nyeri psikomatik
-
Upload
noveva-ceno -
Category
Documents
-
view
227 -
download
5
description
Transcript of nyeri psikomatik
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar.......................................................................................................1
Daftar Tinjauan Pustaka.......................................................................................2
BAB 1 : PENDAHULUAN.....................................................................................4
BAB 2 : Isi...............................................................................................................5
Defenisi......................................................................................................5
Epidemiologi..............................................................................................6
Penyebab....................................................................................................6
Diagnosis....................................................................................................8
Diagnosis Banding...................................................................................10
Tatalaksana...............................................................................................11
Perjalanan penyakit dan Prognosis..........................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
Pendahuluan
Bidang kedokteran psikosomatik sangat berkepentingan dengan keluhan
nyeri karena pasien psikosomatik sebagian besar berobat dengan keluhan nyeri
seperti nyeri kepala, nyeri dada, nyeri ulu hati, nyeri pinggang dan keluhan nyeri
lain yang sering sebagai nyeri psikogenik atau nyeri psikosomatik. Nyeri
psikogenik pada perempuan didapatkan kurang lebih 2 kali lebih banyak dari pada
pria. Awitan terutma pada umur 40-50 tahun.1
Rasa nyeri pada pasien psikosomatik dapat dikeluhkan bersama dengan
gejala-gejala lain tetapi dapat pula merupakan satu-satunya gejala. Bila keluhan
ini jelas sumbernya, tentunya akan sangat membantu menegakkan diagnosis dan
pengobatan. Pada sebagian besar pasien rasa nyeri itu tidak jelas sumbernya, bisa
berpindah-pindah tempat dan berubah-ubah intensitasnya, sehingga diagnosis
menjadi sulit dan menyebabkan kegagalan pengobatan.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi
Nyeri adalah suatu persepsi yang merupakan mekanisme proteksi tubuh
yang bertujuan memberikan peringatan (alerting) akan adanya penyakit, luka, atau
kerusakan jaringan sehingga dapat segera diidentifikasi penyebabnya dan
dilakukan pengobatan. Menurut The International Association for the Study of
Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengobatan sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial
akan menyebabkan kerusakan jaringan. Dari definisi tersebut terlihat betapa
pentingnya faktor psikis. Timbulnya nyeri tidak hanya sekedar sebagai proses
sensorik saja tetapi merupakan persepsi yang kompleks yang melibatkan fungsi
kognitif, mental, emosional dan daya ingat.1
Secara neurofisiologi, nyeri dapat dibagi atas nyeri somatik dan nyeri
viseral. Nyeri somatik bersifat tumpul, lokasinya jelas berhubungan dengan lesi
dan biasanya akan membaik dengan istirahat. Nyeri viseral berhubungan dengan
distensi organ yang berongga, lokasinya sulit dideskripsikan, bersifat dalam,
sepertidiremas dan disertai kram. Nyeri ini biasanya berhubungan dengan gejala-
gejala autonom, seperti mual, muntah dan diaforesis. 1
3
Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas nosiseptor disebut nyeri
nonnosiseptik, yang dapat dibagi atas nyeri neuropatik dan nyeri psikogenik.
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak berhubungan dengan nyeri nosiseptik
maupun nyeri neuropatik dan disertai dengan gejala-gejala psikis yang nyata.1
Epidemiologi
Nyeri merupakan keluhan tersering dalam praktik dunia kedokteran. Di
Amerika Serikat dierkirakan sebanyak 7 juta orang menderita dan mengalami
hendaya akibat nyeri punggang bawah. Gangguan nyeri didiagnosis dua kali lebih
sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Usia puncak awitan adalah dekade
keempat dan kelima, mungkin karena toleransi terhadap nyeri berkurangseiring
pertambahan usia.2
Peyebab
1. Faktor Psikodinamik
Pasien yang mengalami sakit dan nyeri di tubuh tanpa adanya
penyebab fisik yang dapat diidentifikasi dan adekuat mungkin secara simbolis
mengekspresikan suatu konflik intrapsikis melalui tubuhnya. Arti simbolik
gangguan tubuh juga dapat menghubungkan untuk pertobatan dosa yang
didasari, untuk memperbaiki rasa bersalah, atau untuk menekan agresi.
4
Nyeri dapat berfungsi seagai suatu metode untuk memperoleh cinta,
hukuman untuk kesalahan dan cara untuk memperbaiki rasa bersalah dan rasa
keburukan alami.di antara mekanisme defens yang digunakan pasien dengan
gangguan nyeri adalah displacement, substitusi dan represi.2
2. Faktor Perilaku
Perilaku nyeri didorong saat dihargai dan dihambatsaat diabaikan dan
dihukum.2
3. Faktor Interpersonal
Nyeri yang sulit dikendalikan telah dikonseptualisasikan sebagi cara
untuk memanipulasi dan mendapatkan keuntungan dalam hubungan
interpersonal. Keuntungan sekunder sepperti itu paling penting pada pasien
dengan gangguan nyeri.2
4. Faktor Biologis
Korteks serebri dapat menghambat cetusan serat nyeri aferen.
Serotonin mungkin merupakan neurotransmitter utama dalam jaras inhibisi
desenden, dan endorfin juga memainkan peranan penting dalam modulasi
nyeri sistem saraf pusat. Beberapa pasien dapat memiliki gangguan nyeri,
bukannya gangguan jiwa lain karena karena kelainan kimia atau struktural
limbik dan sensorik menjadi predisposisi mereka untuk mengalami nyeri.2
5
Diagnosis
Anamnesis memegang peranan yang sangat penting pada evaluasi pasien
nyeri. Faktor yang harus ditanyakan adalah lokasi nyeri, intensitas sifatnya terus
menerus atau hilang timbul, karakteristik nyeri, faktor pemberat dan peringan
nyeri, serta faktor penyebabnya. Tanyakan juga apakah nyerinya sudah
berlangsung lama atau baru dan apakah pasien sudah pernah konsumsi obat
sebelumnya. Misalnya penggunaan analgetik dan keadaan lainnya yang
berhubungan dengan nyeri.1
Nyeri psikogenik pada umumnya bersifat difus, tidak jelas hubungannya
dengan struktur jaringan, dan intensitasnya berubah-ubah. Pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang perlu dilakukan dan harus sesuai indikasi terutama pada
sistem saraf, fungsi motoris, fungsi sensoris dan organ dalam lainnya.1
Diagnosis berdasarkan DSM-IV :2
a. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis adalah fokus dominan
gambaran klinis dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian
klinis.
b. Nyeri menimbulkan distres yang secara klinis bermakna atau hendaya
di bidang sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
c. Faktor psikologis berperan penting dalam awitan, keparahan,
eksaserbasi atau menetapnya nyeri.
d. Gejala atau defisit tidak dibuat dengan sengaja atau dibuat-buat
(seperti pada gangguan buatan atau malingering)
6
e. Nyeri sebaiknya tidak disebabkan gangguan mood, anxietas atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria diagnostik dispareunia.
DSM-IV-TR mengharuskan bahwa gangguan nyeri terkait hanya dengan
faktor psikologisatau dengan faktor psikologis maupun keadaan medis umum.
DSM-IV-TR merinci lebih jauh bahwa gangguan nyeri hanya terkait
keadaanmedis umum didiagnosis sebagai keadaan aksis III dan juga
memungkinkan klinisi merinci gangguan nyeri sebagai akut atau kronis,
n=bergantung pada durasi gejala telah selama 6 bulan atau lebih.2
Nyeri merupakan perasaan yang subjektif sehingga sulit untuk dicari
penyebabnya terutama pada pemeriksaan fisik sehingga harus dilakukan
pemeriksaan fisik sehingga harus dilakukan pemeriksaan yang teliti. Untuk
menilai intensitas nyeri, biasanya menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Pada
metode ini dibuat garis 10 cm dan diberi nilai dari 1 sampai 10 atau 0 sampai 9.
Titik yang terendah (1 atau 0) menggambarkan titik awal nyeri, sedangkan titik
tertinggi (10 atau 9) menyatakan sangat nyeri atau nyeri maksimum. Kemudian
pasien menentukan dimana letak nyeri tersebut.1
Sedangkan untuk menilai deskripsi nyeri secara terperinci, dapat
digunakan McGill Pain Ouestionnaire (MPO). Untuk menilai nyeri kronik dapat
digunakan kuisioner lain yaitu Westhaven Yale Multimensional Pain Inventory
(WHYMPI) yang dapat mengatur faktor-faktor sensorik, medis, neurologis,
kognitif dan aspek psikis.1
7
Penilaian status psikis pasien nyeri tidak hanya ditujukan untuk
membeakan antara nyeri organik dan nyeri psikogenik, tetapi bertujuan untuk
menilai pengaruh nyeri terhadap fungsi psikis pasien atau menilai efek aspek
anxietas, depresi, atau pengalaman hidup sebelum timbulnya nyeri. Yang pertama
kali harus disadari oleh wawancara status psikis bahwa dia harus percaya bahwa
nyeri yang dirasakan itu memang ada. Jadi nyeri tersebut memiliki efek fisis dan
psikis. Kesalahan utama yang sering dilakukan oleh pewawancara adalah bila
sejak awal dia sudah memisahkan aspek fisis dan psikis, sehingga hasil evaluasi
yang dilakukan sangat subjektif dan tidak akurat.1
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dapat sulit dilakukan karena pasien dengan gangguan
nyeri sering menerima kompensasi ketidakmampuan atau keuntungan proses
hukum. Sakit kepala kontraksi otot (tension), contohnya, memiliki mekanisme
patofisiologis yang bertanggung jawab untuk nyeri tersebut dan tidak didiagnosis
sebagai gangguan nyeri. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan nyeri tidak
berpura-pura sakit. Seperti pada semua gangguan somatoform, gejalanya bukanlah
khayalan.2
Tatalaksana
8
Tatalaksana nyeri psikogenik yang ideal adalah dilakukan dengan cara
multidemensional. Penanganan secara holistik dengan memerhtikan beberapa
dimensi patologisnya sangat bermanfaat tidak hanya untuk terapi nyeri
psikosomatik saja tetapi juga bermanfaat dalam penanganan nyeri organik.1
Terapi multidemensi ini melibatkan faktor kognitif, faktor emosi dan
sosial budaya dan lingkungan, spiritual serta aspek nosiseptik. Pada faktor-faktor
tersebut terdapat interaksi yang saling melengkapi. Terapi psikis akan
memberikan hasil pada nyeri organik dan sebaliknya terapi somatik akan
memberikan perbaikan pada fungsi psikis terutama emosi yang dialami pasien
akibat nyeri.1
Farmakologi
Pada nyeri psikogenik somatoform pemberian analgetik pada umunya
tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sedangkan pada nyeri psikosomatik
seperti reumatoid artritis memberikan hasil yang baik. Pada nyeri psikogenik-
psikosomatik akibat spasme otot dapat ditambahkan muscle relaxant. Pengobatan
simptomatik lain dapat diberikan dengan tetap memperhatikan aspek
psikofisiologi dan patologi timbulnya nyeri.1
Antidepressan, seperti trisiklik dan selective serotonin reuptake inhibitors
(SSRI), berguna. Mekanisme antidepressan dalam mengurangi nyeri mash
kontroversial, apakah melalui kerja antidepresan atau mengeluarkan efek
analgesik langsung dan independen (mungkin dengan merangsang jaras nyeri
inhibisi eferen). Keberhasilan SSRI menyokong hipotesis bahwa serotonin
9
penting dalam patofisiologi gangguan ini. Amfetamin, yang memiliki efek
analgesik, dapat menguntungkan bagi beberapa pasien, khususnya jika digunakan
sebagai tambahan terhadap SSRI,tetatp doisnya diawasi dengan cermat.2
Psikoedukasi
Klinisi hendaknya bersikap empati terhadap pasien walaupun nyeri
psikogenik hanya berupa nyeri somatisasi yang sering dianggap sepele. Dokter
juga harus menjelaskan kepada pasien bahwa nyeri mempunyai hubungan dengan
faktor emosi. Keberhasilan intervensi aspek psikis-emosi akan segera
memperbaiki pasien dan segera dapat mengetahui masalah utama yang menjadi
sumber stress. Hipnosis, relaksasi dan pengendalian diri (self control) serta sugesti
dapat meningkatkan nilai ambang rasa sakit sampai dengan 40%.1
Perjalanan penyakit dan prognosis
Nyeri pada gangguan nyeri umumnya muncul tiba-tiba dan derajat
keparahan meningkat dalam beberapa minggu atau bulan. Prognosis bervariasi,
walaupun gangguan biasanya menjadi kronik, menimbulkan distress dan benar-
benar menimbulkan ketidakmampuan. Apabila faktor psikologis mendominasi
gangguan nyeri, rasa nyeri tersebut dapat membaik dengan terapi atau setelah
menyingkirkan dorongan eksternal.. Paisien dengan prognosis yang buruk, dengan
atau tanpa pengobatan mempunyai masalah karakter yang sebelumnya telah ada,
khusnya pasivitas yang nyata, terlibat didalam proses hukum atau mendapatkan
10
kompensasi keuangan, penggunaan zat yang menimbulkan kecanduan, dan
memiliki riwayat nyeri yang panjang.2
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Mujaddid E. Ilmu Penyait Dalam. Nyeri psikogenik. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing: 2009.h. 939-941
2. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis.Edisi 2. 2009.h.277-9
12