Obgyn

38
BAB I PENDAHULUAN Pre eklampsia merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, sedangkan eklampsia mempunyai gambaran klinis seperti pre eklampsia, biasanya disertai kejang dan penurunan kesadaran (koma). Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatak yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan. 1 Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeclampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia dan penangannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Jadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan rutin sangat perlu untuk mencari tanda-tanda preeclampsia. 1 Preeclampsia adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan disertai proteinuria setelah usia getasi 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejalainidapat juga timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblast. Dahulu adanya edema

Transcript of Obgyn

Page 1: Obgyn

BAB I

PENDAHULUAN

Pre eklampsia merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan, sedangkan eklampsia mempunyai gambaran klinis

seperti pre eklampsia, biasanya disertai kejang dan penurunan kesadaran (koma). Sampai

sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre

eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatak yang paling

tinggi dalam ilmu kebidanan.1

Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan angka mortalitas

dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia pre eklampsia dan eklampsia merupakan

penyebab dari 30-40% kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini

preeclampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia dan penangannya perlu segera

dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Jadi jelas bahwa pemeriksaan

antenatal yang teratur dan rutin sangat perlu untuk mencari tanda-tanda preeclampsia.1

Preeclampsia adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan disertai proteinuria setelah

usia getasi 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejalainidapat juga timbul sebelum usia

kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblast. Dahulu adanya edema merupakan gejala penting

dari preeclampsia . namun sekarang untuk menegakkan diagnosis preeclampsia gejala

tersebuttidak harus ada.

Komponen hipertensi pada penyakit ini adalah bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg,

ataubila tekanan darah diastolic ≥90 mmHg pada wanita yang biasanya memiliki tekanan darah

yang normal sebelum hamil. Diagnose preeclampsia memerlukan paling sedikit 2 kali

pemeriksaan tekanan darah yang abnormal, yang diukur sedikitnya dalam selang waktu 6 jam.

Proteinuria timbul bila konsentrasi protein urin menunjukkan nilai >300 mg selama 24

jam. Pengumpulan urin 24 jam merupakan pemeriksaan yang penting untuk menegakkan

diagnose preeclampsia. namun bila pemeriksaan tidak mungkin dilakukan, maka kadar ≥30mg/dl

(sedikitnya +1 pada tes dipstick) dalam sedikitnya 2 kali pemeriksaan sample urin secara acak,

dengan jarak masing-masing 6 jam dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa preeclampsia.2

Page 2: Obgyn

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan eklmapsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,

dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dan wanita dalam nifas. Pada

tingkat tanpa kejang disebut preeklampsia dan pada tingkat dengan kejang disebut eklampsia.

Preeklmapsia memperlihatkan gejala hipertensi, edema, dan proteinuri. Kadang-kadang

hanya hipertensi dengan proteinuri atau hipertensi dengan edema. Gejala eklampsia sama dengan

preeklampsia ditambah dengan kejang dan/atau koma.

Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul sesudah minggu ke-20 kehamilan

dan makin tua kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut. Pada mola

hidatidosa penyakit ini dapat timbul sebelum minggu ke-20.6

Setelah persalinan gejala-gejalanya berangsur hilang sendiri. Untuk diagnosis

preeklampsia, pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih harus ditemukan hipertensi dengan

proteinuria dan edema atau sekurang-kurangnya hipertensi dan proteinuri.7

1. Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih, atau kenaikan 30

mmHg di atas tekanan biasa. Tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih, atau kenaikan 15

mmHg kenaikan biasanya. Tekanan darah ini diperoleh dengan sekurang-kurangnya

pengukuran 2 kali dengan selang waktu 6 jam.

2. Proteinuri ialah protein lebih dari 0,3 gr/l dalam urin 24 jam atau lebih dari 1gr/l pada

pemeriksaan urin sewaktu. Proteinuri harus ada pada 2 hari berturut-turut atau lebih.

3. Edema pada kaki, jari tangan, dan wajah, terutama yang menetap setelah bangun pagi.

Timbulnya edema didahului oleh penambahan berat badan yang berlebihan. Penambahan

berat badan ½ kg seminggu pada seorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika

mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, kemungkinan terjadinya preeklampsia

harus dicurigai.6

2.2. Karakteristik Ibu Hamil

Page 3: Obgyn

Beberapa karakteristik ibu hamil yang dapat meningkatkan angka kejadian preeklamsia adalah:

a. Usia.

Usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja pada

kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 tahun)

meningkatkan angka kejadian preeklampsi. Hubungan peningkatan usia terhadap

preeklampsia dan eklampsia adalah sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang

berusia diatas 35 tahun. Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk

melahirkan.

b. Tingkat pendidikan.

Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk

meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju kepada

kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Semakin banyak pendidikan yang

didapat seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka dengan mudah untuk

menerima dan memahami suatu informasi yang positif. Kaitannya dengan masalah

kesehatan, dari buku safe motherhood menyebutkan bahwa wanita yang mempunyai

pendidikan lebih tinggi cenderung lebih menperhatikan kesehatan dirinya.

c. Pekerjaan.

Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah.

Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh

dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya

tekanan dari pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan berdampak

pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam rangka memenuhi

kebutuhan selama proses kehamilan.

d. Paritas

Pada The New England journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama

risiko terjadi preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.8

e. Usia kehamilan

Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul sesudah minggu ke-20

kehamilan dan makin tua kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit

tersebut.6

2.3. Etiologi

Page 4: Obgyn

Penyebab preeklampsia belum diktehui dengan pasti. Meskipun demikian penyakit ini lebih

sering ditemukan pada wanita hamil yang:

1. Primigravida.

2. Hiperplasentosis (kehamilan kembar, anak besar, mola hidatidosa, dan hidrops

fetalis).

3. Mempunyai dasar penyakit vaskuler (hipertensi atau diabetes militus).

4. Mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarganya.6

2.4. Patofisiologi

Vasospasme adalah dasar dari preeklampsia dan eklampsia. Konstriksi vascular

menyebabkan resistensi aliran darah dan berperan dalam terjadinya hipertensi arteri. Kelainan

vascular disertai hipoksia lokal jaringan disekitarnya mungkin menyebabkan pedarahan,

nekrosis, dan, kelainan end-organ lain yang dijumpai pada preeklampsia berat.9

Page 5: Obgyn

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan.10

2.6. Aspek Klinik

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan

postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan

dan preeklampsia berat.2

Preeklampsia ringan

Preeklampsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi

organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembulu darah dan aktivasi endotel. Diagnosis

Page 6: Obgyn

preeklampsia ringan ditegakan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria

dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu

Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg.

Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstick.

Edema: edema lokal tidak dimasukan kedalam kriteria preeklampsi, kecuali edema pada

lengan, muka dan perut, edema generalisata.2

Preeklampsia berat

Preeklampsia digolongkan preeklampsi berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai

berikut:

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

Proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

Kenaikan kadar kreatinin plasma.

Gangguan visus dan sereberal: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan

pandangan kabur.

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen.

Edema paru dan sianosis.

Hemolisis mikroangiopatik.

Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.

Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular).

Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.

Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low platelet count)2

2.7. Pengobatan

Preeklampsia ringan

Page 7: Obgyn

Penderita preeklampsia ringan idealnya harus dirawat inap, akan tetapi dengan

pertimbangan efisiensi, perawatan penderita preeklampsi ringan dapat dilakukan diluar rumah

sakit dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Rawat jalan:

a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring).

b. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

c. Sedatif ringan, berupa fenobarbital (3x30 mg/oral).

d. Riboransia.

e. Penderita dianjurkan untuk melakukan kunjunga ulang setiap minggu.

2. Rawat inap. Penderita preeklampsia ringan harus dirawat dirumah sakit apabila:

a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak ada perbaikan pada gejala klinis.

b. Berat badan meningkat lebih dari 2 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut.

c. Timbul salah satu atau lebih gejala preeklampsia berat.

Preeklampsia berat

Tujuan pengobatan preeklampsia berat adalah:

Mencegah terjadinya eklampsia.

Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup yang besar.

Persalinan harus dengan trauma yang minimal dengan upaya menghindari kesulitan pada

kehamilan/persalinan berikutnya.

Mencegah hipertensi yang menetap.

Dasar pengobatannya antara lain istirahat, diet, sedative, obat-obat antihipertensi, dan

induksi persalinan.

Penderita preeklampsia berat dapat ditangani secara aktif maupun konservatif. Pada

perawatan konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan

medisinal, sedangkan perawatan aktif kehamilan segera diakhiri/determinasi didahului dengan

pengobatan medisinal.6

Indikasi perawatan aktif

Page 8: Obgyn

1. Ibu

a. Kehamilan > 37 minggu.

b. Adanya gejala impending eklampsia, seperti sakit kepala yang hebat, penglihatan

kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan dan hiperrefleksi, serta kegagalan terapi pada

perawatan konservatif.

c. Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinal, terjadi kenaikan tekanan

darah.

d. Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, tidak ada perbaikan.

2. Janin.

gawat janin dan PJT (Pertumbuhan Janin terhambat)

3. Laboratorik

HELLP syndrome (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low platelet count)6

Pengobatan Medisinal

1. Obat anti kejang

a. Terapi pilihan pada preeklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4). Diberikan 4

gram MgSO4 20% (20cc) IV dan disusul dengan 8 gram MgSO4 40% (20cc) IM.

Syarat pemberian MgSO4.

Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10

cc)

Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali per menit.

Produksi urin ≥ 30 cc per jam.

Reflex patella positif.

MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila:

Ada tanda-tanda intoksikasi.

Setelah 24 jam pasca persalinan.

Dalam 6 jam pascapersalinan, sudah terjadi perbaikan (normotensif).

b. Diazepam 10 mg IV apabila tidak tersedia MgSO4.

2. Obat antihipertensi, dapat dipilih antara lain:

Page 9: Obgyn

a. Hidralazin 2 mg IV, dilanjutkan dengan 100 mg dalam 500 cc NaCl secara titrasi

sampai tekanan darah sistolik < 170 mmHg dan diastolik < 110 mmHg.

b. Klonidin 1 ampul dalam 10 cc NaCl IV, dilanjutkan dengan titrasi 7 ampul dalam

500cc cairan Ringer Laktat.

c. Nifedipin per oral 3-4 kali 10 mg.

d. Obat-obta lain, seperti: metildopa, etanolol, dan labetalol.6

2.8. Eklampsia

Adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang disertai gejala-

gejal preeklampsia. Menurut saat terjadinya, eklampsia dapat dibedakan atas:

Eklampsia antepartum, yang terjadi sebelum persalinan.

Eklampsia intrapartum, yang terjadi sewaktu persalinan.

Eklampsia pascapersalinan, yang terjadi setelah persalinan.

Serangan kejang eklampsi dapat dibagi dalam empat tingkat, yaitu:

1. Tingkat Invasi (tingkat permulaan).

Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, dan kejang-kejang halus terlihat pada

muka. Berlangsung beberapa detik.

2. Tingkat Kontraksi (tingkat kejang tonis).

Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20

detik.

3. Tingkat Konvulsi (tingkat kejang klonis).

Terjadi kejang yang hilang timbul; rahang membuka dan menutup begitu pula mata; otot-

otot muka dan otot badan berkontaksi dan berelaksasi secara berulang. Lamanya ± 1

menit.

4. Tingkat Koma.

Setelah kejang klonis, pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini bervariasi dari

beberapa menit sampai berjam-jam.6

2.9. Terapi

Page 10: Obgyn

1. Profilaksis.

Upaya pencegahan eklampsia dilakukan dengan cara menemukan kasus preeklampsia

sedini mungkin dan mengobatinya dengan adekuat. Tindakannya dapat berupa:

a. Identifikasi faktor predisposisi.

b. Menemukan gejala awal hipertensi, edema, dan proteinuria.

c. Rujukan yang tepat.

d. Perawatan jalan atau inap.

e. Perawatan medisinal.

f. Pengobatan obstetrik untuk mengakhiri kehamilannya.

2. Pengobatan

Oleh karena eklampsia merupakan keadaan gawat darurat yang sangat berbahaya bagi

keselamatan ibu dan anaknya, penderita harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU)

untuk dirawat bersama dengan disiplin ilmu lain yang terkait.

Secara teoritis eklampsia adalah penyakit yang disebabkan oleh kehamilan. Oleh karena

itu, pengobatan terbaik ialah secepat mungkin mengakhiri kehamilan.

Tujuan pengobatan eklampsia adalah:

Mencegah timbulnya kejang selanjutnya.

Kejang sangat merugikan karena waktu kejang akan terjadi hipoksia, asidosis

respiratoris maupun metabolis dan terjadi kenaikan tekanan darah.

Menurunkan/kontrol tekanan darah.

Hipertensi adalah suatu usaha dari badan untuk mengatasi vasospasme hingga darah

tetap cukup mengalir kepada organ-organ penting. Oleh karena itu, menurunkan

tekanan darah harus berangsur-angsur dan tidak boleh terlalu banyak:

o Tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 20% dalam 1 jam.

o Tekana darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg.

Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dengan pemberian cairan,

misalnya cairan ringer laktat. Pemberian cairan harus hati-hati karena dapat

menimbulkan hiperhidrasi dan edema paru. Oleh karena itu, produksi urine dan

tekanan vena sentral harus terus dipantau:

o Urin tidak boleh kurang dari 30 cc/jam. (oliguria = urin < 16 cc/jam; anuria =

urine < 4 cc/jam)

Page 11: Obgyn

o Tekana vena sentral tidak melebihi 6-8 cm air.

Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita memperoleh

oksigen (O2) dan mempertahankan kebebasan jalan nafas.

Mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur kehamilan setelah kejang dapat

diatasi.6

2.10. Komplikasi

Kejang meningkatkan angka kematian ibu 10 kali lipat dan kematian janin 40 kali lipat.

Penyebab kematian ibu karena eklampsia adalah kolaps sirkulasi (henti jantung, edema paru,

syok, perdarahan otak dan gagal ginjal). Janin biasanya meninggal karena hipoksia, asidosis atau

solusio plasenta. Kebutaan atau paralisis karena lepasnya retina atau perdarahan intrakranial

dapat menetap pada pasien eklampsi yang bertahan hidup. Trauma yang terjadi selama kejang

meliputi laserasi bibir atau lidah, dan fraktur vertebra. Juga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

Gagal ginjal atau hati dan DIC (Dissaminated Intravascular Disease) merupakan komplikasi ibu

yang jarang.11

2.11. Prognosis

Untuk Ibu

Prognosis pasien preeklampsia baik jika tidak terjadi eklampsia. Kematian karena

preeklampsia kurang dari 0,1%. Jika terjadi kejang eklamptik, 5%-7% akan meninggal.

Penyebab kematian meliputi perdarahan intrakranial, syok, gagal ginjal, pelepasan premature

plasenta dan pneumonia aspirasi.11

Untuk Bayi

Kematian perinatal sebesar 20%. Sebagian besar bayi-bayi ini kurang bulan. Namun

dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, kematian ini mungkin dapat dikurangi hingga

< 10%.11

Page 12: Obgyn

BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Identitas pasien

Nama : Ny. D

Umur : 27 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : S1

Nama suami : Tn. H

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : S1

Alamat : Jl. Tanah 600

No RM : 21/41/13

Tanggal masuk : 28-04-2014

Pukul : 16.00 WIB

Ny. D, 27 tahun, G1P0A0, istri dari Tn H, 30 tahun datang ke RS Haji Medan pada tanggal 28-04-2014 pukul 13.00 wib dengan:

KU :Hipertensi rujukan dari RS Sinar Husni

Telaah :Hal ini dialami pasien sejak tanggal 28-04-2014 pukul 13.00 WIB mules teratur dan terus - menerus. Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (+) sejak pukul

Page 13: Obgyn

23.00 WIB. Riwayat keluar air-air dari kemaluan (-). BAK (+) normal, BAB (+) normal.

Riwayat persalinan

1. Hamil ini

Riwayat Operasi : tidak pernah

RPT/RPO : Hipertensi (-)

Menarche : 14 tahun

Lama haid : 5-7 hari

Disminore : (-)

Riwayat KB : (-)

HPHT : 22 - 07 - 2013

TTP : 29 - 04 - 2014

ANC : ke Bidan 3x, dr. SpOG 1x

Status present

Sens : CM Anemis : (-/-)

TD : 160/90 mmHg Ikterik : (-/-)

HR : 86 x/i Dyspnoe : (+)

RR : 20 x/i Sianosis : (-)

T : 360 C Oedem : (+/+)

TB : 165 cmBB : 120 kg

Status Obstetri

Abdomen : membesar, asimetris

Palpasi

Leopold I : 3 jari dibawah proc. Xypoideus (39 cm)

Leopold II : Kiri teraba bagian kecil, kanan teraba punggung, teregang

Page 14: Obgyn

kekanan

Leopold III : Teraba bulat keras, melenting, bagian bawah kepala

Leopold IV : Divergen, 4/5

Gerak janin : (+)

HIS : 2x20 tiap 10 menit

DJJ : 144 x/i, reguler

EBW : 2800-3000 gr

Inspeculo : tidak dilakukan pemeriksaan

VT : Cervix sacral 1cm, effacement 50%, sel ket (+), kepala HI

ST : Lendir darah (+), air ketuban (-)

Hasil laboratorium tanggal 12-04-2014Hematologi

Darah rutin Nilai Nilai Rujukan SatuanHemoglobin 10,5 12 – 16 g/dlHitung eritrosit 4,1 3,9 - 5,6 10*5/µlHitung leukosit 17,300 4,000- 11,000 /µlHematokrit 30,3 36-47 %Hitung trombosit 351.000 150,000-450,000 /µl

Kimia KlinikGlukosa Darah Sewaktu 117 mg/dL < 140Protein urin ++

DiagnosaSementaraPre eklamsia Berat + PG + KDR (3) + PK + AH + Inpartu

Rencana Operasi :SC a/I PEB + Fetal Distress (Tanggal 28 April 2014 pukul 16.00 WIB)

Page 15: Obgyn

Laporan SC a/I PEB tgl 28-04-2014 Pukul 16.00 WIB

Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik.

Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan betadin dan alkohol 70% pada dinding

abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.

Dibawah spinal anastesi dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, subkutis, hingga

tampak fascia.

Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekanan dan kekiri, otot

dikuakkan secara tumpul.

Peritonium dijepit dengan klem, diangkat lalu digunting keatas dan kebawah kemudian

dipasang hack blast.

Tampak uterus gravidarum, identifikasi SBR

Lalu plica vesico uterina digunting kekiri dan kekanan dan disisihkan kearah blast

secukupnya.

Selanjutnya dinding uterus diinsisi secara konkaf sampai menembus subendometrium.

Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan. Selaput

ketuban dipecahkan, air ketuban jernih.

Dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki, BB 2900 gr, PB 49 cm, anus (+).apgar score 9-

10.

Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya.

Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada fundus, kesan lengkap.

Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem

Kavum uteri dibersihkan dari sisa sisa selaput ketuban dengan kassa steril terbuka sampai

tidak ada sisa selaput atau plasenta yang tertinggal. Kesan :bersih.

Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight pada kedua ujung robekan uterus dengan

vicryl no. 1, dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci . Evaluasi perdarahan

terkontrol. Reperitonealisasi dengan plain catgut no.1.0

Klem peritonium dipasang, lalu kavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah dan cairan

ketuban. Kesan : bersih

Evaluasi tuba dan ovarium kanan kiri. kesan : normal.

Lalu peritoneum dijahit dengan plain catgut no.00. kemudian dilakukan jahitan aproksimasi

otot dinding abdomen dengan plain cat gut no.00 secara simple

Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vycril no. 1.

Page 16: Obgyn

Subkutis dijahit secara simple dengan plain cat gut no.00

Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vycril 3/0.

Luka operasi ditutup dengan sufiatulle dan kasa steril.

Liang vagina dibersihkan dari sisa sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih.

Keadaan umum ibu post operasi : stabil

Instruksi : Awasi vital sign, kontraksi dan tanda – tanda perdarahanTerapi :

Inj. MgSO4 20% (20cc) 4gr Bolus perlahanIVFD RL + MgSO4 40% (30cc) 12gr à 14gtt / i IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 20gtt/menitInj. Ceftriaxon 1gr/8jamInj. Ketorolac 30 mg/8jamInj. Misoprostol 1tab/8jamInj. As. Traneksamat 500mg/8jamInj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Follow up post SC 28 April 2014

JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)

18.00 160/80 122 x/i 32 x/i SDP (-) Lemah 50cc

18.15 160/80 122 x/i 32 x/i SDP (-) Lemah 50cc

18.30 160/80 122 x/i 32 x/i SDP (-) Lemah 50cc

18.45 150/80 1 18x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc

19.00 150/80 118 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc

19.15 150/80 118x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc

Follow Up tanggal 28 April 2014 pukul 19.30 WIB dilanjutkan diruang ICU

JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)

19.30 150/80 102 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc

19.45 150/80 102 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 100cc

Page 17: Obgyn

20.00 140/70 102 x/i 30 x/i SDP (-) Lemah 150cc

20.15 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 150cc

20.30 140/70 100 x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 150cc

20.45 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 150cc

21.00 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc

21.15 140/70 100 x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc

21.30 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc

21.45 140/70 100x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc

22.00 140/70 102 x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 200cc

22.15 140/70 102x/i 28 x/i SDP (-) Lemah 250cc

22.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc

22.45 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc

23.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc

23.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc

23.30 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc

23.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 250cc

Follow Up tanggal 29 April 2014 diruang ICU

JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)

24.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc

24.15 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc

Page 18: Obgyn

24.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc

24.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 300cc

01.00 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 350cc

01.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 350cc

01.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc

01.45 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc

02.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc

02.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc

02.30 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 400cc

02.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

03.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

03.15 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

03.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

03.45 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

04.00 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

04.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

04.30 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

04.45 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

05.00 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

05.15 140/70 100x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 450cc

05.30 140/70 100 x/i 26 x/i SDP (-) Lemah 500cc

05.45 140/70 100x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc

06.00 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc

06.15 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc

06.30 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc

06.45 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc

Page 19: Obgyn

07.00 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc

07.15 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc

07.30 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc

07.45 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc

08.00 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 550cc

08.15 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc

08.30 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc

08.45 160/100 122 x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc

09.00 160/100 122x/i 32 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc

09.15 150/90 120x/i 30 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 600cc

09.30 150/90 120 x/i 30 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc

09.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc

10.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc

10.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc

10.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc

10.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 650cc

11.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

11.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

11.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

11.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

12.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

12.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

12.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

12.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

13.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc

Page 20: Obgyn

13.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc

13.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc

13.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc

14.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc

14.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc

14.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 750cc

14.45 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc

15.00 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc

15.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc

15.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc

16.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc

16.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 800cc

16.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc

16.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc

17.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc

17.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc

17.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc

17.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc

18.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 850cc

18.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc

18.30 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc

18.45 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc

19.00 150/90 120 x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc

19.15 150/90 120x/i 28 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc

19.30 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc

Page 21: Obgyn

19.45 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc

20.00 140/90 108 x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc

20.15 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 950cc

20.30 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 9500cc

20.45 140/90 108x/i 26 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 1000cc

21.00 130/80 108 x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 1000cc

23.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 1000cc

Follow up 29 April 2014 pukul 06.00S : sesakO : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/- TD : 160/100 mmHg Ikterik : -/- HR : 122x/menit Dyspnoe : + RR : 32x/menit Sianosis : - T : 36,8ºC Oedem : +/+SL : Abd : Soepel, peristaltik (+) P/V : Lochia rubra (+) TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi lemah L/O : Tertutup perban, kesan kering BAK : (+) via kateter/ jam, warna : Jernih BAB : (-) Flatus : (+) ASI : -/-Diagnosa : Post SC a/i PEB+ NH1 Terapi : IVFD RL + MgSo4 40% 30 cc 14gtt/menit

IVFD RL + pxytocin 10-10-10 20gtt/menitIVFD Metronidazol 300mg/8jamInj. Ceftriaxon 1gr/8jamInj. Ketorolac 30mg/8jamNifedipine 3x10mg

Follow Up tanggal 30 April 2014 diruang ICU

JAM TD HR RR TFU P/V Kontraksi Urin (via kateter)

01.00 130/80 108 x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 100cc

03.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 300cc

05.00 130/80 108 x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 500cc

Page 22: Obgyn

07.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 700cc

09.00 130/80 108x/i 24 x/i 1 jari DBP (-) Lemah 900cc

Follow up 30 April 2014 pukul 06.00S : sesakO : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/- TD : 130/80 mmHg Ikterik : -/- HR : 108x/menit Dyspnoe : - RR : 24x/menit Sianosis : - T : 36,8ºC Oedem : +/+SL : Abd : Soepel, peristaltik (+) P/V : Lochia rubra (+) TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi lemah L/O : Tertutup perban, kesan kering BAK : (+) via kateter/ jam, warna : Jernih BAB : (-) Flatus : (+) ASI : -/-Diagnosa : Post SC a/i PEB+ NH2 Terapi : IVFD RL + MgSo4 40% 30 cc 14gtt/menit

IVFD RL + pxytocin 10-10-10 20gtt/menitIVFD Metronidazol 300mg/8jamInj. Ceftriaxon 1gr/8jamInj. Ketorolac 30mg/8jamNifedipine 3x10mgDiet MII

Rencana : Aff Kateter Aff Infus

Follow Up tanggal 1 Mei 2014 pukul 06.00 WIBà Pindah ruang rawatanS :Nyeri luka operasiO : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/- TD : 110/60 mmHg Ikterik : -/- HR : 84x/menit Dyspnoe : - RR : 20x/menit Sianosis : - T : 36,8ºC Oedem : -

Page 23: Obgyn

SL : Abd : Soepel, peristaltik (+) P/V : Lochia rubra (+) TFU : 2 jari di bawah pusat, Kontraksi Baik L/O : Tertutup perban, kesan kering BAK : (+) BAB : (-) Flatus : (+) ASI : -/-Diagnosa : Post SC a/i PEB + NH3Terapi : cefadroxil 2x500mg

Asam Mefenamat 3x500mgGrahabion 2x1

Follow Up tanggal 2 Mei 2014 pukul 06.00 WIBS :-O : Sensorium : Compos Mentis Anemis : -/- TD : 110/60 mmHg Ikterik : -/- HR : 84x/menit Dyspnoe : - RR : 20x/menit Sianosis : - T : 36,8ºC Oedem : -SL : Abd : Soepel, peristaltik (+) P/V : Lochia rubra (+) TFU : 2 jari di bawah pusat, Kontraksi Baik L/O : Tertutup perban, kesan kering BAK : (+) BAB : (-) Flatus : (+) ASI : -/-Diagnosa : Post SC a/i PEB + NH4Terapi : cefadroxil 2x500mg

Asam Mefenamat 3x500mgGrahabion 2x1

Rencana: Pasien Berobat Jalan

Page 24: Obgyn

BAB IV

KESIMPULAN

Preeclampsia ialah patologi kehamilan yang ditandai dengan trias hipertensi, edema dan

proteinuria yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu sampai segera setelah persalinan.3

Frekuensi preeclampsia untuk tiap Negara berbeda-beda karena banyak factor yang

mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan social ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-

lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeclampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan

di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklamsi sebanyak 5% darisemua kehamilan,

yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada primigravida muda frekuensi preeklamsi lebih tinggi

bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Dari kasus ini terutana

dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes mellitus, mola

hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan

factor predisposisi untuk terjadinya preeklamsi.4

Etiologi preeklamsi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun hipotesanya antara

lain: peran prostasiklin dan tromboksan, peran faktor imunologis, disfungsi dan aktivasi dari

endotel.Pada saat ini ada 4 hipotes yang mendasari patofisiologi dan pathogenesis dari

preeklamsia sebagai berikut: Iskemia Plasenta, Mal adaptasi Imun, Genetic Inprenting,

Perbandingan LDL dan Toxicity Preventing Activity (TxPA).

Biasanya tanda preeklamsi timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang diikuti

edema, hipertensim dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsi berat ditemukan gejala subyektif

seperti sakit kepala daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium,

penurunan jumlah urin, mual, dan muntah.8

Page 25: Obgyn

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:1. Hipertensi tanpa gejala yang ditemukan selama Ante

Natal Care, 2.Edema merata memiliki spesifitas yang tinggi bagi preeklamsia, 3.Gejala-gejala

neurologis, seperti edema papil dan hiperfleksi harus ditangani segera, karena dapat meripakan

tanda-tanda mulai terjadinya eklamsia, 4.Ptechie dan memar menunjukkan koagulopati,

5.Perlunakan kuadran kanan atas abdomen atau midepigastrik sebagai akibat nekrosis

hepatoseluler.

Kriteria diagnosis untuk preeklamsi termasuk peningkatan tekanan darah yang baru dan

proteinuria setwlah minggu 20 gestasi. Preeklamsi berat diindikasikan dengan adanya

peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang besar disertai adanya oliguria, gangguan

serebral dan penglihatan dan edema pulmoner atau sianosis.8

Disebut preeklamsi berat jika ditemukan satu atau lebih gejala dibwah ini: 1.tekanan

darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolic ≥110 mmHg, atau kenaikan sistolik >30 mmHg dan

diastolic >15 mmHg, 2.Proteinuria ≥5 gram atau ≥3+ dalam pemeriksaan kualitatif (tes celup

strip/ dipstick), 3.Oliguria <400cc/24 jam, 4.Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan,

5.Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan abdomen, 6.Edema paru dan sianosis,

7.Adanya HELLP sindrom, 8.Pertumbuhan janin terhambat.

Persalinan tetap merupakan terapi utama untuk preeklamsi. Walaupun perlu dipertimbangkan

resiko ibu dan janin untuk menemukan waktu persalinan. Jika mungkin persalinan pervaginam

lebih dipilih dibandingkan persalinan cesaer untuk mengurangi stress fisiologis. Partus spontan

dihindari karena tenaga .

Prinsip tatalaksana: 1.Obati hipertensi jka tekanan darah sistolik ≥170 mmHg, atau tekanan

darah diastolic ≥110 mmHg, atau tekanan arteri rata-rata ≥125 mmHg dengan target tekanan

darah 130-140/90-100 mmHg. Perhatikan CTG selama dan setelah pemberian obat dalam 30

menit. Obat yang dapat digunakan berupa hydralazi, labetalol, dan nifedipine., 2.Berikan steroid

jika gestasi ≤34 minggu, 3.Pertimbangkan pemberian antikonvulsan untuk mencegah timbulnya

kejang-kejang.

Prinsip keseimbangan cairan: 1.Cairan harus diberikan berupa kristaloid namun cairan

tambahan berupa koloid dapat diberikan untuk mencegah hipotensi ibu, 2.Pemberian cairan

dipertahankan 85ml/jam atau produksi urin lebih 30 mg, 3.Diuretic hanya untuk wanita dengan

edema pulmonal.

Page 26: Obgyn

DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba IBG. Konsept Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2002 : 60-3

2. Sarwono P. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwon

Prawirohardjo, 2011 : 531-54

3. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF . Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2007 : 6-7

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

Efektif turunkan AKI di Indonesia.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1076-pertolongan-persalinan-oleh-

tenaga-kesehatan-efektif-turunkan-aki-di-indonesia.htm. diakses tangal 22 may 2012.

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu dan

Kematian Bayi Perlu Kerja Keras.

http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/.../793.html. diakses tanggal 22 may

2012.

6. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan

Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005 : 64-82

7. Norwitz N, Schorge J. At a Glance Obstetri & Ginekologi, edisi kedua. Jakarta: Penerbit

Erlangga, 2008 : 88-9

8. Rozikhan. Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr.H.

Soewondo Kendal. Semarang: Program Megister Epidemiologi Universitas Diponegoro,

2007: 22-8 (Tesis)

Page 27: Obgyn

9. Gant NF, Cunningham FG. Dasar-Dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2011 : 504-9

10. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Obsteri Williams. Edisi 21. Terjemahan oleh

Andi hartono, dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006 : 624-58

11. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri & Ginekolog. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2009. 371-81