Odontogenic Maxillary Sinusitis

17
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen 2.1.1. Definisi Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya., terutama pada daerah fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen, nafas bau, post nasal drip. 5 Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. 6 2.1.2. Anatomi Sinus Maksilaris Batas-batas dinding Sinus Maksilaris: a. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila (fossa kanina) b. Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila c. Dinding medial : dinding lateral rongga hidung d. Dinding superior : dasar orbita e. Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi Sinus Maksilaris antara lain: a. Sebagai pengatur kondisi udara (air Conditioning) b. Sebagai penahan suhu c. Membantu keseimbangan kepala d. Membantu resonansi suara e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara f. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.

description

m

Transcript of Odontogenic Maxillary Sinusitis

Page 1: Odontogenic Maxillary Sinusitis

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen

2.1.1. Definisi

Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir

sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau

kerusakan tulang di bawahnya., terutama pada daerah fossa kanina dan menyebabkan

sekret purulen, nafas bau, post nasal drip.5

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah selesma

(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi

bakteri.6

2.1.2. Anatomi Sinus Maksilaris

Batas-batas dinding Sinus Maksilaris:

a. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila (fossa kanina)

b. Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila

c. Dinding medial : dinding lateral rongga hidung

d. Dinding superior : dasar orbita

e. Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi Sinus Maksilaris antara lain:

a. Sebagai pengatur kondisi udara (air Conditioning)

b. Sebagai penahan suhu

c. Membantu keseimbangan kepala

d. Membantu resonansi suara

e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

f. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.

Page 2: Odontogenic Maxillary Sinusitis

2

Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior dinding medial sinus dan

bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Sepertiga tengah

dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus

maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini dinamakan kompleks

ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang

prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan

ostiumnya dan ostium sinus maksila.1

2.1.3. Klasifikasi

Klasifikasi sinusitis maksilaris berdasarkan waktunya menurut Cauwenberg:

Akut, bila infeksi terjadi kurang dari 4 minggu.

Subakut, bila infeksi terjadi sampai 4 minggu-3 bulan.

Kronis, bila infeksi terjadi lebih dari 3 bulan.7

2.1.4. Etiologi

Sinusitis maksilaris disebabkan oleh beberapa faktor pejamu yaitu genetik,

kondisi kongenital, alergi dan imun, abnormalitas anatomi. Faktor lingkungan yaitu

infeksi bakteri, trauma, medikamentosa, tindakan bedah. Terjadinya sinusitis dapat

merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring,

tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat

trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam. Faktor predisposisi yang

mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka,

polip hidung, dan rinitis alergi.8,9

2.1.5. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar (mucociliary clearance) didalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh

sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua

yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan

oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta

Page 3: Odontogenic Maxillary Sinusitis

3

mengandungi zat- zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap

kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke

ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.10,11

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis

yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan

menyebabkan terjadinya hipooksigenasi yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan

epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia

ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.9,10

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi

bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi

dan sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan masuk dan mengadakan

pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan

mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung

lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan

mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar

sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium

sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus

sehingga terjadinya sinusitis maksila.8,10

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan

dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.

Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan

sinusitis.

2.1.6. Manifestasi Klinis

Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, nyeri kepala, wajah

terasa bengkak dan penuh, gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak (sewaktu naik

atau turun tangga), nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, sekret mukopurulen dapat

keluar dari hidung dan berbau busuk.2

Page 4: Odontogenic Maxillary Sinusitis

4

Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sinusitis maksilaris kronik berupa

hidung tersumbat, sekret kental, cairan mengalir di belakang hidung, hidung berbau,

indra pembau berkurang, dan batuk.12

Kriteria Saphiro dan Rachelefsky:

a. Gejala Mayor:

1) Rhinorea purulen

2) Drainase Post Nasal

3) Batuk

b. Gejala Minor:

1) Demam

2) Nyeri Kepala

3) Foeter ex oral

Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor

dan 2 atau lebih gejala minor.1

2.1.7. Pemeriksaan Sinusitis Maksilaris

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan inspeksi

luar, palpasi, dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan transiluminasi, radiologi dan Ct

Scan (gold standart).

a) Inspeksi

Pemeriksaan yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.

Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-

merahan mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut.

b) Palpasi

Page 5: Odontogenic Maxillary Sinusitis

5

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis

maksilaris.

c) Transiluminasi

Pemeriksaan ini menunjukan adanya perbedaan sinus kanan dan kiri. Sinus yang

sakit akan tampak lebih gelap.

d) Pemeriksaan radiologi '

Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam sinus. Jika

cairan tidak penuh akan tampak gambaran air fluid level.

e) CT scan

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus maksilaris adalah

pemeriksaan CT scan. Potongan CT scan yang rutin dipakai adalah koronal.1,5,12

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi sinusitis maksilaris adalah selulitis orbita, osteomielitis dan fistula

oroantral.7

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan

eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.6

2.2. Karies Gigi

2.2.1. Definisi

Karies berasal dari bahasa latin yaitu karies yang artinya kebusukan. Definisi

sederhana karies adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya

mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan

sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga

timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.14

Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

yang ada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva.

Page 6: Odontogenic Maxillary Sinusitis

6

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan

sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang

dapat diragikan.13,15

2.2.2. Etiologi

Karies gigi adalah penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi dari 4

faktor utama yaitu gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu.

a) Mikroorganisme

Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies gigi sangatlah besar.

Bakteri plak sangat dominan dalam karies dentis adalah streptococcus

mutans. Bakteri ini sangat kariogen karena mampu membuat asam dari

karbohidrat yang dapat diragikan. Menempel pada permukaan gigi karena

kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari

karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa,

menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin.

Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling

melekat satu sama lain.14

b) Substrat

Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi

sehari-hari yang menempel pada gigi. Seringnya mengkonsumsi gula akan

menambah pertumbukan plak dan menambah jumlah streptococcus mutans

didalamnya. Sukrosa merupakan gula yang kariogen, walaupun gula lainnya

tetap berbahaya. Sukrosa merupakan gula yang paling banyak

dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama.14

c) Gigi

Faktor-faktor dari gigi yang berpengaruh terhadap peningkatan karies,

yaitu:

1) Bentuk

Page 7: Odontogenic Maxillary Sinusitis

7

Gigi dengan fit dan fisur yang lebih dalam lebih mudah terserang

karies.

2) Posisi

Gigi yang berjejal dan susunannya tidak teratur lebih sukar dibersihkan.

Hal ini cenderung meningkatkan penyakit periodontal dan karies.

3) Struktur

Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan

gigi dan lingkungannya merangsang efek anti karies.14,15

d) Waktu

Waktu menjadi salah satu faktor penting, karena meskipun ada ketiga

faktor sebelumnya proses pembentukan karies gigi relatif lambat dan

secara klinis terlihat kehancuran dari email lebih dari empat tahun. Adanya

kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama

berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut

terdiri atas periode kerusakan dan perbaikan yang bergantian. Apabila saliva

ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam

hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.14

Selain faktor-faktor utama penyebab karies yang sudah dijelaskan diatas,

terdapat faktor-faktor tidak langsung yang disebut faktor risiko luar, antara lain :

a) Usia

Pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun akan bertambah jelas,

karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap

gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kuat akan

menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kurang kuat

pengaruhnya.14,15

b) Jenis kelamin

Prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi

dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan erupsi gigi anak perempuan

Page 8: Odontogenic Maxillary Sinusitis

8

lebih cepat dibanding anak laki-laki, sehingga gigi anak perempuan berada

lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama

berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.14

c) Suku bangsa

Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat tentang hubungan

suku bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa

perbedaan ini karena sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara

pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berada

disetiap suku. Demikian juga anak-anak kulit putih dan hitam. Perbedaan ini

disebabkan perbedaan sosial ekonomi, nutrisi dan status perkembangan

anak.14

d) Letak geografis

Perbedaan prevalensi karies ditemukan pada penduduk yang geografis

letak kediamannya berbeda. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini

belum jelas betul, kemungkinan karena perbedaan lamanya matahari

bersinar, suhu, cuaca, air, keadaan tanah, dan jarak dari laut. Kandungan

flour 1 ppm dalam air akan berpengaruh terhadap penurunan karies.14

e) Kultur sosial penduduk

Faktor yang mempengaruhi perbedaan ini adalah pendidikan dan

penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan

lain-lain. Perilaku sosial dan kebiasaan akan menyebabkan perbedaan jumlah

karies. Selain itu perbedaan suku, budaya, lingkungan dan agama akan

menyebabkan keadaan karies yang berbeda pula. Penduduk di daerah

perkotaan dan pedesaan memiliki perbedaan kultur sosial dan perilaku.14

2.2.3. Klasifikasi

Jenis karies dentis berdasarkan tempat terjadinya antara lain :

a) Karies insipiens

Page 9: Odontogenic Maxillary Sinusitis

9

Karies yang terjadi pada permukaan email gigi (lapisan terluar dan

terkeras gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau

cokelat pada email.

b) Karies superfisialis

Karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan kadang-kadang

terasa sakit.

c) Karies media

Karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian

pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa

sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.

d) Karies profunda

Karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa sehingga

terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit tiba-tiba tanpa

rangsangan apapun dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama

dibandingkan pada karies-karies lainnya.14,15

2.3. Hubungan karies gigi dengan terjadinya sinusitis maksilaris

odontogen

Penyebab sinusitis maksilaris akut ialah rhinitis akut, infeksi faring seperti

faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut, infeksi gigi rahang atas P1, P2, serta Ml, M2, M3

(dentogen), berenang dan menyelam, trauma dapat menyebabkan pendarahan mukosa

sinus paranasal, barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.1

Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi

premolar, molar atas dan sering terlihat pada pemeriksaan radiologi oral dan fasial.

Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis, seperti infeksi yang berasal dari gigi

dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus.3

Sinusitis maksilaris diawali dengan kuman pada karies masuk ke sinus. Proses

inflamasi ini akan menyebabkan gangguan drainase sinus. Kejadian sinusitis maksilaris

Page 10: Odontogenic Maxillary Sinusitis

10

ini dipermudah oleh adanya faktor-faktor predisposisi baik lokal maupun sistemik, maka

faktor-faktor tersebut perlu diteliti berapa besar pengaruhnya pada sinusitis maksilaris.16

Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh

manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya

bersumber dari kerusakan jaringan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang

disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah

menjadi patogen. Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa

abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir

akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses

yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal.

Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear

leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosit hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit.

Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu

proses yang disebut inflamasi.16

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai

hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur periodontal,

sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket dan (3) jalur perikoronal, yang

terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya

pada gigi yang tidak atau belum dapat tumbuh sempuna. Sering terjadi melalui jalur

periapikal. Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies

gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi

pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi

odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis

menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen

apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya

proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat

dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.16

Page 11: Odontogenic Maxillary Sinusitis

11

Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses odontogen.(A)

Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan

abses. (Sumber : Douglas & Douglas, 2003)

Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan

limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi

nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan:

(1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu

keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi

yang vital dan steril secara normal. Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain

mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi

mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat.16

Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas

jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang

memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau

palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak

perjalanan pus (Gambar 2).16

Page 12: Odontogenic Maxillary Sinusitis

12

Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi

penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal.

(Sumber : Fragiskos, 2007)

Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak

bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan

tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah

palatal atau ke lingual.11,16

Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap

bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga

mandibula dan kadang-kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas

penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris

ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang

akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga

memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3), pus

di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya

menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di

bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular

dan terjadi pembengkakan ekstraoral.16

Page 13: Odontogenic Maxillary Sinusitis

13

Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi

apeks gigi penyebab.(A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B) Penyebaran pus pada rahang

bawah tergantung pada posisi perlekatan otot mylohyoid. (Sumber : Fragiskos, 2007)

Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses

dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar,

(2) subperiosteal, (3) submukosa, (4) subkutan, dan (5) fascia migratory – cervicofacial

(Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam

tulang alveolar yang disebut sebagai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar

setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan

abses subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan

periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah

melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di

bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui

jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut

abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk

abses serous yang disebut abses spasia wajah.16

Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar

(B) Abses superiosteal. (Sumber : Fragiskos, 2007)

Page 14: Odontogenic Maxillary Sinusitis

14

Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa

(B) Abses subkutan. (Sumber : Fragiskos, 2007)

2.4. Sinusitis Maksilaris Rinogen

2.4.1. Etiologi

Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris atau paranasalis) yang disebabkan oleh :

Rinitis Akut (influenza), Polip, septum deviasi.17

2.4.2. Manifestasi Klinis

Task Force yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngology (AAOA)

dan American Rhinologic Society (ARS) membuat klasifikasi rinosinusitis pada dewasa

berdasar kronologi penyakit.17

Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu,

rinosinusitis akut berulang (rekuren) gejala sama dengan yang akut tetapi akan

memburuk pada hari ke 5 atau kambuh setelah mereda. Rinosinusitis subakut gejala

berlangsung lebih dari 4 minggu, merupakan kelanjutan RSA yang tidak menyembuh

tetapi gejala yang tampak lebih ringan. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung

lebih dari 12 minggu. Rinosinusitis kronik eksaserbasi akut adalah keadaan dimana

terjadi serangan/infeksi akut pada infeksi kronik.17

Berdasarkan kualitas gejala RSA dapat dibagi : ringan, sedang dan berat. Gejala

RSA ringan : adanya rinore, hidung buntu, batuk-batuk, sakit kepala atau wajah

tergantung lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala daerah dahi menunjukkan adanya

infeksi daerah sinus frontal, rasa sakit daerah rahang atas, gigi dan pipi menunjukkan

Page 15: Odontogenic Maxillary Sinusitis

15

sinusitis maksila, sedangkan etmoiditis menyebabkan odem di sekitar mata dan nyeri

diantara dua mata dengan atau tanpa disentuh, pada sfenoid lokasi nyeri di puncak kepala

dan sering disertai sakit telinga, sakit leher, demam. Pada keadaan yang berat gejala

seperti tersebut di atas tetapi lebih berat (rinore purulen, hidung buntu, sakit kepala/wajah

berat tergantung lokasi, odem periorbita dan demam tinggi).17

2.4.3. Patofisiologi

Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang

disebabkan virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus. Infeksi virus

tidak menunjukkan gejala sinusitis, tetapi menyebabkan inflamasi pada mukosa sinus,

dan akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu.17

Infeksi tersebut menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa komplek osteo

meatal sehingga terjadi obstruksi ostium sinus yang menyebabkan gangguan aerasi dan

drainase sinus. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 didalamnya, terjadi

tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat dan terjadi

transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu, retensi sekret yang terjadi

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.17

Virus yang sering menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan

rinovirus. Seringkali infeksi virus ini diikuti infeksi kuman terutama kuman kokus

(steptokokus pneumonia, stapilokokus aureus) dan Haemophilus Influenza. Kadang

infeksi jamur dapat menyebabkan rinosinusitis terutama pada orang-orang dengan

imunodefisiensi. Faktor predisposisi lokal yang harus dicermati adalah :17

1. Adanya septum deviasi (sekat hidung yang bengkok)

2. Konka bulosa

3. Massa (tumor)

4. Adanya gangguan fungsi silia

5. Pemasangan tampon yang lama

6. Polip

7. Trauma

Page 16: Odontogenic Maxillary Sinusitis

16

8. Rinitis Alergi

9. Rinitis Vasomotor

10. Konka Hipertrofi.17

2.4.4. Komplikasi

Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik

sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi. Yang harus diingat komplikasi

rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan

penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata

dan kranial sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.17

Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain

karena :

1. Terapi yang tidak adekuat

2. Daya tahan tubuh yang rendah

3. Virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat

dilakukan.17

2.5. Kerangka Teori

Gigi p1/p2

m1/m2/m3

Masuknya bakteri kariogenik. Contoh:1. Streptococcus mutans2. Lacto bacilli3. Lacto bacillus acidophilus4. Nocardia SPP.

Karies gigiBakteri menembus ruang pulpa sampai

apeks gigi

Posisi Antrum maksila yang sangat dekat

dengan premolar dan molar atas

Bakteri dapat masuk ke sinus maksila

Sinusitis maksilaris

Gambar 6 kerangka teori

Page 17: Odontogenic Maxillary Sinusitis

17

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 7 Kerangka Konsep

2.7. Hipotesis

Ada hubungan antara karies gigi rahang atas dengan terjadinya sinusitis

maksilaris.