Patofisiologi Malaria Serebral

10
MALARIA SEREBRAL Definisi Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat. Pada malaria falciparum, 10% kasus akan mengalami komplikasi malaria serebral dan jumlah ini memenuhi 80% kematian pada malaria. Malaria serebral merupakan penyebab utama ensefalopati non-traumatik di dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada manusia. 1,2 Etiopatogenesis 3 Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. selain itu, beberapa faktor yang juga mempengaruhi manifestasi neurologi pada malaria, antara lain: Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada anak), dan psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat

description

pediatri

Transcript of Patofisiologi Malaria Serebral

Page 1: Patofisiologi Malaria Serebral

MALARIA SEREBRAL

Definisi

Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium

falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran,

kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian

jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat. Pada malaria

falciparum, 10% kasus akan mengalami komplikasi malaria serebral dan

jumlah ini memenuhi 80% kematian pada malaria. Malaria serebral merupakan

penyebab utama ensefalopati non-traumatik di dunia, sehingga merupakan

penyakit parasitik terpenting pada manusia.1,2

Etiopatogenesis 3

Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler

di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel

darah. selain itu, beberapa faktor yang juga mempengaruhi manifestasi

neurologi pada malaria, antara lain:

Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada

anak), dan psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat panas

diturunkan. Apabila kesadaran tidak mengalami gangguan setelah

serangan kejang atau demam, maka prognosis penderita umumnya baik.

Obat-obat antimalaria, seperti klorokuin, kuinin, meflokuin, dan

halofantrin juga dapat menyebabkan gangguan perilaku, kejang,

halusinasi, dan psikosis. Bila tidak terdapat demam tinggi atau parasitemia

yang menyertai manifestasi neurologis, maka kemungkinan penyebabnya

adalah obat antimalarial.

Hipoglikemia, pada infeksi malaria berat , dapat terjadi hipoglikemia.

Kejadian hipoglikemia lebih sering terjadi pada ibu hamil. Perlu adanya

pertimbangan pemberian infus dextrose 25-50% untuk mengatasi hal ini.

Page 2: Patofisiologi Malaria Serebral

Hiponatremia, hampir selalu terjadi pada kasus yang dialami orang tua

danseringkali akibat muntah berlebih.

Anemia berat dan hipoksemia dapat menyebabkan disfungsi serebral

pada pasien dengan malaria.

Patofosiologi

Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit masih

belum diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan

mikrosirkulasi serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya

masih merupakan hipotesis. Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk

anopeles betina menggigit manusia, akan masuk kedalam sel hati dan terjadi

skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati yang matang akan pecah dan selanjutnya

merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra eritrosit,

menyebabkan eritrosit mengalami perubahan seperti pembentukan knob,

sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.2

Gambar 1. Lingkaran Hidup Plasmodium falsiparum2

Page 3: Patofisiologi Malaria Serebral

Eritrosit Parasit (EP)

Nyamuk Anopheles betina adalah vektor, menyuntikkan sporozoit saat

menghisap darah manusia. Setelah inokulasi, parasit bersembunyi dan bereplikasi

di hati selama rata-rata 5,5 hari di dalam P. falciparum, setelah 105 sampai 106

merozoit yang dilepaskan ke dalam aliran darah. Pada malaria yang disebabkan

oleh P. vivax dan P. ovale, tetapi tidak P. falciparum, beberapa parasit tinggal di

hati; hipnozoit ini dapat menyebabkan kekambuhan setelah pengobatan. Merozoit

cepat menyerang eritrosit, dimana siklus eritrositik parasit dimulai. Parasit matang

dari bentuk cincin kecil menjadi pigmen yang mengandung trofozoit, dan diberi

nama skhizon. setelah 48 jam eritrosit pecah dan 6 sampai 36 meroizoit

dilepaskan, yang akan menyerang eritrosit. Ini memberikan eksponensial

perluasan infeksi pada inang manusia, dengan faktor pengali sekitar 10, tapi

kadang-kadang sampai 20 per generasi baru, seperti diamati dalam studi awal

terhadap P. Falciparum sebagai pengobatan untuk syphilis. Tiga belas hari setelah

inokulasi jumlah parasit telah meningkat dari sekitar 10 sampai 1010 parasit, dan

pasien mulai demam. Pada pasien non-imun penyakit ini dapat dengan cepat

berkembang menjadi parah jika infeksi ini tidak diobati, dengan peningkatan

jumlah parasit dalam tubuh hingga 1012 sampai 1013.4

EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan

kemampuan adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan

menyebabkan sel ini sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini

berpengaruh terjadinya sitoadherens dan sekuestrasi.2

Sitoadherens

Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotel

vaskular. Sitoadherens merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler

dan venula post-kapiler. Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan

gangguan aliran mikrovaskular sehingga terjadi anoksia/hipoksia jaringan.2

Meskipun secara sporadis P. vivax dapat menyebabkan penyakit berat

pada manusia, termasuk edema paru, haemoglobinuria dan sangat jarang koma,

sebagian besar penyakit berat disebabkan oleh P.falciparum. Namun ini juga satu

Page 4: Patofisiologi Malaria Serebral

satunya spesies yang menginduksi sitoadherens ke endotel vaskular eritrosit yang

mengandung bentuk dewasa parasit. Sebagai parasit dewasa, protein parasit

diangkut dan dimasukkan ke dalam membran eritrosit. Molekul tinggi

transmembran protein P. falciparum eritrosit protein membran 1 atau PfEMP1

adalah ligan yang paling penting bagi sitoadherens. Kondisi demam yang

meningkatkan ekspresi, PfEMP1 dimediasi sitoadhesi dimulai pada sekitar 12 jam

dari perkembangan parasit, 50% dari efek maksimum diperoleh pada 14-16 jam,

dan adherens sangat efektif di babak kedua siklus hidup parasit. Ketika parasite

ditemukan dalam jumlah yang signifikan (> 20% dari total parasit) ini adalah

tanda prognosis yang buruk. PfEMP1 dikodekan oleh suatu keluarga gen VAR

dengan variasi yang banyak yang terdiri dari sekitar 60 gen. Variasi antigenik dari

klonal ini membantu parasit melarikan diri dari sistem imun. kekebalan tubuh

PfEMP1 diekspresikan pada permukaan 'knob', yang dapat diidentifikasi oleh

mikroskop elektron sebagai tonjolan dari membran eritrosit pada endotelium

pembuluh darah. Protein permukaan lain yang mungkin berperan dalam

sitoadherens yaitu rifin10 dan sequestrin. Pada endotel pembuluh darah banyak

reseptor yang dapat mengikat PfEMP1 yang telah diidentifikasi dengan distribusi

yang berbeda pada berbagai organ. Interselular adhesi molekul 1 (ICAM-1)

adalah reseptor yang paling penting pada endothelium otak, dan ekspresinya

diregulasi oleh sitokin pro-inflamasi TNF-α. Gaya elektrostatik mungkin penting

selain faktor sterik dalam mengikat PfEMP1 dengan reseptornya. Permukaan

potensial spektroskopi 'knob' telah mengungkapkan bahwa knob-knob bersifat

positif (+20 mV), sedangkan membran plasma endotel dan reseptor memiliki

permukaan negatif. Sitoadherens menyebabkan penyerapan eritrosit terparasit

dalam mikrosirkulasi, terutama kapiler dan venula pasca kapiler.4

Sekuestrasi

Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ vital.

Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa,

hepar, otot dan ginjal. Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara

parasitemia di perifer dan jumlan total parasit dalam tubuh.2

Page 5: Patofisiologi Malaria Serebral

Rosetting

Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi oleh

sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga.

Rosetting berperan dalam terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun

demikian peranan rosetting dalam pathogenesis malaria berat masih belum jelas.2

Sitokin

Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada

penderita malaria terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT

dan IL-3 juga meningkat pada malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling

berinteraksi dan menghasilkan efek patologi Meskipun demikian peranan

sitokin dalam patogenesis malaria berat masih dalam perdebatan.2

Eritrosit yang terinfeksi P. vivax tidak berikatan dengan endotel, sehingga

merupakan satu alasan mengapa malaria vivax tidak bisa menyebabkan malaria

serebral walaupun kadar TNF-α dalam plasma sangat tinggi. Meskipun

demikian, peran TNF-α dalam patogenesis penyakit malaria lebih bersifat

fisiologis dibanding patologis. Jika dicapai kadar optimal dari TNF-α akan

memberikan proteksi, tetapi jika kadarnya terlalu tinggi akan menimbulkan

reaksi patologis.2

Apa penyebab koma pada malaria serebral ?

Sebuah model patofisiologi konklusif menjelaskan koma reversibel pada

malaria serebral falciparum tidak ada. Ciri utama adalah obstruksi homogen dari

mikrosirkulasi otak oleh sekuestrasi eritrosit parasit yang menyebabkan dysoxia

tetapi tidak ada infark jaringan otak, dan mengakibatkan produksi laktat

oleh otak. Kekurangan deformabilitas sel darah merah dan kekuatan perlengketan

terkait dengan rosetting dan auto-aglutinasi berkontribusi terhadap

mikrosirkulasi. Ini tidak mengecualikan keterlibatan host lain atau faktor dari

parasit dalam patogenesis koma, bahkan gangguan aliran darah mungkin

merupakan fokus kejadian ini. Produksi NO yang berlebihan atau sitokin lain

yang belum dievaluasi mungkin merusak neurotransmisi, tapi peran mereka tetap

Page 6: Patofisiologi Malaria Serebral

masih menjadi hipotetis. Aksonal akumulasi β-amiloid prekursor protein sebagai

ukuran gangguan transportasi aksonal telah menjadi bukti dari studi otopsi dan

mungkin merupakan langkah akhir yang dapat menjelaskan disfungsi neurologis

reversibel pada malaria serebral.4

REFERENSI

1. Brust JL. Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America :

Mc Graw Hill. 2007; Pg 440-44.

2. Anonymous. Malaria Berat, (online);

(URL:http://internis.files.wordpress.com), diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

3. Anonymous. Malaria Serebral, (online);

(URL:http://www.healthcaremagic.com), diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

4. Dondorp AM. Pathophysiology, clinical presentation and treatment of cerebral

malaria. Neurology Asia 2005;10:67-77.