Patogenesis Neuropati Diabetika Word Jesno
-
Upload
odiliajessicanpvia -
Category
Documents
-
view
31 -
download
11
description
Transcript of Patogenesis Neuropati Diabetika Word Jesno
PATOGENESIS
Banyak etiologi berperan serta dalam berbagai sindrom neuropati pada penderita diabetes. Hiperglikemia sangat jelas
memegang peranan dalam perkembangan dan progresi neuropati diabetik sama seperti komplikasi mikrovaskuler diabetes
lainnya. Penelitian patofisiologi molekuler dan biokimia neuropati diabetik difokuskan pada jalur metabolisme glukosa.
Jalur utama yang dipengaruhi metabolisme adalah fluks glukosa melalui jalur poliol, jalur hexosamine; aktivasi isoform
protein kinase C (PKC) yang berlebihan; akumulasi dari advanced glycation endproducts (AGEs). Peningkatan stres oksidatif
dalam sel menyebabkan aktivasi jalur polimerase (PARP) dengan meregulasi ekspresi gen yang terlibat dalam promosi reaksi
inflamasi dan disfungsi neuronal. Neuropati diabetik terjadi karena hiperglikemia yang menyebabkan penurunan aliran
neurovaskuler mulai dari iskemia sampai kerusakan neuronal. (lihat gambar 6)
4.1. Jalur Poliol
Enzim aldose reduktase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dan sorbitol dehidrogenase (SDH) mengoksidasi sorbitol
menjadi fruktosa. Kedua enzim ini secara berlebihan diekspresikan pada jaringan yang rentan terhadap komplikasi diabetes.
Hiperglikemia mengaktivasi jalur aldose reduktase dalam jumlah besar. Peningkatan fluks melalui jalur aldose reduktase
menyebabkan peningkatan sorbitol intraseluler, keadaan hipertonis intraseluler relatif dan efluks kompensasi osmolit lain seperti
mioinositol (penting dalam tranduksi sinyal) dan taurin (antioksidan). Nicotinamide adenine dinucleotide phospate
dehidrogenase (NADPH) digunakan oleh aldose reduktase-diperantarai oleh reduksi glukosa menjadi sorbitol dan NADPH habis
untuk regenerasi glutation tereduksi (GSH) sehingga terjadi stress oksidatif.
Gambar 6. Skema efek hiperglikemia terhadap jalur biokimia pada neuropati diabetes.
Langkah kedua dalam jalur poliol yaitu oksidasi sorbitol menjadi fruktosa melalui sorbitol dehidrogenase. Pembentukan
fruktosa meningkatkan glikasi disertai penurunan NADPH memperbanyak terjadinya ketidakseimbangan redoks. Aktivasi aldose
reduktase juga meningkatkan pembentukan diasilgliserol yang akan menganggu jalur PKC.
4.2 Jalur Hexosamine
Jalur hexosamine diimplikasikan sebagai faktor tambahan dalam patologi diabetes yang diinduksi stress oksidatif dan
komplikasinya. Fruktose-6 fosfat merupakan metabolik intermediat glikolisis. Selama metabolisme glukosa, beberapa fruktosa 6-
fosfat mengalami shunt dari jalur glikolitik menjadi jalur hexosamine. Disini fruktosa 6-fosfat dikonversi menjadi glukosamin-6
fosfat oleh glutamine fruktosa-6 fosfat aminotransferase. Glukosamin-6 fosfat kemudian dikonversi menjadi uridine diphospate-
N-acetyl glucosamine (UDPGlcNAc), molekul yang terikat pada serin dan treonin residu faktor transkripsi. Kondisi
hiperglikemia membentuk fluks tambahan melalui jalur hexosamine dan menyebabkan kelebihan GlcNAc serta modifikasi
ekspresi gen abnormal.
Secara spesifik, kondisi hiperglikemia dan kelebihan GlcNAc menyebabkan peningkatan Sp1, suatu faktor transkripsi
terlibat dalam komplikasi diabetik. Sp1 bertanggungjawab dalam ekspresi banyak gen glukosa-induced housekeeping termasuk
transforming growth factor-β1 (TGF- β1) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Ekspresi berlebihan TGF-β1
menyebabkan peningkatan produksi matriks kolagen sehingga meningkatkan fibrosis endotel dan penurunan proliferasi sel
mesangial. Ekspresi berlebihan PAI-1 meningkatkan mitosis sel otot polos vaskuler yang memegang peranan dalam
arterosklerosis. PAI-1 tidak hanya diupregulasi melalui jalur hexosamine tetapi juga jalur PKC. Jadi dua jalur berbeda
menyebabkan komplikasi diabetik melalui mekanisme yang sama.
Selain itu diketahui bahwa GlcNAc menganggu fungsi sel beta dengan menginduksi stres oksidatif; peningkatan glutamine
fructose-6 phosphate aminotransferase atau glukosamin menyebabkan peningkatan kadar hidrogen peroksida dan penurunan
ekspresi gen insulin, glucose transporter 2 dan glucokinase.
4.3 Jalur Protein Kinase C
Jalur protein kinase C (PKC) merupakan mekanisme tambahan dimana hiperglikemia menyebabkan kerusakan pada
jaringan yang rentan komplikasi. Peningkatan kadar glukosa menstimulasi diacyglycerol (DAG) yang selanjutnya meningkatkan
PKC. Peningkatan produksi isoform PKC terlibat dalam ekspresi berlebihan protein angiogenik vascular endothelial growth
factor (VEGF), PAI-1, NF-κB, TGF-β dan perkembangan komplikasi diabetik seperti retinopati, nefropati serta penyakit
kardiovaskuler.
Aktivasi jalur PKC menyebabkan vasokontriksi dan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan hipoksia, angiogenesis,
penebalan membran basalis dan proliferasi endotel. Perubahan dalam aliran darah neurovaskuler ini merupakan sumber peranan
PKC pada neuropati, walaupun penelitian lebih jauh diperlukan untuk mengetahui hubungannya. Aktivasi PKC juga menganggu
fungsi pompa Na-K ATPase dan enzim lain yang penting untuk konduksi saraf. Aktivasi isoform PKC lainnya menunjukkan
penurunan aktivitas Na-K ATPase pada sel otot polos dan menormalkan aktivitas saraf perifer.
4.4 Jalur Advanced Glycation Endproducts
Reaksi non-enzimatik antara reduksi gula atau oxaldehide dan protein/lemak menghasilkan advanced glycation endproducts
(AGEs). Tiga jalur utama bertanggung jawab dalam pembentukan dikarbonil reaktif (prekursor AGE): 1) oksidasi glukosa
membentuk glioxal; (2) degradasi produk Amadori dan 3) penyimpangan metabolisme intermediate glikolitik menjadi
metilglioxal. 7
AGEs merupakan modifikasi heterogen biomolekul intraseluler dan ekstraseluler. Metilglioxal merupakan dikarbonil sangat
reaktif yang menginduksi sensitivitas kerusakan vaskuler sel endotel. Protein AGEs ekstraseluler termasuk protein plasma dan
matriks merusak adhesi seluler dan mengaktivasi reseptor AGEs (RAGE). Interaksi AGE-RAGE mengaktivasi transcription
factor nuclear factor kappa B (NF-κB). NF-κB meregulasi sejumlah aktivitas termasuk inflamasi dan apoptosis. Aktivasi RAGE
neuronal menginduksi stres oksidatif melalui aktivitas NADPH oksidase. Peningkatan kadar AGE dan RAGE ditemukan dalam
jaringan diabetik manusia. Secara kolektif, kerusakan biokimia yang diinduksi AGEs menyebabkan kerusakan aliran darah saraf
dan hilangnya dukungan neurotrofik. 27-31
4.5 Jalur Poli (ADP-ribosa) polimerase
Poli(ADP-ribosa)polimerase (PARP) ditemukan dalam sel Schwann, sel endotel dan neuron sensoris juga terlibat dalam
glukotoksisitas. PARP merupakan enzim inti yang berhubungan erat dengan stres oksidatif-nitrosatif, radikal bebas dan oksidan.
Bukti terakhir juga menyatakan bahwa PARP menyebabkan dan diaktivasi oleh stres oksidatif. PARP bekerja melalui
pembelahan nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) menjadi nicotinamide dan residu ADPribose yang terikat dalam protein
inti. Hasil dari proses ini termasuk deplesi NAD, perubahan transkripsi dan ekspresi gen, peningkatan radikal bebas dan
konsentrasi oksidan serta pengalihan intermediate glikolitik ke jalur patogen seperti pembentukan PKC dan AGE. PARP terlibat
dalam manifestasi abnormal klinis seperti penurunan kecepatan konduksi saraf, neuropati serabut kecil, abnormalitas
neurovaskuler, retinopati, hiperalgesia termal, mekanikal serta taktil alodinia.
4.6 Stres Oksidatif dan Apoptosis
Jalur AGEs, poliol, hexosamine, PKC dan PARP terlibat dalam kerusakan neuronal dengan secara langsung merusak
kapasitas redoks sel, baik melalui pembentukan langsung reactive oxygen species (ROS) atau oleh deplesi komponen penting
siklus glutation.
Jalur hexosamine, PKC dan PARP merusak melalui ekspresi protein inflamasi. Progresivitas neuropati diabetik sepanjang
distal-proksimal akson menyatakan bahwa kerusakan awal berada di akson. Akson sangat rentan terhadap kerusakan akibat
hiperglikemia dikarenakan efek langsung hiperglikemia terhadap suplai aliran darah saraf dan sejumlah besar mitokondria akson.
Banyak bukti menyatakan bahwa lingkungan hiperglikemia bersama suplai darah yang buruk menyebabkan beban berlebihan
terhadap kapasitas metabolik mitokondria sehingga menghasilkan stres oksidatif. Stres oksidatif ini menyebabkan kerusakan
mitokondria diikuti dengan degenerasi aksonal dan kematian.
Kerusakan mitokondria terjadi akibat pembentukan berlebihan ROS dan reactive nitrogen species (RNS). ROS, seperti
superoksida dan hidrogen peroksida, dihasilkan di bawah kondisi normal melalui rantai transfer elektron mitokondria dan secara
normal dilepaskan oleh agen detoksifikasi seluler seperti superoxide dismutase, katalase dan glutation. Hiperglikemia
menyebabkan peningkatan aktivitas mitokondria sehingga meningkatkan produksi ROS.
Peroksinitrit (RNS utama) dibentuk oleh reaksi superoksida dan nitric oxide (NO). RNS memicu sejumlah efek sitotoksik
termasuk nitrosilasi protein dan aktivasi PARP. Kelebihan pembentukan ROS/RNS membebani kapasitas alamiah antioksidan
sel, menyebabkan kerusakan lipid, protein dan DNA. Kerusakan tersebut memperburuk fungsi sel dan integritasnya. Mitokondria
rentan terhadap kerusakan ini karena merupakan asal dari pembentukan ROS/RNS.
Stres oksidatif seluler semakin meningkat bila hiperglikemia menyebabkan produksi berlebihan superoksida sebagai produk
fosforilasi oksidatif mitokondria. Produksi berlebihan superoksida juga menghambat GADPH, menyebabkan akumulasi
intermediate glikolitik upstream. Kerusakan seluler lanjut dan penurunan aliran darah saraf serta iskemia terjadi karena
intermediate tersebut memperbanyak produksi aldose reduktase, hexosamine, PKC dan AGEs. Secara ringkas, stres oksidatif dan
ROS menghubungkan jalur metabolik dan mediator fisiologis yang terlibat pada disfungsi progresif, kerusakan dan hilangnya
serabut saraf pada neuropati diabetik.
Pembentukan ROS mengawali siklus dimana stres oksidatif sendiri menganggu mekanisme antioksidan alamiah. Stres
oksidatif tidak hanya merusak DNA, protein dan membran mitokondria tetapi juga mengawali jalur sinyal yang menyebabkan
destruksi mitokondrial terlokalisir disebut mitoptosis yang selanjutnya memicu apoptosis.
4.7 Inflamasi
Agen inflamasi termasuk protein C-reaktif dan TNF-α didapatkan pada diabetes melitus tipe 1 dan 2. Kadar tinggi protein
ini berhubungan dengan insidens neuropati. Ketika kelebihan glukosa dipintas melalui jalur alternatif metabolik seperti fructose-6
phospate atau diasilgliserol, intermediate signalling dan modifikasi transcription factor menyebabkan peningkatan TGF-β dan
NF-κB. Pemecahan glikolitik triose fostat akan membentuk AGEs. AGE ekstraseluler lainnya mengaktivasi RAGE yang juga
menimbulkan signaling inflamasi intraseluler untuk upregulasi NF-κB.
Semua mekanisme inflamasi pada neuropati diabetik merupakan akibat dari aktivasi NF-κB. Aktivasi kronis NF-κB
menyebabkan pembuluh darah dan sel saraf lebih rentan terhadap kerusakan akibat reperfusi iskemia. Reperfusi-iskemia
mengakibatkan terjadinya infiltrasi luas monosit makrofag dan inflitrasi sedang granulosit pada saraf tepi diabetik. Sitokin yang
diinduksi oleh NF-κB dalam sel endotel, sel Schwann dan neuron juga menyebabkan rekruitmen makrofag pada saraf diabetik.
Makrofag menyebabkan neuropati diabetik melalui sejumlah mekanisme, termasuk produksi ROS, sitokin dan protease, yang
menimbulkan kerusakan mielin dan kerusakan oksidatif seluler. Rekruitment berlebihan makrofag menganggu regenerasi
neuropati diabetik.
4.8 Growth factor
Growth factor membantu pertumbuhan dan kelangsungan hidup neuron. Neuropati diabetik diketahui mengalami degenerasi
neuronal dan kerusakan sel Schwann, gangguan growth factor seperti nerve growth factor (NGF), insulin-like growth factor
(IGF) dan neurotrophin 3 (NT-3) yang terlibat dalam patogenesis neuropati diabetik. Faktor-faktor ini terikat pada reseptor
heterodimeric tyrosine kinase
Kadar ekspresi berbagai growth factor terganggu pada model neuropati diabetik. NGF merupakan growth factor yang paling
banyak dipelajari pada neuropati diabetik. NGF diproduksi oleh otot dan keratinosit dan reseptor trkA-nya diekspresikan pada
neuron simpatis dan sensoris. Kadar NGF berkurang pada berbagai model diabetik. Tetapi ketika kadar glukosa kembali normal
maka kadar NGF juga kembali normal. Hal ini menunjukkan bahwa diabetes, baik oleh karena hiperglikemia maupun
kekurangan insulin, mempunyai kemampuan meregulasi growth factor. Tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan hasil
berbeda mengenai kadar ekspresi NGF ini. Sama seperti pada NGF, IGF I dan II diregulasi juga dibawah kondisi diabetik melalui
pemberian insulin.
NT-3 diekspresikan pada otot dan kulit. NT-1 dapat bersinyal melalui trkA dan B dan umumnya melalui trkC. Seperti trkB,
trkC ditemukan pada motor neuron dan populasi neuron sensoris diameter besar yang bertanggungjawab terhadap propriosepti f
dan sensasi taktil. Sama seperti penelitian dengan growth factor lainnya, perubahan pada ekspresi NT-3 di diabetes belum secara
konsisten tercatat. Kadar protein NT-3 diupregulasi pada saraf suralis dengan kadar mRNA yang dilaporkan dapat meningkat dan
menurun.
Akibat proses-proses di atas terjadi perubahan morfologi saraf yaitu hilangnya serabut saraf, atrofi akson, edema nodus
Ranvier, disfungsi aksoglia dan edema endoneurial, keadaan ini menyebabkan terjadinya perubahan struktural saraf perifer,
yaitu :
- Degenerasi Wallerian
Mengenai akson dan selubung myelin, akson yang terputus dari pusat akan menyusut, akson dan myelin terpecah,
destruksi oleh makrofag, degenerasi terjadi pada bagian proksimal sepanjang 1-2 segmen, perubahan perikarion, badan
Nissl terpecah dan menghilang, nukleus pindah ke pinggir sel, sel Schwann berproliferasi terjadi lesi transversa pada
berkas saraf.
- Degenerasi aksonal
Degenerasi akson pertama kali terjadi terutama pada bagian distal selanjutnya berkembang ke proksimal, proses
selanjutnya seperti degenerasi Wallerian
- Demielinisasi dan remielinisasi sel Schwann
Lesi terjadi pada sel Schwann, demielinisasi dimulai di daerah nodus Ranvier, meluas ke segmen internodus, destruksi
oleh sel makrofag, terjadi remielinisasi pada sel Schwann, keadaan ini dapat terjadi berulang-ulang sehingga terjadi
proliferasi sel Schwann yang tersusun konsentris, berlapis-lapis sehingga terjadi benjolan pada saraf.
Manifestasi neuropati diabetik yang paling sering dikeluhkan oleh penderita adalah rasa nyeri. Nyeri neuropati diabetik
merupakan salah satu gejala positif dari neuropati diabetik perifer. Patofisiologi timbulnya gejala nyeri masih banyak yang belum
dimengerti dan alur neurologik terjadinya nyeri juga masih membingungkan. Pada model hewan menunjukkan adanya kepekaan
dari akson perifer yang cedera dan sistem saraf pusat. Kepekaan saraf perifer ditunjukkan dengan tanggapan yang berlebihan dari
saluran natrium dan khususnya reseptor adrenergik, pada aferen perifer yang tidak bermielin juga dikeluarkan sejumlah peptida,
terutama 11-aminoacid peptide substance P yang merupakan vasodilator kuat dan penarik kimia untuk sel darah putih serta
menyebabkan lepasnya histamine dan serotonin dari platelet. Sedangkan perubahan saraf pusat ditunjukkan dengan peningkatan
sensitivitas dari reseptor N-methyl-D-aspartate (NDMA) juga reseptor glutamine-activated yang mengubah reseptor opiate dan
neuropeptida lainnya.
Pada beberapa peneliti menduga bahwa nyeri ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi serabut kecil tidak bermielin tipe C
nosiseptif dan sedikit serabut bermielin A delta namun berkaitan dengan serabut bermielin besar. Setelah terjadi cedera pada saraf
perifer karena kadar gula darah tinggi yang berlangsung lama, beberapa serabut C akan mengalami kehilangan kontak sinaptik
dengan medula spinalis dan terjadi degenerasi aksonal. Sebagai mekanisme kompensasi, pada serabut besar bermielin akan
timbul tunas di daerah yang mengalami kehilangan sinap, yaitu di daerah superfisial dari kornu dorsalis medula spinalis. Pada
keadaan yang sama pembentukan tunas kolateral, serabut besar juga timbul cetusan ektopik abnormal, hal ini merupakan
penggerak utama terjadinya nyeri neuropati. Teori ini didukung dengan percobaan bahwa anestesi lokal dosis rendah dapat
menahan cetusan ektopik
dengan menghasilkan efek analgesik bermakna pada hewan percobaan dan percobaan klinik dengan nyeri neuropati. Komponen
nyeri neuropati lain adalah hilangnya inhibisi pada medula spinalis (terjadinya degenerasi dari γ-aminobutyric acid = GABA-
ergik pada kornu dorsalis) memperlihatkan adanya eksitotoksisitas dengan pengeluaran glutamate dan aspartat yang berlebihan