Secara histologi, lesi padat

dengan infiltrasi sel batang lepra dan kebanyakannya boleh masuk ke pembuluh darah.Sel basil

berkembang biak dan menyebar lebih luas sehingga penyakit menjadi diseminata berupa

lesi pada saraf, kulit, pada yang ringan boleh menular ke organ lain seperti mata, mukosa

pernapasan, testis dan sistem reticulo-endotel pada keadaan yang lebih berat. Biasanya ia tidak

menginfeksi sistem saraf pusat dan sistem reproduksi atas pada wanita. Lesi kulit mungkin

multipel (garis batas) atau tak terhitung (lepromatosa). Dalam lepromatosa leprosi bentuk,

lesi dapat simetris bilateral dan ill defined macules atau infiltrasi difus yang dapat berlanjut ke

pembentukan plak dan nodul. Selain itu, mungkin ada pendarahan hidung dan oedema pada

kedua kaki.

Antara manifestasi klinis pada lepra adalah

• Lesi kulit

◦ lesi pucat atau kemerahan dengan kehilangan sensasi panas, dingin, raba dan nyeri, terdapat

hipopigmentasi, erytematous atau berwarna tembaga, kecil atau besar, permukaan rata, menonjol atau

bernodul, berlokalisasi di mana-mana(tetapi lebih banyak di bagian yang terdedah)

◦ Infiltrasi atau penebalan kulit atau terdapat papula, plak atau nodul

▪ Nodul kemerahan atau berwarna kulit atau penebalan kulit mengkilat dan difus tanpa

Table 5: Criteria for grouping MB and PB leprosy

Page 13: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

kehilangan sensasi

▪ Pembengkakan atau nodul pada muka dan cuping telinga

◦ Leonine facies – leontiasis(muka seperti singa)

▪ infiltrat lesi kulit terlihat di pipi, cuping telinga dan bagian frontalis

▪ kulit muka menebal disebabkan infiltrasi nodulasi

▪ hidung membengkak dan melebar

▪ alis mata menipis atau hilang

▪ kedutan dahi dan pipi bertambah dalam dan cuping telinga membesar dan tergantung

◦ Histoid Leproma:

▪ variasi MB leprosi apabila terdapat nodul yang berbatas tegas, eritematosa, bulat atau oval,

berkilau atau pedunculated nodules terlihat pada kulit normal pada orang yang belum sembuh atau

pasien yang baru berobat separuh jalan

◦ Membran mukosa - membran mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dari hidung ke laring

penuh dengan infiltrasi, terjadi edema, penebalan dan ulserasi

• Kelainan saraf perifer

◦ Saraf yang menebal nyeri dan melunak/teraba

◦ Penebalan saraf dengan atau tanpa nyeri dan melunak terutama belakang telinga, sekitar siku,

pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki

◦ Baal dan geli pada tangan dan kaki

◦ Kehilangan sensasi (suhu, raba, nyeri) terutama pada hujung jari dan telapak kaki dan pada lesi

kulit

◦ Disabilitas dan deformitas tangan, kaki dan mata. Lemah pada tangan, kaki dan kelopak mata

dan tidak mampu melakukan pergerakan tertentu yang mungkin disebabkan leprosi seperti gejala

Gambar 3: Lesi makula hipopigmentasi pada paha

Gambar 2: Lesi nodular pada siku

Gambar 4: Lesi nodul pada cuping telinga

Table 7: Leonine facies

Table 6: Histoid limfoma pada trunkus

Page 14: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

▪ wrist drop – tidak boleh menggerakkan tangan ke belakang pada sendi pergelangan tangan

▪ foot drop – tidak boleh menggerakkan kaki ke atas pada sendi pergelangan kaki

▪ ulnar claw dan complete(ulnar and median) claw hand

▪ tidak boleh menutup mata sepenuhnya

• Trauma atau kesan luka bakar tanpa nyeri yang berulang

◦ Pada stadium kronis, deformitas disebabkan oleh resorpsi atau destruksi tulang

• Respon imun pada M. leprae menghasilkan beberapa reaksi yang tergantung perubahan

mendadak pada status klinis. Reactional state ini berlaku pada lebih 50% penderita.

◦ Lepra type 1 reactions (downgrading and reversal reactions)

▪ Inflamasi pada lesi sedia ada, demam ringan, makulopapular multipel berbentuk satelit, neuritis

▪ Downgrading reaction berlaku sebelum terapi manakala reversal reaction berlaku sewaktu

terapi

◦ Lepra type 2 reactions (erythema nodosum leprosum, ENL)

▪ Nyeri pada nodul, khususnya pada sisi extensor tibia dan ulna, neuritis dan uveitis setelah terapi

Gambar 5: Drop wrist

Gambar 6: Ulkus yang disebabkan luka bakar

Table 8: Progresivitas kelainan saraf

Page 15: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

yang menandakan pulihnya kekebalan selular

▪ Terlihat pada separuh penderita LL yang selalu terjadi selepas permulaan antile-promatous

therapy, umumnya pada 2 tahun pertama terapi

▪ Terdapat inflamasi masif dengan lesi seperti eritema nodosum

Table 9: Lepra type 1 reactions Table 10: Lepra type 2

reactions

Table 11: Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2

Page 16: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

◦ Reaksi lucio

▪ Individu dengan LL difus membentuk ulkus besar poligonal yang tidak dalam dan menggelupas

di tungkai

▪ Merupakan variasi ENL atauu reaksi sekunder oklusi arteriolar

• Ekspresi klinis lepra adalah pembentukan granuloma. Spektrum granulomatosa lepra adalah:

◦ TT =Tuberculoid

◦ BT = Borderline tuberculoid

◦ BB = Mid-borderline

◦ BL= Borderline lepromatous

◦ LL = Lepromatous

Table 12: Clinical aspects of Ridley-Jopling's classification of leprosy7

Page 17: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Penatalaksanaan5,7

Prinsip umum penatalaksanaan

◦ Terapi antilepra - Multi-drug therapy(MDT)

▪ membunuh M. leprae dalam tubuh. Ia menghentikan perkembangan penyakit, mencegah

komplikasi dan mengurangkan risiko relaps.

▪ Dengan membunuh M. leprae dalam tubuh, penderita tidak infeksius dan penyebaran infeksi

dalam tubuh juga dikurangkan.

▪ Sebelum memulakan pengobatan, hendaklah diperhatikan sama ada penderita mempunyai

penyakit yang berikut

• Jaundice – pengobatan dimulakan apabila jaundice hilang

• Anaemia – mulakan pengobatan anaemia bersama pengobatan MDT

• Tuberculosis – jika pasien mengambil Rifampicin, pastikan dia terus mengambil dosis yang

diperlukan untuk pengobatan tuberculosis bersama pengobatan lepra

• Alergi pada sulfa – elakkan pemberian Dapson. Berikan obat alternatif

▪ MDT aman bagi ibu hamil dan penderita HIV namun pada penderita tuberculosis, Rifampicin

diambil menurut dosis untuk tuberculosis.

Table 13: Dosis multi-drug therapy yang direkomendasikan bagi penderita lepra7

Page 18: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Table 14: Efek samping Dapsone7

Table 15: Efek samping Rifampicin7

Page 19: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

◦ Pencegahan dan pengobatan reaksi

▪ Lepra type 1 reactions

• Prednison

◦ Dosis – 40-60mg/hr, dosis dikurangi dalam 2-3 bulan

◦ Indikasi – neuritis, lesi yang tersangka ulkus, lesi muka

▪ Lepra type 2 reactions (ENL)

• Prednison – 40-60mg/hr, tapered fairly rapidly

• Talidomid – 100-300mg/hr, untuk enl rekuren

▪ Reaksi lucio

• Prednison dan talidomid tidak begitu efektif. Karena tidak ada alternatif lain, digunakan

Prednison 40-60mg/hr, tapered fairly rapidly

◦ Mengurangkan risiko kerusakan saraf

▪ Memberi tumpuan pada kaki untuk mengelakkan ulkus neuropati

◦ Edukasi penderita untuk menangani neuropati dan anestesi

◦ Mengobati komplikasi kerusakan saraf

▪ Orthopedic care splints untuk mengelakkan kontraktur pada daerah kerusakan saraf

◦ Rehabilitasi penderita ke dalam masyarakat

◦ Memberi antimikroba sistemik

▪ Infeksi sekunder ulkus harus diidentifikasi dan diobati denga antibiotik yang benar untuk

mengelakkan infeksi lebih dalam seperti osteomyelitis

Table 16: Efek samping Chlofamizine 7

Page 20: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Komplikasi6

• Extremitas

◦ Neuropati yang menyebabkan insensitivitas dan miopati. Reseptor raba, nyeri dan panas

menjadi insensitif tetapi reseptor posisi dan getaran tidak

◦ Paling banyak di nervus ulnaris yang menyebabkan kontraktur jari 4 dan 5, kehilangan otot

interossea dorsal di tangan yang terkena dan kehilang sensasi pada area ini

◦ Ulserasi plantar – selalunya di caput metatarsal

◦ Footdrop – oleh palsi perineal

◦ Kehilangan digiti distal disebabkan insentivitas, trauma dan infeksi sekunder,

• Hidung

◦ Kongesti nasal dan epistaxis

◦ Apabila tidak dirawat dalam jangka panjang, terjadi kerusakan kartilago nasal yang

menyebabkan saddle-nose deformity atau anosmia

• Mata

◦ Diperburuk oleh palsi nervus cranial, lagophtalmos dan insensitivitas kornea

◦ Trauma, infeksi sekunder, ulkus kornea dan opasitis dan boleh menyebabkan buta

• Testis

◦ Disfungsi testicular dengan peningkatan luteinizing and follicle- stimulating hormones,

penurunan testosteron dan aspermia atau hipospermia

◦ Penderita LL boleh menjadi infertil

• Amyloidosis

◦ Amyloidosis sekunder adalah komplikasi leprosi LL dan ENL yang jarang ditemui dalam era

antibiotika

◦ Fungsi abnormal hati dan ginjal

• Abses saraf

◦ Paling sering di nervus ulnaris

◦ Disertai adjacent cellulitic appearance pada kulit

◦ Saraf yang terkena membengkak dan melunak

Page 21: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

Prognosis7

• Baik – jika dideteksi awal dan diobati

• Buruk – pengobatan yang tidak inadekuat menyebabkan disabilitas

Pencegahan2

• Isolasi penderita khususnya LL

• Chemoprofilaksis dapson untuk anak dengan orang tua penderita lepra yang disebabkan oleh

kontak erat dan lama.

PENUTUP

Lepra (Hansen's disease) atau umumnya dikenali sebagai kusta merupakan penyakit yang bersifat

kronis dan progresif yang ditularkan melalui kontak yang erat dan lama seperti pada ibu bapa dengan

anak. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri batang tahan asam, gram negatif yaitu Mycobacterium

leprae. Kusta ditandai dengan lesi hipopigmentasi dengan baal pada kawasan lesi tersebut. Umumnya

terdapat dua bentuk leprosi yaitu Tuberkuloid leprosi (TL) dan Lepramatosa leprosi(LL). Penderita

kusta umumnya mengalami gangguan pada saraf perifer yang seterusnya menyebabkan gangguan

Gambar 7: Komplikasi kerusakan saraf 7

Page 22: Pbl Mazni Leprae Kasus 2

fungsi pada organ yang dipersarafinya itu. Selain menyebabkan komplikasi gangguan saraf, penderita

kusta yang telah sembuh terpaksa berhadapan dengan berbagai deformitas dan disabilitas karena

bakteri penyebabnya juga menyebabkan resorpsi tulang dan sebagainya. Walaupun kelihatan berat,

namun penyakit ini jika diobati pada stadium awal bisa memberi prognosis yang baik. Anamnesis dan

pemeriksaan yang tepat sangat penting dalam mendeteksi penyakit ini pada fase awal karena penyakit

ini mempunyai banyak persamaan dengan penyakit kulit yang lain seperti panu, vitiligo, dan juga

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nah YK, Hidayat D, Hudyono J, Santoso M. Buku panduan ketrampilan medik (skill-lab).

Jakarta: Fakultas Kedokteran Krida Wacana; 2009.

2. Budimulja U, Lokananta MD, Majawati ES, Nah YK, Wiryadi B, Rumawas M, et al. Skin &

integumen. Bahan kuliah blok 15. Jakarta: Fakultas Kedokteran Krida Wacana; 2011.

3. Habif TP. A colour guide to diagnosis and therapy clinical dermatology 4th edition.

Pennsylvania: Mosby; 2004.

4. Ryan KJ, Ray CG. Mycobacterium leprae dalam Sherris medical microbiology an introduction

to infectious diseases 4th edition. USA; Mc Graw Hill; 2004.h.451-3

5. Wolff K, Johnson RA. Leprosy dalam Fitzpatrick's Color atlas and synopsis of clinical

dermatology 6th edition . USA: Mc Graw Hill; 2009.h.665-70

6. Gelber RH. Leprosy(Hansen's disease) dalam Harrison’s principle of internal medicine. USA:

Mc Graw Hill;2008.h.1021-7

7. Nirman Bhawan . Training manual for medical officers – National leprosy eradication

programme. New Delhi: Ministry of Health and Family Welfare, Government of India ; 2009