Obgyn Lapkas

36
BAB II PENDAHULUAN Pertumbuhan janin manusia dicirikan oleh proses pertumbuhan jaringan dan organ, diferensiasi, dan maturasi yang berkesinambungan. Perkembangan ditentukan oleh penyediaan substrat oleh ibu, pengaliran substrat tersebut oleh plasenta, dan potensi pertumbuhan janin yang dipengaruhi genom. Bayi dengan berat badan lahir rendah yang kecil masa kehamilan sering ditandai mengalami hambatan pertumbuhan janin. Istilah retardasi mental sudah tidak terpakai, karena “retardasi” menyiratkan fungsi mental yang abnormal, yang bukan merupakan maksud sebenarnya. Diperkirakan sebanyak 3 hingga 10 persen janin mengalami hambatan pertumbuhan. Pada tahun 1967, Battaglia dan Lubchenco mengklasifikasikan bayi yang kecil masa kehamilan (KMK), yaitu bayi yang memiliki berat di bawah persentil ke-10 berdasarkan usia kehamilan. Bayi-bayi tersebut berisiko tinggi mengalami kematian neonatal. Prevalensi pertumbuhan janin terhambat di Indonesia, pada penelitian pendahuluan pada tahun 2004-2005, prevalensinya adalah 4,4 %. Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat lebih tinggi daripada kehamilan normal. Mortalitas perinatal bayi – bayi dengan pertumbuhan janin terhambat 7 -8 kali lebih tinggi daripada bayi normal. Kira-kira 26% kejadian lahir mati berhubungan dengan pertumbuhan janin terhambat. Pertumbuhan janin terhambat disebabkan oleh faktor fetal, faktor plasenta, dan 1

description

PJT

Transcript of Obgyn Lapkas

Page 1: Obgyn Lapkas

BAB II

PENDAHULUAN

Pertumbuhan janin manusia dicirikan oleh proses pertumbuhan jaringan dan organ,

diferensiasi, dan maturasi yang berkesinambungan. Perkembangan ditentukan oleh

penyediaan substrat oleh ibu, pengaliran substrat tersebut oleh plasenta, dan potensi

pertumbuhan janin yang dipengaruhi genom.

Bayi dengan berat badan lahir rendah yang kecil masa kehamilan sering ditandai

mengalami hambatan pertumbuhan janin. Istilah retardasi mental sudah tidak terpakai, karena

“retardasi” menyiratkan fungsi mental yang abnormal, yang bukan merupakan maksud

sebenarnya. Diperkirakan sebanyak 3 hingga 10 persen janin mengalami hambatan

pertumbuhan.

Pada tahun 1967, Battaglia dan Lubchenco mengklasifikasikan bayi yang kecil masa

kehamilan (KMK), yaitu bayi yang memiliki berat di bawah persentil ke-10 berdasarkan usia

kehamilan. Bayi-bayi tersebut berisiko tinggi mengalami kematian neonatal.

Prevalensi pertumbuhan janin terhambat di Indonesia, pada penelitian pendahuluan

pada tahun 2004-2005, prevalensinya adalah 4,4 %. Morbiditas dan mortalitas perinatal

kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat lebih tinggi daripada kehamilan normal.

Mortalitas perinatal bayi – bayi dengan pertumbuhan janin terhambat 7 -8 kali lebih tinggi

daripada bayi normal. Kira-kira 26% kejadian lahir mati berhubungan dengan pertumbuhan

janin terhambat. Pertumbuhan janin terhambat disebabkan oleh faktor fetal, faktor plasenta,

dan faktor maternal. Faktor fetal adalah kelainan kromosom, malformasi kongenital,

kehamilan multipel. Faktor maternal adalah malnutrisi, infeksi maternal, gangguan aliran

uteroplasenta, riwayat obstetrik jelek, hipoksia kronis, faktor uterin, kelainan ginjal, dan

lingkungan.

1

Page 2: Obgyn Lapkas

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y. P

Umur : 23 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Biak

Agama : Kristen Protestan

Kawin/tidak kawin : Kawin

Pekerjaan : IRT

Alamat : Polimak

Tanggal Masuk Perawatan : 10 Agustus 2015; Jam 22.00 WIT

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Mules-mules sejak 6 jam SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengaku hamil 9 bulan, datang dengan keluhan mules-mules sejak 6 jam

SMRS, keluar air-air (-), keluar lendir bercampur darah pada jalan lahir (+),

keputihan selama hamil (-), demam (-), mual (-), muntah (-).gerak janin dirasakan

aktif. Kontrol kehamilan di PKM Eli Uyo 3x, belum pernah kedokter kandungan

sebelumnya, USG (-). HPHT pasien lupa.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat malaria (-), riwayat asma (-),

riwayat alergi (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit Paru – Paru (-)

d. Riwayat Penyakit keluarga

Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat malaria (-), riwayat asma (-),

riwayat alergi (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit Paru – Paru (-)

2

Page 3: Obgyn Lapkas

e. Riwayat Obstetri

1. Riwayat Kehamilan : 1. ♀, aterm, spontan, keluarga, BB (?), 10 tahun

2. ♀, aterm, spontan, keluarga, BB (?), 8 tahun

3. ♀, aterm, spontan, keluarga, BB (?), 7 tahun

4. ♀, aterm, spontan, bidan, BB (?), 4 tahun

5. ♂, aterm, spontan, bidan, BB 2.000 gr, 1 tahun

6. Hamil ini

7. Riwayat Pernikahan :

- Pernikahan 1x, lama pernikahan 1 tahun

8. Riwayat Menstruasi

- Menarch : 12 tahun

- Siklus Haid : 28 hari teratur

- Lama Haid : 4 hari

- UK : 37-38 minggu

9. Riwayat Antenatal

PKM EllyUyo 3x

10. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

- Pasien pernah menggunakan kontrasepsi implan

III. STATUS GENERALIS

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign :

TD : 110/70 mmHg RR : 16 x/mnt

N : 80 x/mnt SB : 36 ºC

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak teraba

Dada : Puting susu menonjol keluar

Jantung : Bunyi I-II reguler, murmur (-) gallop (-)

Abdomen : Cembung

Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (- /- ), ulkus (--/ )

3

Page 4: Obgyn Lapkas

IV. STATUS OBSTETRI

Pemeriksaan luar

TFU : 30 cm

BJA : 146 dpm

His : 4x/10’/40”

USG : -

TBBJ : 2790 gr

V. DIAGNOSA

Persalinan kala I aktif pada G6P5A0 hamil 37-38 minggu, janin presentasi belakang

kepala tunggal hidup

VI. PENATALAKSAAN

- Hemodinamikibu………………….

- Tegakkandiagnosa : cek DL, UL, DDR, GDS

- Rencanapartuspervaginam, evaluasi 4 jam lagi (jam 02.00 wit)

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Darah

- HB : 5,0 gr/dl

- Leokosit : 15000/mm3

- Trombosit : 263000 /mm3

b. Pemeriksaan Urine- Keton : Negatif

- PH : 6,0

- Leoukosit : Negatif

- Protein : +2

- Glukosa : +1

- PP Test : Reaktif

c. DDR : Negatif

4

Page 5: Obgyn Lapkas

VIII. RESUME

Follow Up Pre Operatif / 21 Mei 2015

Catatan Tindakan

Jam : 13.10 WIT

S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,

RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak

dilakukan

A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu

P : - IVFD RL 20 tpm

- Observasi Hemodinamik pasien.

- Lapor Dokter Sp.OG

Jam : 14.00 WIT

S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM

Vital Sign : TD = 110/70 mmHg, N = 92x/mnt,

RR = 22x/mnt, SB = 37,4ºC

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak

P : - IVFD RL 20 tpm

- Observasi Hemodinamik pasien.

- Lapor Dokter Sp.OG

5

Page 6: Obgyn Lapkas

dilakukan

A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu

Jam : 15.30 WIT

S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,

RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak

dilakukan

A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu

P : - IVFD RL 20 tpm

- Observasi Hemodinamik pasien.

- Lapor dr. Alberthzon, Sp.OG (K)

→ Instruksi CITO Laparatomi

Jam : 16.00 WIT

S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,

RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak

dilakukan

A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu

-

P : - IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (i.v) →

Skin test, alergi (-)

- Observasi Hemodinamik pasien.

- CITO Laparatomi

- Hubungi keluarga → tidak bisa

dihubungi dan sudah dicari tetapi

tidak ada keluarga untuk

tandatangan SIO Operasi

Jam : 16.00 WIT

S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,

RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak

dilakukan

A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu

P : - IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (i.v) →

Skin test, alergi (-)

- Observasi Hemodinamik pasien.

- CITO Laparatomi

- Hubungi keluarga → Tandatangan

SIO Operasi

Follow Up Post Operatif 21 Mei – 22 Mei 2015

6

Page 7: Obgyn Lapkas

Catatan Tindakan

Jam : 19.00WIT

Tiba di RR dengan Post Laparatomi dengan

indikasi KET.

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM

Vital Sign : TD = 110/70 mmHg, N = 76x/mnt,

RR = 28x/mnt, SB = 37,4ºC

Prod DC (+) 600 cc

Status Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Cek HB Post Transfusi → Tunggu

hasil

NB : Kalnex + Cefazolin + Metro di

pertahankan 2 hari ke depan OBS

Perdarahan

Jam : 19.30 WIT

S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 68x/mnt,

RR = 20x/mnt, SB = 36,0ºC

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

7

Page 8: Obgyn Lapkas

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 21.15 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

mobilizasi (-), Puasa (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes: CM,

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 68x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 23.25 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

mobilizasi (-), Puasa (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes: CM,

Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 03.35 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

8

Page 9: Obgyn Lapkas

mobilizasi (-), Puasa (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,

Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 04.00 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

mobilizasi (-), Puasa (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,

Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 04.30 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

mobilizasi (-), Puasa (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

9

Page 10: Obgyn Lapkas

Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 04.30 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

mobilizasi (-), Puasa (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,

Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 05.00 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

mobilizasi (-), Puasa (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,

Vital Sign : TD = 90/60 mmHg, N = 72x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

10

Page 11: Obgyn Lapkas

kornu uterus ec KET Kornu

Lap badan ibu, ganti softext, pakekan baju,

Prod urin (+) 400 cc

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 07.00 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 70x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 08.00 WIT

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 80x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

11

Page 12: Obgyn Lapkas

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

- Observasi Perdarahan

Jam : 11.30 WIT (Visite dr. Alberthzon,

Sp.OG (K))

S : Mual (-), muntah (-), kembung (-)

O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran

CM,

Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 80x/mnt,

RR = 20x/mnt

Statu Generalis : Dalam Batas Normal

A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture

kornu

uterus ec KET Kornu

P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2

amp 20 tpm

- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20

tpm

- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl

- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)

- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2

hari)

- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)

(2 hari)

- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)

- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)

- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)

- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)

Tambahan Terapi :

- Aff DC

- Diet Lunak Bertahap

- Sore Boleh Jalan

- Transfusi 2 labu lagi

IX. DIAGNOSIS TERAKHIR

12

Page 13: Obgyn Lapkas

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Apakah yang dimaksud dengan IUGR?

Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) adalah

janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 percentil, atau lingkaran perut kurang

atau sama dengan 5 percentil atau FL (Femur Length) /AC (Abdominal Length) > 24.

Dimana FL dan AC dapat diukur menggunakan USG. Hal tersebut dapat disebabkan

berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom dan faktor lingkungan atau infeksi.

Definisi menurut WHO, janin yang mengalami pertumbuhan terhambat adalah janin

yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standar atau ukuran standar yang sesuai

dengan usia kehamilannya. Menurut Gordon, JO (2010) pertumbuhan janin terhambat-PJT

(Intrauterine growth restriction) diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran lebih

kecil dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Istilah PJT sering diartikan

sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for gestational age). Umumnya janin

dengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat

kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT

pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (aterm,

>37 minggu).

3.2 Apakah klasifikasi IUGR?

Klasifikasi

Terdapat 3 macam PJT, yaitu :

1. PJT tipe I atau tipe simetris

Terjadi pada kehamilan 0 – 20 minggu, terjadi gangguan potensi tubuh janin untuk

memperbanyak sel,umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi janin

2. PJT tipe II atau tipe asimetris

Terjadi pada kehamilan 28 – 40 minggu yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk

memperbesar sel, misalnya pada hipertensi dalam kehamilan disertai insufisiensi

plasenta.

3. PJT tipe III adalah kelainan diantara kedua tipe diatas

Terjadi pada kehamilan 20 – 28 minggu yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi

antara gangguan hiperplasia dan hipertrofi sel, misalnya dapat terjadi pada malnutrisi

ibu, kecanduan obat atau keracunan.

13

Page 14: Obgyn Lapkas

3.3 Apakah penyebab terjadinya IUGR?

Etiologi

Faktor ibu, golongan faktor ibu merupakan penyebab yang terpenting

a. Penyakit vaskular ibu

Pada pertumbuhan intrauterin normal, pertumbuhan berat plasenta sejalan dengan

pertambahan berat janin, tetapi walaupun untuk terjadinya bayi besar dibutuhkan

plasenta yang besar, tidak demikian sebaliknya. Namun demikian berat lahir memiliki

hubungan yang berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga berhubungan secara

berarti dengan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus juga transfer

oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit vaskular yang

diderita ibu.

Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan pertumbuhan janin. 25-30

% kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah

uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan

klinis yang melibatkan aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda,

penyalahgunaan obat, penyakit vaskular, penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH),

insersi plasenta umbilikus yang abnormal dan tumor vaskular.

b. Kelainan uterus

c. Kehamilan kembar

Janin yang tumbuh diluar uterus biasanya mengalami hambatan pertumbuhan.

Kehamilan dengan dua atau lebih janin lebih memungkinkan terjadi pertumbuhan

kurang pada salah satu janin atau kedua janin dibandingkan dengan janin tunggal

normal. Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10 – 50 % bayi kembar(4)

d. Ketinggian tempat tinggal

Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa janin mengalami

penurunan berat badan yang signifikan. Janin dari wanita yang tinggal di dataran

tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan

oleh ibu yang tinggal di dataran rendah. (1,4)

e. Keadaan gizi dan perokok

Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk cenderung

melahirkan bayi besar. Faktor terpenting pemasukan makanan adalah jumlah kalori

yang dikonsumsi setiap hari daripada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil wanita

perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak daripada sebelum hamil setiap hari. (1)

14

Page 15: Obgyn Lapkas

Penambahan berat badan yang kurang didalam masa hamil menyebabkan kelahiran

bayi dengan berat badan yang rendah. Kebiasaan merokok dalam masa kehamilan

akan melahirkan bayi yang lebih kecil sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir.

Wanita perokok cenderung makan lebih sedikit karena itu ibu akan kekurangan

substrat didalam darahnya, selain itu merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan

norepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi

pengurangan jumlah pengaliran darah ke dalam ruang intervillus.

Faktor Anak

a. Kelainan kongenital

b. Kelainan Genetik

c. Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH

Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin.

Banyak tipe seperti pada indfeksi oleh TORCH yang bisa menyebabkan hambatan

pertumbuhan intrauterin sampai 30 % dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil

menurut laporan bisa mengurangi berat bdan lahir bayi sampai 500 gram

dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena infeksi tersebut. Infeksi

intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin tanpa kompensasi

peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga janin menjadi dismatur.

Faktor Plasenta

Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta. Faktor plasenta dapat

disebabkan oleh faktor ibu, walaupun begitu terdapat beberapa kelainan plasenta yang khas

seperti tumor plasenta. Sindrom insufisiensi fungsi plasenta umumnya berkaitan erat dengan

aspek morfologi dari plasenta. Sindrom insufisiensi plasenta menunjukan adanya suatu

kondisi kegawatan janin yang bisa nyata selama masih dalam masa kehamilan atau dalam

masa persalinan sebagai akibat gangguan pada fungsi plasenta. Dipandang dari sudut

kepentingan janin, sebuah plasenta mempunyai fungsi-fungsi respirasi nutrisi, ekskresi,

sebagai liver sementara (transient fetal liver), endokrin dan sebagai gudang penyimpanan

serta pengatur fungsi metabolisme.

3.4 Bagaimanakah patofisiologi IUGR?Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan

15

Page 16: Obgyn Lapkas

1. Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi hiperglikemia pada kehamilan lanjut.

2.     Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilanDefisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.

3.     Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilanTerjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses perlambatan pertumbuhan yang irreversibel.

3.5 Apakah tanda dan gejala IUGR?1.    Uterus dan janin tidak berhasil tumbuh dengan kecepatan normal selama jangka waktu 4 minggu.2.    Tinggi fundus uteri sedikitnya 2 cm lebih rendah dari pada yang di perkirakan menurut umur/ lama kehamilan .3.    Berat badan ibu semakin menurun.4.    Gerakan janin semakin berkurang.5.    Volume cairan ketuban menurun.

  6.    Bagaimanakah cara mendiagnosis IUGR?Identifikasi janin yang tumbuh tidak sesuai masa kehamilan masih menjadi permasalahan.

Masalah ini digarisbawahi oleh kenyatan bahwa identifikasi seperti itu tidak selalu mungkin

dilakukan bahkan di ruang perawatan sekalipun. Bagaimanapun juga terdapat teknik klinis

sederhana dan teknologi yang lebih kompleks yang terbukti bermanfaat untuk membantu

mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat. Beberapa teknik yang banyak digunakan serta

yang potensial digunakan sebagai berikut :

1. Pengukuran tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus uteri yang dilakukan secara serial dan cermat selama

kehamilan adalah metode penapisan yang sederhana, aman, tidak mahal dan cukup

akurat untuk mendeteksi janin yang kecil untuk masa kehamilan. Kekurangannya

adalah ketidaktepatan. Jansen dan Larsen menemukan bahwa pengukuran simfisis-

fundus membantu mengidentifikasikan hanya 40 % bayi. Sehingga bayi yang kecil

16

Page 17: Obgyn Lapkas

untuk masa kehamilan dapat terlewatkan atau terdiagnosis berlebihan. Meskipun

demikian, hasil-hasil ini tidak mengurangi pentingnya pengukuran fundus yang

dilakukan secara cermat sebagai cara penapisan sederhana. (1,3)

Cara pengukuran menggunakan sebuah tali pengukur yang di kalibrasi dalam

sentimeter dan dipasang pada lengkung abdomen dari tepi atas simfisis sampai ke tepi

atas fundus uteri yang diidentifikasi dengan palpasi atau perkusi. Antara usia gestasi

18 sampai 30 minggu, tinggi fundus uteri dalam sentimeter bertepatan dengan minggu

gestasi. Bila ukurannya lebih dari 2 sampai 3 sm dari tinggi fundus seharusnya,

pertumbuhan janin yang tidak sesuai dapat dicurigai. (1)

2. Pemeriksaan Ultrasonografi

Inti perdebatan tentang keharusan untuk melakukan evaluasi sonografi pada semua

kehamilan secara rutin adalah kemampuan untuk mendiagnosis hambatan

pertumbuhan (Ewigman dkk, 1993). Biasanya penapisan rutin tersebut mencakup

pemeriksaan sonografi awal pada usia kehamilan 16 sampai 20 minggu untuk

menetapkan usia kehamilan dan mengidentifikasi anomali. Pemeriksaan ini diulang

pada 32 hingga 34 minggu untuk mengevaluasi pertumbuhan janin.

Dengan pemeriksaan sonongrafi, metode yang paling umum untuk menetapkan

diagnosis hambatan pertumbuhan janin adalah estimasi berat janin menggunakan

beberapa pengukuran biometrik janin. Pengukuran-pengukuran berikut dilakukan

secara terpisah :

1) Pengukuran panjang femur (Femur Length/FL) secara teknis merupakan

pengukuran yang paling mudah dan dapat dilakukan berulang kali

2) Pengukuran diameter biparietal (Biparietal Diameter/BPD) dan lingkar kepala

(Head Circumference/HC) tergantung pada pencitraan dan juga dapat dipengaruhi

oleh penekanan deformatif pada tulang tengkorak

3) Pengukuran lingkar perut (Abdominal Circumference/AC) lebih bervariasi, tetapi

paling sering tampak abnormal pada kasus-kasus hambatan pertumbuhan janin

karena sebagian besar jaringan lunak ikut terlibat.

3. Penilaian volume cairan ketuban

Pada hambatan intrauterin terutama pada kehamilan dengan hipertensi sering disertai

dengan oligohidramnion. Oligohidramnion dapat mengakibatkan tali pusat terjepit

dan kematian janin dapat terjadi dengan tiba-tiba. Oleh sebab itu penilaian volume

cairan ketuban perlu dipantau dari minggu ke minggu dengan menggunakan USG.

Penilaian volume cairan ketuban dengan USG bisa dengan cara mengukur kedalaman

17

Page 18: Obgyn Lapkas

cairan ketuban yang paling panjang pada satu bidang vertikal atau dengan cara

menghitung indeks cairan ketuban.Pada cara I, jika kedalaman cairan ketuban yang

terpanjang kurang dari 2 cm, merupakan tanda telah terdapat oligohidramnion dan

janin yang sedang mengalami kegawatan, kehamilan perlu segera di terminasi.

Sebaliknya jika panjang kolom dari cairan ketuban berukuran > 8 cm merupakan

tanda polihidramnion.Pada cara II , uterus dibagi dalam 4 kuadran melalui bidang

sagital dan vertikal yang dibuat keduanya melalui pusat. Kolom cairan ketuban yang

terpanjang dari tiap kuadran di jumlahkan. Bila penjumlahan panjang kolom cairan

ketuban < 5 cm merupakan tanda oligohidramnion, bila panjangnya berjumlah antara

18 – 20 cm merupakan tanda polihidramnion. (2,4)

4. Pemeriksaan Doppler Velosimetri

Pemeriksaan doppler velosimetri arteria umbilkalis bisa mengenal adanya

pengurangan aliran darah dalam tali pusat akibat resistensi vaskular dari plasenta.

Ditandai dengan tidak ada atau berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukan

tahanan yang tinggi. Pada kelompok dengan rasio sistolik dan diastolik yang tinggi >

3 terdapat angka kesakitan dan kematian perinatal yang tinggi dan karenanya di

anggap sebagai indikasi untuk terminasi kehamilan. (1,3)

  7.    Apakah komplikasi yang dapat timbul dari IUGR?     1.    Janin

Antenatal          : gagal nafas dan kematian janin.Intranatal          : hipoksia dan asidosisSetelah lahir    :

a.    Langsung :1)    Asfiksia2)    Hipoglikemi3)    Aspirasi mekonium4)    Hipotermi5)    Perdarahan pada paru6)    Polisitemia7)    Hiperviskositas sindrom8)    Gangguan gastrointestinal

b.    Tidak langsungPada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari sejak

kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom.(5)

18

Page 19: Obgyn Lapkas

     2.    Ibua.    Preeklampsib.    Penyakit jantungc.    Malnutrisi

Karena perkembangan plasenta juga ikut terpengaruh yang secara anatomi menjadi lebih

kecil dan secara fisiologi fungsinya menjadi terganggu maka cadangan respirasi atau

oksigenasi menjadi berkurang. Sampel darah dari tali pusat yang diperoleh sebelum kelahiran

melalui kordosintesis seringkali menunjukan telah terjadi hipoksia bahkan kadang-kadang

telah terjadi asidosis pada janin. Kadar eritropoetin darah tali pusat meningkat

menandakanterjadinya hipoksia kronik pada janin. Bila dilakukan tes oksitosin atau

contraction test akan terlihat gambaran deselerasi lambat pada 30% janin dan 50 % menderita

hipoksia intrauterin pada waktu dalam persalinan karena kontraksi uterus yang lebih kuat.

Hipoksia janin yang cukup berat dapat menyebabkan tonus sfingter ani janin melemah yang

menyebabkan mekonium keluar kedalam ruang amnion dan bercampur dengan cairan

ketuban. Makin berat hipoksia makin lemah tonus sfingter ani maka makin banyak

mekonium yang terlepas sehingga risiko terjadinya aspirasi mekonium semakin besar yang

dapat menyebabkan kesulitan pernapasan setelah lahir ( sindroma aspirasi mekonium ). (4.5)

Pada mulanya janin melakukan kompensasi terhadap kekurangan penyaluran oksigen

oleh plasenta dengan cara terjadinya polisitemia yang nyata sebagai respon terhadap

eritropoetin yang tinggi (sindrom hiperviskositas) dengan hematokrit yang > 65 %.

Kemudian setelah kelahirannya bayi dapat mengalami problem trombosis multiorgan, gagal

jantung dan hiperbilirubinemia. (2,3)

Dalam 10 tahun pertama kehidupannya anak-anak yang terlahir dengan hambatan

pertumbuhan intrauterin tubuhnya tetap kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Tubuhnya lebih kurus dan lebih pendek, dan lingkaran organ-organnya seperti lingkaran dada

dan kepala semuanya lebih kecil. Pada evaluasi neurologi juga ternyata mereka memiliki

intelegensia yang lebih rendah. Di sekolah mereka tertinggal karena ketidak-mampuannya

dalam berkonsentrasi terutama yang menuntut perhatian yang serius. Demikian juga bayibayi

kembar yang mengalami hambatan pertumbuhan intaruterin mengalami intelegensia yang

berkurang dibandingkan dengan saudara kembarnya yang normal. (5)

  8.    Bagaimanakah penatalaksanaan IUGR?Penatalaksanaan

19

Page 20: Obgyn Lapkas

Berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang menderita hambatan

pertumbuhan intrauterin maka kehamilan/persalinan berisiko menghendaki dilakukannya

beberapa prinsip dasar berikut:

1. Deteksi dini (skrining)

Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan intrauterin perlu

dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk merencanakan dan melakukan

sesuatu intervensi yang diperlukan atau membuat rencana kerja sebelum terjadi

kerusakan pada janin. Perlu perhatian yang serius pada pasien hamil risiko tinggi

seperti hipertensi, ibu perokok atau peminat alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek

karena malnutrisi, ibu dengan penambahan berat badan yang minimal dalam

kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan hambatan pertumbuhan intrauterine atau

kelainan kongenital, diabetes, anemia, dsb. (1,5)

2. Menghilangkan faktor penyebab

Gizi wanita hamil lebih bergantung kepada jumlah kalori yang masuk dari pada

komponen kalori itu sendiri. Wanita hamil perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih

banyak dari pada yang dikonsumsinya sebelum hamil dengan kandungan protein 1,5

gram/kg per hari. Dengan demikian penambahan berat badan dalam kehamilan pada

keadaan normal bila dicapai 12 sampai 16 kg. Kurang gizi, merokok, alkohol, dan

penyalahgunaan obat-obatan dan sebagainya perlu diatasi terutama dalam masa hamil. (2,3)

3. Meningkatkan aliran darah ke uterus

Pada keadaan sistem vaskuler berdilatasi maksimal jumlah darah yang mengalir

kedalam uterus berbanding langsung dengan tekanan darah maternal.Semua pekerjaan

fisik yang berat akan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke dalam uterus

sehingga memberatkan keadaan janin yang telah menderita hambatan pertumbuhan

intrauterin. Oleh karena itu semua pekerjaan fisik dilarang pada kehamilan dengan

hambatan pertumbuhan intrauterin. (5)

4. Melakukan fetal surveillance antepartum

Sebelum melaksanakan program fetal surveilllance yang intensif perlu diperhatikan

bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kongenital misalnya trisomi yang sering

bersama dengan hambatan pertumbuhan intaruterin simetris yang berat. Jika diduga

ada keadaan yang demikian lebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan kariotip janin

untuk konfirmasi. Cairan ketuban (diperoleh melalui amniosintesis) atau darah tali

pusat (diperoleh melalui kordosintesis) dapat dipakai untuk pemeriksaan kariotip

20

Page 21: Obgyn Lapkas

janin. Program surveillance antepartum sudah boleh dimulai pada usia kehamilan 24

minggu bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan. Beberapa

uji penilaian yang perlu dikerjakan sampai kehamilan diterminasi adalah uji tanpa

beban untuk memonitor reaktivitas jantung janin (2x seminggu), pengurangan volume

cairan ketuban dan hambatan pertumbuhan kepala dengan memantau pertumbuhan

DBF dengan ultrasonografi setiap minggu. Disamping itu bila perlu dilakukan

penilaian kesehatan janin melalui pemeriksaan-pemeriksaan profil biofisik, Doppler

velosimetri aliran darah arteri umbilikalis, dan pemeriksaan gas darah janin. (4,5)

5. Uji tanpa beban

Telah disepakati bahwa hasil uji tanpa beban yang menghasilkan akselerasi 15 beat

per menit atau lebih yang berlangsung paling tidak selama 15 detik sebanyak 2 kali

atau lebih dalam tempo 20 menit pengamatan dianggap normal atau disebut rekaman

yang reaktif. Jika pada uji tanpa beban yang dilakukan setiap minggu tidak terdapat

rekaman yang reaktif, maka langkah berikut adalah melakukan uji beban kontraksi. (3,5)

6. Uji beban kontraksi

Uji beban kontraksi dibuat untuk mendeteksi kekurangan suplai oksigen uteroplasenta

yang sampai ke fetus selama uterus berkontraksi. Menurut Poseiro dkk bila kontraksi

uterus menyebabkan kenaikan tekanan intrauterin melebihi 30 mmHg, tekanan di

dalam miometrium akan melebihi tekanan di dalam arteri dan darah yang

mengandung oksigen tidak lagi bisa masuk ke dalam ruang intervillus.Untuk

menimbulkan kontraksi uterus yang cukup kuat sehingga terjadi efek tersebut diatas

dan memenuhi syarat untuk uji beban kontraksi (Contraction Stress Test atau CST)

dapat diperoleh dengan beberapa cara seperti :

a. Merangsang puting susu ibu (disebut Nipple Stimulation Test atau NST)

b. Memberi infus larutan encer oksitosin (disebut Oxytocin Challenge Test atau

OCT)

c. Dalam masa partus dimana telah ada his spontan. Pada OCT pasien diberi infus

larutan encer oksitosin (10 unit oksitosin dalam 1000 ml cairan penghantar seperti

larutan Ringer Laktat).

Dengan demikian setiap 2 tetes larutan mengandung 1 ml oksitosin. Dimulai dengan

kecepatan 1 sampai 2 mU (2 sampai 4 tetes) per menit yang secara bertahap tiap 15

menit dinaikkan sampai terdapat tiga his dalam 10 menit.Bila pada rekaman terdapat

deselerasi lambat yang persisten berarti janin dalam keadaan hipoksia akibat dari

insufisiensi fungsi plasenta. Uji beban kontraksi memakan waktu yang lama dan

21

Page 22: Obgyn Lapkas

mempunyai pengaruh yang memberatkan hipoksia pada janin. Kedua hal ini tidak

terdapat pada uji tanpa beban. (5)

7. Terminasi kehamilan lebih awal

Bila semua hasil pemeriksaan fetal surveillance normal terminasi kehamilan yang

optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang dilakukan

induksi partus. Sebaliknya bila hasil fetal surveillance menjadi abnormal dalam masa

pemantauan sebelum mencapai usia kehamilan 38 minggu, kematangan paru janin

perlu dipastikan dengan pemeriksaan rasio lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila

ternyata paru-paru janin telah matang (rasio L/S= 2 atau lebih) terminasi kehamilan

dilakukan bila terdapat : (4,5)

a. uji beban kontraksi positif

b. oligohidramnion

c. DBF tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi mengalami

disfungsi.

8. Monitoring intrapartum

Dalam persalinan perlu dilakukan pemantauan terus menerus sebab fetus dengan

hambatan pertumbuhan intrauterin mudah menjadi hipoksia dalam masa ini.

Oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit sehingga rekaman jantung janin

menunjukkan deselerasi variabel. Keadaan ini diatasi dengan memberi infus kedalam

rongga amnion (amnioinfusion). Pemantauan dilakukan dengan kardiotokografi kalau

bisa dengan rekaman internal pada mana elektroda dipasang pada kulit kepala janin

setelah ketuban pecah/dipecahkan dan kalau perlu diperiksa pH janin dengan

pengambilan sampel darah pada kulit kepala.Bila pH darah janin < 7,2 segera lakukan

resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi kehamilan dengan bedah. Resusitasi

intrauterin dilakukan dengan cara ibu diberi infus (hidrasi maternal) merebahkan

dirinya kesamping kiri, bokong ditinggikan sehingga bagian terdepan lebih tinggi,

berikan oksigen kecepatan 6 I/menit, dan his dihilangkan dengan memberi tokolitik

misalnya terbutalin 0,25 mg subkutan. (1,4)

Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Prognosis PJT (terutama tipe II) lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, tetapi sering

pada anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah lahir. Prognosis PJT tipe I

(terutama dengan kelainan multipel) buruk. (1,5)

BAB IV

22

Page 23: Obgyn Lapkas

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

1. Pada pasien ini terjadi preeklamsia yang disebabkan karena factor predisposisi

obesitas.

2. Penanganan aktif dipilih pada pasien ini yaitu dengan tindakan partus pre

abdominal.

3. Pencegahan pada pasien ini dilakukan kontrasepsi implant

4.2 SARAN

1. Dalam mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat dibutuhkan kerjasama antara

ibu dan tim medis, sehingga dibutuhkan kesadaran dari ibu untuk rutin

memeriksakan kandungan selama masa kehamilan.

2. Pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh diperlukan untuk menurunkan angka

kejadian pertumbuhan janin terhambat. Informasi mengenai pertumbuhan janin

terhambat harus lebih disebarluaskan kepada masyarakat, baik dalam bentuk

penyuluhan/penataran maupun bentuk-bentuk kegiatan kemasyarakatan dan juga

para medis.

23