PBL Blok 13 Tumbuh Kembang

15
Penyakit Degeneratif pada Lansia Pendahuluan Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri ataupun mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu, manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit degeneratif. Dengan makin lanjutnya usia, kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ-organnya makin besar sehingga golongan usia lanjut lebih rentan menderita berbagai penyakit degenratif dibanding dewasa muda. Anamnesis Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas penderita. Tetapi, pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terinci dan terarah sebagai berikut: 1 Identitas penderita: nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin dan berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, serta keadaan sosial ekonomi. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia sangat lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progresif, gangguan mobilitas, dan lain-lain. Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini maupun yang masih diminum di rumah, baik yang berasal dari resep dokter maupun yang dibeli bebas (termasuk jamu-jamuan). 1

description

medicine

Transcript of PBL Blok 13 Tumbuh Kembang

Penyakit Degeneratif pada Lansia

PendahuluanMenua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri ataupun mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu, manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit degeneratif. Dengan makin lanjutnya usia, kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ-organnya makin besar sehingga golongan usia lanjut lebih rentan menderita berbagai penyakit degenratif dibanding dewasa muda.

AnamnesisAwal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas penderita. Tetapi, pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terinci dan terarah sebagai berikut:1 Identitas penderita: nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin dan berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, serta keadaan sosial ekonomi. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia sangat lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progresif, gangguan mobilitas, dan lain-lain. Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini maupun yang masih diminum di rumah, baik yang berasal dari resep dokter maupun yang dibeli bebas (termasuk jamu-jamuan).Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan alo-anamnesis dari orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari. Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, mengunyah tembakau, minum alkohol, dan lain-lain). Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat: menelan, masalah gigi, gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan, dan lain-lain. Kepribadian perasaan hati, kesadaran, dan afek (alo-anamnesis atau pengamatan) konfusio, curiga/bermusuhan, mengembara, gangguan tidur atau keluhan malam hari, daya ingat, dan lain-lain. Apabila hasil anamnesis ini membingungkan atau mencurigakan, perlu dicatat untuk dapat dilaksanakan asesmen khusus kejiwaan atau bahkan konsultasi psiko-geriatrik. Riwayat tentang problema utama geriatri (sindrom geriatrik): pernah stroke, TIA/RIND, hipotensi ortostatik, jatuh, inkontinensia urin/alvi, dementia, dekubitus, dan patah tulang.Perlu digarisbawahi bahwa anamnesis pada lansia harus meliputi auto-dan alloanamnesis.

Working DiagnosisTn. S, 77 tahun dibawa ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan utama sejak pagi hari bangun pusing, sekelilingnya berputar putar disertai rasa mual mau muntah, keadaan seperti ini sudah dialami berulang-ulang. Bila bangun dari duduknya lutut terasa nyeri, berbunyi kretek-kretek dan sakit bila naik turun tangga. Bila bicara agak cadel kadang-kadang kesulitan untuk menemukan kata yang tepat dan bila minum air sering tersedak, sehingga takut minum. Tanda-tanda lumpuh tidak ada. Kalau mau jalan mulainya berat sekali, jalan dengan langkah kecil-kecil, kelihatannya kaku dan waktu mau berhenti agak kesulitan. Bila menceritakan riwayat hidup dan pekerjaan masa lalu cukup jelas, tetapi peristiwa yang baru terjadi beberapa saat sering lupa dan mudah tersinggung. Riwayat kencing manis ada sejak 6 tahun.Dari data tersebut, yang dapat diperkirakan pasien mengalami vertigo, demensia, parkinson, diabetes melitus, dan osteoatritis.

DemensiaDemensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia merujuk pada sindrom klinik yang mempunyai bermacam penyebab. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna. 1,2 Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih, namun bila merujuk pada definisi di atas maka demensia dapat pula terjadi mendadak, dan beberapa demensia dapat sepenuhnya pulih bila diatasi dengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia berapapun meskipun umumnya muncul setelah usia 65 tahun.1,2

Epidemiologi DemensiaInsidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5.6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat adalah penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah tipe Lewy Body, demensia fronto-temporal, dan demensia pada penyakit Parkinson.1,2Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari 45% mereka yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3 pasien adalah perempuan), hal ini disebabkan perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Faktor-faktor resiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia serta berbagai faktor resiko timbunya aterosklerosis dan gangguan pembuluh darah otak.1,2

PatogenesisKomponen utama patologi Demensia Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano bodies. Pembentukan amyloid merupakan pencetus berbagai proses sekunder yang terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer. Adanya dan jumlah plak senilis adalah suatu gambaran patologis utama yang penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya sejumlah plak meningkat seiring bertambahnya usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak mengalami demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di kortes serebri untuk memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer.1Gejala klinik demensia tipe Alzheimer biasanya dibedakan dalam tiga fase:2Fase I. Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuo-spasial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin mengeluhkan agnosia kanan-kiri. Bahkan pada fase dini ini rasa tilikan sering sudah terganggu.Fase II. Terjadi tanda yang mengarah ke kerusakan fokal-kortikal, walaupun tidak terlihat pola defisit yang khas. Simptom yang disebabkan oleh disfungsi lobus parietalis sering terdapat. Gejala neurologik mungkin termasuk antara lain tanggapan ekstensor plantaris dan beberapa kelemahan fasial. Delusi dan halusinasi mungkin terdapat, walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal.Fase III. Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Penderita terus menerus apatik. Banyak penderita tidak dapat mengenali dirinya sendiri ataupun orang lain. Dengan berlanjutnya penyakit ini, penderita sering hanya berbaring di tempat tidur, inkontinen baik urin maupun alvi.

Pemeriksaan Fisik dan PenunjangPemeriksaan fisis dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Pada demensia tipe Alzheimer, tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lainnya umumnya timbul pada FTF, DLB, atau demensia multi infark. Tes laboratorium pada pasien demensia tidak dilakukan dengan serta merta pada semua kasus. Penyebab yang reversibel dan dapat diatasi seharusnya tidak boleh terlewat. Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, ginjal, pemeriksaan toksin di urin/darah, dan Apolipoprotein E. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah CT/MRI kepala.1

Penatalaksanaan DemensiaTujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati penyakit demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya. a. Medika MentosaObat penghambat kolinesterase yang digunakan dalam pengobataan kognitif ringan sampai sedang pada penyakit Alzheimer adalah:3 Donepezil (Aricept) adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf rendah hingga sedang. Biasanya diminum satu kali sehari sebelum tidur, atau sesudah makan. Dokter akan memberikan dosis rendah pada awalnya lalu ditingkatkan setelah 4 sampai 6 minggu. Rivastigimin (Exelon) adalah obat yang diminum secara oral. Rivastigmine biasanya diberikan dua kali sehari setelah makan karena efek sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan, pengobatan dengan obat Rivatigmin umumnya dimulai dengan dosis rendah biasanya 1,5mg dua kali sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu. Dosis maksimum biasanya hingga 6mg dua kali sehari . jika mengalami gangguan pencernaan yang bertambah parah maka obat dihentikan untuk beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama atau lebih rendah. Galantamisin (Reminyl), dan takrin (Cognex).Obat-obat tersebut mengurangi inaktivasi neurotransmitter asetilkolin sehingga menghasilkan perbaikan sedang pada memori dan pemikiran. Obat-obat tersebut paling berguna bagi penderita yang mengalami hilang memori ringan sampai sedang yang masih memiliki cadangan neuron kolinergik di basal otak depan yang cukup untuk mengambil keuntungan augmentasi neurotransmisi kolinergik. Efek samping yang dapat timbul pada pemakain obat-obatan kolinesterase inihibitor ini antara lain adalah mual, muntah, dan diare, dapat pula penurunan berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kram otot, bradikardia, sinkop, dan fatig. Efek samping tersebut umumnya muncul saat awal terapi, dan dapat dikurangi bila interval peningktan dosisnya diperpanjang dan dosis rumatan ditinggalkan. Pemberian antioksidan berupa vitamin E banyak digunakan sebagai terapi tambahan pada penyakit Alzheimer dan demensia lainnya karena harganya yang murah dan dianggap aman. Suatu obat baru, memantin, memengaruhi metabolisme glutamat dan merupakan obat baru yang menjanjikan, selain itu pada penyakit Alzheimer dapat diberikan terutama pada kasus yang berat.

b. Non Medika MentosaDalam mengelola pasien demensia, perlu diperhatiakan upaya-upaya mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien. Seorang dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas dalam rangka mempertahankan status kesehatan pasien, seperti melakukan latihan (olahraga), mengendalikan hipertensi, dan berbagai penyakit lain, imunisasi peneumokok dan influenza, memperhatian higiene mulut dan gigi, serta mengupayakan kaca mata dan alat bantu dengar bila terdapat gangguan penglihatan atau pendengaran.4 Pada fase lanjut demensia, sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti nutrisi, hidrasi, mobilisasi, dan perwatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus. Pada beberapa keadaan mungkin dapat dilakukan tindakan gastronomi, pemeberian nutrisi, dan cairan intravena, serta pemberian antibiotika dalam upaya memperpanjang hidup yang tentunya perlu pertimbangan bersama dengan keluarga pasien.3 Selain itu, juga penting kerja sama yang baik antara dokter dan pramuwerdha. Pramuwerdha pasien merupakan orang yang sangat mengerti kondisi pasien dari hari ke hari dan bertanggung jawab terhadap terhadap berbagai hal, seperti pemberian obat dan makanan, mengimplementasikan terapi non farmakologis kepada pasien, meningkatkan status kesehatan pasien, serta mampu memberikan waktu yang sangat berarti sebagai upaya peningkatan kualitas kualitas hidup pasien demensia.4 Walaupun demikian, perlu pula diperhatikan kondisi fisik dan mental pramuwerdha, mengingat apa yang mereka lakukan sangat menguras tenaga, pikiran, bahkan emosi yang kadang menimbulkan morbiditas sendiri.

KomplikasiKomplikasi yang bisa terjadi pada penyakit Alzheimer adalah disertai dengan menderita pneumonia yang merupakan komplikasi terberat; kehilangan kemampuan untuk kemampuan untuk menggerakkan persendian karena kehilangan fungsi otot), infeksi (terutama infeksi saluran kencing dan radang paru-paru) dan komplikasi lain yang berhubungan dengan ketidakmampuan bergerak tahap terakhir penyakit Alzheimer; patah tulang; kehilangan kemampuan berinteraksi; kurang gizi dan dehidrasi; kegagalan sistem tubuh; perilaku melukai dan membahayakan diri sendiri dan orang lain; tindak kekerasan dari pemberi perawatan yang berada dalam kondisi sangat stres.5

PrognosisPemeriksaan klinis pada 42 orang yang diduga mengidap penyakit Alzheimer menunjukan nilai prognostic penyakit tersebut yang bergantung pada tiga faktor, yaitu:1. Derajat keparahan penyakit2. Variasi gambaran klinis3. Perbedaan antarindividu, seperti faktor usia, keturunan, dan jenis kelaminKetiga faktor ini diuji secara statistic dan ternyata faktor pertama paling mempengaruhi prognosis penyakit. Pasien memiliki angka harapan hidup rerata 4 10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal karena infeksi sekunder (Agoes,2008)

Pencegahan Pencegahan untuk penyakit Alzheimer dapat dilakukan dengan melakukan dengan baik dan benar penatalaksaannya baik secara medika mentasa maupun non medika mentosa yang sudah dijelaskan diatas, karena dengan penatalaksanaan yang baik maka pasien yang mengalami penyakit Alzheimer, keadaanya tidak semakin memburuk. Pencegahan lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit Alzheimer adalah konsumsi diet rendah lemak; makan ikan air dingin (seperti tuna, salmon, dan makerel) yang kaya akan asam lemak omega-3, paling tidak 2-3 kali perminggu; kurangi asam linoleat yang terdapat didalam margarin, mentega, dan produk susu; tingkatkan antioksidan seperti karotenoid, vitamin E, dan vitamin C dengan banyak makan buah-buahan dan sayur-sayuran; menjada tekanan darah; menjaga fisik dan mental tetap aktif selama kehidupan.6

VertigoMerupakan suatu sensasi berputar, pasien sering merasa dirinya ataupun lingkungannya berputar. Seringkali terjadi dengan seketika, kadang-kadang, dan ketika berat umumnya disertai dengan mual, muntah, dan jalan yang terhuyung-huyung. Penyebab vertigo dapat perifer, sentral atau psikogenik.Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun. Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer) serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]).7 Umumnya penyebab tunggal dizziness pada lansia adalah Benign paroxysmal positional vertigo yang disebabkan oleh akumulasi debris di kanal semisirkular. Pergerakan dari debris menstimulasi mekanisme vestibular menghasilkan simptom pada pasien. Terapi dari BPV saat ini adalah senam vertigo yang bertujuan untuk merelokasi debris yang melayang bebas di kanal semisirkuler posterior ke dalam vestibula dari vestibular labirin agar tidak terjadi vertigo lagi saat menggerakkan kepala.

OsteoartritisOsteoarthritis adalah penyakit sendi yang paling umum di dunia. Di populasi Barat, penyakit ini merupakan penyakit tersering yang menyebabkan nyeri, kehilangan fungsi dan kemampuan pada orang dewasa. Bukti radiologi osteoarthritis terlihat pada mayoritas manusia di atas 65 tahun dan 80% dari mereka berusia di atas 75 tahun.Pasien dengan osteoarthritis biasanya adalah pasien setengah baya atau tua dan mengeluh sakit di pinggul, tangan lutut, atau tulang belakang. Paling sering, pasien mengalami rasa sakit dan kekakuan di dalam dan sekitar sendi yang terkena, disertai dengan beberapa pembatasan fungsi. Secara rinci, faktor yang meningkatkan risiko OA adalah:8 UmurDari semua faktor risiko, faktor ketuaan adalah yang terkuat, prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat seiringi dengan bertambahnya umur. Jenis kelaminSecara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA wanita lebih banyak ketimbang pada laki-laki. Suku bangsaPrevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan. GenetikFaktor herediter juga berperan pada timbulnya OA. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu. Kegemukan dan penyakit metabolikBerat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko OA baik pada pria maupun wanita. Pada umumnya pasien mengatakan bahwa keluhan sudah berlangsung lama, tetapi berkembangnya secara perlahan-lahan. Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu juga dapat menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain. Keluhan lainnya adalah hambatan gerak sendi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan.Kemudian ada kaku pagi, dimana nyeri atau kaku sendi dapat terjadi setelah imobilitas yang cukup lama, seperti setelah berkendaraan dalam waktu yang lama ataupun setelah tidur sepanjang malam. Dan yang terakhir adalah krepitasi, rasa gemertak (yang terkadang dapat di dengar) dari sendi yang sakit.8ParkinsonParkinsonisme, dengan etiologi apapun, menunjukkan adanya defisiensi dopamin di korpus striatum.Penurunan dopamin dalam korpus striatum mengacaukan keseimbangan antara dopamin (penghambat) dan asetilkolin (perangsang). Inilah yang menjadi dasar dari kebanyakan gejala penyakit parkinson. Sampai saat ini belum diungkapkan dengan baik bagaimana berkurangnya dopamin di striatum yang menyebabkan gejala parkinson (tremor, rigiditas, dan aknesia).Suatu teori mengemukakan bahwa munculnya tremor diduga oleh karena dopamin yang disekresikan dalam nukleus kaudatus dan putamen berfungsi sebagai penghambat yang merusak neuron dopamingik di substansia nigra sehingga menyebabkan kaudatus dan putamen menjadi sangat aktif dan kemungkinan menghasilkan signal perangsang secara terus menerus ke sistem pengaturan motorik kortikospinal. Signal ini diduga merangsang otot bahkan seluruh otot sehingga menimbulkan kekakuan dan melalui mekanisme umpan balik mengakibatkan efek inhibisi penghambat dopamin akan hilang sehingga menimbulkan tremor.9 Akinesia didiga disebabkan oleh karena adanya penurunan dopamin di sistim limbic terutama nukleus accumbens, yang diikuti oleh menurunnya sekresi dopamin di ganglia basalis. Keadaan ini menyebabkan menurunnya dorongan fisik untuk aktivasi motorik begitu besar sehingga timbul akinesia.Onset penyakit ini biasanya tersembunyi, berangsur-angsur, dan berkembang dengan perlahan. Penderita dapat mengeluh peningkatan rigiditas dan tremor, imobilisasi ekspresi wajah, perlambatan gerakan, dan rasa berat pada tungkai dan lengan saat berjalan. Tremor pada penyakit Parkinson memperlihatkan sifat-sifat yang khas. Tremor dialami pada waktu istirahat, hilang bila hendak memulai gerakan tangkas yang sedang dilakukan sudah pada tahap penghentiannya. Tremor hilang waktu tidur dan menjadi hebat karena emosi. Anggota gerak yang tremoradalah lengan, tangan dan jari-jari. Yang bertremor khas adalah jari-jari tangan, seperti memulung-mulung pil (pill rolling). Frekuensinya adalah 2 7 detik. Ada kalanya kaki dan jari-jarinya, lidah, bibir, rahang bawah dan kepala dapat gemetar.9 Rigiditas ditemukan pada pemeriksaan, terutama pada otot-otot fleksor leher, thoraks, tungkai dan lengan. Hal ini akan menunjukkan suatu sikap fleksi tubuh yang khas atau flexed posture.Bradikinesia atau kelambatan gerak terjadi dalam berbagai gerakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gerakan tangan atau jari untuk berdandan, menulis, menggunakan sendok garpu, menggaruk-garuk, atau memasang kancing. Gerakan otot-otot wajah serta otot-otot bulbar kehilangan kelincahan dan keluwesan. Raut muka penderita Parkinson tidak bercahaya dan tidak hidup, menyerupai raut muka topeng. Gaya berjalan penyakit Parkinson adalah dengan sikap tubuh bagian atas berfleksi pada sendi lutut dan panggul serta kedua lengan melekat pada samping badan dengan posisi fleksi di siku dan pergelangan tangan. Langkah gerakan berjalan dilakukan setengah seret dan jangkauannya pendek-pendek.9

Diabetes mellitusDiabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon yang mengakibatkan sel-sel dalam tubuh tidak dapat menyerap glukosa dari darah. Penyakit ini timbul ketika di dalam darah tidak terdapat cukup insulin atau ketika sel-sel tubuh kita dapat bereaksi normal terhadap insulin dalam darah.1. Diabetes Mellitus Tipe IDiabetes mellitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolute insulin. Penyakit ini disebut diabetes mellitus dependen insulin (DMDI). Pengidap penyakit ini harus mendapatkan insulin pengganti. Diabetes tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih banyak daripada wanita. Karena insidens diabetes tipe I memuncak pada usia remaja dini, maka dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenile. Namun, diabetes tipe I dapat timbul pada segala usia.2. Diabetes Mellitus Tipe IIDiabetes mellitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe II biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, dan dahulu disebut sebagai diabetes awitan dewasa. Pasien wanita lebih banyak daripada pria.Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh empat faktor yaitu:21. Perubahan komposisi tubuh dimana penurunan massa otot sebesar 7% dan peningkatan jumlah jaringan lemak mengakibatkan menurunnya jumlah serta sesitivitas reseptor insulin.2. Turunnya aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.3. Perubahan pola makan usia lanjut.4. Perubahan neuro hormonal, terutama insulin-like growth factor I. penurunan hormon ini akan menurunkan ambilan glukosa karena penurunan sesitivitas reseptor insulin serta menurunya aksi insulin.

KesimpulanPertambahan usia disertai dengan kemunduran kemampuan sel untuk memperbaiki dan memperbaharui komponennya sehingga, menyebabkan perubahan fisik dan fungsi fisiologis yang dapat mengakibatkan sejumlah penyakit degeneratif atau penyakit yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel memperbaiki diri disertai dengan gejala yang bervariasi seperti yang terdapat didalam skenario yaitu vertigo, demensia, parkinson, diabetes melitus, dan osteoatritis yang kerap kali dialami oleh kelompok umur usia lanjut.

Daftar Pustaka1. Buku ajar Boedhi-Darmojo: geriatri.Edisi 4.Jakarta:Balai penerbit FKUI;2009.h. 123-4, 376-8.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 25-7, 31-2, 757-8, 837-44, 1079, 1865-88.3. Michael-Titus A, Shortland P, Revest P. Systems of the body: the nervous system. 2nd ed. London: Elsevier Inc, 2010: 256-63.4. Sadock BJ, Virginia AS. Kaplan & sadock buku ajar pskiatri klinis.Jakarta : EGC;2010.h.57-65.5. Smith G, Lunde A. Alzheimers disease: complications. January 18th 2011. Available from URL:http://www.mayoclinic.com/health/alzheimersdisease/DS00161/DSECTION=complications6. Qiu C, Kivipelto M, Strauss Ev. Epidemiology of Alzheimers disease: occurrence, determinants, and strategies toward intervention. Dialogues Clin Neurosci2009 June;11(2): 111128.7. Vertigo perifer pada pasien dengan riwayat trauma kepala [Homepage on the Internet]. Jakarta ; [updated 2010 August 26 ; cited 2011 January 17]. Available from: http://www.fkumyecase.net8. Soeroso J, Isbagio H, et al. Osteoartritis, dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.2538-50.9. Rahayu RA, Penyakit parkinson dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.851-8.

10