Obsesif Kompulsif bab II

24
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Obsesif Kompulsif Gambaran penting Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder, OCD) adalah gejala obsesif atau kompulsif berulang yang cukup berat hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya. Obsesif atau kompulsi memakan waktu cukup mengganggu fungsi rutin normal, pekerjaan, aktifitas sosial biasa, atau hubungan seseorang. Pasien dengan OCD dapat memiliki obsesif atau kompulsif atau keduanya. 4 Obsesif merupakan suatu pikiran, ide, perasaan atau sensasi mengganggu (intrusif). Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesif meningkatkan kecemasan seseorang sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsif, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesif dan merasakan bahwa obsesif dan kompulsif sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif- kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidak berdayaan karena obsesif dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada 3

description

IKJ

Transcript of Obsesif Kompulsif bab II

Page 1: Obsesif Kompulsif bab II

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Obsesif Kompulsif

Gambaran penting Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive

Disorder, OCD) adalah gejala obsesif atau kompulsif berulang yang cukup berat

hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya.

Obsesif atau kompulsi memakan waktu cukup mengganggu fungsi rutin normal,

pekerjaan, aktifitas sosial biasa, atau hubungan seseorang. Pasien dengan OCD

dapat memiliki obsesif atau kompulsif atau keduanya.4

Obsesif merupakan suatu pikiran, ide, perasaan atau sensasi mengganggu

(intrusif). Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan

dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesif

meningkatkan kecemasan seseorang sedangkan melakukan kompulsi menurunkan

kecemasan seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu

kompulsif, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-

kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesif dan merasakan bahwa

obsesif dan kompulsif sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat

merupakan gangguan yang menyebabkan ketidak berdayaan karena obsesif dapat

menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas

normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan

dengan teman dan anggota keluarga.3

Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :

1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang

dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak

sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.

2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang

masalah kehidupan yang nyata

3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau

bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.

3

Page 2: Obsesif Kompulsif bab II

4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah

hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan

pikiran)

Pengertian obsesif menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi

yang muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison &Neale, hal-hal tersebut

muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak

rasional dan tidak dapat dikontrol.5

Sedangkan kompulsi menurut Davison & Neale adalah perilaku atau

tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk

menampilkannya agar mengurangi stres.5

Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :

1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)

atau tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata

dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon

terhadap suatu obsesif, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi

secara kaku.

2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi

penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,

akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan

dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk

menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.

2.2 Epidemiologi Obsesif Kompulsif

Prevalensi dari gangguan obsesif–kompulsif pada populasi umum adalah

2-3%.6 Pada sepertiga pasien obsesif–kompulsif, onset gangguan ini adalah sekitar

usia 20 tahun, pada pria sekitar 19 tahun dan pada wanita sekitar 22 tahun.

Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan

tetapi remaja laki – laki lebih mudah terkena dari pada remaja perempuan.6

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh

gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat

pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan

untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid

4

Page 3: Obsesif Kompulsif bab II

lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan

penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.7

2.3 Etiologi Obsesif Kompulsif

Penyebab terjadinya gangguan obsesif-kompulsif yaitu7:

1. Faktor biologi

a. Neurotransmiter

Banya uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat-

obatan menunjukkan bahwa disregulasi dari serotonin berhubungan

dengan terjadinya gangguan obsesif-kompulsif. Data menunjukkan

bahwa obat-obatan serotonergik menunjukkan efikasi dalam

pengobatan gangguan obsesif-kompulsif, tetapi apakah serotonin

berperan menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif masih tidak jelas.

Beberapa laporan menunjukkan perbaikan minor pada gangguan

obsesif-kompulsif setelah penggunaan obat oral klonidin, obat yang

menurunkan jumlah norepinefrin yang disekresikan dari ujung saraf

presinaps.

Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokal dengan

gangguan obsesif-kompulsif. Infeksi streptokokus beta hemolitikus

grup A dapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30% dari

pasien yang terinfeksi mengidap korea Sydenham dan menunjukkan

gejala obsesif-kompulsif.

b. Studi pencitraan otak

Pencitraan otak pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif

menunjukkan perubahan fungsi pada sirkuit neural antara korteks

orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Pencitraan positron emission

tomography (PET) menunjukkan aktivitas metabolisme dan aliran

darah yang meningkat pada lobus frontal dan basal ganglia terutama

kaudatus. Computed tomographic (CT) dan magnetic resonance

imaging (MRI) menunjukkan pengecilan kaudatus bilateral pada pasien

dengan gangguan obsesif-kompulsif.

5

Page 4: Obsesif Kompulsif bab II

c. Genetik

Studi menunjukkan bahwa gangguan obsesif-kompulsif

mempunyai komponen genetik yang signifikan.

d. Data biologis lain

Pada pasien gangguan obsesif-kompulsif dijumpai gambaran

abnormalitas elektroensefalografi sedikit diatas normal.

2. Faktor perilaku

Menurut ahli teori belajar, obsesif adalah stimulus yang terkondisi.

Stimulus netral akan terasosiasi dengan ansietas melalui proses responden

terkondisi dengan situasi yang menyebabkan ansietas. Oleh karena itu,

objek dan pikiran netral dapat menjadi stimulus terkondisi yang memicu

timbulnya ansietas.

Ketika pasien menemukan aksi tertentu untuk mengurangi ansietas yang

berhubungan dengan pikiran obsesif, pasien akan mengembangkan strategi

dalam bentuk perilaku kompulsif untuk mengontrol ansietas tersebut.

Secara perlahan, usaha pasien untuk mengurangi ansietas tersebut akan

menjadi perilaku kompulsif.

3. Faktor psikososial

Ganggguan obsesif-kompulsif berbedaan dengan gangguan

personalitas obsesif-kompulsif. Kebanyakan pasien dengan gangguan

obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif premorbid, dan

perilaku tersebut tidak penting atau sufisien untuk berkembangnya

gagguan obsesif-kompulsif.

4. Faktor psikodinamika

Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis

utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter

obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan

reaksi. 7

1) Isolasi

6

Page 5: Obsesif Kompulsif bab II

Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang

dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi,

afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari

komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil

sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien

secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang

berhubungan dengannya.

2) Undoing

Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin

dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi

pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan

kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif

menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan

untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang

belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder

yang cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti

yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan

kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan

akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls

obsesional yang menakutkan.

3) Pembentukan reaksi

Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi

dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls

dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-

lebihkan dan tidak sesuai.

4) Faktor psikodinamik lainnya

Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif

dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari

fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan

gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang

7

Page 6: Obsesif Kompulsif bab II

pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka

mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat

ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta

secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien

dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang

melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat

dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas

dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di

belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-

kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan

pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-

sadistik.

5) Ambivalensi

Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam

karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak

normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan

cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan

tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak

melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan

dalam berhadapan dengan pilihan.

6) Pikiran magis

Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran

awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi

oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran

kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan

peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya,

semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan

tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan

bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 6

2.4 Diagnosis Obsesif Kompulsif

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV7:

8

Page 7: Obsesif Kompulsif bab II

1. Salah satu obsesi atau kompulsi

Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten

yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai

intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan

yang jelas.

b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata

kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,

atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran

atau tindakan lain.

d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan

obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari

luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau

tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata

dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk

melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut

dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau

menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi

yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak

dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap

untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari

bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan

(Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak).

3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan

waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna

mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),

atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.

9

Page 8: Obsesif Kompulsif bab II

4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak

terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat

gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,

permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,

preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,

preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat

hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika

terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan

depresif berat).

5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang

disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu

selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan

kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III7:

a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama

sedikitnya dua minggu berturut-turut.

b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu

aktivitas penderita.

c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,

meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan

hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega

dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan

seperti dimaksud di atas.

Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

10

Page 9: Obsesif Kompulsif bab II

d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan

depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi

berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode

depresifnya.

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau

menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan

perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,

maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada

gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila

dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi

sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas

diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain

menghilang.

e. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,

sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai

bagian dari kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan

Pedoman Diagnostik

a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls

(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

b. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu

menyebabkan penderitaan (distress).

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)

Pedoman Diagnostik

a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya

mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu

11

Page 10: Obsesif Kompulsif bab II

situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan

keteraturan.

Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang

mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual

tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari

bahaya tersebut.

b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai

beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan

ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif

Pedoman Diagnostik

a. Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran

obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua

hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.

b. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan

dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang

berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif

terhadap terapi perilaku.

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT.

2.5 Diagnosis Banding Obsesif Kompulsif

Diagnosis banding untuk kasus obsesif-kompulsif terdiri dari kondisi

medis dan psikiatrik.8

1. Kondisi medis

Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding

adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan

kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari

gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap

hari terjadi.

12

Page 11: Obsesif Kompulsif bab II

2. Kondisi psikiatrik

Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesif-

kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia,

dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan

dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya

sifat gejala, dan oleh tilikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan

kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang

berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan

tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif

berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan obsesif, tetapi pasien dengan

gangguan obsesif-kompulsif saja tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk

gangguan depresif berat.

Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan

obsesif-kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan

kemungkinan gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis.

Pada semua gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang, sebagai

contoh permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai

contoh mencuri.

2.6 Terapi Obsesif Kompulsif

Terapi pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif terdiri dari

psikoterapi, psikofarmaka dan terapi perilaku.9

1. Psikoterapi

Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya

diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi

suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesif

kompulsif yang walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan

adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.8

Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:1

1. Menguatkan daya tahan mental yang ada

2. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk

mempertahankan kontrol diri

13

Page 12: Obsesif Kompulsif bab II

3. Mengembalikan keseimbangan adaptif

Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:1

1. Ventilasi atau (psiko) kataris

2. Persuasi atau bujukan

3. Sugesti

4. Penjaminan kembali (reassurance)

5. Bimbingan dan penyuluhan

6. Terapi kerja

7. Hipno-terapi dan narkoterapi

8. Psikoterapi kelompok

9. Terapi perilaku

Ada beberapa faktor gangguan obsesif-kompulsif sangat sulit untuk

disembuhkan, penderita gangguan obsesif-kompulsif kesulitan

mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi

tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal.

Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu

diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak

salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya

berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam

penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh

praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk

mengikuti terapi.

2. Psikofarmaka

a. Penggolongan

1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik

Contoh: Clomipramine.

2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)

Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.

14

Page 13: Obsesif Kompulsif bab II

b. Indikasi Penggunaan

Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.

Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:

1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami

gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:

a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri

individu sendiri;

b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);

c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau

impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan

atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas);

d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil

dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi

dilawan/dielakkan oleh penderita

2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau

menggangu aktivitas sehari-hari (disability)

Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap

farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar

30%-60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun.

Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong.

Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu disertai

dengan terapi perilaku (behavior therapy).

Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25

sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan

25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg

sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena

Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek

samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping

antikolinergik, seperti mulut kering.

15

Page 14: Obsesif Kompulsif bab II

SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-

kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai

manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti

overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek

samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik

daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan

sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif.3

Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak

berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain

yang dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif

adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase

inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil).

3. Terapi perilaku

Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku

sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.

Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku

sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku

dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan

perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan

pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran,

terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien

gangguan obsesif-kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-

benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.

4. Terapi lain

Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,

membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan

gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk

kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung

bagi beberapa pasien.

5. Terapi Perilaku Kognitif

16

Page 15: Obsesif Kompulsif bab II

Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy) untuk

mengatasi gangguan obsesif-kompulsif. Mendasarkan pada perspektif

kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan untuk mengatasi

gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response prevention.

Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia

harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun

mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah

untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang

mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu dalam mengubah

keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain berupa terapi

kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon

pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif.

2.7 Prognosis Obsesif Kompulsif

Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya

menahan) pada kompulsif, onset pada masa anak-anak, kompulsif yang aneh perlu

perawatan di rumah sakit, gangguan depresi berat yang menyertai, kepercayaan,

waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan

obsesif dan kompulsif dan adanya gangguan keperibadian. Prognosis yang baik

ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa

pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik.9

17