Paper parasit strongy.doc
-
Upload
wahyu-putra -
Category
Documents
-
view
18 -
download
5
Transcript of Paper parasit strongy.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Strongyloidiasis adalah infeksi parasit yang berpotensi mematikan. Spesies
pada manusia adalah Strongyloides fuelleborni ditemukan secara sporadis di
Afrika dan Papua Nugini. Karakteristik khas dari parasit ini adalah
kemampuannya untuk bertahan dan mereplikasi dalam host sambil menyebabkan
infeksi yang mematikan dalam sebuah host immunocompromised. Infeksi
manusia diperoleh melalui penetrasi kulit utuh oleh larva filariform selama kontak
dengan tanah yang terkontaminasi dengan kotoran manusia. Larva kemudian
masuk ke sirkulasi dan dilakukan hematogenously ke paru-paru, di mana mereka
memasuki ruang alveolar. Ketika mereka mencapai usus kecil, cacing ini tumbuh
menjadi betina dewasa kira 2 X 0,05 mm diameter ( Pranatharthi, 2009 ).
Penyakit ini dapat menyerang ternak sapi, kuda, babi, dan anjing.
umumnya tanpa gejala yang menyerang duodenum dan bagian atas jejunum.
Gejala klinis yang muncul antara lain timbulnya dermatitis ringan pada saat larva
cacing masuk ke dalam kulit pada awal infeksi. Gejala lain yaitu batuk, ronki,
kadang-kadang pneumonitis jika larva masuk ke paru-paru atau muncul gejala-
gejala abdomen yang disebabkan oleh cacing betina dewasa yang menempel pada
mukosa usus. Gejala infeksi kronis tergantung kepada intensitas dari infeksi, bisa
ringan dan bisa juga berat. Strongyloidiasis disebabkan oleh Nematoda
Strongyloides. ( Concha R dkk,2005 ).
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka
munculah rumusan masalah antara lain :
1. Bagaimana deskripsi umum stronylidiosis ?
2. Apa saja ciri morfologi strongylidiosis?
3. Bagaimana klasifikasi strongylidiosis?
4. Siapa saja hospes terinfeksi dan hospes definitifnya?
5. Dimana predileksi strongylidiosis?
6. Dimana dan bagaimana siklus hidup strongylidiosis?
7. Bagaimana gejala klinis penderita strongylidiosis?
8. Bagaimana patologi anatomi strongylidiosis?
9. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit strongylidiasis?
10. Bagaimana penanganan mulai dari pencegahan, pengobatan,
sampai pemberantasan penyakit strongylidiasis?
11. Apa saja faktor lingkungan yang mempengaruhi strongylidiosis?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Menambah pengetahuan pembaca akan ilmu parasitologi khususnya
mengenai strongylidiasis
2. Mendapatkan pengetahuan lebih mengenai strongylidiosis.
3. Lebih mengenali tentang parasit – parasit pada hewan.
1.4 Manfaat
1. Hasil tugas kami dapat dimanfaatkan oleh kalangan mahasiswa
Universitas Udayana khususnya Kedokteran Hewan.
2. Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk
mengerjakan tugas yang berhubungan dengan parasitologi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Umum Strongylidiosis
Strongyloidiasis disebabkan oleh Nematoda Strongyloides. Penyakit ini
dapat menyerang ternak sapi, kuda, babi, dan anjing.
Cacing ini disebut cacing benang. Cacing dewasa dapat bersifat parasit
maupun bebas. Bentuk parasitic panjangnya 2-9 mm dan hanya cacing betina
yang bersifat partenogenetik. Terdapat cacing jantan dan cacing betina, cacing ini
sangat kecil dan relative kuat, dengan esophagus rabditiform. Ekor cacing jantan
pendek dan berbentuk kerucut, sepasang spikulum pendek sama besar dan sebuah
gubernakulum. Ujung posterior cacing betina meruncing ke ujung, vulva terletak
dekat pertengahan tubuh, uterus amfidelf, dan telurnya sedikit serta telah
berembrio pada waktu dikeluarkan, kadang cacing betina viviparosa, terdapat
sekitar 40 jenis cacing dalam genis ini, kebanyakan berada pada mamalia
( Norman D.Levine,1994 ).
Strongyloides dapat ditemukan di banyak bagian dunia termasuk tropis
Aborigin Australia utara. Salah satunya, Strongyloides stercoralis adalah cacing
parasit yang menginfeksi banyak orang Aborigin yang tinggal di daerah tropis
Australia. Cacing yang infektif ditemukan dalam atau dekat kotoran dari orang
yang terinfeksi. Ketika infeksi cacing naik ke kulit, mereka masuk melalui kulit
dan menyebabkan penyakit yang disebut strongyloidiasis. Penyakit ini dapat
didiagnosis dan disembuhkan, tetapi strongyloidiasis seringkali tidak diakui.
Seseorang atau binatang dengan Strongyloides yang kekebalan tubuh lemah, akan
3
dalam keadaan bahaya. Dalam keadaan itu, cacing berkembang biak dengan cepat,
menyerang setiap bagian dari tubuh penderita. Infeksi sekunder bakteri, akan
meningkatkan intensitas penyakit. Jika penderita tersebut tidak segera didiagnosis
dengan benar dan diberi pengobatan khusus untuk Strongyloides maka akan
terjadi kematian.
Manusia atau hewan dengan Strongyloides akan terus memiliki cacing itu
sampai mereka mati, kecuali mereka menerima pengobatan yang efektif.
Biasanya, orang-orang dengan Strongyloidiasis kronis memiliki penyakit selama
beberapa dekade sebelum didiagnosis dan diobati. Sistem kekebalan tubuh mereka
dapat menghambat cacing tetapi tidak dapat menghilangkan cacing itu. Cacing
dewasa terhambat dan tingkat reproduksi mereka lambat.
2.2 Ciri Morfologi Strongylidiosis
Cacing ini hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Berbeda dengan
cacing nematoda lainya, dimana telur cacing gelang langsung menetas didalam
usus, sehingga yang keluar bersama tinja adalah bentuk larvanya yaitu larva
rabditiform. Larva rabditifora ini lalu berkembang menjadi larva filiform yang
dapat bergerak melalui kulit seseorang dan masuk ke dalam aliran darah ke paru-
paru dan saluran udara. Ketika cacing bertambah tua, mereka mengubur diri
dalam dinding usus. Kemudian, mereka menghasilkan telur dalam usus. Cacing
betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi Siklus tidak
langsung. Daerah di mana cacing masuk melalui kulit dapat menjadi merah dan
menyakitkan.
Hanya diketahui cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di vilus
duodenun dan yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna
dan panjangnya kira-kira 2 mm. Cara berkembang biaknya diduga secara
partenogenesis. Telur bentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur
tersebut menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta
dikeluarkan bersama tinja. Cacing betina yang hidup sebagai parasit, dengan
ukuran 2,20 x 0,04 mm, adalah seekor nematoda filariform yang kecil, tak
berwarna, semi transparan dengan kutikulum yang bergaris halus. Cacing ini
mempunyai ruang mulut dan oesophagus panjang, langsing dan silindris.
4
Sepanjang uterus berisi sebaris telur yang berdinding tipis, jenih dan bersegmen.
Cacing betina yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang hidup sebagai parasit,
menyerupai seekor nematoda rabditoid khas yang hidup bebas dan mempunyai
sepasang alat reproduksi. Cacing jantan yang hidup bebas lebih kecil dari pada
yang betina
Telur dari bentuk parasitik, sebesar 54 x 32 mikron berbentuk bulat oval
dengan selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip dengan telur cacing
tambang, biasanya diletakkan dalam mukosa usus, telur itu menetas menjadi larva
rabditiform yang menembus sel epitel kelenjar dan masuk kedalam lumen usus
serta keluar bersama tinja. Telur jarang ditemukan di dalam tinja kecuali sesudah
diberi pencahar yang kuat.
Cacing jantan yang parasitic maupun yang hidup bebas memiliki bentuk
yang sama dan berukuran 0,7 mm. Pada bagian interior tubuhnya terlihat adanya
buccal cavity yang pendek atau bahkan tidak ada. Esophagusnya bertipe
rhabditiform. Terdapat sepasang spicule yang diliput gubernaculums. Disamping
itu dapat pula ditemukan adanya anal papillae.
Cacing betina yang hidup bebas dan yang parasitic dibedakan berdasarkan
ukuran, bentuk esofagus dan letak vulvanya. Cacing betina yang parasitic
berukuran 2,2 x 0,04 mm. esofagusnya panjang bertipe filariform dan vulvanya
terletak di 1/3 anterior dari tubuhnya. Sedangkan yang free living berukuran lebih
kecil yaitu 1 x 0,06 mm, esofagusnya bertipe rhabditiform dan vulvanya terletak
di 2/5 anterior tubuhnya.
Larva rhabditiform strongyloides stercoralis dapat diidentifikasi
berdasarkan bentuk buccal cavitynya yang pendek dan genital premordialnya yang
besar mengandung banyak sel. Esophagus larva ini sesuai namanya adalah tipe
rhabditiform. Larva inilah yang merupakan diagnostic penyakit strongyloidiasis,
karena sering ditemukan dalam tinja. Bentuk larva ini perlu dibedakan dari larva
cacing tambang (hookworm) pada umunya. Larva rhabditiform hookworm
memiliki buccal cavity yang panjang dan genital premodial yang lebih kecil.
5
Larva filariform cacing ini memiliki buccal cavity yang pendek seperti
larva rhabditiformnya, namun memiliki esophagus bertipe filariform. Ciri khasnya
adalah ekornya yang bercabang (fork shape tail). Bentuk ekor yang bercabang
inilah yang membedakannya dari larva filariform hookworm.
2.3 Klasifikasi Strongyloidiasis
Kingdom :Animalia
Phylum :Nematoda
Class :Secernentea
Ordo :Rhabditida
Family :Strongyloididae
Genus :Strongyloides
Species :S. stercoralis
2.4 Hospes Terinfeksi dan Hospes Definitif
Manusia merupakan hospes terinfeksi utama cacing ini. Parasit ini dapat
menyebabkan penyakit strongilodiasis.
Hospes definitif dari Strongyloides papilosus adalah domba, kambing,
sapi, kelinci dan ruminansia lain.
Hospes definitif dari Strongyloides westermani adalah kuda, babi,
zebra
2.5 Tempat Predileksi Strongyloides
Strongyloides sp. berpredileksi di usus halus.
2.6 Siklus Hidup Strongyloides
Cacing ini mempunyai 3 macam siklus hidup yaitu :
1. Siklus langsung
Siklus hidup cacing ini berbeda dengan siklus hidup cacing nematoda usus
lainnya, sebab yang keluar bersama feses adalah larvanya, ini berbeda dengan
cacing nematoda usus lainya yang biasanya keluar bersama feses adalah stadium
6
telurnya. Jadi, contoh pada cacing Strongyloides stercoralis larvanyalah yang
keluar bersama tinja manusia. Larva ini disebut larva rabditiform, sesudah 2 – 3
hari di tanah, larva rabditiform berubah menjadi larva filariform, bila larva
filariform menembus kulit manusia atapun hewan, larva tumbuh dan masuk ke
dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru,
dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea
dan laring. Sesudah sampai di laring reflek batuk, sehingga parasit tertelan,
kemudian sampai diusus halus bagian atas dan menjadi dewasa.
Skema siklus langsung: 2-3 hari di tanah → larva rabditiform → larva filariform
→ menembus kulit manusia → peredaran darah vena → jantung kanan → paru-
paru → parasit mulai menjadi dewasa → menembus alveolus → masuk trakhea
dan laring → terjadi refleks batuk & parasit tertelan → sampai di usus halus →
dewasa.
Siklus langsung terjadi bila iklim dingin atau keadaan lingkungan yang
tidak memungkinkan bagi perkembangbiakan cacing ini menjadi dewasa dialam
bebas, sehingga cacing ini langsung bentuk larva filariformnya masuk langsung
ke kulit.
2. Siklus tidak langsung
Larva rabditiform yang keluar bersama feses berubah menjadi cacing
jantan dan betina bentuk bebas, sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan
telur yang menetas menjadi larva rabditiform, larva rabditiform dalam waktu
beberapa hari dapat menhasilkan larva filariform yang infektif dan masuk
kedalam hospes. Jadi pada siklus ini larva rabditiform akan berkembang dahulu
menjadi cacing dewasa dialam bebas, cacing dewasa dialam bebas ini kemudian
bertelur dan menjadi larva rabditiform baru yang lalu berkembang menjadi larva
filariform yang kemudian menginfeksi manusia.
Skema siklus tidak langsung: Larva rabditiform di tanah → cacing jantan & betina
bentuk bebas → terjadi pembuahan → telur menetas menjadi larva rabditiform →
larva filariform → masuk dalam hospes baru.
7
Siklus tidak langsung terjadi bila iklim tropis atau keadaan lingkunagan
yang optimal bagi perkembangbiakan cacing ini.
3. Auto infeksi
Autoinfeksi berarti memacu pada istilah siklus didalam, yaitu cacing
tersebut tidak sempat di tanah. Larva rabditiform menjadi larva filariform di usus
atau di daerah sekitar anus (perianal) bila larva filariform menembus mukosa atau
kulit perianal, mengalami suatu lingkaran perkembangan di dalam hospes. Auto
infeksi menerangkan adanya Strongyloidiasis yang persisten, mungkin selama 36
tahun, di dalam penderita yang hidup di derah non endemik. Jadi dari larva
rabdiform menjadi filaform, larva filaforma menembus lapisan kulit disekitar
perianal lalu masuk lagi siklus selanjutnya tanpa bersentuhan dengan tanah.
Skema autoinfeksi: Larva rabditiform → larva filariform di usus/ daerah perianal
→ menembus mukosa usus/ perianal → menyebabkan strongiloidiasis menahun.
Siklus autoinfeksi ini paling berbahaya, karena bisa menyebabkan
kematian, sebab dia terus berkembang jadi banyak didalam tibuh manusia tanpa
bersentuhan dengan tanah.
2.5 Gejala Klinis Penderita Strongyloidiasis
Banyak manusia dan hewan yang terinfeksi biasanya tanpa gejala pada
awalnya. Gejala meliputi dermatitis: bengkak, gatal, currens larva, dan perdarahan
ringan di tempat di mana kulit telah ditembus. Jika parasit mencapai paru-paru,
dada mungkin merasa seolah-olah itu terbakar atau nyeri epigastrium, dan mengi
atau sesak nafas dan batuk bisa terjadi, bersama dengan gejala seperti pneumonia
(sindrom Löffler ). Jika cacing menjadi dewasa di usus akhirnya bisa menyerang,
menyebabkan nyeri terbakar, kerusakan jaringan, sepsis, dan ulkus pada usus.
Dalam kasus yang parah, edema diusus dapat menyebabkan obstruksi pada
saluran usus, serta hilangnya kontraksi peristaltik.
Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit pada ulu hati
seperti gejala ulcus ventriculi, diare dan urticaria; kadang-kadang timbul nausea,
8
berat badan turun, lemah dan konstipasi. Timbulnya dermatitis yang sangat gatal
karena gerakan larva menyebar dari arah dubur; dapat juga timbul peninggian
kulit yang stationer yang hilang dalam 1-2 hari atau ruam yang menjalar dengan
kecepatan beberapa sentimeter per jam pada tubuh.
Walaupun jarang terjadi, autoinfeksi dengan beban jumlah cacing yang
meningkat terutama pada penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dapat
menyebabkan terjadinya strongyloidiasis diseminata, terjadi penurunan berat badan
yang drastic, timbul kelainan pada paru-paru dan berakhir dengan kematian.
Letak Gejala Klinis
Gastrointestinal Gejala gastrointestinal tidak jelas, termasuk kram
perut epigastrium, gangguan pencernaan, anoreksia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare kronis,
sembelit, pruritus ani, kembung dan, jarang obstruksi
usus halus. Strongyloides merupakan penyebab
penting gagal tumbuh dan cachexia di anak
imunokompeten.
Paru - paru Gejala yang dihasilkan akibat dari migrasi larva.
Migrasi larva melalui paru-paru menghasilkan
pneumonitis yang menyerupai sindrom Loeffler.
Gejala-gejala termasuk batuk produktif, kadang
dengan dahak darah bisa bercampur darah, dyspnea,
nyeri pleuric dan demam. Strongyloidiasis juga dapat
menghasilkan sindrom klinis yang meniru baik asma
atau pneumonia.
Dermatologic Penetrasi kulit dengan larva infektif dapat
menimbulkan gatal, papul papul pada kulit atau lesi
papulovesikular. Biasanya, penetrasi larva pada kulit
terutama di kulit kaki yang sering bersentuhan
dengan tanah, tetapi mungkin juga dibagian tubuh
lain yang bersinggungan dengan tanah. bisa juga
9
disekitar anus, jika mengalami daur hidup
autoinfeksi
Neurologis dan lainya
(strongyloidiasis
parah)
Gangguan mental, kejang fokal, meningitis, abses
otak atau kaku kuduk mungkin menunjukkan
keterlibatan saraf pusat (SSP). Gejala meningitis
mungkin termasuk sakit kepala, mual, muntah, dan,
dalam kasus yang ekstrim, koma.
2.6 Patologi Anatomi
Larva infektif (filaform) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab
yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam darah vena di
bawah paru-paru. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam
alveoli, bergerak naik menuju ke trachea kemudian mencapai epiglottis.
Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai bagian atas
dari intestinum, disini cacing betina menjadi dewasa. Cacing dewasa yaitu cacing
betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis hidup menempel pada sel-
sel epitelum mukosa intestinum terutama pada duodenum, di tempat ini cacing
dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva non
infektif rhabditiform. Larva rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen
usus, keluar dari hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif
filariform yang dapat menginfeksi hospes yang sama atau orang lain. Atau larva
rhabditiform ini dapat berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina
setelah mencapai tanah. Cacing dewasa betina bebas yang telah dibuahi dapat
mengeluarkan telur yang segera mentas dan melepaskan larva non infektif
rhabditiform yang kemudian dalam 24-36 jam berubah menjadi larva infektif
filariform. Kadangkala pada orang-orang tertentu, larva rhabditiform dapat
langsung berubah menjadi larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu
dan menembus dinding usus atau menembus kulit di daerah perianal yang
menyebabkan auotinfeksi dan dapat berlangsung bertahun-tahun.
10
Hiperinfeksi stongyloides stercoralis merupakan sindrom autoinfeksi yang
meningkatkan migrasi larva dan gejala gejala yang disebabkan oleh peningkatan
migrasi larva strongyloides stercoralis. Hiperinfeksi dapat berakibat fatal. Sebagai
penanda hiperinfeksi adalah peningkatan deteksi jumlah larva dalam feses.
Strongyloides stercoralis hidup pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Hanya
cacing betina dari jenis cacing ini yang hidup sebagai parasit di usus manusia,
terutama di duodenum dan jejunum. Telurnya menetas di kelenjar usus, kemudian
keluar bersama feces dalam bentuk larva rhabditiform. Larva ini akan berubah
menjadi larva filariform apabila sudah berada di tanah. Namun demikian, larva
filariform bisa juga terbentuk di dalam usus sehingga terjadi infeksi yang disebut
autoinfeksi interna.
Ada tiga tipe strongyloidiasis (nama penyakit yang disebabkan
Strongyloides stercoralis,-red) yaitu tipe ringan, tipe sedang, dan tipe berat. Tipe
ringan tidak memberikan gejala apa-apa. Pada tipe sedang, dapat menyebabkan
gangguan pada saluran pencernaan, umumnya gejala di usus. Jika sudah pada tipe
atau infeksi berat, penderita mengalami gangguan hampir di seluruh sistem tubuh
sehingga dapat menyebabkan kematian.
2.7 Diagnosis Penyakit Strongyloidiasis
Diagnose strongyloidiasis ditegakkan dengan memeriksa tinja penderita
dan menemukan adanya larva. Namun larva ini harus dibedakan dengan larva
cacing tambang ( hookworm ).
Cara lain untuk menegakkan diagnose adalah dengan melakukan
enterotest. Pada cara pemeriksaan ini, penderita diminta untuk menelan kapsul
gelatin yang diberi benang nylon. Setelah kapsul tadi mencapai usus halus,
benang tadi ditarik dan lendir yang menempel di benang diperiksa di bawah
mikroskop untuk menemukan adanya larva.
Pada pemeriksaan hematologi dapat dilakukan pemeriksaan Tes antigen
darah untuk S. stercoralis melalui tes ELISA, Hitung darah lengkap dengan
diferensial, Jumlah jumlah eosinofil dalam darah. Selain itu dapat pula dilakukan
11
Aspirasi duodenum untuk memeriksa S. stercoralis dan Kultur dahak untuk
memeriksa S. stercoralis atau juga Foto toraks juga bisa dilakukan untuk bisa
menunjukkan infiltrat paru, konsolidasi atau kavitasi
2.8 Penanganan (pencegahan dan pengobatan) Penyakit Strongyloidiasis
Untuk mengurangi jumlah penyakit cacing strongyloides, dapat dilakukan
beberapa cara yang dapat membantu mengurangi penyakit tersebut, yaitu :
a. Pencegahan
Buanglah tinja di jamban yang saniter. Lakukan penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat untuk benar-benar memperhatikan kebersihan perorangan dan
kebersihan lingkungan. Gunakan alas kaki di daerah endemis. Sebelum
memberikan terapi imunosupresif kepada seseorang, Pastikan bahwa orang
tersebut tidak menderita strongyloidiasis.
Periksa semua anjing, kucing, kera yang kontak dekat dengan manusia,
obati binatang yang terinfeksi cacing ini. Investigasi terhadap kontak dan sumber
infeksi: Terhadap anggota keluarga penderita dan penghuni asrama dimana ada
penderita dilakukan pemeriksaan Kalau-kalau ada yang terinfeksi.
b. Pengobatan
Karena adanya potensi untuk autoinfeksi dan penularan kepada orang lain,
semua penderita tanpa melihat jumlah cacing yang dikandungnya harus dilakukan
pengobatan dengan ivermectin (Mectizan®), Thiabendazole (Mintezol®) atau
albendazole (Zentel®). Perlu diberikan pengobatan ulang.
Dahulu tiabendazol merupakan obat pilihan dengan dosis 25 mg per kg
berat badan, satu atau dua kali sehari selama 2 atau 3 hari. Sekarang albendazol
400 mg satu/dua kali sehari selama tiga hari merupakan obat pilihan. Mebendazol
100 mg tiga kali sehari selama dua atau empat minggu dapat memberikan hasil
yang baik. Mengobati orang yang mengandung parasit, meskipun kadang-kadang
tanpa gejala, adalah penting mengingat dapat terjadi autoinfeksi. Perhatian khusus
12
ditujukan kepada pembersihan sekitar daerah anus dan mencegah terjadinya
konstipasi
2.11 Faktor Lingkungan
Strongyloidiasis sering dijumpai di daerah tropis dan sub tropis serta
beberapa daerah yang beriklim dingin. Sampai saat ini diperkirakan lebih dari 35
juta orang yang terinfeksi setiap tahunnya. Strongyloidiasis yang disebabkan oleh
strongyloides fuelleborni lebih sering dijumpai di daerah pasifik.
Strongyloidiasis ini endemik di daerah tropis dan subtropis dan terjadi
secara sporadis di daerah beriklim sedang. Di daerah tropis dan subtropis
prevalensi daerah secara keseluruhan dapat melebihi 25 persen. Tingkat infeksi
tertinggi di Amerika Serikat adalah di antara penduduk dari negara-negara
tenggara dan di antara individu -individu yang telah di daerah endemik ( termasuk
imigran, pengungsi, wisatawan dan personil militer) ( Posey dkk,2007 ).
Sebuah penelitian di Kanada menunjukan pengungsi Asia Tenggara
diidentifikasi seroprevalensi strongyloidiasis antara Kampucheans, Laos, dan
Vietnam ( 76,56,dan 12%, masing-masing ) ( Gyorkos,1990 ). Dalam studi lain,
lebih dari 40 persen imigran Kamboja ke Australia telah atau samar-samar
strongyloides serologi positif mungkin mengindikasikan infeksi (Caruana
dkk,2006).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Satu – satunya cacing yang penting dalam ilmu kedokteran dan termasuk
dalam super familia Rhabditoidea familia strongyloididae adalah strongyloides
stercoralis dan strongyloides fuelleborni.Penyakit yang ditimbulikan disebut
strongyloidiasis atau cochen china diarrhea.
Dikenal empat macam siklus hidup cacing strongyloides stercoralis yaitu :
1. Siklus hidup secara langsung
2. Siklus hidup secara tidak langsung
3. Autoinfeksi
Buanglah tinja di jamban yang saniter. Lakukan penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat untuk benar-benar memperhatikan kebersihan perorangan dan
kebersihan lingkungan. Gunakan alas kaki di daerah endemis. Sebelum
memberikan terapi imunosupresif kepada seseorang, Pastikan bahwa orang
tersebut tidak menderita strongyloidiasis.
Thiabendazole dan mebendazole sering digunakan orang untuk mengobati
strongyloidiasis. Selain kedua jenis obat tersebut WHO juga merekomendasikan
pemberian albendazole.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna namun
penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Tidak lupa
penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar penulisan
makalah – makalah kedepannya bisa lebih baik lagi. Demikian penulis
mengucapkan terimakasi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Gandasuda, Srisasi 2006. Parasit Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
F.Ganong,William.2003.Medical Physiologi.Medical publishing division
Guyton and Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders
Maguire JW. Nematoda usus (cacing gelang). Dalam: Mandell GL, Bennett JE, Dolan R, eds. Mandell, Douglas, dan Prinsip Bennett dan Praktek of Infectious Diseases . 7th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Churchill Livingstone, 2009: chap 287
Diemert DJ. Intestinal nematode infections. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Goldman's Cecil Medicine . 24th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2011: chap 365.
Anonim. 2012. Strongylidiosis. http://health.detik.com/readpenyakit/623/strongyloidiasis?mode_op=gejala. Diakses tanggal 2 Oktober 2013.
Anonim. 2013.Penyakit Strongylidiosis Akibat Cacing. http://sikkahoder.blogspot.com/2013/08/penyakit-strongiloidiasis-akibat-cacing.html. Diakses tanggal 2 Oktober 2013.
Anonim. 2012. Infeksi Cacing Benang Strongylidiosis. http://penyakitwaswas.blogspot.com/2012/03/infeksi-cacing-benang-strongyloidiasis.html. Diakses tanggal 2 Oktober 2013.
Anonim. 2011. Stronyloidiasis. http://joeveteriner.blogspot.com/2011/04/strongyloidiasis.html. Diakses tanggal 2 Oktober 2013.
Anonim. 2011. Stronyloides. http://kuliah-bhn.blogspot.com/2011/06/strongyloides.html. Diakses tanggal 2 Oktober 2013.
15