PARADIGMA INTERPRETIF (Kelompok).doc

7
PARADIGMA INTERPRETIF A. Pendahuluan Burrel dan Morgan (1994) berpendapat bahwa paradigma interpretif menggunakan cara pandang yang nominalis yang melihat realitas sosial sebagai sesuatu yang hanya merupakan tabel, nama, atau konsep yang digunakan untuk membangun realitas, dan bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan hanyalah penamaan atas sesuatu yang diciptakan oleh manusia atau merupakan produk manusia itu sendiri. Alternatif paradigma interpretif berasal dari filosofis Jerman yang lebih menekankan pada peran bahasa, interpretasi (penafsiran), dan pemahaman dalam ilmu sosial (social science). Dalam gagasannya, Chua (1986) menjelaskan paradigma interpretif ini dalam asumsi-asumsi yang sudah diklasifikasikannya: a. Keyakinan tentang realita fisik dan sosial Schultz (1962) dalam Chua (1987) memulai gagasan bahwa apa yang diberikan kepada kehidupan sosial adalah pengalaman hidup yang tidak pernah terputus. Kesadaran ini tidak memiliki arti atau identitas diskrit sampai manusia mengalihkan perhatian mereka (self-reflect) pada hal tersebut dan memberi arti di dalamnya. Pengalaman bermakna yang terjadi dimasa lalu disebut dengan perilaku. Ilmu sosial umumnya berkaitan dengan perilaku (tindakan) bermakna yang berorientasi ke masa depan dan diarahkan menuju pencapaian tujuan tertentu. Karena tindakan secara

Transcript of PARADIGMA INTERPRETIF (Kelompok).doc

Page 1: PARADIGMA INTERPRETIF (Kelompok).doc

PARADIGMA INTERPRETIF

A. Pendahuluan

Burrel dan Morgan (1994) berpendapat bahwa paradigma interpretif menggunakan cara

pandang yang nominalis yang melihat realitas sosial sebagai sesuatu yang hanya

merupakan tabel, nama, atau konsep yang digunakan untuk membangun realitas, dan

bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan hanyalah penamaan atas sesuatu yang diciptakan

oleh manusia atau merupakan produk manusia itu sendiri.

Alternatif paradigma interpretif berasal dari filosofis Jerman yang lebih menekankan pada

peran bahasa, interpretasi (penafsiran), dan pemahaman dalam ilmu sosial (social science).

Dalam gagasannya, Chua (1986) menjelaskan paradigma interpretif ini dalam asumsi-

asumsi yang sudah diklasifikasikannya:

a. Keyakinan tentang realita fisik dan sosial

Schultz (1962) dalam Chua (1987) memulai gagasan bahwa apa yang diberikan kepada

kehidupan sosial adalah pengalaman hidup yang tidak pernah terputus. Kesadaran ini

tidak memiliki arti atau identitas diskrit sampai manusia mengalihkan perhatian mereka

(self-reflect) pada hal tersebut dan memberi arti di dalamnya. Pengalaman bermakna

yang terjadi dimasa lalu disebut dengan perilaku.

Ilmu sosial umumnya berkaitan dengan perilaku (tindakan) bermakna yang berorientasi

ke masa depan dan diarahkan menuju pencapaian tujuan tertentu. Karena tindakan

secara intrinsik diberkahi dengan arti subjektif oleh pelaku dan selalu disengaja,

tindakan tidak dapat dipahami tanpa merujuk pada maknanya. Namun dalam kehidupan

sehari-hari, tindakan penuh dengan makna subjektif. Sementara manusia akan terus

menerus menyusun dan mengklasifikasikan pengalaman yang sedang berlangsung

sesuai dengan skema interpretatif, skema ini pada dasarnya sosial dan intersubjektif.

Kita tidak hanya menafsirkan tindakan kita sendiri tetapi juga orang lain dengan siapa

kita bertindak, dan sebaliknya.

b. Keyakinan tentang pengetahuan

Paradigma interpretatif berusaha untuk memahami tindakan manusia dengan

memposisikan mereka ke dalam satu set tujuan dari tujuan individu dan struktur sosial

yang bermakna. Penjelasan tersebut harus sesuai dengan kriteria tertentu.

Page 2: PARADIGMA INTERPRETIF (Kelompok).doc

Pertama adalah konsistensi logis. Schultz (1962, hal.43) menulis bahwa "sistem

konstruk khas yang dirancang oleh ilmuwan harus didirikan dengan tingkat

tertinggi kejelasan dan keunikan dari kerangka konseptual tersirat dan harus

sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip logika formal". Dalil tersebut diperlukan

untuk menjamin "validitas objektif dari objek pemikiran yang dibangun oleh

ilmuwan sosial".

Kedua adalah "penafsiran subyektif". Hal ini berarti bahwa ilmuwan mencari arti

suatu tindakan yang dilakukan oleh pelaku.

Masih terdapat kesulitan untuk menentukan prosedur yang tepat guna pelaksanaan

penelitian interpretif, karena metode yang diterapkan mirip dengan antropolog. Mereka

menekankan pengamatan, kesadaran isyarat linguistik (bahasa), dan perhatian terhadap

detail.

c. Keyakinan tentang dunia sosial

Keyakinan utama tentang manusia adalah (a) anggapan tentang tujuan tindakan

manusia, dan (b) asumsi penyusunan, makna yang telah diberikan menyusun tindakan.

Namun, Schultz berpendapat tujuan itu selalu memiliki unsur masa lalu, hanya yang

sudah berpengalaman mungkin diberkahi dengan makna pada masa lalunya.

Selanjutnya, tujuan didasarkan pada perubahan konteks sosial dan tidak serta merta ada.

d. Teori dan Praktek

Fay (1975) menunjukkan bahwa pengetahuan interpretatif mengungkapkan kepada

orang apa yang mereka dan orang lain lakukan ketika mereka bertindak dan berbicara

seperti yang mereka lakukan. Ia melakukannya dengan menyorot struktur simbolik dan

diambil untuk diberikan-tema yang memberikan pola pada dunia ini dengan cara

berbeda. Interpretatif tidak berusaha untuk mengontrol fenomena empiris, ia tidak

memiliki aplikasi teknis. Sebaliknya, tujuan dari interpretatif adalah untuk memperkaya

pemahaman masyarakat akan arti tindakan mereka, sehingga meningkatkan

kemungkinan komunikasi timbal balik dan pengaruh. Dengan menunjukkan apa yang

dilakukan orang, itu memungkinkan kita untuk memahami bahasa baru dan bentuk

kehidupan.

Page 3: PARADIGMA INTERPRETIF (Kelompok).doc

Dengan demikian berdasarkan uraian di atas kami menyimpulkan bahwa paradigma

interpretif merupakan suatu sudut pandang yang menitikberatkan pada

B. Struktur Paradigma Interpretif

Struktur paradigma menurut Burrel dan Morgan (1994) yaitu:

a. Hermeneutics

Hermeneutics menginterpretasikan dan memahami hasil pemikiran manusia yang

memberikan ciri pada dunia sosial dan kultural.

b. Solipsism

Solipsism mewakili bentuk paling ekstrim dari idealis subyektif yang menolak bahwa di

dalam dunia tidak terdapat realitas independen yang berbeda. Untuk seorang yang

beraliran solipis, dunia adalah hasil ciptaan pikirannya, secara ontologis tidak ada

eksistensi diluar sensasi yang diadakan oleh pikiran dan tubuhnya.

c. Phenomenology

Phenomenology terpecah menjadi dua yaitu fenomenologi transendental dan

fenomenologi eksistensial.

Phenomenology transendental dikembangkan oleh Husserl menyatakan bahwa

sains sangat ditentukan oleh karakter intensionalitas. Aliran ini berupaya mencapai

obyektifitas absolut dalam menghasilkan sains. Oleh karena itu, penelitian model

ini cenderung menggunakan analisis kesadaran dan mengabaikan realita.

Phenomenology eksistensial muncul dengan adanya penelitian Heidegger,

Merleau-Ponty, Sartre dan Shutz dimana mereka memiliki kesamaan dengan

menempatkan dunia nyata dengan kehidupan sehari-harinya sebagai lawan dari

kesadaran transedental.

d. Phenomenological Sociology

Phenomenological sociology berkembang menjadi dua aliran yaitu Ethnomethodology

dan Symbolic Interaction.

Ethnomethodology, aliran ini merupakan suatu pemahaman mendetail dari dunia

dengan kesehariannya sehingga pada dasarnya aliran ini mencari suatu aktifitas

praktek, kondisi praktek serta alasan sosiologis praktik dalam suatu penelitian

empiris dan mengganggap terjadinya suatu even tertentu sebagai suatu fenomena.

Page 4: PARADIGMA INTERPRETIF (Kelompok).doc

Symbolic Interaction menekankan perlunya interaksi dimana individu menciptakan

dunia sosial mereka sendiri bukan hanya bereaksi terhadapnya, dengan demikian

aliran ini diturunkan dari lingkungannya bukan dari individu atau pelaku.

Gambar 1Struktur paradigma Burrell dan Morgan (1994)

C. Paradigma Interpretif dalam Penelitian

Berikut ini merupakan aspek-aspek kunci dalam melakukan penelitian dengan

menggunakan paradigma interpretif:

No Aspek Kunci Keterangan

1Alasan melakukanpenelitian

Untuk memahami dan menjelaskan tindakan-tindakan manusia.

2Asumsi tentang sifat realita sosial

Realita diciptakan oleh manusia sendiri melalui tindakan dan interaksi mereka.

3Asumsi tentang sifat manusia

Makhluk sosial yang bersama‐sama menciptakan arti untuk digunakan sebagai pegangan hidup.

4Peran common sense

Sebagai pegangan yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

5 Sifat dari teori yang Gambaran tentang berbagai sistem makna dari sebuah kelompok

Page 5: PARADIGMA INTERPRETIF (Kelompok).doc

No Aspek Kunci Keterangandihasilkan terbentuk dan menjadi langgeng.

6Penjelasan yang dianggap baik

Masuk akal bagi para pelakunya dan dapat membantu orang lain memahami dunia para pelakunya.

7Bukti yang dianggap baik

Diperoleh langsung dari pelakunya dalam sebuah konteks yang spesifik.

8Nilai‐nilai pribadi pelaku dalam ilmu dan penelitian

Nilai‐nilai adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Tidak ada yang salah/benar, yang ada hanya “berbeda.

9Metode penelitian yang digunakan

Studi kasus spesifik dengan penggunaan alat-alat kualitatif secara intensif, meliputi wawancara, observasi, dan analisis dokumen.