gangguan tumbuh-kembang

29
Gangguan Bicara dan Bahasa Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat. Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.

Transcript of gangguan tumbuh-kembang

Page 1: gangguan tumbuh-kembang

Gangguan Bicara dan Bahasa

Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan

mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara.

Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran,

kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif,

keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri

dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan

bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem

tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.

Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan

hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga

ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang

saling berhubungan. Hal lain  dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti

lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila

penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.

Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah

retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan

maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.

Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering  dialami

oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan

maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini

disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang

dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh

laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini

merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya

kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian

yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia

sekolah akan normal seperti anak lainnya.

Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan

masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan

perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan

Page 2: gangguan tumbuh-kembang

kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis

lainnya.

Cerebral Palsy

Lumpuh otak (bahasa Inggris: cerebral palsy, spastic paralysis, spastic hemiplegia, spastic

diplegia, spastic quadriplegia, CP) adalah suatu kondisi terganggunya fungsi otak dan jaringan

saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir.[1]

Penyebab lumpuh otak sampai saat ini belum dapat dipastikan,[2] banyak orang beranggapan

bahwa CP disebabkan oleh karena:

Bayi lahir prematur sehingga bagian otak belum berkembang dengan sempurna.

Bayi lahir tidak langsung menangis sehingga otak kekurangan oksigen saat dalam

kandungan (bahasa Inggris: hypoxia)

Adanya cacat tulang belakang dan pendarahan di otak.

Secara umum lumpuh otak dikelompokkan dalam empat jenis yaitu:

Spastik (tipe kaku-kaku) dialami saat penderita terlalu lemah atau terlalu kaku. Jenis ini

adalah jenis yang paling sering muncul. Sekitar 65 persen penderita lumpuh otak masuk

dalam tipe ini.

Atetoid terjadi dimana penderita yang tidak bisa mengontrol gerak ototnya, biasanya

mereka punya gerakan atau posisi tubuh yang aneh.

Kombinasi adalah campuran spastic dan athetoid.

Hipotonis terjadi pada anak-anak dengan otot-otot yang sangat lemah sehingga seluruh

tubuh selalu terkulai. Biasanya berkembang menjadi spastic atau athetoid.

Lumpuh otak juga bisa berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental, belajar, penglihatan,

pendengaran, maupun bicara.

Page 3: gangguan tumbuh-kembang

Ciri-ciri

Gejala lumpuh otak sudah bisa diketahui saat bayi berusia 3-6 bulan, yakni saat bayi mengalami

keterlambatan perkembangan.

Ciri umum dari anak lumpuh otak adalah:

Perkembangan motorik yang terlambat.

Refleks yang seharusnya menghilang tapi masih ada seperti:

o Refleks menggenggam hilang saat bayi berusia 3 bulan

o Bayi yang berjalan jinjit atau merangkak dengan satu kaki diseret.

Terapi

Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan lumpuh otak. Namun tetap ada

harapan untuk mengoptimalkan kemampuan anak lumpuh otak dan membuatnya mandiri dengan

terapi.

Terapi yang diberikan pada penderita lumpuh otak akan disesuaikan dengan:

Usia anak

Berat/ ringan penyakit

Menimbang dari area pada otak mana yang rusak.

Meski ada bagian otak yang rusak, namun sel-sel yang bagus akan menutupi sel-sel yang rusak,

dengan cara mengoptimalkan bagian otak yang sehat seperti pemberian rangsangan agar otak

anak berkembang baik. Rangsangan/ stimulasi otak secara intensif bisa dilakukan melalui panca

indera. Salah satu cara adalah dengan Compensatory Dendrite Sprouting yaitu rangsangan agar

dendrit tersebar dengan berimbang.

Beberapa orangtua yang memiliki anak penderita lumpuh otak mengaku berhasil

mengoptimalkan kemampuan anaknya lewat metode Glenn Doman . Metode ini digunakan

untuk anak dengan cedera otak berupa patterning (pola) untuk melatih :

Gerakan kaki dan tangan (merayap, merangkak)

Menghirup oksigen (masking) untuk melatih paru-paru agar membesar.

Sejak tahun 1998, lebih dari 1700 anak cedera otak mengalami perbaikan cukup berarti setelah

melakukan terapi ini.

Page 4: gangguan tumbuh-kembang

Sindrom Down

Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang terjadi pada

kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3,[1] yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi

klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan

mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri

yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar

menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an

para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut

dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini

penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Gejala atau tanda-tanda

Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak

sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.

Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik

yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan

bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang

datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata

menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis

pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak

antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.

Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan

kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang

lain.

Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang

biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan

dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum

(duodenal atresia).

Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan

diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom

melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih

Page 5: gangguan tumbuh-kembang

lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di

atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka

memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Pada otak penderita sindrom

Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein)[2] seperti

pada penderita Alzheimer.

Definisi sindrom down

Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental

anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk

akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui

amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu

hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia

40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki

risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah,

karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh

kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang

dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya

DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom

dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan

10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat

membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:

Pemeriksaan fisik penderita

Pemeriksaan kromosom

Ultrasonografi (USG)

Ekokardiogram (ECG)

Page 6: gangguan tumbuh-kembang

Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk

mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat

mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya

mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan

maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang

sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan

biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat

sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung

tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi,

sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang

adekuat.

Perawakan Pendek

PENGERTIAN DAN BATASAN

Perawakan pendek atau ’short stature’  adalah keadaan anak dengan panjang

badan/tinggi badan di bawah persentil ke 3 (P<3) pada grafik pertumbuhan NCHS (National

Centre for Health Statistics), atau -2 SD dari rata-rata pada kurva pertumbuhan yang berlaku

pada populasi tersebut. Perawakan cebol (dwarfism) adalah bentuk perawakan pendek yang berat

bila panjang/tinggi badan < 3 SD dari tinggi badan rata-rata.

PATHOPHYSIOLOGI

Perawakan pendek dapat merupakan variasi normal, atau karena kelainan endokrin dan

non endokrin. Terbanyak perawakan pendek adalah familial, rasial atau genetik. Perawakan

pendek pathologis terjadi setelah malnutrisi, IUGR, dysmorphisme, masalah psikososial,

penyakit sistemik yang kronis.

Page 7: gangguan tumbuh-kembang

Klasifikasi perawakan pendek sebagai berikut :

1. Variasi normal.

2. Primer/intrinsik (kelainan pada sel atau struktur dari ’growth plate’)

3. Sekunder/eksternal (kelainan karena pengaruh luar dari ’growth plate’)

4. Idiopatik (umumnya familial atau penyebabnya tidak diketahui)

Pada kelainan genetik (Sindroma Turner), seringkali tak jelas, kemungkinan pengaruh

psikososial yang dikaitkan dengan pengaruh lingkungan terhadap fungsi neurohormonal yang

disebut sebagai  functional hypopituitarism dengan akibat kekurangan gizi pada bayi/anak yang

tidak tumbuh (failure to thrive).

GEJALA KLINIK/symptom

·      Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)

pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kejarnya tidak sempurna.

·     Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5 cm/tahun desimal.

·     Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4 cm/tahun kemungkinan ada kelainan hormonal.

·     Umur tulang (Bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.

·     Tanda-tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut ketiak,

panjangnya penis dan volume testis).

·     Wajah tampak lebih muda dari umurnya.

·     Pertumbuhan gigi yang terlambat.

·     Pada gangguan psikososial : polidipsia, poliuria, kebiasaan makan abnormal, dari tempat

sampah, sering muntah. Mencuri makanan, makan tanah, makan dari WC. Buang air

besar/kecil dicelana, terlambat bicara, ”tempertantrum”, insensitif terhadap nyeri, dan

berjalan dalam tidur (”night wandering”).

Page 8: gangguan tumbuh-kembang

·     Keadaan keluarga/rumah kacau karena kurang pengetahuan maka terjadi kegoncangan

psikososial didalam keluarga.Yang dirisaukan adalah masalah keturunan.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS

1.      Anamnesis

      Antenatal, Natal dan Postnatal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan maturasi dalam     

keluarga (pendek, menarche), penyakit infeksi kongenital, KMK (Kecil Masa Kehamilan),

penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna, kardiovaskuler, organ pernafasan dan

ginjal).

2.      Pemeriksaan

a.     Pengukuran anthropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang

lengan,     panjang kaki).

b.    Plot TB dan BB pada kurva pertumbuhan NCHS, dinilai menurut persentil yang sesuai.

c.     Ukur TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya.

d.    Menghitung kecepatan tumbuh tinggi badan (growth velocity) pada pengukuran ulang    

sedikitnya 3 bulan setelah pengukuran pertama.

e.     Kelainan kongenital, kelainan saluran cerna, paru, kardiovaskuler, leher (webbed

neck)    kelenjar tyroid, pertumbuhan gigi.

f.      Tanda-tanda pubertas menggunakan pedoman (standard) dari Tanner.

g.     Mata : Funduskopi, Lapang pandang (visual field)

h.     X-Ray  : - Bone Age (umur tulang)

                          - Tengkorak kepala/Sella Tursica.

                          - Bila perlu CT scan atau MRI

i.       Laboratorium : Darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit, calcium, fosfatase

dan     alkali fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone) atas indikasi.

Page 9: gangguan tumbuh-kembang

j.      Analisa  khromosom.

k.    Endoskopi/Biopsi usus

l.       Pemeriksaan psikologik/psikiatrik.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS/KAUSA

I.      Keterlambatan konstitusional (Constitutional Delay) :

-       Perlambatan pertumbuhan linier pada 3 tahun pertama

-       Maturasi fisik terlambat dibandingkan kelompok umur yang sama

-       Bone age sesuai dengan umur tingginya

-       Tinggi badan maksimalnya normal. 

II.       Keluarga Pendek (familial) disebut juga sebagai variasi normal :

-       Pemeriksaan fisik normal.

-       Kecepatan tumbuh > 4 Cm/tahun, sekitar P25. (masih dalam rentang potensi genetik)

-       Bone age sesuai umur khronologis

-       Maturasi pubertas  normal.

III.    Sindrom Turner :

-       Didapatkan tanpa gejala yang klasik pada 60% kasus.

-       Leher pendek (webbed neck), jarak papilla mammae lebar, maturasi seks terlambat.

-       Setelah usia 9-10 tahun, FSH dan LH menunjukkan kegagalan ovarium.

-       Karyotyping untuk menetapkan diagnosa.

Page 10: gangguan tumbuh-kembang

IV.    Defisiensi Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone Deficiency)

-       Kecepatan tumbuh < 4 Cm/tahun

-       Fungsi Tyroid Normal

-       Bone age terlambat

-       Uji stimulasi/provokasi untuk hormone pertumbuhan

V.      Kelainan Tiroid

-       T4 rendah dan TSH meningkat kemungkinan : Thyroid binding protein defisiensi,

gangguan pituitaria sekunder, gangguan Hipothalamus tertier.

-       Penderita harus dirujuk untuk evaluasi lebih lanjut.

 PENATALAKSANAAN

-         Lihat Algoritma (Berman) lampiran

-         Psikoanalisa (pada ahli psikologi)

-         Medikamentosa

-         Konseling (Genetika atau Psikiatri)

-         Pemantauan (monitoring)

Medikamentosa :

Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar etiologinya. Anak dengan

variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan pengobatan, sedang dengan kelainan

patologis terapi sesuai dengan etiologinya, antara lain :

·          Nutrisi.

Page 11: gangguan tumbuh-kembang

·          Organic disease .

·          Hormonal (pada defisiensi hormon pertumbuhan, sindroma Turner,hipotyroid dan lain-

lainnya)

·          Mechanical/pembedahan (bone lengthening) pada skeletal dysplasia dan tumor.

Implikasi :

         I.      Orang tua bertubuh pendek, kecepatan tumbuh anak normal, bone age sesuai umur

sesungguhnya à anak akan tumbuh dewasa yang pendek, dan tidak perlu pengobatan

khusus hanya konseling untuk mencegah rasa rendah diri dan hambatan perkembangan.

       II.      Kecepatan tumbuh normal, bone age terlambat akan tetapi sesuai dengan umur

tingginya, terdapat riwayat keterlambatan pubertas dalam keluarga. Anak akan mengalami

pubertas yang terlambat, akan tetapi akan mencapai tinggi badan yang normal. Tidak

memerlukan pengobatan khusus.

      III.      Kecepatan tumbuhnya subnormal, bone age terlambat, dibanding umur untuk

tingginya. Anak perlu diselidiki kemungkinan defisiensi hormon pertumbuhan, hypotiroidi

dan penyakit lain.

AUTISME

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang

membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.

Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas

dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan

autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:

interaksi sosial,

komunikasi (bahasa dan bicara),

perilaku-emosi ,

Page 12: gangguan tumbuh-kembang

pola bermain ,

gangguan sensorik dan motorik

perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.

Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah

satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder).

Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan

beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya

hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif

serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.

2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan

aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan

bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada

istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan

keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).

4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak

laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi

kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan

fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-

ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.

5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal

selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-

kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Pervasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS)

umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa

Page 13: gangguan tumbuh-kembang

karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for

Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme

dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa

dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat

neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan

kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan

adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga

dihubungkan pada gejala autisme.

Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

A. Interaksi Sosial (minimal 2):

1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka,

posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju

2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya

3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat

4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

B. Komunikasi Sosial (minimal 1):

1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal

2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris

3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip

4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):

1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan,

baik intensitas dan fokusnya

2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna

3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat

terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda

Page 14: gangguan tumbuh-kembang

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga

masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan

autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa

anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara

(nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya

minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning

autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi,

mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan

mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi

dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan

maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui

media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin

mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi

mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan

autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi,

apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi

yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan

perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10

tahun 1993 dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya

sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Pervasive

Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala

yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial – Komunikasi – Perilaku.

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari

berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi

tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah

berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

Page 15: gangguan tumbuh-kembang

Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak

yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan

perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya

dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan

mendengar dan komunikasi verbal

The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada

masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan

oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.

The Autism Screening Questionare : adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala

item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan

komunikasi dan sosial mereka

The Screening Test for Autism in Two-Years Old : tes screening autisme bagi anak usia 2

tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang

kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan

membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan

kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai

macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting

dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya

standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog,

patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

Gejala

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam

kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa

dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-

anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap

rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa

dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-

goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi

agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar

Page 16: gangguan tumbuh-kembang

kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala

tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi,

beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon

yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising,

cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan

yang menjadi kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para

penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat

sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.

2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta

menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.

4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.

5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang

dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak

'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan

mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang

tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep

yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu

penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua

dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The

National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat

menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :

1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan

Page 17: gangguan tumbuh-kembang

2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam)

hingga usia 12 bulan

3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan

4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan

5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme

tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus

mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric,

Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.

Individu dengan autisme

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an,

bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian

Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari

Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya

mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National

Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa

autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian

Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta

spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan

terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di

Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi

empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan.

Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus

mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat

menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus

utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan

dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada

tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:

Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families

Page 18: gangguan tumbuh-kembang

Chromosome 7 – speech / language chromosome

Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth

Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan

sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil

penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-

faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika

hamil.

Implikasi Diagnosa Autisme

Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti

dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti

tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai continuum autism.

Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini

adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-

observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah,

di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana

hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya mereka yang

‘normal’.

Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul

dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh

yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika

keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang

salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku

mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya

kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga

autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu

adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi

hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan

keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para

profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya:

Page 19: gangguan tumbuh-kembang

perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-

fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang

bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak

sendiri.

Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat

individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low

functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk

menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa

bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada

ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada

pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang

mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple

Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis

sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu

mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang

penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan

kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan

tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita

bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu

memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar

dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan

pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.