neuroanatomi nyeri

50
I. Memahami dan Menjelaskan Nyeri I.1. Neuroanatomi Nyeri JALAN RAYA SENSORIK Berfungsi membawa informasi sensorik baik extroseptif dan propioseptif dari reseptor ke pusat sensorik sadar diotak. Informasi Ekstroseptif meliputi: Sakit Suhu (panas atau dingin) Sentuhan Tekanan Informasi Propioseptif meliputi: Keadaan otot sadar/otot lurik Keadaan sendi Keadaan ligamentum Untuk bisa mencapai pusat sadar pada GYRUS POSTCENTRALIS (area brodmann 3,2,1) maka semua informasi sensorik harus melewati sedikitnya 3 NEURON.. a. neuron orde pertama: terletak pada ganglion radix posterior s.ganglion spinale (ganglion adalah sel saraf yg terletak diluar susunan saraf pusat) dimana dendrite dari sel saraf tersebut datang dari reseptor, sedangkan axon-nya pergi memasuki medulla spinalis untuk bersinapsis pada neuron orde kedua. b. neuron orde kedua: pada cornu posterius medulla spinalis, axon-nya dapat menyilang garis tengah atau langsung dalam columna lateralis pada sisi yang sama, selanjutnya dari medulla spinalis → naik ke atas untuk bersinapsis pada neuron orde ketiga. c. neuron orde ketiga: pada thalamus, dimana axon-nya akan menuju pusat sensorik sadar pada gyrus postcentralis (area pusat sensorik-area brodmann 3,2,1) JALAN RAYA SENSORIK YANG MENGANTARKAN SENSASI SAKIT DAN SUHU Nama jalan : TRACTUS SPINOTHALAMICUS LATERALIS Melewati medulla spinalis → medulla oblongata → pons → mesencephalon → diencephalon → korteks cerebri 1 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

description

neuro, anatomi, nyeri

Transcript of neuroanatomi nyeri

Page 1: neuroanatomi nyeri

I. Memahami dan Menjelaskan Nyeri

I.1.Neuroanatomi Nyeri

JALAN RAYA SENSORIKBerfungsi membawa informasi sensorik baik extroseptif dan propioseptif dari reseptor ke pusat sensorik sadar diotak.Informasi Ekstroseptif meliputi: Sakit Suhu (panas atau dingin) Sentuhan TekananInformasi Propioseptif meliputi: Keadaan otot sadar/otot lurik Keadaan sendi Keadaan ligamentumUntuk bisa mencapai pusat sadar pada GYRUS POSTCENTRALIS (area brodmann 3,2,1) maka semua informasi sensorik harus melewati sedikitnya 3 NEURON..a. neuron orde pertama: terletak pada ganglion radix posterior s.ganglion spinale

(ganglion adalah sel saraf yg terletak diluar susunan saraf pusat) dimana dendrite dari sel saraf tersebut datang dari reseptor, sedangkan axon-nya pergi memasuki medulla spinalis untuk bersinapsis pada neuron orde kedua.

b. neuron orde kedua: pada cornu posterius medulla spinalis, axon-nya dapat menyilang garis tengah atau langsung dalam columna lateralis pada sisi yang sama, selanjutnya dari medulla spinalis → naik ke atas untuk bersinapsis pada neuron orde ketiga.

c. neuron orde ketiga: pada thalamus, dimana axon-nya akan menuju pusat sensorik sadar pada gyrus postcentralis (area pusat sensorik-area brodmann 3,2,1)

JALAN RAYA SENSORIK YANG MENGANTARKAN SENSASI SAKIT DAN SUHUNama jalan : TRACTUS SPINOTHALAMICUS LATERALISMelewati medulla spinalis → medulla oblongata → pons → mesencephalon → diencephalon → korteks cerebria. Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki ujung cornu posterius

substansia grissea medulla spinalis dan segera bercabang 2: Serabut yg naik Serabut yg turunSetelah masuk ke medulla spinalis, maka akan membentuk Traktus Posterolateral (Lissauri). Lalu berlanjut ke neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substansia gelatinosa pada cornu posterius.Axon dari orde kedua menyilang garis tengah pada commisura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kotralateral sebagai traktus spinothalamicus lateralis. Traktus tsb berjalan medialis dari traktus spinocerebrallis anterius. Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.

b. saraf berlanjut pada medulla oblongata, yaitu pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan Nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Dan nantinya bergabung dengan

1 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 2: neuroanatomi nyeri

Tractus spinothalamicus anterius Tractus spinotectalis Ketiga tractus ini bersama-sama membentuk LEMNISCUS SPINALIS.

c. berlanjut pada pons. Lemnicus spinalis naik ke atas dibagian belakang PONS.d. berlanjut pada mesencephalon, Lemnicus spinalis jalan pada tegmentum , lateralis

dari Lemnicus medialis.e. diencephalon, serabut syaraf traktus spino thalamicus lateralis akan bersinapsis

dengan neuron orde ketiga yaitu: Nucleus postlateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus). DISINILAH TERJADI PENILAIAN KASAR SENSASI SAKIT DAN SUHU DAN REAKSI EMOSI MULAI TIMBUL.

f. di Korteks cerebri, axon dari neuron orde ketiga memasuki Crus posterior capsula interna dan Corona radiata untuk berakhir pad GYRUS POSTCENTRALIS (area brodmann 3,2,1) dari sini informasi sakit dan suhu akan diteruskan ke area MOTORIK dan area asosiasi di cortex lobus parietale.

JALAN RAYA YANG MENGATUR SENSASI SENTUHAN RINGAN DAN TEKANAN1. Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki ujung cornu posterius

substansia grissea medulla spinalis dan segera bercabang 2: Serabut yg naik Serabut yg turunSetelah masuk ke medulla spinalis, maka akan membentuk Traktus Posterolateral (Lissauri). Lalu berlanjut ke neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substansia gelatinosa cornu posterius substansia grissea.Axon dari orde kedua menyilang garis tengah pada commisura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kotralateral sebagai traktus spinothalamicus anterior. . Traktus tsb berjalan medialis dari traktus spinocerebrallis anterius. Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.

2. saraf berlanjut pada medulla oblongata, traktus spinothalamicus anterior nantinya bergabung dengan Tractus spinothalamicus lateralis & Tractus spinotectalis. Ketiga tractus ini bersama-sama membentuk LEMNISCUS SPINALIS.

3. Berlanjut ke PONS, MESENCEPHALON, DAN DIENCEPHALON. Lemniscus spinalis beriringan dengan Lemnicus Medialis bersinapsis pada neoron orde ketiga yaitu: Nucleus postlateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus). DISINILAH TERJADI PENILAIAN KASAR SENTUHAN DAN TEKANAN MULAI DIINTERPRETASI.

4. Lanjut ke kortkes cerebri, axon dari neuron orde ketiga memasuki Crus posterior capsula interna dan Corona radiata untuk berakhir pada GYRUS POSTCENTRALIS (area brodmann 3,2,1) dari sini sensasi sentuhan dan tekanan disadari.

JALAN RAYA PEMBEDAAN SENSASI DISKRIMINASI SENTUHAN, GETARAN SENDI/OTOT SADARNAMA JALAN : FASCICULUS GRACILIS DAN FASCICULUS CUNEATUSa. Jalan dalam medula spinalis memasuki cornu posterius substansia alba sisi yang sama.

Untuk segera bercabang 2 : CABANG TURUN

Jalan melewati beberapa segmen medulla spinalis sambil memberikan beberapa cabang collateral dan bersinapsis dengan neuron pada cornu posterius dan neuron

2 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 3: neuroanatomi nyeri

pada cornu anterius pada segmen yang dilewati. Hubungan intersegmental ini berfungsi dalam refleks intersegmental.

CABANG NAIKSerabut sarafnya lebih panjang dan sebagian akan bersinapsis dengan neuron orde kedua pada cornu posterius dan anterius substansia grissea. Hubungan ini berperan dalam refleks intersegmental. Sebagian besar serabut saraf yang naik berjalan dalam columna posterius substansia alba sebagai:

o Fasciculus graciliso Fasciculus cutaneus

b. Jalan dalam medulla OblongataAxon dari neoro orde pertama jalan keatas secara ipsilateral (tidak menyilang garis tengah) dan bersinapsis dgn neuron orde kedua : nuclei gracilis dan nuclei cuneatus.Dari orde kedua akan membentuk serabut saraf disebut sebagai : fibra arcuata interna. Kemudian menyilang garis tengah membentuk decussiatio sensorik. Selanjutnya pergi kedua tempat Ke cerebellum melelui pedunculus cerebelli inferior dan membantuk traktus

cuneocerebellaris. Serabutnya sendiri mengelompok membentuk fibra arcuata eksterna. Fungsinya untuk mengirimkan informasi sensasi otot skelet dan sensasi ke serebellum

Ke ponsc. Jalan ke pons, ke mesencephalon dan diencephalon.. setelah membentuk decussatio

(pada medulla oblongata saraf jalan ke atas sebagai lemniscus medialis untuk berakhir pada neuron orde ketiga: nuclei poterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus).

d. Ke korteks cerebri neuron orde ketiga melewati crus posterius capsula interna dan corona radiata menuju gyrus postcentralis. DISINI BARU KITA MENYADARI PEMBEDAAN SENSASI DISKRIMINASI SENTUHAN DAN GETARAN DARI SENDI ATAU OTOT SADAR.

JALAN RAYA SENSASI OTOT SADAR (OTOT LURIK) DAN SENDI KE CEREBELLUMADA 3 JALAN :a. TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIUS

Axon orde pertama memasuki medula spinalis pada collumna posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua: nucleus dorsalis (Clarki) yang terletak pada basis cornu posterius substansia grissea.Axon orde kedua memasuki poterolateral substansia alba pada sisi yang sama untuk naik keatas sebagai : TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIUS.Traktus spinocerebellaris posterius masuk ke peduncullus cerebellaris inferior untuk menuju corteks cerebellumFUNGSI : membawa informasi dari otot sadar dan sendi, terutama dari reseptor Muscle spindle dan reseptor yang ada di tendo, ligamentum dan capsula articulare dari tubuh dan anggota badan.

b. TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS ANTERIUSJalan dari medulla spinalis, axon Axon orde pertama memasuki medula spinalis pada collumna posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua: nucleus dorsalis (Clarki) berlanjut menjadi traktus spinocerebellaris posterius dan masuk ke peduncullus cerebellaris superior dan berakhir pada korteks cerebelliFUNGSI : MEMBAWA INFORMASI DARI RESEPTOR MUSCLE SPINDLE DAN TENDO DARI ANGGOTA BADAN ATAS DAN BAWAH

3 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 4: neuroanatomi nyeri

c. TRAKTUS CUNEOCEREBELLARISPusatnya di nucleus cuneatus. Perjalannya mulai dengan memasuki pedunculus cerebelli inferior menuju corteks cerbelli. Disebut juga fibra arcuata externa posterius.FUNGSI: MENERUSKAN INFORMASI DARI MUSCLE SPINDLE DAN TENDO KE CEREBELLUM.

JALAN RAYA NAIK LAINNYAa. TRAKTUS SPINOTECTALIS

Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan neuron orde ke2 yang letaknya pada cornu posterius.

Dari neuron orde ke2 jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada anterolateral substansia alba sebagai traktus spinotektalis.

Beriringan dengan traktus spinothalamicus lateralis et anterius, kemudian bersama-sama membentuk LEMNISCUS SPINALIS dan menuju ke otak

FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI UNTUK REFLEKS SPINOVISUAL DAN AKAN MENIMBULKAN GERAKAN BOLA MATA DAN KEPALA YANG MENUNUJUK KE ARAH DATANGNYA SUMBER STIMULI.

b. TRAKTUS SPINORETICULARIS Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan

neuron orde ke2 yang letaknya pada cornu posterius. Dari neuron orde ke2 jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada

anterolateral substansia alba dan bercampur dengan traktus spinothalamicus. Traktus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis dengan

neuron orde ketiga: formatio retikulare dimedulla oblongata, pons, dan mesencephalon.

FUNGSI MEMBAWA INFORMASI TENTANG TINGKAT-TINGKAT KESADARAN

c. TRAKTUS SPINOOLIVARIUS Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan

neuron orde ke2 yang letaknya pada cornu posterius. Dari neuron orde ke 2 jalan menyilang garis tengah dan naik ke atas antara

cornu anterius dengan cornu laterale substansia alba sebagai TRAKTUS SPINOOLIVARIUS.

Traktus spinoolivarius bersinapsis dengan neuron ketiga : nuclei olivarius inferius. Neuron orde ketiga menyilang garis tengah dan memasuki cerebellum melalui peduncullus cerebelli inferius untuk pergi ke korteks cerebellum.

FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI EXTEROSEPTIF DAN PROPRIOSEPTIF KE CEREBELLUM.

JALAN RAYA VISCERALAxon orde pertama dari thorax dan abdomen memasuki cornu posterius untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua dalam substansia grissea. Kemudian axon pada orde kedua bergabung dengan traktus spinothalamicus untuk berakhir pada neuron orde ketiga : nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalamiAxon neuron ketiga diduga pergi ke gyrus postcentralis (area brodmann 3,2,1)FUNGSI : INFORMASI PRESSORECEPTOR DARI TUNICA MUCOSA RECTUM DAN VESICA URINARIA UNTUK KEPERLUAN DAFAECATIO DAN MIXTIO.

4 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 5: neuroanatomi nyeri

I.2.Neurofisiologi Nyeri

Definisi NyeriNyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E., 1997).Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya

bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk., 1997)

Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain: Serabut A-delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2-5 (m yang menghantar dengan

kecepatan 12-30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit.

Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4-1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.

Transmisi nyeri dibawah oleh serabut A-delta maupun serabut C diteruskan ke korda spinalis, serabut-serabut syaraf aferen masuk kedalam spinal lewat dorsal “root” dan sinap dorsal “ horn” yang terdiri dari lapisan (laminae) yang saling berkaitan II dan III membentuk daerah substansia gelatinosa (SG). Substansi P sebagai nurotransmitter utama dari impuls nyeri dilepas oleh sinaps dari substansia gelatinosa. Impuls-impuls nyeri menyebrang sum-sum tulang belakang diteruskan ke jalur spinalis asendens yang utama adalah spinothalamic traet (STT) atau spinothalamus dan spinoroticuler traet (SRT) yang menunjukkan sistem diskriminatif dan membawa informasi mengenai sital dan lokasi dari stimulus ke talamus kemudian kemudian diteruskan ke korteks untuk diinterprestasikan, sedangkan impuls yangg melewati SRT, diteruskan ke batang otak mengaktifkan respon outonomik dari limbik (motivational affektive) effective yang dimotivasi (Long, 1996).

Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri sebagai : Suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Rasa nyeri selalu merupakan sesuatu yang bersifat subjektif. Setiap individu mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan luka (injury), yang terjadi pada masa awal kehidupannya. Secara klinis, nyeri adalah apapun yang diungkapkan oleh pasien mengonai sesuatu yang dirasakannya sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan / sangat mengganggu.Fisiologi Nyeri

Diantara terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga timbulnya pengalaman subyektif mengenai nyeri, terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran

5 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 6: neuroanatomi nyeri

pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin.

Proses terakhir adalah persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).

Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di dacrah yang terluka (Taylor & Le Mone).

Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya perasaan sernbuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia & Walker).

Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat , berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat (Black M.J, dkk)

Pada nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan (Long C.B.). Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi Stressor (nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Corwin, J.E.).

Nyeri adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan. Terdapat tiga kategori reseptor nyeri: nosiseptor mekanis yang merespon terhadap kerusakan mekanis; nosiseptor termal yang berespon terhadap suhu yang berlebihan; dan nosiseptor polimodal yang berespon terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera. Semua nosiseptor dapat disensitisasi oleh adanya prostaglandin. Prostaglandin ini sangat meningkatkan respons reseptor terhadap rangsangan yang mengganggu.

Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke sistem saraf pusat melalui salah satu dari dua jenis serat aferen. Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal

6 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 7: neuroanatomi nyeri

disalurkan melalui serat A-delta yang berukuran besar dan bermielin dengan kecepatan sampai 30 meter per detik ( jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal diangkut oleh serat C yang kecil dan tidak bermielin dengan kecepatan 12 meter per detik. Nyeri biasanya dipersepsikan mula- mula sebagai sensasi tertusuk yang tajam dan singkat yang mudah ditentukan lokalisasinya. Perasaan ini diikuti oleh sensasi nyeri tumpul yang lokalisasinya tidak jelas dan menetap lebih lama dan menimbulkan rasa tidak enak. Jalur nyeri lambat ini diaktifkan aleh zat- zat kimia, terutama bradikinin, suatu zat yang dalam keadaan normal inaktif dan diaktifkan oleh enzim- enzim yang dikeluarkan oleh jaringan yang rusak. Serat-serat aferen primer bersinaps dengan neuron ordo kedua di tanduk dorsal korda spinalis. Salah satu neurotransmitter yang dikeluarkan dari ujung-ujung aferen nyeri ini adalah substansi P, yang diperkirakan khas untuk serat- serat nyeri. Jalur nyeri asendens memiliki tujuan yang belum dipahami dengan jelas di korteks somatosensorik, talamus dan formasio retikularis. Peran korteks dalam persepsi nyeri belum jelas, walaupun korteks penting paling tidak dalam penentuan lokalisasi nyeri. Nyeri masih dapat dirasakan walaupun korteks tidak ada, mungkin pada tingkat talamus. Formatio retikularis meningkatkan derajat kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan yang menggangu. Hubungan- hubungan antara talamus dengan formatio retikularis ke hipotalamus dan sistem limbik menghasilkan respons emosi dan perilaku yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri. (Sherwood, 1996)

I.3.Klasifikasi Nyeri

Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi : Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak dari

sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi nyeri.

Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu nyeri menetap.

Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi : Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri

ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum. Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka,

pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat. Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu titik

tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah. Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya

temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229). Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu

ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).

II. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

2.1. Definisi Nyeri Kepala Nyeri diartikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang melibatkan emosi dengan atau

tanpa kerusakan jaringan (Sembulingam, 2006). Menurut Oxford Concise Medical Dictionary, nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang bervariasi dari nyeri yang ringan hingga ke nyeri yang berat. Nyeri ini adalah respons terhadap impuls dari nervus perifer dari

7 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 8: neuroanatomi nyeri

jaringan yang rusak atau berpotensi rusak (Burton, 2007). Otak sendiri adalah tidak sensitif terhadap nyeri dan bisa dipotong atau dibakar tanpa apa-apapun dirasakan (Matthews, 1975).

Sensasi nyeri dapat dijelaskan dengan banyak cara. Antaranya nyeri yang tajam, pricking, dull-ache, shooting, cutting dan stabbing. Nyeri dapat dibagi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri jangka pendek dengan penyebab yang mudah diidentifikasi. Biasanya nyeri ini terlokalisasi di area yang kecil sebelum menyebar ke area sekitarnya. Nyeri kronik adalah nyeri intermitten atau konstan yang berlanjutan untuk jangka waktu yang panjang. Nyeri ini biasanya sukar ditangani dan memerlukan penanganan yang professional. Meskipun nyeri ini tidak menyenangkan,ia berfungsi sebagai petanda awal kemungkinan adanya masalah atau penyakit pada tubuh kita(Sembulingam, 2006).

Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian tubuh di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri atau bisa dikatakan nyeri atau diskomfortasi antara orbital dan oksiput yang berawalan dari pain–sensitive structure (Victor, 2002). Dorland’s Pocket Medical Dictionary (2004) menyatakan bahwa nyeri kepala adalah nyeri di kepala yang ditandai dengan nyeri unilateral dan bilateral disertai dengan flushing dan mata dan hidung yang berair.

2.2. Etiologi Nyeri Kepala Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya iaitu nyeri kepala

akut, subakut dan kronik. Nyeri kepala akut ini biasanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit-penyakit serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain itu, nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbar punksi dan karena hipertensi ensefalopati.

Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa timbul karena giant cell arteritis, massa intrakranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi.

Nyeri kronik timbul karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe-tegang, cervical spine disease, sinusitis dan dental disease. (Greenberg,2002).

Dalam buku Disease of the Nervous System , dinyatakan bahwa nyeri kepala juga disebabkan oleh penyakit pada tulang kranium, neuritis dan neuralgia, irritasi meningeal, lesi di intracranial, trauma dan penurunan tekanan intracranial. Selain itu cough headache dan psychogenic headache juga dapat menimbulkan nyeri kepala(1969). Nyeri kepala sering menyertai OSA(Obstructive Sleep Apnea); dibandingkan dengan gangguan tidur yang lain, sefalgia lebih sering terjadi pada gangguan tidur OSA. (Gaharu, M., dan Prasadja, A., 2009). 2.3. Patofisiologi Nyeri Kepala

Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneous allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminal sentral.

Innervasi sensoris sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar berasal dari ganglion terminal dan di dalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptida dimana jumlah dan peranannya yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP), nitric oxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, serotonin (5-TH) dan edenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor. Khusus untuk nyeri kepala klaster dan chronic paroxysmal headache ada lagi pelepasan VIP(vasoactive intestine peptide) yang berperanan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.

Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opiod dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel, purinergic reseptors (P2X3), isolectin B4 (IB4), neuropeptide Y, galanin dan artemin reseptor.

8 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 9: neuroanatomi nyeri

Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus coeruleus, nucleus raphe magnus dan formation reticularis), ia mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan respons konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex dan struktur system limbik yang lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgia.

Stimuli electrod, atau deposisi zat besi ferum yang berlebihan pada periaquaduct grey (PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migren. Pada penelitian MRI (Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH (Chronic Daily Headahe) dan sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi ferum di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan control.

Patofisiologi CDH belum diketahui dengan jelas. Pada CDH justru yang paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA (N- metal-D-Aspertat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikan produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama. Kenaikan nitrit likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan kadar cGMP (cytoplasmic Guanosine Mono phosphate) di likuor.

Reseptor opiod didownregulasi oleh penggunaan konsumsi opiod analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi disregulasi dari sistem opiod endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic overused maka terjadi desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi CHD. Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin IL1 (Interleukin 1), IL6 dan TNF (Tumor Necrotizing Factor) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast sel melepasi/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan asam arachidonik dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor dan peptida (Sjahrir, 2004).

2.3. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Nyeri KepalaNyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer, nyeri kepala sekunder,

dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Berdasarkan klasifikasi IHS (International Headache Society) tahun 2004, nyeri kepala primer terdiri atas migren, nyeri kepala tipe-tegang, nyeri kepala klaster dan other trigeminal-autonomic cephalalgias, dan other primary headaches.

Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri

2.3.1. Migren Migren adalah gangguan periodik yang ditandai oleh nyeri kepala unilateral dan

kadang kadang bilateral yang dapat disertai muntah dan gangguan visual. Kondisi ini sering terjadi, lebih dari 10% populasi mengalami setidaknya satu serangan migren dalam hidupnya. Migren dapat terjadi pada semua umur, tetapi umumnya onset terjadi saat remaja atau usia dua puluhan dengan wanita lebih sering. Terdapat riwayat migren dalam keluarga pada sebahagian besar pasien.

9 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 10: neuroanatomi nyeri

1. Migren dengan aura Pasien mengalami gejala prodromal yang tidak jelas beberapa jam sebelum serangan seperti mengantuk, perubahan mood dan rasa lapar. Serangan klasik dimulai dengan aura. Gejala visual meliputi pandangan gelap yang berupa kilasan gelap yang cepat. Aura umumnya membaik setelah 15 hingga 20 menit, dimana setelah itu timbul nyeri kepala. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan lebih berat jika batuk, mengejan atau membungkuk. Nyeri kepala terjadi selama beberapa jam, umumnya antara 4 hingga 72 jam. Pasien lebih suka berbaring di ruangan yang gelap dan tidur. Gejala yang menyertai adalah fotofobia, mual, muntah, pucat dan dieresis.

2. Migren tanpa aura Pasien mungkin mengalami gejala prodromal yang tidak jelas. Nyeri kepala dapat terjadi saat bangun tidur dan gejala yang lain sama dengan migren tipe klasik

(Ginsberg,2005). Faktor Pencetus Migren1. Perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada

fase luteal siklus menstruasi,2. Makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium nitrat),

vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (natrium nitrit, MSG, aspartam),

3. Stress (79,7%),4. Rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan (38,1%) dan bau yang

menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan (43,7%),5. Faktor fisik

Aktifitas fisik yang berlebihan seperti aktifitas seksual (27,3%) Perubahan pola tidur, termasuk terlalu banyak tidur dan terlalu sedikit tidur

(32%), atau gangguan saat tidur (49,8%)6. Perubahan lingkungan (53,2%)7. Alkohol (37,8%),8. Merokok (35,7%).

(Dewanto G, dkk. 2009)Patofisiologi Migren

Cutaneous allodynia (CA) adalah nafsu nyeri yang ditimibulkan oleh stimulus non noxious terhadap kulit normal. Saat serangan/migren 79% pasien menunjukkan cutaneus allodynia (CA) di daerah kepala ipsilateral dan kemudian dapat menyebar ke daerah kontralateral dan kedua lengan.

Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang menandakan sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal sentral(second-order) yang menerima input secara konvergen. Jika allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan karena adanya kenaikan sementara daripada sensitivitas third order neuron yang menerima pemusatan input dari kulit pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya dengan dari duramater maupun kulit yang sebelumnya. (Landy SH, 2003; Bolay H, Moskowitz MA. 2002)

Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migren yaitu: Pada migren yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi neuron ganglion trigeminal

sensoris yang meng inervasi duramater Pada migren yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah referred pain,

berarti terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meninggal (first order) dan sensitisasi sentral dari neuron komu dorsalis medula spinalis (second order) dengan daerah reseptifperiorbital.

10 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 11: neuroanatomi nyeri

Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred pain, terdiri atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron talamik (third order) yang meliputi daerah reseptif seluruh tubuh.

Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga bukan hanya adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi sel saraf sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit. (Landy SH, 2003)

Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura, pada saat paling awal serangan migren diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow (CBF) yang dimulai pada daerah oksipital dan meluas pelan-pelan ke depan sebagai seperti suatu gelombang (“spreading oligemia”; dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan 2-3 mm per menit. hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses hiperemia. Pembuluh darah vasodilatasi, blood flow berkurang, kemudian terjadi reaktif hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi sel saraf menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktifitas sel saraf menurun menimbulkan gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical spreading depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama didalam duramater, edema neurogenik didalam meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC (trigeminal nucleus caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migren tersebut mempunyai kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya nyeri kepala. Pada serangan migren, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-HT IB/ID, bradykinine, prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzym NOS. Proses tersebutlah sebagai penyebab adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita migren. (Landy SH, 2003; Lauritzen M, 2001; Bolay H, et.al 2001)

Fase sentral sensitisasi pada migren, induksi nyeri ditimbulkan oleh komponen inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium, protons, histamin, 5HT(serotonin), bradikin, prostaglandin E di pembuluh darah serebral, dan serabut safar yang dapat menimbulkan nyeri kepala. Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap reseptor C fiber di meningens dapat dihambat dengan obat-obatan NSAIDs (non steroid anti inflammation drugs) dan 5-HT 1B/1D agonist, yang memblokade reseptor vanilloid dan reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan melepaskan unsur protein inflamator). (Landy SH, 2003)

Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor presinap NMDA purinergic yang mengikat adenosine triphosphat(reseptor P2X3) dan reseptor 5-HT IB/ID pada terminal sentral dari nosiseptor C tiber. Nosiseptor C-fiber memperbanyak pelepasan transmitter. Jadi obat-obatan yang mengurangi pelepasan transmitter seperti mu-opiate, adenosine dan 5-HT IB/ID reseptor agonist, dapat mengurangi induksi daripada sensitisasi sentral.

Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler mengakibatkan hipersensitivitas intrakranial dengan manifestasi sebagai perasaan nyeri yang ditimbulkan oleh berbatuk, rasa mengikat dikepala, atau pada saat menolehkan kepala. Sedangkan sensitivitas pada sentral neuron trigeminal menerangkan proses timbulnya nyeri tekan pada daerah ektrakranial dan cutaneus allodynia. Sehingga ada pendapat bahwa adanya cutaneus allodynia (CA) dapat sebagai marker dari adanya sentral sensitisasi pada migren.

Pada pemberian sumaptriptan maka aktivitas batang otak akan stabil dan menyebabkan gejala migrenpun akan menghilang sesuai dengan pengurangan aktivasi di cingulate, auditory dan visual association cortical. Hal itu menunjukkan bahwa

11 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 12: neuroanatomi nyeri

patogenesis migren sehubungan dengan adanya aktivitas yang imbalance antara brain stem nuclei regulating antinoception dengan vascular control. Juga diduga bahwa adanya aktivasi batang otak yang menetap itu berkaitan dengan durasi serangan migren dan adanya serangan ulang migren sesudah efek obat sumatriptan tersebut menghilang. (Lake III AE, Saper JR. 2002)

Kruit MC dalam laporan penelitiannya yang dimuat pada The Journal of American Medical Association Januari 2004 vol 291 mengenai gambaran MRI yang supersensitif pada 161 pasien migren dibandingkan dengan 141 orang tanpa migren. Temuan ini telah mengubah pandangan terhadap migren yang selama ini dianggap sebagai suatu episodic disorder dengan gejala transient menjadi suatu chronic progressive disorder yang mengakibatkan perubahan permanen dari parenkhim otak. Pada subyek kontrol tanpa migren didapati 38% adanya tiny brain lesion. Peneliti mendapatkan adanya lesi diotak yang lebih banyak dan lebih luas pada pasien wanita migren 2 kali banyak dibandingkan dengan laki2 secara signifikan. Pasien yang lebih sering mendapat serangan migren dan juga disertai aura lebih banyak menunjukkan lesi infark dibandingkan tanpa aura. (Buzzi MG, 2003)

2.3.2. Nyeri Kepala Klaster Sindrom ini berbeda dengan migren, walaupun sama-sama ditandai oleh nyeri kepala

unilateral, dan dapat terjadi bersamaan. Mekanisme histaminergik dan humoral diperkirakan mendasari gejala otonom yang terjadi bersamaan dengan nyeri kepala ini.

Pasien biasanya laki-laki, onset usia 20 hingga 60 tahun. Pasien merasakan serangan nyeri hebat di sekitar satu mata(selalu pada sisi yang sama) selama 20 hingga 120 menit, dapat berulang beberapa kali dalam sehari, dan sering membangunkan pasien lebih dari satu kali dalam semalam. Alkohol juga dapat mencetuskan serangan. Pola ini berlangsung selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan bulanan kemudian bebas serangan selam berhari-hari, berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan. Tidak seperti migren, pasien nyeri kepala klaster seringkali gelisah selama serangan dan tampak kemerahan

(Fauci, 2008). 2.3.3. Nyeri Kepala Tipe-Tegang/ Tension Type Headache (TTH)

Nyeri kepala ini merupakan kondisi yang sering terjadi dengan penyebab belum diketahui, walaupun telah diterima bahawa kontraksi otot kepala dan leher merupakan mekanisme penyebab nyeri. Kontraksi otot dapat dipicu oleh faktor-faktor psikogenik yaitu ansietas atau depresi atau oleh penyakit lokal pada kepala dan leher

Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

(Dewanto G, dkk. 2009)Pasien umumnya pasien akan mengalami nyeri kepala yang sehari-hari yang dapat

menetap selama beberapa bulan atau tahun. Nyeri dapat memburuk pada sore hari dan umumnya tidak responsif terhadap obat-obatan analgesik sederhana. Nyeri kepala ini juga besifat bervariasi. Nyeri kepala bervariasi adalah nyeri yang dimulai dari nyeri tumpul di berbagai tempat hingga sensasi tekanan yang menyeluruh sampai perasaan kepala diikat ketat. Selain kadang ada mual, tidak ada gejala penyerta lainnya dan pemeriksaan neurologis adalah normal. (Kaufman, 1985). Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang

12 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 13: neuroanatomi nyeri

berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)

Pada penderita Tension type headache didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya.

TTH adalah kondisi stress mental, non-physiological motor stress, dan miofasial lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-masing individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda bedaa dalam hal intensitas nyeri kepalanya.

Pengukuran tekanan palpasi terhadap otot perikranial dilakukan dengan alat palporneter (yang diketernukan oleh Atkins, 1992) sehingga dapat mendapatkan skor nyeritekan terhadap otot tersebut. Langemark & Olesen tahun 1987 (yang dikutip oleh Bendtsen) telah menernukan metode palpasi manual untuk penelitian nyeri kepala dengan cara palpasi secara cepat bilateral dengan cara memutar jari ke2 dan ke 3 ke otot yang diperiksa, nyeri tekan yang terinduksi dinilai dengan skor Total Tenderness Scoring system. Yaitu suatu sistem skor dengan 4 point penilaian kombinasi antara reaksi behaviour dengan reaksi verbal dari penderita:

Pada penelitian Bendtsen tabun 1996 terhadap penderita chronic tension type headache (yang dikutip oleh Bendtsew) teryata otot yang mempunyai nilai Local tenderness score tertinggi adalah otot Trapezeus, insersi otot leher dan otot sternocleidomastoid. Nyeri tekan otot perikranial secara signifikan berkorelasi dengan intensitas maupun frekwensi serangan tension type headache kronik. Belum diketahui secara jelas apakah nyeri tekan otot tersebut mendahului atau sebab akibat daripada nyeri kepala, atau nyeri kepala yang timbul dahulu baru timbul nyeri tekan otot. Pada migren dapat juga terjadi nyeri tekan otot, akan tetapi tidak selalu berkorelasi dengan intensitas maupun frekwensi serangan migren.

Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang bermyelin (A∝ dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/ tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous event, seperti misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan timbul proses sensitisasi serabut Aa dan serabut C yang berperan menambah rasa nyeri tekan pada tension type headache.

Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type headache sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan tetapi pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian2 yang menggunakan EMG (elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik otot,jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala.

Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger point yang berukuran kecil beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot). Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin (dilepas dari platelet), bradikinin (dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan Kalium (yang dilepas dari sel otot), SP dan CGRP dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot

13 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 14: neuroanatomi nyeri

skelet. Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat ini adalah peran miofascial terhadap timbulnya tension type headache.

Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya nyeri pada Tension type Headache. Semua nilai ambang pressure pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik

Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus (87%), exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya.

Pada suatu penelitian dengan PET Scan, ternyata membuktikan bahwa kecepatan biosintesa serotonin pada pria jauh lebih cepat 52% dibandingkan dengan wanita. Dengan bukti tersebut di asumsikan bahwa memang terbukti bahwa angka kejadian depresi pada wanita lebih tinggi 2- 3 kali dari pria.

(Sjahrir H, 2004)

2.4. Penatalaksanaan Nyeri Kepala Bagi migren, pasien akan merasa lebih nyaman berbaring di ruangan gelap dan tidur.

Analgesik sederhana seperti parasetamol atau aspirin diberikan dengan kombinasi antiemetic. Episode yang tidak responsive dengan terapi di atas dapat diberikan ergotamin, suatu vasokonstriktor poten atau sumatriptan, agonis reseptor selektif 5-HT yang dapat diberikan subkutan, intranasal atau oral. Kedua obat tersebut memiliki kelemahan. Alkaloid ergot dapat menimbulkan keracunan akut dengan gejala muntah, nyeri dan kelemahan otot (Katzung,1998) Terapi bagi nyeri kepala klaster meliputi penggunaan ergotamin , sumatriptan atau kortikosteroid selama 2 minggu dengan dosis diturunkan bertahap. Terapi jangka panjang untuk pencegahan rekurensi meliputi penggunaan metisergid,verapamil atau pizotifen. Litium dapat membantu jika nyeri menjadi kronik tetapi kadarnya dalam darah harus dipantau (Tripathi,2003). Terapi biasanya tidak memuaskan untuk nyeri kepala tipe tegang. Beberapa pasien mungkin merasa lebih baik jika diyakinkan tidak ada penyakit dasar, tetapi hal ini kurang membantu jika pola perilaku telah menjadi selama beberapa bulan atau tahunan. Terutama jika kemungkinan besar didasari oleh keadaan psikogenik, maka terapi trisiklik atau komponen lain selama 3-6 bulan dapat membantu (Syarif,2007). Pasien yang lain mungkin merasa lebih baik dengan bantuan ahli fisioterapi (Brain dan Walton, 1969). Obat-obatan yang sering dipakai & mekanismenya :1. Acetaminophen: inhibisi sintesa prostaglandin di CNS, inhibisi aktifitas nosiseptif via

reseptor 5HT2. Aspirin: inhibisi sintesa prostaglandin dan leukotriene3. NSAIDs : inhibisi sintesa cyclooxygenase, prostaglandin, lipoxygenase & leukotriene,

prostaglandin receptor antagonism4. Caffeine: Stimulasi reseptor adenosine, enhanced analgesia, memperbesar potensi

absorbsi gastrointestinal5. Ergots(ergotarnine tartrate, dihydroergotamine) : suatu selektif arterial konstriktor yang

kuat dan mempunyai daya ikat kuat melalui otot dinding arteri.6. Opioids: stimulasi reseptor opioid endogen7. Triptans : berikatan dengan reseptor 5HT1B, 5HT1D, 5HT1F, menginhibisi neuronal

dengan cara blokade aferen sensoris pada n.trigeminal, memblokade pelepasan vasoactive

14 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 15: neuroanatomi nyeri

peptide dan juga proses inflamasi neurovaskuler di dura maupun meningens. Juga mempunyai efek vasokonstruksi dari pembuluh darah serebral dan dural yang mengakibatkan pengaruhnya terhadap cerebral blood flow.

8. steroids: anti inflamasi terhadap neurogenik inflamasi steril, mengurangi edema vasogenik, inhibisi terhadap dorsal raphe nuclei.

9. Betabloker : Inhibisi pelepasan NE dengan cara blokade pre junctional beta receptors, memperlambat reduksi dari aktivitas tyropsine hydroxylase dalam hal sintesa NE, efek agonis pada 5HT1 reseptor, efek antagonis pada 5HT2

10. Ca Channel antagonis : mempengaruhi Ca influx dalam mencegah vasokonstruksi dan pelepasan SP

11. Cyproheptadine: Potent 5HT1 & 5HT2 antagonist12. Pizotifen : 5HT2 antagonist13. SSRI antidepresan: Selective serotonin reuptake inhibitor

(Headache Council Philippine Neurological Association, 2000)Pengobatan non farmakologik untuk nyeri kepala primer. Pengobatan Alternatif

Zanchin G, dkk (2001) meneliti penggunaan self-manipulasi penanggulangan nyeri kepala primer pada sekitar 400 penderita di dua kota Padua dan Parma Headache Centres, Italy. Ternyata 65% (258 orang) menggunakan beberapa 21 jenis self manipulasi terhadap beberapa letak di kepalanya untuk mengatasi nyeri kepalanya tersebut. Yaitu 30% melakukan kompresi/penekanan, 27% kompres dingin, 25% massage/pijit, 8% kompres panas terhadap daerah kepalanya yang dirasa sakit. Dari self manipulasi tersebut ternyata hanya dapat mengurangi nyerinya secara temporer sekitar 8% saja. Kelihatan disini bahwa manipulasi kompresi/penekanan lebih bermanfaat dibandingkan dengan manipulasi lainnya. Kompresi/penekanan dilakukan dengan tangan, jari atau benda yang padat ataupun dengan diikat dengan saputangan. Kompres dingin dengan cara handuk dingin atau dengan ice bag. Massage/pijit dengan self massage, pijit sendiri atau di pijit oleh orang lain. Kompres panas dengan cara, handuk panas, hair dryer atau dengan hot shower.

Botulinum toxin A (BTX A)Terapi nyeri kepala dengan botulinum toxin A adalaq relatif baru.Bagaimana mekanisme BTX A dapat mengurangi nyeri kepala yang tepat belum lab diketahui. Diduga BTX A mempunyai target menurunkan CGRP maupun SP, dan sebagai muscle relaxant. (Ondo WG, 2004)

2.5. Pencegahan Sakit KepalaPencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.

2.6. Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit KepalaPrognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi merujuk adalahsebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba – tiba dan timbul kekakuan di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada anak.

15 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 16: neuroanatomi nyeri

III. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Somatoform

3.1. DefinisiGangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik

(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Pardamean E, 2007).

Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalahdiagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y, 2009).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993).

3.2. EtiologiTerdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai

tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan (Kapita Selekta, 2001). Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid, dkk, 2005):1. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).

2. Faktor Lingkungan SosialSosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

3. Faktor PerilakuPada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah: Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang

tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder). Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit” Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan

dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

4. Faktor Emosi dan KognitifPada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:

16 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 17: neuroanatomi nyeri

Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).

Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).

Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

3.3. PatofisiologiThe pathophysiology of somatization and somatization disorder is unknown. Primary somatoform disorders may be associated with a heightened awareness of normal bodily sensations. This heightened awareness may be paired with a cognitive bias to interpret any physical symptom as indicative of medical illness. Autonomic arousal may be high in some patients with somatization. This autonomic arousal may be associated with physiologic effects of endogenous noradrenergic compounds such as tachycardia or gastric hypermotility. Heightened arousal also may induce muscle tension and pain associated with muscular hyperactivity, as is seen with muscle tension headaches.

http://emedicine.medscape.com/article/294908-overview#a0104

3.4. Manifestasi KlinisManifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang

disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.Gambaran keluhan gejala somatoform: Neuropsikiatri:

“Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;“Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”

Kardiopulmonal:“ Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”

Gastrointestinal:“Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”

Genitourinaria:“Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”

Musculoskeletal

17 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 18: neuroanatomi nyeri

“Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu” Sensoris:

“Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Klasifikasi dan DiagnosisGangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :F.45.0 gangguan somatisasiF.45.1 gangguan somatoform tak terperinciF.45.2 gangguan hipokondriasisF.45.3 disfungsi otonomik somatoformF.45.4 gangguan nyeri somatoform menetapF.45.5 gangguan somatoform lainnyaF.45.6 gangguan somayoform YTTDSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

18 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 19: neuroanatomi nyeri

F. 45.0 Gangguan SomatisasiDefinisi

Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan.

Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.Etiologi

Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lainEpidemiologi

- Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda- Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-

20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

19 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 20: neuroanatomi nyeri

Kriteria diagnostik untuk Gangguan SomatisasiUntuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:

Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

atau: Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,- 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala,

perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

- 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

- 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

- 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2):- Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan

sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

- Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:Aksis I: Gangguan somatoform, somatisasiAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada diagnosis aksis IIIAksis IV: masalah dengan keluarga Aksis V: GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedangTatalaksana Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai

20 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 21: neuroanatomi nyeri

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosialStrategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Anti anxietas dan antidepressan

PrognosisDubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan.

Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

F.45.1 Gangguan Somatoform Tak TerperinciEtiologiTidak diketahuiEpidemiologiBervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang wanita.Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci

Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi

Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.

atau :- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan

gastrointestinal atau saluran kemih)- Salah satu (1) atau (2)· Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi

medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

· Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksialAksis I: Gangguan somatoform Tak TerperinciAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 61-70Tatalaksana Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

21 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 22: neuroanatomi nyeri

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

PrognosisBervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih

dominan.

F.45.2 Gangguan HipokondriasisDefinisi

Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.

Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.

Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.

Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.Etiologi Masih belum jelasEpidemiologiBiasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria samaKriteria Diagnostik untuk HipokondriasisUntuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:

Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang

22 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 23: neuroanatomi nyeri

menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:- Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu

penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

- Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat.- Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan

(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, sgangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksialAksis I: Gangguan somatoform, hipokondriasisAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

TatalaksanaTujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/

hari) dibandingkan dengan obat lain.Prognosis

10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik SomatoformKriteria diagnostik yang diperlukan :

- Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu

- Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)

23 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 24: neuroanatomi nyeri

- Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter

- Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud

- Kriteria ke 5, ditambahkan :F.45.30 = Jantung dan Sistem KardiovaskularF.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian AtasF.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian BawahF.45.33 = Sistem PernapasanF.45.34 = Sistem Genito-UrinariaF.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang MenetapDefinisi

Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004).

Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.EtiologiTidak diketahuiEpidemiologiTerjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri punggung.Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

- Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,

eksaserbasi atau bertahannya nyeri.- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau berpura-pura).- Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau

gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Contoh Penulisan Diagnosis MultiaksialAksis I: gangguan somatoform, nyeri menetapAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

24 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 25: neuroanatomi nyeri

Tatalaksana Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas

tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeriStrategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-

behaviouralStrategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada

opioid4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID5. Pertimbangkan akupunktur

Prognosis :Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,

cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

F.45.8 Gangguan Somatoform LainnyaPedoman Diagnostik :

- Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian tubuh/sistem tertentu

- Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan- Termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, ”globus histericus”(perasaan ada benjolan

di kerongkongan>>>disfagia) dan dismenore psikogenik

Tambahan DSM IV

Gangguan KonversiDefinisi

Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Simptom-simptom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering. Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat, misalnya.

Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal atau histeria dan memainkan peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.

25 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 26: neuroanatomi nyeri

Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan (anastesi).

Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi, tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.Etiologi

- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran.

- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.

EpidemiologiTerjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak

(akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun.Kriteria diagnostik untuk Gangguan KonversiCiri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:

Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik.

Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau kambuhnya simptom fisik terkait dengan munculnya

Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu.

Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pengujian yang tepat.

Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian medis.

Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa orang dengan gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap simptom-simptom yang muncul, suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle indifference (“ketidakpedulian yang indah”).

Tatalaksana Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

26 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 27: neuroanatomi nyeri

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala5. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural terapi6. Kronik: Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal pada

pasienStrategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik)

PrognosisBaik, jika onset awal ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera

dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

Gangguan Dismorfik TubuhDefinisi

Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan pola berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa wajahnya seperti piringan, terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat melakukan apa saja untuk memperbaiki keadaan yang “rusak” tersebut.

Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-lama berkaca di depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya kurang, sering pasien mendatangi spesialis bedah dan kecantikan.

EtiologiTidak DiketahuiEpidemiologi

Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan kepribadian (Phillips & McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

- Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan.

- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Tatalaksana Tujuan pengobatan

27 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 28: neuroanatomi nyeri

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)4. Khususnya menghindari pembedahan

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/

hari) dibandingkan dengan obat lainPrognosisBervariasiPendekatan PenangananBeberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform adalah sebagai berikut:- Penanganan BiomedisPada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas dalam menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.- Terapi Kognitif-BehavioralTerapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya.

Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

IV. Memahami dan Menjelaskan Suami Istri dalam IslamHak Bersama Suami Istri Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:

21) Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-

Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10) Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19) Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)Adab Suami Kepada Istri . Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.

(At-aubah: 24)

28 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 29: neuroanatomi nyeri

Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)

Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)

Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)

Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi) Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya

terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la) Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,

tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19) Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak

memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).

Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3) Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i) Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib

mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali) Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada

istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

Adab Isteri Kepada Suami Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah

pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34) Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada

istri. (Al-Baqarah: 228) Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39) Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:

- Menyerahkan dirinya,- Mentaati suami,- Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,- Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami- Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

29 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Page 30: neuroanatomi nyeri

Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)

Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)

Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)

Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)

Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)

Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani) Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani) Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat

suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34) Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3)

Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri) Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat

bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih) Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga

kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Isteri Sholehah Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan,

memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)

Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)

Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)

Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.

(M. Luthfi Thomafi dalam milis mencintai-islam)

30 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku – R.A. Wita Ferani K. 1102009229