Paper Strabismus
-
Upload
utami-handayani-kurnia -
Category
Documents
-
view
242 -
download
3
description
Transcript of Paper Strabismus
BAB I
PENDAHULUAN
Strabismus (mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada
satu obyek yang menjadi pusat perhatian secara bersamaan. Keadaan ini bisa menetap
(selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang muncul dalam keadaan tertentu
saja seperti saat sakit atau stress. Mata yang tampak juling dapat terlihat lurus dan
yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling.
Terdapat beberapa jenis strabismus, yaitu Esotropia : mata bergulir ke arah dalam,
Eksotropia : mata bergulir ke arah luar, Hipertropia : mata bergulir ke arah atas, dan
Hipotropia : mata bergulir ke arah bawah
Penyebab strabismus yang pasti belum seluruhnya diketahui. Terdapat enam otot
mata yang mengontrol pergerakan bola mata. Agar kedua mata lurus dan dapat
berfokus pada satu objek yang menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata
harus seimbang dan bekerja secara bersama-sama.
Strabismus terjadi bila terdapat tarikan yang tidak sama pada satu atau beberapa otot
yang menggerakan mata. Selain itu, dapat pula terjadi karena adanya kelumpuhan
pada satu atau beberapa otot penggerak mata. Strabismus lazim ditemukan pada anak-
anak dengan kelainan pada otak, seperti down syndrome, anak yang lahir prematur,
hydrocephalus, tumor otak, atau cerebral palsy. Pada orang dewasa, strabismus
biasanya disebabkan oleh katarak, stroke, diabetes mellitus, tumor otak atau trauma
yang mengenai penglihatan.
Penanganan dini terhadap strabismus penting dilakukan agar tidak terjadi gangguan
mata yang lebih berat seperti terjadi ambliopia, dimana tajam penglihatan tidak
mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensianya walaupun sudah dikoreksi
kelainan refraksinya. Setelah pemeriksaan mata lengkap, dokter spesialis mata dapat
merekomendasikan terapi yang sesuai. Menutup mata yang normal dengan sebuah
penutup (patching) bisa memperbaiki penglihatan pada mata yang melenceng dengan
cara memaksa otak untuk menerima suatu gambaran dari mata tanpa menghasilkan
penglihatan ganda. Pada beberapa kasus, pemberian kacamata dapat meluruskan
kedudukan bola mata. Terapi lain berupa tindakan operasi untuk menyeimbangkan
otot yang tidak seimbang atau operasi katarak bila terdapat katarak.
BAB II
ISI
2.1 Epidemiologi
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar
3% remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam
perbandingan yang sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh,
jika salah satu atau kedua orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan
anaknya akan strabismus juga. Namun, beberapa kasus terjadi tanpa adanya
riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus,
pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.
2.2 Fisiologi
2.2.1 Aspek Motorik
Fungsi masing-masing otot
Fungsi masing-masing otot dari keenam otot ekstraokular (tabel 2.2.1)
berperan dalam menentukan posisis mata mengelilingi tiga sumbu rotasi.
Kerja primer suatu otot adalah efek utama yang ditimbulkannya pada rotasi
mata. Efek yang lebih kecil disebut efek sekunder atau tersier. Kerja pasti
setiap otot bergantung pada arah mata dalam ruang.
Otot rektus medialis dan lateralis masing-masing menyebabkan aduksi dan abduksi
mata, dengan efek ringan pada elevasi dan torsi. Otot rektus vertikalis dan oblikus
memiliki fungsi rotasi vertikal dan torsonial. Secara umum, otot-otot rektus
vertikalis merupakan elevator dan depresor utama pada mata, dan otot oblikus
terutama berperan dalam gerakan torsonial. Efek vertikal otot rektus superior dan
inferior lebih besar apabila mata dalam keadaan abduksi. Efek vertikal otot oblikus
lebih besar apabila mata dalam keadaan aduksi.
OTOT KERJA PRIMER KERJA SEKUNDER
Rektus lateralis Abduksi Tidak ada
Rektus medialis Aduksi Tidak ada
Rektus superior Elevasi Aduksi, intorsi
Rektus inferior Depresi Aduksi, ekstorsi
Oblikus superior Intorsi Depresi, abduksi
Oblikus inferior Ekstorsi Elevasi, abduksi
Bidang kerja
Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh tarikan keenam
otot ekstraokuler. Mata berada pada posisi memandang primer (primary
position of gaze) sewaktu kepala dan mata terletak sejajar dengan benda yang
dilihat. Untuk menggerakan mata pada arah pandang yang lain, otot agonis
menarik mata ke arah tersebut dan otot antagonis melemas. Bidang kerja
suatu otot adalah arah pandang bagi suatu otot tu untuk megeluarkan daya
kontraksi yang terkuat sebagai suatu yang agonis .
Otot-otot sinergistik dan antagonistik (hukum Sherrington)
Otot-otot Sinergistik adalah otot-otot yang memepunyai bidang kerja yang
sama. Dengan demikian, untuk tatapan kedepan otot rektus superior dan
oblikus inferior bersinergi menggerakan mata ke atas. Otot-otot yang
sinergistik untuk suatu fungsi mukin antagonistik untuk fungsi yang lain.
Misalnya otot rektus superior dan oblikus inferior adalah antagonis untuk
torsi, karena otot rektus superiormenyebabkan intorsi dan otot oblikus inferior
menyebabkan ekstorsi. Otot-otot ekstraokular seperti seperti otot
rangka ,memeperlihatkan persarafan timbal balik otot-otot antagonistik
(Hukum Sherrington). Dengan demikian pada dextroversi (menatap ke
kanan), otot rektus lateralis medialis kanan dan lateralis kiri menaglami
inhibisi sementara otot rektus lateralis kanan dan lateralis kiri terstimulasi.
Otot-otot pasangan searah (Hukum Hering)
Agar oergerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot-otot agonis yang
berkaitan harus mendapatkan persarafan yang setara (Hukum Henring). Pasangan
otot agonis dengan kerja primer yang sama disebut pasangan searah (yoke pair.
Otot rektus lateralis kanan dan rektus medialis kiri merupakan pasangan searah
untuk melihat ke kanan. Otot rektus inferior kanan dan oblikus superior kiri adalah
pasangan searah yang memandang ke bawah dan ke kanan.
Mata ke atas dan kanan RSR dan LIO
Mata ke atas dan kiri LSR dan RIO
Mata ke kanan RLR dan LMR
Mata ke kiri LLR dan RMR
Mata ke bawah dan kanan RIR dan LSO
Mata ke bawah dan kiri LIR dan RSO
Perkembangan gerakan binokular
Sistem neuromuskular pada bayi yang belum matang sehingga tidak jarang
pada bulan-bulan pertama setelah lahir kesejajaran mata belum stabil.
Esodeviasi sementara adalah penyimpangan yang paling sering dijumpai dan
mungkin berkaitan dengan ketidakmatangan sistem akomodasi-konvergensi.
Terjadi perbaikan bertahap ketajaman penglihatan disertai pematangan sistem
okulomotor sehingga pada usia 4 bulan penjajaran mata telah stabil.
2.2.2 Aspek Sensoris
Penglihatan Binokular
Di masing-masing mata apapun yang tercermin di fovea akan terlihat secara
subyektif sebagai tepat di depan. Dengan demikian, apabila dua benda yang
tidak serupa dicerminkan di kedua fovea, kedua benda tersebut akan tampak
tumpang tindih, tetapi ketidak serupaan tersebut menghambat fusi untuk
membentuk satu impresi. Karena perbedaan titik yang menguntungkan dalam
ruangan untuk masing-masing mata, bayangan di satu mata sebernarnya
sedikit berbeda dengan mata yang lain. Fungsi sensorik dan stereopsis
merupakan dua aspek fisiologis yang berbeada dan berperan dalam
penglihatan binokuler.
Fusi sensorik dan stereopsis
Fusi sensorik adalah membuat perbedaan-perbedaan antara dua bayangan
yang tidak disadari. Di bagian perifer retina masing-masing mata, terdapat
titik-titik korespondensi yang apabila tidak terdapat pada fusi melokalisasi
rangsangan pada arah yang sama dalam ruang. Dalam proses fusi, nilai arah
titik-titik ini dapat dimodifikasi. Dengan demikian setiap titik di retina mampu
memfusikan rangsangan yang jatuh cukup dekat dengan titik korespondensi di
mata yang lain. Daerah titik yang dapat difusikan tersebut disebut daerah
Panum.
Fusi dapat terjadi karena perbedaan-perbedaan ringan antara dua bayangan
diabaikan, dan stereopsis, atau persepsi kedalaman binokular terjadi karena
integrasi serebral kedua bayangan yang sedikit berbeda tersebut.
Kelainan sensorik pada Strabismus
Sampai pada usia 7 atau 8 tahun, otak biasanya mengembangkan respon
terhadap penglihatan binokular yang abnormal yang mungkin terjadi akibat
strabismus timbul lebih lambat. Perubahan-perubahan tersebut adalah
diplopia, supresi, kelainan korespondensi retina, dan fiksasi eksentrik.
Diplopia : Apabila terdapat strabismus, kedua fovea menerima bayangan yang
berbeda. Benda yang tercitra di kedua fovea tampak dalam arah ruang yang
sama. Proses lokalisasi benda yang secara spasial ini ke lokasi yang sama
disebut kebingungan penglihatan (visual confusion). Benda yang terlihat oleh
salah satu fovea dicitrakan di daerah retina perifer di mata yang lain.
Bayangan foveal terlokalisasi tepat di depan, sedangkan bayangan retina dari
benda yang sama di mata yang dilokalisasi di arah yang lain. Dengan
demikian dua benda yang sama terlihat di dua tempat.
Supresi : di bawah kondisi penglihatan binokular, bayangan yang terlihat di
salah satu mata menjadi predominan dan yang terlihat di mata yang lain tidak
di persepsikan(supresi). Supresi mengambil bentuk suatu skotoma (daerah
penurunan penglihatan dalam lapang pandang, di kelilingi oleh daerah
penglihatan yang sedikit berkurang atau normal) di mata yang berdeviasi
hanya di bawah kondisi penglihatan binokular. Skotoma supresi pada
esotropia biasanya berbentuk hampir elips, berjalan di retina dari tepat sebelah
temporal fovea ke titik di retina ferifer di mana benda yang bersangkutan
untuk mata yang lain dicitrakan. Pada eksotropia, daerah supresi cenderung
berukuran lebih besar dan meluas dari fovea ke separuh temporal retina.
Apabila fiksasi berpindah kemata yang lain, skotoma supresi juga berpindah
ke mata yang baru berdeviasi. Apabila tidak terdapat strabismus, bayangan
yang kabur pada salah satu mata juga dapat menimbulkan supresi. Tidak
adanya persepsi simultan di retina sentralis menghambat pembentukan
stereopsis halus, walaupun masih terdapat stereopsis kasar dari retina perifer.
Ambliopia : adalah penurunan ketajaman penglihatan tanpa dapat dideteksi
adanya penyakit organik pada mata. Pengalaman visual abnormal
berkepanjangan yang dialami seorang anak berusia dibawah 7 tahun dapat
menyebabkan ambliopia.dau konteks klinis terjadinya ambliopia adalah
strabismus dan gangguan-gangguan lain yang yang menyebabkan bayangan di
retina kabur pada satu atau kedua mata,mis. anisometria.
Pada strabismus, mata yang biasa digunakan untuk fiksasi masih mempunayi
ketajaman yang normal dan mata yang mata yang tidak dipakai sering
mengalami penurunan penglihatan. Apabila fiksasi dapat berubah secara
spontan, ambliopia tidak terjadi. Supresi dan ambliopia adalah proses yang
berlainan. Ambliopia ditemi bila satu mata yang terkena diperiksa sendiri.
Supresi terjadi pada penglihatan binokuler.
Anomali Korespondensi Retina : pada strabismus dibawah kondisi
penglihatan binokular, retina perifer di luar daerah skotoma supresi dapat
mengambil nilai-nilai arah dalam ruang yang baru yang tergeser oleh deviasi.
Hal ini menimbulkan anomali korespondensi nilai-nilai arah antara titik-titik
retina di kedua mata. Nilai-nilai arah yang baru tersebut mungkin labil dan
adri waktu ke waktu menesuaikan diri seiring dengan perubahan deviasi
akibat perubahan arah pandang. Apabila fiksasi berubah dari mata yang
berlawanan, anomali nilai arah tersebut juga berpindah mata. Pada
pemeriksaan monokular nilai-nilai arah normal.
Fiksasi eksentrik : pada mata yang mengalami ambliopia cukup parah,
mungkin digunakan daerah retina ekstrafovea untuk fiksasi dibawah kondisi
penglihatan monokular. Hal ini selalu berkaitan dengan ambliopia berat dan
fiksasi yang tidak stabil. Titik fiksasi ekstrinsik sering tidak bergeser ke arah
yang sesuai dengan arah strabismus. Fiksasi eksentrik yang menonjol mudah
diketaui secara klinis dengan cara menutup mata yang dominan dan
mengarahkan perhatian pasien ke suatu sumber cahaya yang dipegang tepat di
muka. Suatu mata dengan fiksasi
2.3 Gejala
Gejala utama strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila satu mata
terfokus pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek yang lain. Selain
itu juga terdapat gerakan mata yang tidak terkoordinasi. Dapat terjadi pula
penglihatan ganda akibat kedua mata tidak fokus ke objek yang sama. Kadang-
kadang anak dengan strabismus akan memicingkan satu mata atau sering
berkedip di saat matahari terik atau memiringkan leher untuk melihat suatu
benda.
2.4 Diagnosis
Dalam mendiagnosa strabismus diperluan anamnesis yang cermat, yang meliputi:
1. Riwayat Keluarga, strabismus dan ambliopia sering ditemukan dalam
keluarga.
2. Usia onset, ini merupakan factor penting untuk prognosis jangka panjang.
Semakin dini onset strabismus, semakin buruk prognosis untuk fungsi
penglihatan binokularnya.
3. Jenis onset, awitan dapat perlahan, mendadak, atau intemiten.
4. Jenis deviasi, ketidaksesuaian penjajaran dapat terjadi di semua ara. Hal itu
dapat lebih besar di posisi-posisi menatap tertentu, termasuk posisi primer
untuk jauh atau dekat.
5. Fiksasi, salah satu mata mungkin terus mnerus menyimpang, atau mungkin
diamati fiksasi yang berpindah-pindah.
Ketajaman penglihaan harus dievaluasi seklaipun hanya dapat dilakukan
perkiraan kasar atau perbandingan dua mata. Masing-masing mata dievaluasi
tersendiri, karena pemeriksaaan binocular tidak dapat memperlihatkan gangguan
penglihatan pada salah satu mata. Untuk pasien yang sangat muda, mungkin
hanya dapat dipastikan bahwa mata dapat mengikuti suatu sasaran yang bergerak.
Sasaran harus berukuran sekecil mungkin sesuai dengan usia, perhatan, dan
tingkat kewaspadaan anak. Fikasasi dikatakan normal apabila fiksasi tersebut
bersifat sentral (foveal) dan dipertahankan terus sementara mata mengikuti suatu
target yang bergerak. Salah satu teknik untuk mengukur kuantitas ketajaman
penglihatan pada anak adalah dengan forced-choice preferential looking.
Pada usia 2,5-3 tahun, dapat dilakukan uji ketajaman penglihatan pengenalan
menggunakan gambar Allen. Pada usia 4 tahun, banyak anak yang dapat
memahami permainan “E” jungkir balik (Snellen) dan uji pengenalan HOTV.
Pada usia 5 atau 6 tahun, sebagian besar anak dapat berespons terhadap uji
ketajaman penglihatan alphabet Snellen.
Inspeksi dapat memperlihatkan apakah strabismus yang terjadi konstan atau
intermitten, berpindah-pindah atau tidak, dan bervariasi atau konstan. Adanya
ptosis dan posisi kepala yang abnormal juga dapat diketahui. Harus diperhatikan
kualitas fiksasi masing-masing mata dan kedua mata bersama-sama. Gerakan-
gerakan nistagmoid menandakan fiksasi yang tidak stabil dan sering menunjukan
penurunan ketajaman penglihatan.
Lipatan epikantus yang menonjol dan menghalangi seluruh atau sebagian sclera
nasal dapat menimbulkan gambaran estropia (pseudoestropia). Walaupun kondisi
ini membingungkan bagi orang awam serta sebagian dokter, namun anak-anak
pengidapnya memperlihatkan uji refleksi cahaya kornea yang normal. Lipatan
epikantus yang menonjol menghilang secara bertahap pada usia 4 atau 5 tahun.
Penentuan sudut Strabismus
1. Uji Prisma dan Penutupan
a. Uji penutupan
Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain
ditaruh penutup untuk menghalangi pandangannya. Apabila mata yang
diamati bergerak untuk mengambil fiksasi, mata tersebut sebelumnya
tidak melakukan fiksasi, dan terdapat manifest (strabismus). Arah
gerakan memperlihatkan arah penyimpangan.
b. Uji membuka penutup
Sewaktu penutup diangkat setelah uji penutupan, dilakukan
pengamatan pada mata yang sebelumnya tertutup tersebut. Apabila
posisi mata tersebut berubah, terjadi interupsi penglihatan binocular
yang menyebabkannya berdeviasi, dan terdapat heteroforia. Arah
gerakan korektif memperlihatkan jenid heteroforianya.
c. Uji penutupan berselang –seling
Penutup ditaruh berselang-seling di depan mata yang pertama dan
kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total.
d. Uji penutupan plus prisma
Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakan prisma dengan
kekuatan yang semakin tinggi di depan satu atau kedua mata sampai
terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutupan berselang-seling.
Misalnya, untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup dipindah-pindah
sementara diletakan prisma dengan kekuatan base-out yang semakin
tinggi di depan satu atau kedua mata sampai gerakan refisasi
horizontal pada mata yang berdiviasi ternetralisasikan.
2. Uji BatangMaddox
BatangMaddox terdiri dari silinder dari serangkaian silinder merah tipis yang
diletakan berdampingan , ditaruh di atas penahan sirkular yang dapat dipegang
di depan mata. Apabila suatu cahaya sasaran melewati batang Maddox
tersebut, bayangan cahaya tersebut adalah suatu garis merah yang tegak lurus
terhadap sumbu-sumbu silinder. Dengan demikian, satu mata melihat cahaya
secara langsung sedangkan yang lain melihat bayangan melalui batang
Maddox.
3. Uji Obyektif
Prisma dan pengukuran dengan penutup bersifat obyektif karena tidak
diperlukan laporan pengamatan sensorik dari pasien. .Cara-cara penentuan
klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien jauh
kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih bermanfaat. Terdapat dua
metode yang sering digunakan yang begantung pada pengamatan posisi
refleksi cahaya oleh kornea. Hasil-hasil dari metode tersebut harus
dimodifikasi dengan memasukan sudut kappa.
a. Metode Hirschberg
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya dengan jarak sekitar
33cm. Pada mata yang berdeviasi akan terlihat desentrasi refleksi
cahaya. Dengan memasukan 18 untuk setiap millimeter desentrasi,
dapat dibuat perkiraan sudut deviasi.
b. Metode Refleks Prima
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma
ditempatkan di depan mata yang berdeviasi, dan kekuatan prisma yang
diperlukan untuk membuat refleks cahaya terletak di tengah
merupakan ukuran sudut deviasi.
2.5 Treatment
Terapi Medis
Terapi Nonbedah untuk strabismus mencakup terapi untuk ambliopia, pemakaian
alat- alat optik (prisma & kaca), obat farmakologik dan ortoptik.
A. Terapi Ambliopia
Eliminasi ambliopia sangat penting dalam pengobatan strabismus dan selalu
merupakan salah satu tujuan. Deviasi akibat strabismus dapat membesar- jarang
mengecil- setelah terap ambliopia. Hasil tindakan bedah dapat diperkirakan dan
stabil. Apabila ketajaman penglihatan kedua mata sebelum operasi baik.
1. Terapi Oklusi
Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup untuk
meransang mata yang mengalami ambliopia. Apabila terdapat kesalahan
refraksi yang cukup signifikan, juga digunakan kaca mata. Dikenal ada dua
stadium terapi ambliopia yang berhasil; perbaikan awal dan pemeliharaan
ketajaman penglihatan yang telah diperbaiki tersebut.
a. Stadium awal
Terapi wala standar adalah penutupan terus menerus. Pada beberapa kasus
hanya diterapkan penutupan beberapa paruh waktu apabila ambliopianya
tidak terlalu parah & anak terlalu muda. Sebagai petunjuk, penutupan
terus menerus dapat dilakukaka sampai beberapa minggu (setara dengan
usia anak dalam tahun) tanpa resiko penurunan penglihatan pada mata
yang baik. Terapi oklusi dilanjutkan selama ketajaman penglihatan
membaik (kadang- kadang sampai setahun). Penutupan sebaiknya tidak
terus menerus lebih dari 4 bulan apabila tidak terdapat kemajuan.
Ambliopia bersifat fungsional (yakni todak terdapat lesi organik yang
daoat diidentifikasi, walaupun adaptasi harus bersifat serebral). Pada
sebagian besar kasus, apabila terapi dilakukan sedini mungkin, dapat
dicapai perbaikan yang bermakna atau normalisasi total ketajaman
penglihatan. Kadang- kadang tidak terjadi perbaikan walaupun di bawah
kondisi ideal. Kurangnya ketaatan terhadap jadwal pengobatan (mengintip
melalui penutup atau kurangnya pengawasan oleh orangtua) dapat menjadi
faktornya.
b. Stadium pemeliharaan
Terapi pemeliharaan terdiri dari penutupan paruh- waktu yang dilanjutkan
setelah fase perbaikan untuk mempertahankan penglihatan terbaik
melewati usia dimana ambliopia kemungkinan besar kambih (sekitar 8
tahun)
2. Terapi Atropin
Beberapa anak intileran terhadap oklusi. Pada kasus- kasus seperti ini uang
memliki hiperopia sedang atau tinggi, terapi atropin mungkin efektif. Atropin
menyebabkan sikloplegia sehingga menurunkan kemampuan akomodasi.
Mata yang baik ditetesi dengan atropin, dan digunakan kacamata untuk
menfokuskan mata tersebut hanya untuk fiksasi jauh & dekat. Diluar waktu
tersebut, pasien didorong menggunakan mata yang ambliopik. Tetes atropin
1% setiap beberapa hari biasanya cukup untuk menimbulkan sikloplegia
menetap.
B. Alat Optik
1. Kacamata
Alat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata yang
diresepkan secara akurat. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan oleh
kacamata memungkinkan mata menggunakan mekanisme fusi alamiah
sebesar- besarnya. Kesalahan refraksi yang ringan tidak perlu diperbaiki.
Apabila terdapat hiperopia dan esotropia yang bermakna, esotropia tersebut
mungkin (paling tidak sebagian) disebabkan oleh hiperopia (esotropia
akomodatif). Resep kacamata mengkompensasikan temuan- temuan
siklopegik penuh. Apabila mungkin, gunakan kacamata bikofus yang
memungkinkan relaksasi untuk akomodasi penglihatan dekat.
2. Prisma
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis. Unsur0
unsur retina dibuat segaris untuk menghilangkan diplopia. Penjajaran sensorik
mata yang tepat juga merupakan suatu bentuk antisupresi. Apabila digunakan
sebelum operasi, prisma dapat meransang efek sensorik yang akan timbul
setelah tindakan bedah. Pada pasien dengan deviasi horizontal, prisma akan
memperlihatkan kemampuan pasien untuk memfusi deviasi vertikal kecil
yang simultan, sehingga dapat merupakan indikasi bedah juga harus dilakukan
tindakan bedah untuk komponen vertikal. Pada anak dengan esotropia, dapat
digunakan prisma sebelum operasi untuk memperkirakan pergeseran posisi
pascaoperasi yang dapat mementahkan hasil pembedahan, dan rencana
pembedahan dapat dimodifikasi sesuai hal tersebut (uji adaptasi prisma)
Prisma dapt digunakan dengan beberapa cara. Bentuk yang cukup aman
adalah prisma plastik press- on Fresnel. Membran- membran plastik ini dapat
ditaruh di kacamata tanpa memerlukan bentuan ahli optik dan sangat
bermanfaat diagnostik dan terapetik temporer. Untuk pemakaian permanen,
prisma sebaiknya dimasukkan kedalam resep kacamata, tetapi jumlahnya
dibatasi sampai sekitar 5 prisme per lensa karena pada kekuatan yang lebih
tinggi distorsi prismatik menjadi mencolok.
C. Obat Farmakologik
1. Miotik
Ekotiopat iodida dan isoflurofat menyebabkan asetilkolinesterase inaktif yang
ditaut neuromuskular sehingga efek setiap impuls saraf menguat. Akomodasi
menjadi lebih efektif relatif terhadap konvergensi daripada sebelum
pengobatan. Karena akomodasi mongontrol refleks dekat (trias akomodasi,
konvergensi, dan miosis), penurunan akomodasi akan menurunkan
konvergensi & sudut deviasi akan secara bermakna berkurang, sering sampai
nol.
Miotik telah digunakan secara luas untuk diagnosis & pengobatan esotropia
akomodatif dengan atau tanpa rasio konvergensi akomodatif- akomodasi
(rasio KA/ A) yang tinggi. Pada anak yang datang dengan esotropia didapat
dan memiliki hiperopia sferis kurang dari dari +3,00, miotik dapat digunakan
untuk diagnosis. Apabila setelah 4- 6 minggu esodeviasi menghilang, dapat
ditegakkan diagnosis esotropia akomodatif. Terapi miotik dapat dilanjutkan,
atau dapat diberikan kcamata hiperopik. Pada banyak pasien dengan rasio KA/
A yang tinggi, miotik juga dapat digunakan pada pemakaian kacamata
bifokus.
2. Toksin Botulinum
Penyuntikan toksin botulinum tipe a (Botox) kedalam suatu otot intraokular
menimbulkan paralisis otot tersebut yang lamanya bergantung dosis.
Penyuntikan diberikan di bawah kontrol posisi secara elektromiografik
dengan menggunakan jarum elektoda bipolar. Toksin berikatan erat dengan
jaringan otot. Dosis yang digunakan sangat kecil sehingga tidak terjadi
toksitas sistemik. Lama paralisis yang diperlukan tergantung pada sudut
deviasi. Semakin besar sudut sudut deviasi, semakin lama paralisis yang
diperlukan. Paralisis otot akan memutar mata ke bidang kerja otot antagonia.
Selama mata berdeviasi, otot yang lumpuh teregang, sedangkan otot
antagonisnya berkontraksi. Setelah paralisis menghilang, mata akan secara
bertahap kembali posisinya semula tetapi dengan keseimbangan gaya yang
baru yang mengurangi atau menghilangkan deviasi secara permanen. Untuk
memperoleh efek menetap, biasanya diperlukan dua kalu injeksi atau lebih.
D. Ortoptik
Seorang ortoptis dilatih untuk menguasai metode- metode pemeriksaan dan terapi
pasien strabismus. Ortoptis memberi pertolongan yang cukup bermakna bagi ahli
oftamologi, terutama dalam diagnosis dan sampai tingkat tertentu, terapi. Evaluasi
terhadap status sensorik mungkin sangat membantu dalam menentukan potensi
fusi. Seorang ortoptis dapat membantu dalam terapi praoperasi, terutama pasien-
pasien dengan ambliopia. Akadangp kadang, pelatihan- pelatihan ortotik dan
intruksi untuk berlatih dirumah dapat membantu & memperkuat terapi bedah.
Terapi Bedah
1. Reseksi dan Resesi
Sebuah otot diperkuat dengan suatu tindakan yang disebut reseksi. Otot dilepskan
dari mata, diregangkan lebih panjang secara terukur, kemudia dijahit kembali ke
mata, biasanya di tempat insersi semula. Panjang ekstra dipotong. Resesi adalah
tindakan pelemahan standar. Otot dilepas dari mata, dibebaskan dari perlektan
fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi. Otot tersebut dijahit kembali ke mata
pada jarak tertentu di belakang insersi nya semula.
Otot oblikus superior diperkuat dengan melipat atau memajukan tendonnya. Hal
ini dapat dilakukan secara bertahap. Pelemahan otot oblikus superior dilakukan
dengan tenektomi (pemutusan total tendon) atau salah satu dari prosedur
pemanjangan. Tidak ada prosedur penguatan yang efektif untuk otot oblikus
inferior dapat diperlemah dengan disersi, miektomi, atau reses, dengan hasil yang
umumnya setara.
2. Pergeseran Titik Perlekatan Otot
Titik perlekatan otot dapat dipindahkan, hal ini dapat menimbulkan efek
rotasional yang sebelumnya tidak dimiliki otot tersebut. Misalnya pergeseran
vertikal otot rektus horizontal dalam arah yang berlawana mempengaruhi posisi
horizontal mata sewaktu memandang ke bawah & keatas, hal ini dilakukan untuk
pola A & V, dimana deviasi horizontal lebih merupakan esodeviasi masing-
masing dalam memandang keatas & kebawah. Efek torsional suatu otot juga
dapat dirubah. Pengencangan serat- serat anterior tendon oblikus superior, yang
dikenal sebagai tindakan Harada- Ito, memberi otot tersebut efek torsional yang
kuat.
3. Tindakan Faden
Dalam operasi ini dicitapkan suatu insersi otot baru jauh dibelakang insersi
semula. Hal ini menyebabkan pelemaha mekanisme otot sewaktu mata berotasi di
dalam bidang kerjanya. Apabila dikombinasi dengan resesi otot yang sama,
operasi faden menimbulkan efek melemahkan yang mencolok tanpa perubahan
bermakna pada posisi primer mata. Tindakan ini dapat efektif pada otot rektus
vertikal (deviasi vertikal disosiasi) atau otot horizontal (rasio KA/ A yang tinggi,
nistagmus, dan ketidakseimbangn otot yang tidak lazim lainnya.