Nyeri Kepala

44
REFERAT NEUROLOGI “NYERI KEPALA PRIMER” Nama Dokter Muda: Gathot Adi Yanuar (06711111) Niken Widyaningsih (06711115) Dokter Pembimbing: dr. Pitojo Tjatoer Rijanto, Sp. S dr. Dinik W., Sp.S Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Provinsi dr. Soedono 1

description

Nyeri Kepala Primer

Transcript of Nyeri Kepala

Page 1: Nyeri Kepala

REFERAT NEUROLOGI

“NYERI KEPALA PRIMER”

Nama Dokter Muda:

Gathot Adi Yanuar (06711111)

Niken Widyaningsih (06711115)

Dokter Pembimbing: dr. Pitojo Tjatoer Rijanto, Sp. S

dr. Dinik W., Sp.S

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Umum Provinsi dr. Soedono

Madiun

2011

1

Page 2: Nyeri Kepala

Referat

“NYERI KEPALA PRIMER”

Oleh:

Gathot Adi Yanuar

06711111

Niken Widyaningsih

06711115

Dipresentasikan tanggal : Januari 2011

Dan disetujui oleh:

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Pitojo Tjatoer Rijanto, Sp. S dr. Dinik W., Sp.S

2

Page 3: Nyeri Kepala

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan Referat guna

memenuhi penugasan ujian stase saraf dapat kami selesaikan. Shalawat beserta salam kami haturkan

kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang

penuh ilmu pengetahuan dan tekhnologi seperti saat ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Pitojo Tjatoer R, Sp.S dan dr. Dinik W., Sp.S

selaku dokter pembimbing Rumah Sakit yang telah banyak mengajarkan ilmu serta pengetahuan

kepada penulis, serta semua pihak yang membantu penyelesaian penulisan referat ini.

Tak ada gading yang tak retak, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangatlah

diperlukan untuk penyempurnaan referat ini dimasa yang akan datang.

Billahittaufiq wal hidayah,

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Madiun, Januari 2011

Penulis

3

Page 4: Nyeri Kepala

DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................... 1

Lembar Pengesahan…………………………………………………………………

Kata Pengantar ...........................................................................................................

2

3

Daftar Isi .................................................................................................................... 4

Pendahuluan …..……………………………………………………………………. 5

Migren………… ........................................................................................................ 6

Pembahasan .............................................................................................................

...

25

4

Page 5: Nyeri Kepala

PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam praktek

sehari-hari. Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian tubuh di

wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bukan hanya masalah fisik

semata sebagai sebab nyeri kepala tersebut namun masalah psikis juga sebagai sebab

dominan. Untuk nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor fisik lebih mudah

didiagnosis karena pada pasien akan ditemukan gejala fisik lain yang menyertai sakit

kepala, namun tidak begitu halnya dengan nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor

psikis. Nyeri kepala yang sering timbul di masyarakat adalah nyeri kepala tanpa

kelainan organik, dengan kata lain adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh fa ktor

psikis.

Dalam anamnesis akan ditanyakan kualitas nyeri, intensitas, lokasi, durasi, frekuensi,

gejala yang mnyertai serta perjalanan penyakitnya. Nyeri kepala yang berlangsung kronik dan

sering kambuh tentu berbeda dengan nyeri dengan nyeri yang akut. Nyeri yang kronik dan

sering kambuh cenderung ke penyebab vaskuler dan psikogenik, sedangkan yang akut dan

berat mungkin mempunyai latar belakang yang lebih serius.

Secara garis besar nyeri kepala dibagi menjadi dua macam; primer dan sekunder.

Pada nyeri kepala primer, nyeri kepala merupakan keluhan utama, artinya nyeri kepala

tersebut bukan timbul karena ada kelainan yang mendasari. Dengan kata lain, nyeri kepala

merupakan ‘penyakit’ tersendiri, dengan patofiologi tersendiri pula. Nyeri kepala primer yang

utama berdasarkan klasifikasi dari IHS adalah: (1) migren dengan dan tanpa aura, (2) nyeri

kepala tipe tegang (tension-type headache), dan (3) nyeri kepala berkelompok (cluster

headache). Sedangkan nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala yang

disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular

kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial,

nyeri kepala akibat adanya zat atauwithdrawal, nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala

akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium,

leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala

akibat kelainan psikiatri.

Klasifikasi dan perbedaan nyeri kepala primer:

Nyeri kepala Sifat nyeri Lokasi Lama nyeri Frekuensi Gejala ikutanMigren umum

Berdenyut Unilateral atau bilateral

6-48 jam Sporadik, beberapa kali

Mual, muntah,

5

Page 6: Nyeri Kepala

sebulan malaise, fotofobia

Migren klasik

Berdenyut Unilateral 3-12 jam Sporadik, beberapa kali sebulan

Prodoma visual, mual, muntah, malaise, fotofobia

Klaster Menjemukan, tajam

Unilateral, orbita

15-120 menit Serangan berkelompok dengan remisi lama

Lakrimasi ipsilateral, wajah merah, hidung tersumbat, horner

Tipe tegang Tumpul, ditekan

Difus, bilateral

Terus menerus

Konstan Depresi, ansietas

MIGREN

A. Definisi

Migren merupakan nyeri kepala akibat gangguan pembuluh darah yang

biasanya bersifat unilateral dan seringkali memiliki kualitas berdenyut.  Seringkali

berasosiasi dengan mual, muntah, fotofobia, fonofobia.

B. Prevalensi

Prevalensi migren ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis

kelamin. Migren dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Dari penelitian

6

Page 7: Nyeri Kepala

dengan mengunakan titik terang diungkapkan migren lebih sering ditemui pada

wanita daibandingkan pria yaitu 2:12. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan

migren yang biasanya menyerang pada trimester I kehamilan. Migren biasanya jarang

terjadi seteah usia 40 tahun. Risiko mengalami migren semakin besar pada orang yang

mempunyai riwayat keluarga penderita migren.

C. Klasifikasi

Menurut Headache Classification Committee of the International Headache Society

2nd Edition, migren dibagi atas:

1. Migrain wihout aura

2. Migrain with aura

2.1 Typical aura with migrain headache

2.2 Typical aura with non-migrain headache

2.3 Typical aura without headache

2.4 Familial hemiplegic migrain (FHM)

2.5 Sporadic hemiplegic migrain

2.6 Basilar type migrain

3. Childhood periodic syndromes that are commonly precursor of migrain

3.1 Cyclical vomiting

3.2 Abdominal migrain

3.3 Benign paroxysmal vertigo of childhood

4. Retinal migren

5. Complication of migrain

5.1 Chronic migrain

5.2 Status migrainosus

5.3 Persisten aura without infarction

5.4 Migrainous infarction

5.5 Migrain triggered seizure

6. Probable migrain

6.1 Probable migrain without aura

6.2 Probable migrain with aura

6.3 Probable chronic migraine

D. Etiologi

7

Page 8: Nyeri Kepala

1. Teori vaskular

Menyatakan bahwa nyeri kepala migren disebabkan oleh pelebaran pembuluh

darah di kepala. Sehingga banyak pengobatan yang digunakan berefek pada

vasokonstriksi pembuluh darah.

2. Teori neurologis

Edward Living (1873) mengajukan teori bahwa migren disebabkan oleh

kekacauan saraf diotak.

3. Neurotransmiter

Berdasarkan penelitian, perubahan konsentrasi serotonin (5-hydroxytryptamine

atau 5HT) selama berlangsungnya serangan migren ketika dikeluarkan dari tempat

penyimpanannya di dalam tubuh.

E. Faktor pemicu

1. Perubahan hormon estrogen

Hormon estrogen yang banyak terdapat pada wanita dapat memicu migren.

Khususnya pada saat jumlah estogen sedang tidak stabil, misalnya pada saat

sebelum dan selama masa haid, selama masa kehamilan, penggunaan alat

kontrasepsi atau jika sedang menjalani terapi hormon.

2. Stimulasi indra tubuh

Cahaya yang terlalu terang, suara yang terlalu keras,atau bau tertentu yang sangat

menyengat seperti bau parfum dan asap rokok dapat menjadi pemicu.

3. Perubahan cuaca

Perubahan cuaca yang ekstrem atau tidak menentu serta perubahan tekanan udara

dapat menjadi pemicu migren.

4. Jadwal tidur yang tidak biasa

Jika pola tidur Anda tidak seperti biasanya. Misalnya, jangka waktu tidur yang

sebentar bahkan tidur terlalu lama bisa membuat Anda mengalami migren. Jika

Anda baru berpergian, jet lag juga dapat menjadi penyebabnya.

5. Kelelahan

Berolahraga atau melakukan aktivitas fisik yang lebih berat dari biasanya dapat

memperbesar kemungkinan terkena migren.

6. Makanan dan Minuman

Kandungan yang terdapat pada makanan dan minuman dapat menjadi pemicu.

Minuman beralkohol seperti bir dan wine atau kandungan kafein yang terdapat

8

Page 9: Nyeri Kepala

pada kopi sebaiknya dihindari. Mengkonsusmsi coklat, keju tua, makanan yang

banyak mengandung MSG atau pengawet juga merupakan pemicu migrain.

F. Patofisiologi

Cutaneous allodynia (CA) adalah nafsu nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus

non noxious terhadap kulit normal. Saat serangan/migren 79% pasien menunjukkan

cutaneus allodynia (CA) di daerah kepala ipsilateral dan kemudian dapat menyebar

kedaerah kontralateral dan kedua lengan.

Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang menandakan

sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal sentral (second-order) yang

menerima input secara konvergen. Jika allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan

karena adanya kenaikan sementara daripada sensitivitas third order neuron yang

menerima pemusatan input dari kulit pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya

dengan dari duramater maupun kulit yang sebelumnya.

Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migren yaitu:

a. Pada migren yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi neuron ganglion trigeminal

sensoris yang menginervasi duramater

b. Pada migren yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah referred pain,

berarti terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meningeal (first order) dan

sensitisasi sentral dari neuron komu dorsalis medula spinalis (second order)

dengan daerah reseptif periorbital.

c. Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred pain, terdiri

atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron talamik (third order) yang

meliputi daerah reseptif seluruh tubuh.

Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga disertai

peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga bukan hanya

adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan

tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi set safar sentral terutama pada sistem

trigeminal, yang memproses informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan

kulit.

Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura, pada saat

paling awal serangan migren diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow

(CBF) yang dimulai pada daerah oksipital dan meluas pelan-pelan ke depan sebagai

9

Page 10: Nyeri Kepala

seperti suatu gelombang ("spreading oligemia'; dan dapat menyeberang korteks

dengan kecepatan 2-3 mm per menit. Hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian

barulah diikuti proses hiperemia. Pembuluh darah vasodilatasi, blood flow berkurang,

kemudian terjadi reaktif hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian

depolarisasi set saraf menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktifitas set

safar menurun menimbulkan gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu

cortical spreading depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama

didalam duramater, edema neurogenik didalam meningens dan aktivasi neuronal

didalam TNC (trigeminal nucleus caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura

migren tersebut mempunyai kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan

mencetuskan timbulnya nyeri kepala. Pada serangan migren, akan terjadi fenomena

pain pathway pada sistem trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA,

yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan aktivasi

proteinkinase seperti misalnya 5-HT, bradykinine, prostaglandin, dan juga

mengaktivasi enzim NOS. Proses tersebutlah sebagai penyebab adanya penyebaran

nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita migren.

10

Page 11: Nyeri Kepala

G. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang sering ditemui antara lain:

1. Nyeri kepala : bersifat unilateral (pada salah satu sisi), bentuknya berdenyut

menandakan adanya rangsangan aferean pada pembuluh darah.

2. Mual : mual adalah gejala yang paling sering dikemukakan oleh penderita,

menunjukkan adanya ekstravasasi protein.

3. Aura : aura yang timbul biasanya berupa gangguan penglihatan (fotofobia atau

fonofobia), bunyi atau bebauan tertentu, menandakan adanya proyeksi difus

locus ceruleus ke korteks serebri, adanya gejala produksi monocular pada retina

dan produksi bilateral yang tidak normal.

4. Rasa kebal / baal

5. Vertigo : pusing, karena gerakan otot yang tidak terkontrol,menandakan adanya

gejala neurologic yang berasal dari korteks serebri dan batang otak.

6. Rasa lemas waktu berdiri : disebabkan oleh turunnya tekanan darah waktu

berdiri (postural hypotension).

7. Kontraksi otot-otot : disekitar dahi, pipi, leher, dan bahu, menandakan adanya

ganguan mekanisme internal tubuh yang disebut jam biologis (biological clock).

11

Page 12: Nyeri Kepala

H. Diagnosis

Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendukung penegakan diagnosis

migren. Migren kadangkala sulit untuk didiagnosis karena gejalanya dapat

menyerupai gejala sakit kepala lainnya. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah

dengan menggunakan kriteria International Headache Society yaitu, seseorang

didiagnosis migren jika mengalami 5 atau lebih serangan sakit kepala tanpa aura (atau

2 serangan dengan aura) yang sembuh dalam 4 sampai 72 jam tanpa pengobatan dan

diikuti dengan gejala mual, muntah, atau sensitif terhadap sinar dan suara.

Kriteria diagnosis bagi migren tanpa aura dikemukakan oleh HIS sekurang-

kurangnya terdapat 5 serangan, diantaranya :

a. Nyeri kepala berlangsung 4-74 jam (bila tidak diobati atau pengobatan

gagal)

b. Nyeri kepala sekurang-kurangnya memenuhi 2 kriteria:

- Lokasi unilateral

- Sifat berdenyut

- Intensitas nyerinya sedang atau berat

- Agravasi (bertambah berat) atau mengganggu aktivitas

c. Sewaktu berlangsung nyeri nyeri kepala terdapat sekurang-kurangnya satu

gejala:

- Nausea dan/atau muntah

- Fatofobia dan fonofobia

d. Tidak disebabkan gejala lain

12

Page 13: Nyeri Kepala

Kriteria diagnosis bagi migren dengan aura dikemukakan oleh HIS

sekurangnya terdapat 2 serangan, diantaranya:

a. Aura terdiri dari satu gejala berikut (tanpa kelemahan motorik):

- Gejala visual: cahaya berkunang-kunang, bercak atau garis, atau

penglihatan hilang

- Gejala sensoris: semutan atau rasa baal

- Gejala gangguan bicara

b. Sekurangnya ada 2 gejala berikut:

- Gejala visual homonim dan/atau gejala sensorik unilateral

- Sekurangnya 1 gejala aura yang muncul gradual ≥ 5 menit dan/atau

berbagai gejala aura muncul berurutan selama ≥ 5 menit

- Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit, namun ≤ 60 menit

c. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60

menit

d. Tidak disebabkan gangguan lain

Gejala migren yang timbul perlu diuji dengan melakukan pemeriksaan

lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dan kemungkinan lain yang

menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan lanjutan tersebut adalah:

1. MRI atau CT Scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan tumor dan

perdarahan otak.

2. Punksi Lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau perdarahan otak

I. Diagnosis banding

Nyeri kepala migren tanpa aura sering kali sulit dibedakan dengan nyeri

kepala tegang (tension headache), nyeri kepala claster (clusther headache), dan

gangguan peredaran darah sepintas (transient ischemic attacks).

J. Penatalaksanaan

a. Terapi umum

1. Menghindari pencetus

2. Jika ada factor psikogenik, harus dihilangkan

3. Pada sepertiga wanita sebabnya ialah kontrasepsi oral, ini dapat diganti

b. Terapi abortif dan simtomatik

13

Page 14: Nyeri Kepala

1. Anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), misalnya aspirin, ibuprofen, yang

merupakan obat lini pertama untuk mengurangi gejala migraine.

2. Triptan (agonis reseptor serotonin). Obat ini diberikan untuk menghentikan

serangan migrain akut secara cepat. Triptan juga digunakan untk mencegah

migrain haid.

3. Ergotamin, misalnya Cafegot, obat ini tidak seefektif triptan dalam mengobati

migrain.

Dosis: 1 mg pada awalnya, diikuti 1 mg tiap ½ jam, maksimal 5 mg tiap

serangan atau 10 mg/ minggu

4. Midrin, merupakan obat yang terdiri dari isometheptana, asetaminofen, dan

dikloralfenazon.

Dosis isometheptana: 2 kapsul pada awalnya, diikuti 1 kapsul/jam, maksimal 5

kapsul tiap serangan.

5. Analgesik, mengandung butalbital yang sering memuaskan pada terapi

6. Opioid analgesik, pada umumnya lapang perantaranya memberikan hasil yang

mengecewakan

7. Korticosteroid unsur yang membutuhkan waktu singkat untuk mengurangi

tingkat nyeri migraine

8. Isometheptene, tidak dapat digunakan pada vasokonstriktor

c. Terapi preventif

1. Pencegahan farmakologi, diantaranya :

- Ergotamine 1 mg, 2 kali sehari

- Bellergal (ergotamine 0,3 mg, belladonna 0,1 mg, fenobarbital 20 mg)

2-4 kali perhari

- Metisergid 4-8 mg perhari, dosis terbagi

- β-bloker (propanolol) 80-160 mg, terbagi

- Amitriptilin 50-75 mg, dosis terbagi atau diminum saat akan tidur

- Fenitoin 200-400 mg/hari

- Ibufrofen 400 mg, 3 kali perhari

2. Pencegahan non-farmakologi, diantaranya :

- Terapi relaksasi

- Terapi tingkah laku

14

Page 15: Nyeri Kepala

Nyeri Kepala Klaster

A. Definisi

Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral yang

timbul dalam serangan-serangan mendadak, sering disertai dengan rasa hidung

tersumbat, rinore, lakrimasi dan injeksi konjungtiva di sisi nyeri. Dalam klinik dikenal

dua tipe yaitu tipe episodik orang yang menderita tipe ini mengalami masa serangan

nyeri selama waktu tertentu (periode klaster), kemudian diseling dengan masa bebas

nyeri (remisi) yang lamanya bervariasi; sedangkan tipe khronik ialah bila serangan-

serangan nyeri tersebut masih tetap timbul selama sedikitnya 12 bulan.

Jenis nyeri kepala ini pertama-tama dideskripsikan oleh Romberg (1840) dan

Eulenberg (1874) secara sendiri-sendiri; disebut sebagai migrainous neuralgia oleh

Harris (1936) dan rnulai dikenal sebagai sindrom tersendiri oleh Horton dkk. (1939).

Sifat periodiknya dikenali oleh Ekbom (1947) dan sifat clustering (serangan dalam

kelompok/periode tertentu) dideskrip- sikan oleh Kunkle dkk. (1954) sejak saat itu

nyeri kepala ini dikenal sebagai nyeri kepala kiaster (cluster headache). Istilah nyeri

kepala kiaster ini telah dikenal dan dideskrip- sikan sejak tahun 1962 dan terakhir

disempurnakan dalam klasifikasi menurut International Headache Society (1988)

B. Prevalensi

Secara pasti tidak diketahui; dan catatan beberapa klinik nyeri kepala,

diperkirakan sebesar 0,04% sampai 1,5%. Diderita terutama oleh pria; perbandingan

antara pria: wanita antara 4,5: 1 sampai 6,7: 1. Mulai diderita umumnya pada usia 27-

30 tahun, meskipun ada beberapa laporan yang menemukan kasus nyeri kepala tipe

kiaster pada anak usia 1 tahun sampai pada dewasa usia sekitar 60 tahun.

Dibandingkan dengan migren, prevalensinya berkisar an- tara 1: 5,6 sampai 1:47,1.

Pada nyeri tipe episodik, 70% pasien menderita serangan 12 kali setahun; dan pada

penelitian lain diketahui bahwa lamaperiode nyeri antara 24 bulan (rata-rata 3 bulan)

pada 84% pasien. Lamanya remisi rata-rata kurang dari 2 tahun; dan catatan 428

pasien nyeri kepala tipe klaster, 19,2% masa remisinya 16 bulan, 47,7% antara 712

bulan, 14,3% selama 2 tahun dan sisanya mengalami remisi lebih dari 2 tahun.

C. Etiologi

D. Patogenesis

15

Page 16: Nyeri Kepala

1. Perubahan vaskuler dan hemodinamik

Horton salah satu ahli yang banyak meneliti penyakit ini beranggapan bahwa

gejala klinis disebabkan oleh dilatasi arteri karotis eksterna yang dicetuskan oleh

kenaikan kadar histamin dalam darah. Dia mengamati adanya kemerahan wajah

bersamaan dengan kenaikan suhu kulit 12°C; meskipun demikian, peneliti lain

menganggap bahwa kemerahan wajah bukanlah gejala yang karakteristik untuk

nyeri kepala kiaster. Perubahan-perubahan pada arteri karotis interna juga diteliti,

tetapi temyata tidak dijumpai perubahan aliran darah pada saat serangan.

Penelitian menggunakan angiografi karotis dan Doppler juga tidak menghasilkan

kesimpulan yang bermakna. Pengukuran aliran darah serebral (cerebral blood flow

CBF) menunjukkan adanya peningkatan selama serangan, mungkin disebabkan

gangguan autoregulasi, hiperemi reaktif atau akibat reaksi terhadap nyeri; ada juga

yang mengaitkannya dengan reaksi terhadap perubahan kadar gas darah.

2. Gangguan aktivitas saraf simpatis

Beberapa peneliti mengaitkan perubahan vaskuier dengan aktifitas susunan saraf

otonom; Fanciullaci dkk (1982) mendemonstrasikan gangguan sistim simpatis

yang terbukti dari perbedaan respons pupil terhadap penetesan larutan tiramin 2%;

peneliti lain juga mendapatkan perubahan EKG yang juga dikaitkan dengan

perubahan aktifitas sistim sataf simpatis. Aktifitas tersebut juga dapat diduga dari

berkeringatnya sebagian wajah selama serangan.

3. Perubahan biokimiawi dan hormonal

Dugaan Horton atas peranan histamin diperkuat oleh Sjaastad (1970) yang

mendapatkan peningkatan kadar histamin dalam urine selama serangan nyeri;

peningkatan kadarhistamin ini juga telah dibuktikan oleh beberapa peneliti lain.

Pengukuran kadar histamin darahjuga menunjukkan adanya perbedaan antara pada

saat remisi dengan pada saat nyeri; kenaikan kadarnya dapat mencapai 20,5%.

Meskipun demikian, pemberian antagonis H2 ataupun H1 tidak mengurangi

serangan nyeri. Kadar testosteron dan LH plasma juga dilaporkan menurun selama

periode klaster; tetapi penurunan serupa juga terjadi di kalangan penderita

neuralgia trigeminal dan di kalangan penderita migren dengan aura; oleh karena

itu ada yang berpendapat bahwa perubahan tersebut lebih berkaitan dengan rasa

nyeri, bukan pada sindrom tertentu. Teori lain mengaitkan perubahan kadar

testosteron dengan irama sirkadian; ada yang berpendapat bahwa siklus nyeri pada

16

Page 17: Nyeri Kepala

nyeri kepala kiaster berkaitan dengan gangguan irama sirkadian dan zat-zat

neurohormonal.

4. Perubahan sistim saraf

Kunkle (1959) menganggap bahwa serangan-serangan nyeri kepala klaster

disebabkan oleh gangguan parasimpatis n. Fasialis dan n. glosofaringeus, yang

ditandai dengan ditemukannya zat mirip asetilkolin di cairan serebrospinal;

peneliti lain menganggap adanya peranan n. petrosus superfisialis magnus karena

reseksi saraf ini menyembuhkan 25% pasiennya dan 50% lainnya mengalami

pengurangan serangan. Peranan n. trigeminus juga diteliti; Moskowitz (1984)

menganggap ada reaksi inflamasi n. trigeminus, mungkin di daerah sinus

kavernosus. Dari hasil-hasil pengamatan di atas, muncul pendapat bahwa

asetilkolin yang berasal dari sistim parasimpatis merangsang pelepasan histamin

dan sel mast, menyebabkan respons antidromik n. trigeminus dengan pelepasan

substance P yang menyebabkan degranulasi sel mast lebih lanjut, dengan akibat

timbulnya reaksi inflamasi dan nyeri.

E. Manifestasi Klinis

Nyeri umumnya didahului oleh rasa penuh di telinga yang kadang-kadang

meluas ke seluruh kepala, disusul beberapa menit kemudian dengan serangan-

serangan mendadak berupa rasa seperti tertusuk, biasanya unilateral di daerah

okulofrontal atau okulotemporal; serangan tersebut sangat hebat (excruciating) dan

menetap, tidak berdenyut, hilang timbul secara tiba-tiba, dapat berpindah-pindah

tempat. Serangan-serangan nyeri tersebut membuat penderitanya gelisah, mondar-

mandir dan kadang-kadang memukuli kepalanya sendiri; beberapa penderita bahkan

merasa ingin bunuh diri untuk mengakhiri nyeninya. Perilaku yang demikian jelas

berbeda dengan penderita migren yang justru menghindani aktivitaslkeramaian. Nyeri

disertai dengan rinore, laknimasi dan pelebaran pembuluh darah konjungtiva; kadang-

kadang disertai rasa bengkak di wajah dan sekitar mata di sisi nyeri, dapat disertai

sindrom Homer di sisi sama. Selama serangan wajah menjadi pucat, sebaliknya

konjungtiva tampak kemerahan dan berair. Nyeri dapat dirasakan di 'belakang mata',

seolah-olah mendorong mata ke luar. Umumnya dimulai saat bangun tidur siang atau

di malam hari, biasanya dalam 90 menit setelah tertidur. Serangan nycri dapat

dicetuskàn oleh nitrogliserin, histamin atau alkohol.

17

Page 18: Nyeri Kepala

Sifat periodisitas

Sifat peniodisitas ini khas pada nyeri kepala klaster; terdapat periode tertentu

(periode kiaster) saat penderitanya mengalami serangan-serangan nyeri dan rentan

terhadap pencetus tertentu; kemudian disusul dengan periode remisi saat penderitanya

bebas nyeri sama sekali meskipun terpapar pada hal-hal yang biasanya mencetuskan

nyeri di saat periode klaster. Periode klaster umumnya berkisar antara 24 bulan,

kemudian disusul dengan masa remisi yang Iamanya antara 12 tahun pada 70%

pasien. Periode kiaster cenderung berulang pada selang waktu yang teratur.

F. Diagnosis

Tabel. Diagnostic Criteria

Cluster headache and chronic paroxysmal hemicrania

3.1. Cluster headache

A. At least 5 attacks fulfilling B-D.

B. Severe unilateral orbital. supraorbital and/or temporal pain lasting 15 to 180

minutes untreated.

C. Headache is associated with at least one of the following signs which have to

be present on the pain-side:

1. Conjunctival injection

2. Lacrimation

3. Nasal congestion

4. Rhinorrhea

5. Forehead and facial sweating

6. Miosis

7. Ptosis

8. Eyelid edema

D. Frequency of attacks: from 1 every other day to 8 per day.

3.1.1 Cluster headache periodicily undetermined

A. Criteria for 3.1 fulfilled

B. Tooearlytocla.ssify as 3

3.1.2 Episodic cluster headache

A. All the letter headings of 3.1.

B. At least 2 periods of headaches (cluster periods) lasting (untreated patients)

from 7 days to one year, separated by remissions of at least 14 days.

18

Page 19: Nyeri Kepala

3.1.3 Chronic cluster headache

A. All letter headings of 3.1

B. Absence of remission phases for one year or more or with remissions

lasting less than 14 days.

3.2. Chronic paroxysmal hemicrania

A. At least 50 attacks fulfilling B-E.

B. Attacks of severe unilateral orbital, supraorbital and/or temporal pain

always on the same side lasting 2 to 45 minutes.

C. Attack frequency above 5 a day for more than half of the time.

D. Pain is associated with at least one of the following signs/symptoms on the

pain side:

1. Conjunctival injection

2. Lacrimation

3. Nasal congestion

4. Rhinorrhea

5. Ptosis

6. Eyelid edema

E. Absolute effectiveness of indomethacin (150 mg/day or less).

3.3. Cluster headache-like disorder not fulfilling above criteria

G. Diagnosis Banding

Bila serangan nyeri kepalanya khas, umumnya diagnosis hampir dapat

dipastikan. Beberapa keadaan yang mungkin mirip gainbaran klinisnya ialah chronic

paroxysmal hemicrania, migren, neuralgia trigeminal, arteritis temporalis,

faeokhromo- sitoma dan sindrom Raeder.

1. Chronic paroxysmal hemicrania

Pertama dilaporkan oleh Sjaastad dan Dale (1974). Berbeda dari nyeri kepala tipe

kiaster dalam hal serangan nyeri yang lebih sering, tetapi lebih singkat dan

kurang menyebabkan kegelisahan. Jenis nyeri kepala ini tidak dapat diatasi

dengan obat-obatan yang biasanya efektif untuk nyeri kepala kiaster, sebaliknya

responsif terhadap indometasin.

2. Migren

Serangan migren umumnya 13 kali sebulan, berlangsung selama 13 hari dan rasa

nyeni memberat secara berangsur-angsur; : terutama di satu sisi kepala di daerah

19

Page 20: Nyeri Kepala

temporal. Nyeri bersifat berdenyut disertai mual, muntah, fotofobi dan fonofobi.

Serangan migren yang khas didahului oleh aura.

3. Neuralgia trigeminal

Penyakit ini dijumpai baik pada pria maupun wanita, umumnya pada usia yang

lebih lanjut. Nyeri bersifat tajam, seperti teriris.dan mendadak; dirasakan berat.

Dapat dicetuskan oleh sentuhan, bahkan kadang-kadang oleh tiupan angin, di

daerah wajah tertentu; umumnya di dekat lipatan nasolabial. Kadang-

kadangjugadicetuskan oleh gerakan mengunyah.

4. Arteritis temporalis

Umumnya dijumpai pada kelompok usia yang lebih lanjut; mengenai terutama

anteri temporalis, arteri vertebralis dan/atau arteri oftaimika. Pada 50% kasus

didahului dengan rasa kaku leher dan bahu, atau di daerah panggul (polimialgia

reumatika). Nyeri kepala pada kasus ini bersifat persisten, berfluktuasi sepanjang

hari, unilateral dan berkaitan dengan daerah arteri temporalis superfisialis. Pada

awalnya terasa berdenyut, rasa terbakar yang hebat, kemudian berangsur-angsur

rasa berdenyutnya mereda. Diagnosis pasti ditetapkan melalui biopsi arteri

temporalis.

5. Faeokromositoma

Pada penyakit ini terjadi pelepasan katekolaniin berlebihan yang menyebabkan

episode hipertensi yang mendadak, disertai nyeni kepala, pucat, takikardi dan

keringat berlebihan; nyeri bersifat mendadak, berat dan panoksismal, sering

menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya. Nyeri dirasakan berdenyut, bilateral

dan di oksipital; diperberat bila batuk, bersin, mengejan atau membungkuk.

Serangan-serangan nyeri dapat dirasakan setiap hari, umumnya singkat, kurang

dari satu jam.

6. Sindrom paratrigeminal Raeder

Nyeri pada sindrom ini bersifat menetap (persisten), dapat berlangsung sampai

beberapa bulan. Pada minggu-niinggu awal, pasien sering terbangun dari tidur

akibat nyeri unilateral yang bersifat membakan(burning), berdenyut atau menetap

yang sangat berat; berangsur-angsur nyeri makin berat dan menetap terasa terus

sampai beberapa saat lamanya. Sering disertai dengan ptosis dan miosis di sisi

nyeri, sehingga sering dianggap sebagai nyeri kepala tipe klaster; perbedaannya

ialah pada sindrom ini nyeri bersifat menetap, dibandingkan dengan nyeri kepala

tipe kiaster yang sifatnya paroksismal.

20

Page 21: Nyeri Kepala

H. Penatalaksanaan

1. Penjelasan kepada pasien

Pada kebanyakan pasien, ditemukan anxietas dan rasa kuatir akan

timbulnya periode nyeri berikut, anxietas juga sering ditemukan pada periode

klaster yang berkepanjangan. Perlu dipahami bahwa kebanyakan serangan nyeri

dapat dihindari atau diperpendek/diperingan, meskipun lamanya periode nyeri

sampai saat ini belum dapat dipersingkat atau dihilangkan. Para pasien dianjurkan

untuk menghindari tidur siang, minuman alkohol, zat mudah menguap, terutama

pada periode klaster; sedangkan pengaruh diet sangat kecil. Gangguan emosional

seperti rasa marah, frustrasi ataupun aktifitas fisik yang berat dapat mencetuskan

serangan atau memulai periode nyeri. Pengaruh ketinggian juga disebut-sebut

dapat mencetuskan serangan, sehingga harus diwaspadai bila berada di

ketinggian/pegunungan atau naik pesawat terbang; ada yang menganjurkan

penggunaan asetazolamid 2 dd 250 mg. dimulai 2 hari sebelum nya untuk

mencegah serangan tersebut. Perubahan siklus tidur juga dapat mencetuskan

serangan, misalnya akibat perubahan shift kerja, atau perubahan cara hidup.

2. Pengobatan pencegahan

Serangan saat tidur dapat dicegah dengan 2 mg. Ergotamin tartrat 12 jam

sebelum tidur; penggunaan ergotamin ini harus hati-hati padapasien-pasien

dengan gangguan vaskuler,jantung, serebral, atau pada kehamilan, adanya

penyakit ginjal atau hati, infeksi dan masa pasca bedah. Serangan di saat lain

dapat diatasi dengan metisergid 34 dd 40 mg., verapamil 4 dd 80 mg., lithium 2

dd 300 mg. Atau prednison 40 mg./hari selama 3 minggu. Metisergid terutama

efektif bila digunakan sejak awal, efektivitasnya kira-kira 65%; obat ini

mempunyai efek samping gastrointestinal, parestesi dan nyeri ekstremitas bawah

dan kemungkinan fibrosis retroperitoneal, endomiokardial atau pulmonal yang

berbahaya; obat ini tidak tersedia di Indonesia. Verapamil cukup efektif untuk

kebanyakan pasien, digunakan selama periode nyeri. Penggunaan lithium hams

disertai dengan pengamatan efek samping seperti tremor karena obat ini

mempunyai rentang dosis terapeutik yang relatif sempit. Kombinasi empat obat di

atas dapat mengatasi kira-kira 90% kasus episodik; dalam hal resistensi, dapat

dicoba penambahan prednison 40 mg./hari selama 5 hari, kemudian diturunkan

dosisnya selama 3 minggu (tapering off); penggunaan prednison harus hati-hati

pada pasien dengan ulkus peptikum, hipertensi atau diabetes melitus. Pasien-

21

Page 22: Nyeri Kepala

pasien khronik dapat resisten terhadap pengobatan, mungkin berkaitan dengan

sifatlkepribadian tertentu; ada peneliti yang mencoba Na valproat 6002000

mgihari sebagai profilaktik. Pengobatan eksperimental berupa gangliolisis

trigeminal, atau penggunaan cahaya terang untuk mengubah siklus sirkadian.

3. Pengobatan saat serangan

Serangan klaster akut dapat diatasi dengan inhalasi oksigen; untuk

memperoleh manfaat maksimum, oksigen diberikan segera di awal serangan

sebanyak 7-ll menit menggunakan facial mask; pasien duduk, dianjurkan

bemapas biasa selama 15 menit. Alternatif lain ialah menggunakan 1 tablet (1

mg.) ergota mm sublingual, dapat diulang sampai dua kali setelah 15 menit; dosis

maksimum 2 mg./24 jam. Ergotaniin juga dapat diberikan secara intramuskuler

dalani bentuk dihidroergotamin 1 mg. Atau ergotamin tartrat 0,5 mg.; atau secara

inhalasi sebanyak 2 kali dengan interval 5 menit. Dosis maksimum 4 mg./24 jam.

Obat simtomatik lain ialah kokain HCI 5% atau lidokain HCI 4% intranasal.

I. Prognosis

Suatu studi longitudinal menunjukkan bahwa setelah 20 tahun, 1/3 pasien akan

mengalami remisi total, 1/3 pasien serangannya makin ringan dan pada 1/3 lainnya

sifat serangannya menetap. Serangan-serangan nyeri dapat diperingan atau dihindari

dengan meniperhatikan faktor-faktor pencetus.

Tension Type Headache (TTH)

A. Definisi

Tension type headache disebut pula muscle contraction headache merupakan

nyeri tegang otot yang timbul karena kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan

tengkuk (m.Splenius kapitis, m.Temporalis, m.Maseter, m.Sternokleidomastoideus,

m.Trapezius, m.Servikalis posterior, dan m.Levator skapule). Sakit kepala tipe ini

banyak terdapat pada wanita masa menopause dan premenstrual.

TTH didefinisikan sebagai serangan nyeri kepala berulang yang berlangsung

dalam hitungan menit sampai hari, dengan sifat nyeri yang biasanya berupa rasa

tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat, dirasakan di seluruh kepala, tidak dipicu

oleh aktifitas fisik dan gejala penyerta nya tidak menonjol.

22

Page 23: Nyeri Kepala

B. Prevalensi

Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara

6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya

didiagnosis sebagai migren. Sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta(1986)

didapatkan 273 (17,4%) pasien baru dengan nyeri kepala di antara 1298 pasien baru

yang berkunjung selama Januari sd. Mei 1986. Di Amerika Serikat, dalam satu tahun

lebih dari 70% penduduknya (pernah) mengalami nyeri kepala, lebih dari 5%

mencari/mengusahakan pengobatan, tetapi hanya ± 1% yang datang ke dokter/rumah

sakit khusus untuk keluhan nyeri kepalanya.

C. Klasifikasi

1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1

tahun).

2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan (180

hari dalam 1 tahun).

Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:

a) Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam.

b) Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.

D. Etiologi

Faktor-faktor penyebab dari TTH bukan merupakan infeksi virus ataupun

bakteri melainkan tetapi keadaan-keadaan seperti Stres, Kecemasan, Depresi, Konflik

emosional, Kelelahan.

Nyeri kepala yang timbul adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stres,

kecemasan, depresi, konflik emosional atau kelelahan. Respon fisiologis yang terjadi

meliputi refleks vasodilatasi pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot

skelet kulit kepala (scalp), wajah, leher dan bahu secara terus menerus.

E. Patofisiologi

Meskipun nyeri kepala tegang otot ini sangat umum ditemukan,

patofisiologinya masih tetap tidak jelas. Penelitian menunjukkan bahwa

mekanisme nyeri kepala ini tergantung terhadap otot yang terlibat yakni otot

wajah,leher dan bahu. Patomekanisme nyeri kepala tegang otot ini masih

23

Page 24: Nyeri Kepala

menjadi bahan penilitian tetapi telah ada beebrapa teori-teori yang diduga

menyebabkan nyeri kepala jenis ini.

Salah satu teori yang paling populer mengenai penyebab nyeri kepala

ini adalah kontraksi otot wajah, leher, dan bahu. Otot-otot yang biasanya

terlibat antara lain m. splenius capitis, m. temporalis, m. masseter, m.

sternocleidomastoideus, m. trapezius, m. cervicalis posterior, dan m. levator

scapulae. Penelitian mengatakan bahwa para penderita nyeri kepala ini

mungkin mempunyai ketegangan otot wajah dan kepala yang lebih besar

daripada orang lain yang menyebabkan mereka lebih mudah terserang sakit

kepala setelah adanya kontraksi otot. Kontraksi ini dapat dipicu oleh posisi

tubuh yang dipertahankan lama sehingga menyebabkan ketegangan pada otot

ataupun posisi tidur yang salah. Ada juga yang mengatakan bahwa pasien

dengan sakit kepala kronis bisa sangat sensitif terhadap nyeri secara umum

atau terjadi peningkatan nyeri terhadap kontraksi otot.

Sebuah teori juga mengatakan ketegangan atau stres yang

menghasilkan kontraksi otot di sekitar tulang tengkorak menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah berkurang yang

menyebabkan terhambatnya oksigen dan menumpuknya hasil metabolisme

yang akhirnya akan menyebabkan nyeri.

Para peneliti sekarang mulai percaya bahwa nyeri kepala ini bisa

timbul akibat perubahan dari zat kimia tertentu di otak - serotonin, endorphin,

dan beberapa zat kimia lain - yang membantu dalam komunikasi saraf. Ini

serupa dengan perubahan biokimia yang berhubungan dengan migren.

Meskipun belum diketahui bagaimana zat-zat kimia ini berfluktuasi, ada

anggapan bahwa proses ini mengaktifkan jalur nyeri terhadap otak dan

mengganggu kemampuan otak untuk menekan nyeri. Pada satu sisi,

ketegangan otot di leher dan kulit kepala bisa menyebabkan sakit kepala pada

orang dengan gangguan zat kimia. Di sisi lain, ketegangan otot bisa

merupakan hasil dari perubahan zat kimia ini.

Karena nyeri kepala tipe ini dan migren melibatkan perubahan yang

mirip pada otak, beberapa peneliti percaya bahwa kedua tipe sakit kepala ini

berhubungan. Beberapa ahli berpendapat bahwa migren bisa disebabkan oleh

nyeri kepala tegang otot yang berulang. Migren bisa dibedakan saat nyeri

24

Page 25: Nyeri Kepala

yang terasa menjadi sangat hebat. Ada juga yang beranggapan migren yang

ringan adalah suatu jenis nyeri kepala tegang otot yang ringan.

F. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang bisa digolongkan dalam nyeri kepala tipe tegang adalah :

Nyeri kepala bersifat konstan dan terus menerus.

Terasa berat seperti tertekan atau seperti terikat, diperas, mau meledak.

Tempat sakitnya tidak dapat ditentukan

Frekuensi, fluktuasi, dan intensitas nyeri sangat bervariasi. Biasanya akan

bertambah pd masa2 penuh tekanan seperti pubertas, pindah sekolah, masalah

pekerjaan atau perkawinan.

  Biasanya nyeri kepala tipe tegang dikaitkan dgn kelainan yg disebut

spasmohilia. Kelainan ini adalah kecenderungan seseorang yg otot2nya lebih mudah

utk kontraksi (tegang). Spasmohilia memiliki kemungkinan diturunkan atau ada faktor

keluarga. Selain itu juga akan ditanyakan mengenai kemungkinan adanya stres fisik

maupun psikis.

G. Diagnosis

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua

dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan ± sedang,

(3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual

muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang ± berat, tumpul seperti ditekan

atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala,

oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia,

kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak

nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan

pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak

memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CTsc an kepala maupun MRI.

H. Diagnosis Banding

25

Page 26: Nyeri Kepala

Diagnosis banding dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis

deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,

migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis

temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit

kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

I. Penatalaksanaan

Tindakan umum

Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan pasien

merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk keberhasilan

pengobatan. Penjelasan dokter yang meyakinkan pasien bahwa tidak

ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepal atau dalam otaknya dapat

menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak atau penyakit intrakranial

lainnya.

Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus segera dilakukan. Sebagian

pasien menerima bahwa nyeri kepalanya berkaitan berkaitan dengan penyakit

depresinya dan bersedia ikut program pengobatan sedangkan sebagian pasien

lain berusaha menyangkalnya. Oleh sebab itu pengobatan harus ditujukan

kepada penyakit yang mendasari dengan obat anti cemas atau anti depresi

serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping pengobatan nyeri kepala.

Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien harus dirujuk

ke ahli jiwa.

Farmakoterapi nyeri kepala tipe tegang

Analgesik

Pemakaian tablet analgetik harian dapat memacu timbulnya rebound headache

sebagai efek wears off dan akan menjadi predisposisi timbulnya nyeri kepala

harian yang kronis (Lance & Goadsby, 1988)

Amitriptilin

Digunakan juga pada pasien migren, terutama yang berhubungan dengan nyeri

kepala tipe tegang. Mekanismenya tidak berhubungan dengan aktivitasnya

sebagai antidepresan. Amitriptilin bekerja memodulasi neurotransmiter,

menghambat pengambilan kembali (reuptake) noradrenalin dan serotonin serta

mengurangi fungsi β-adrenergik dan reseptor serotonin sentral (Pryse-Phillips,

26

Page 27: Nyeri Kepala

1997). Dosisnya dimulai dengan 10 mg atau setengah dari tablet amitriptilin

25 mg pada malam hari, kemudian ditanyakan pada pasien jika akan

menaikkan dosisnya secara perlahan sampai mencapai dosis 75 mg tiap malam

jika pasien dapat mentolerir tanpa mengantuk pada pagi harinya (Lance &

Goadsby, 1998).

Sodium valproat

Sebuah studi melaporkan bahwa sodium valproat dalam dosis 1000-2000 mg

per hari yang diberikan selama 3 bulan menurunkan indeks nyeri kepala harian

yang kronis sampai setengahnya tau menurun pada 18 pasien (dari 30 pasien)

dengan rata-rata bebas nyeri kepala hariannya tiap bulan meningkat 5,5

sampai 17,7 (Lance & Goadsby, 1998).

Bezodiazepin

Pemakaian benzodiazepin juga banyak menolong tetapi mempunyai resiko

tinggi untuk kebiasaan untuk meneruskan penggunaannya (adiktif) (Lance &

Goadsby, 1998).

Tizanidin

Aslan (1996) telah melakukan studi terhadap tizanidin secara acak ganda

tersamar untuk nyeri kepala tipe tegang. Hasil studi tersebut menyimpulkan

bahwa tizanidin ternyata efektif untuk nyeri kepala tipe tegang. Pada studi

lainnya, Saper et. al. (2001) dengan open-label study pemberian tinzanidin

ternyata efikasius, aman dan dapat ditoleransi pada terapi profilaksis nyeri

kepala harian.

Botulin toksin

Botulin toksin A adalah obat yang poten untuk beberapa penyakit berat yang

berhubungan dengan kenaikan tonus otot, seperti tortikolis spasmodik,

blefarospasm, distoni anggota gerak, hemispasm facial dan spastisitas.

Botulinum toksin juga dapat digunakan pada terapi nyeri spasme otot dan

miofacial pain syndrome. Beberapa studi juga menyarankan bahwa botulinum

toksin dapat dipakai untuk terapi tension headache (Zwart et. al. 1994; Rejla,

1997; Wheeler, 1998 cit. Rolnik, 2000). Sebuah studi acak buta ganda

terkendali pada terapi botulinum toksik A telah dilakukan Rollink et. al.

(2000) untuk terapi nyeri kepala tension headache. Kelompok terapi diberi

obat (injeksi intrakranial 10x20 mu botulin toksin A) dan hasilnya adalah tidak

ada perbedaan bermakna antara kelompok plasebo dan kelompok terapi.

27

Page 28: Nyeri Kepala

Daftar Pustaka

28

Page 29: Nyeri Kepala

1. Harsono (2005) , Buku Ajar Neurologi Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia ,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 289-99.

2. Sylvia, Lorraine (1995), Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Ed.4 , EGC, Jakarta. Hal 973-74

3. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid kedua. Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. Hal 35-40

4. Jay A, Van ett (2000), Migrain Diagnosis, Prevention and treatmant, Jacsonville Medicine.

2. Diamond S, Dalessio DJ. Cluster headache. Dalam: Diamond S, Dalessio DJ.

3. The Practicing Physicians Approach to Headache. 4th ed. 1986. hal. 66-75.

4. International Headache Society. Classification and diagnostic criteria for

5. headache disorders, cranial neuralgias and facial pain. Cephalalgia 1988; 8

6. supp. 7: 196.

7. Kudrow L. Clusterheadache: diagnosis, management and treatment. Dalam:

8. Dalessio DJ, Silberstein SD. Wolff's Headache and other head pain. 6th ed.

9. Oxford University Press, 1993. hal. 17 197

10.

29