neuro stroke.docx

46
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. Pramuji Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Menikah Alamat : Garut kota Agama : Islam Pekerjaan : Kontraktor Tanggal masuk RS : 23 September 2013 No. CM : 01641445 II. SUBYEKTIF Diambil dari auto dan allo anamnesa pada tanggal 23 September 2013 Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak bagian kiri sejak 2 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan terasa lemas pada anggota gerak bagian kiri yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan yang dialami pada tangan kiri sama dengan yang dialami oleh kaki kiri. Pasien mengaku kelamahan pada kaki dan 1

description

case stroke neuro

Transcript of neuro stroke.docx

Page 1: neuro stroke.docx

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Pramuji

Umur : 40 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Garut kota

Agama : Islam

Pekerjaan : Kontraktor

Tanggal masuk RS : 23 September 2013

No. CM : 01641445

II. SUBYEKTIF

Diambil dari auto dan allo anamnesa pada tanggal 23 September 2013

Keluhan Utama :

Kelemahan anggota gerak bagian kiri sejak 2 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan terasa lemas

pada anggota gerak bagian kiri yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah

sakit. Kelemahan yang dialami pada tangan kiri sama dengan yang dialami oleh kaki

kiri. Pasien mengaku kelamahan pada kaki dan tangan semakin memberat terlebih saat

pasien bangun tidur tiba-tiba pasien merasa tangan dan kaki kirinya tidak bisa

digerakkan.

Pasien juga mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa kesemutan, telapak kaki

kirinya terasa tebal. Selain itu pasien juga mengeluh ada kejang 1 x tapi kejangnya

hanya muka sebelah kiri, itu terjadi saat pasien sedang ada di puskesmas lalu, pasien

lgsgs dirujuk ke RSUD dr Slamet Garut. Riwayat pingsan sebelumnya dan nyeri

1

Page 2: neuro stroke.docx

kepala hebatdisangkal, muntah yang hebat disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat

darah tinggi, jantung maupun trauma. Pasien memiliki riwayat gula sejak > 1 tahun .

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Pasien

mempunyai riwayat gula darah sejak > 1 tahun. Riwayat tekanan darah tinggi,

penyakit jantung dan trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berasal dari keluarga yang cukup.

III. OBJEKTIF ( 23 September 2013 )

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4.M5.Y6)

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Respirasi : 20 x/ menit

Suhu : 36,5 oC

Kepala : Normocephal

Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trachea tidak deviasi

Status Interna

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV parasternal kanan

Batas jantung atas : ICS II parasternal

Batas jantung kiri : ICS V midclavicula kiri

2

Page 3: neuro stroke.docx

Auskultasi : BJ I – II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Simetris hemitoraks kanan-kiri saat statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris hemitorak kanan-kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Permukaan cembung

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen

Palpasi : NT/NK/NL : -/-/-. Hepar, lien, ginjal sulit diraba.

1. Status Psikis

Cara berfikir : Dalam batas normal

Perasaan hati : Dalam batas normal

Tingkah laku : Dalam batas normal

Ingatan : Dalam batas normal

Kecerdasan : Dalam batas normal

2. Status Neurologis

A. Kepala

Bentuk : Normocephalus

Nyeri tekan : (-)

Simetris : (+)

Pulsasi : (-)

B. Leher

Sikap : Dalam batas normal

Pergerakan : Dalam batas normal

Kaku kuduk : (-)

3

Page 4: neuro stroke.docx

C. Nervus kranialis

N. I (olfaktorius)

Subyektif : Tidak dilakukan

Dengan bahan : Tidak dilakukan

N. II (optikus)

Tajam penglihatan : Tidak dilakukan

Lapang peglihatan : Tidak dilakukan

Melihat warna & fundus okuli : Tidak dilakukan

N. III (oculomotor)

Sela mata : Simetri kanan kiri sama

Pergerakan bulbus : Baik kesegala arah

Strabismus : (-)

Nistagmus : (-)

Eksopftalmus : (-)

Pupil

Besarnya : ± 2 mm

Bentuknya : Simetris bulat isokor

Refleks cahaya : (+/+)

Refleks konsensual : Tidak dilakukan

Refleks konvergensi : Tidak dilakukan

Melihat kembar : (-/-)

N. IV (trochlearis)

Pergerakan mata (bawah-dalam) : Baik

Sikap bulbus : Simetris

Melihat kembar : (-)

N. V (trigeminus)

Membuka mulut : Dalam batas normal

Menguyah : Dalam batas normal

Mengigit : Dalam batas normal

Reflek kornea : Tidak dilakukan

4

Page 5: neuro stroke.docx

Sensibilitas muka : Dalam batas normal

N.VI (abducens)

Pergerakan mata (ke lateral) : Dalam batas normal

Sikap bulbus : Simetris

Melihat kembar : (-)

N.VII (fascialis)

Mengerutkan dahi : Simetris kanan = kiri

Menutup mata : Dalam batas normal

Memperlihatkan gigi : Plica nasolabialis simetris

Bersiul : Tidak dilakukan

Perasaan lidah

2/3 bagian depan lidah : Tidak dilakukan

N.VIII ( vestibulo cochlear)

Detik arloji : Baik

Suara berbisik : Tidak dilakukan

Tes Weber : Tidak dilakukan

Tes Rinne : Tidak dilakukan

Tes Swabach : Tidak dilakukan

N.IX (glosofaringeus)

Perasaan lidah

(1/3 bagian belakang) : Tidak dilakukan

Sensibilitas faring : Tidak dilakukan

N.X (vagus)

Arkus faring : Dalam batas normal

Uvula : Tidak deviasi

Berbicara : Dalam batas normal

Menelan : Dalam batas normal

N.XI (asesorius)

Menengok : Dalam batas normal

Mengangkat bahu : Dalam batas normal

5

Page 6: neuro stroke.docx

N.XII (hipoglosus)

Pergerakan lidah : Dalam batas normal

Lidah deviasi : (-)

Artikulasi : Dalam batas nrmal

D. Fungsi luhur

Dalam batas normal

E. Badan dan anggota gerak

1. Badan

Respirasi : Torako abdominal

Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal

Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal

Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan

Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan

Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas

Motorik : +/+

Pergerakan : +/+

Kekuatan : 5 3-4

Tonus : Baik

Atropi : (-)

Refleks

Biceps : +/+

Trisep : +/+

Brakio Radialis : +/+

Radius : +/+

Ulna : +/+

Hoffman/trommer : Tidak dilakukan

6

Page 7: neuro stroke.docx

Sensibilitas : Dalam batas normal

Taktil : Dalam batas normal

Nyeri : (-)

Suhu : Dalam batas normal

Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan

Lokalis : Tidak dilakukan

Getar : Tidak dilakukan

3. Anggota gerak bawah

Motorik : +/+

Pergerakan : +/+

Kekuatan :

5 3-4

Tonus : Baik

Atropi : (-)

Sensibilitas

Taktil : Dalam batas normal

Nyeri : (-)

Suhu : Dalam batas normal

Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan

Lokalis : Tidak dilakukan

Getar : Tidak dilakukan

Refleks fisiologis

Patella : +/+

Achilles : +/+

Refleks patologis

Babinsky : (-/-)

Chaddock : (-/-)

Openhaeim : (-/-)

Gordon : (-/-)

Schaefer : (-/-)

Mendel Bechtrew : Tidak dilakukan

7

Page 8: neuro stroke.docx

Rosolimo : Tidak dilakukan

Klonus paha : (-/-)

Klonus kaki : (-/-)

Test Laseque : (-)

Test brudzinsky I/II/III : (-)

Test kernig : (-)

Meningial Sign : Kaku kuduk (-)

Patrick : Tidak dilakukan

Kontra patrick : Tidak dilakukan

F. Koordinasi, Gait dan keseimbangan

Cara berjalan : Tidak dilakukan

Test Romberg : Tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

Ataksia : Tidak dilakukan

Rebound phenomen : Tidak dilakukan

G. Gerakan – gerakan abnormal

Tremor : (-)

Athetosis : (-)

Mioklonik : (-)

Khorea : (-)

H. Fungsi vegetatif

Miksi : Lancar

Defekasi : Lancar

IV. RINGKASAN

Subyektif

- Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemah badan bagian kiri sejak ± 2 jam

SMRS.

8

Page 9: neuro stroke.docx

- Kejadian berlangsung setelah aktivitas ringan.

- Keluhan kejang 1x dipuskesmas sebelum ke RSUD dr Slamet garut.

- Keluhan gangguan pendengaran dan tidak ada mual, muntah, baal ataupun sulit

menggerakan anggota gerak tubuh.

- Riwayat gula darah > 1 tahun .

Obyektif

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4.M5.Y6)

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Respirasi : 20 x/ menit

Suhu : 36,5 oC

Jantung : Dalam batas normal

Paru dan abdomen : Dalam batas normal

Status Psikis

Dalam batas normal

Status Interna

Cor : BJ I-II reg murmur (-), Gallop (-)

Pulmo: VBS ka = ki Rh-/-, Wh-/-

Status Neurologis

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Saraf Otak : Pupil bulat isokor

Motorik : 5 3-4

5 3-4

Tonus : Baik

Sensorik : Dalam batas normal

9

Page 10: neuro stroke.docx

Fungsi Luhur : Baik

Fungsi vegetatif : Baik

Refleks fisiologis : (+ / + )

Refleks patologis : (-/-)

V. Diagnosis

- Stroke e.c Infark Aterotrombotik Sistem Karotis Dextra FR DM II dan Rokok

- Fokal Epilepsi

VI. Rencana Awal

Rencana Diagnosis

EKG

Lab darah rutin (Hb, leukosit, trombosit, hematokrit hitung jenis, kimia darah)

Cek Ureum, kreatin, natrium, kalium

Cek GDS setiap hari

CT scan kepala

Fisioterapi

Rencana terapi

Terapi umum

Monitor tanda vital T,N,R.S

Terapi khusus

Drip neotal jumbo 1 ampul dalam Asering 500 cc, 15 tpm

Pranza 1 x 40 mg Iv

Kalneco 2 X 1 ampul iv

Brainact 2 x 500 mg iv

CPG 1 x 75 mg p.o

Dilantin 2 x 100 mg p.o

Alganax 0,5 mg 0-0-1 p.r.n

10

Page 11: neuro stroke.docx

VII. Rencana edukasi

• Diit rendah gula

• Hindari kelelahan fisik dan stress

• Olahraga yang teratur

• Istirahat yang cukup

• Minum obat teratur

VIII. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

I. FOLLOW UP

23/10/13

1

S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 140/90 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 3-4 Sensorik : Baik

5 3-4

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok

- Fokal Epilepsi

Pd/

Pt/ - Inf Asering 15 tpm- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- CPG 1 x 75 mg

24/10/13

2

S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 140/80 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,3 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/-

Pd/ Co. IPD Cek GDS tiap hari EEG

Pt/ - Inf Asering 15 tpm- Inj Pranza 2x1 amp

11

Page 12: neuro stroke.docx

SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 3-4 Sensorik : Baik

5 3-4

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok

- Fokal Epilepsi

- Inj Brainact 2 x 500 mg- CPG 1 x 75 mg

Hasil co. IPD

Stroke infark + DM tipe II

25/10/13

3

S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 120/80 R = 20 N = 82 x/mnt S = 36,2 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 Sensorik : Baik

5 4

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

KG : 08.30 = 150 mgdl

A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok

- Fokal Epilepsi

Pd/ Fisioterapi

Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm

- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg

p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1

26/10/13

4

S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 120/80 R = 20 N = 82 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 Sensorik : Baik

5 4

Pd/

Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm

- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg

p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1

12

Page 13: neuro stroke.docx

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

KG : 156 mgdl

A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok

- Fokal Epilepsi

27/10/13

5

S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 110/70 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36,2 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 - 5 Sensorik : Baik

5 4 - 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

KG : 162 mgdl

A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok

- Fokal Epilepsi

Pd/

Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm

- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg

p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1

28/10/13

6

S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 110/80 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 - 5 Sensorik : Baik

5 4 - 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok

- Fokal Epilepsi

Pd/

Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm

- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg

p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1

13

Page 14: neuro stroke.docx

30/10/13

8

S/ -O/ Ku = CM KS = SS T = 110/70 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik : 5 4 - 5 Sensorik : Baik

5 4 - 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

KG : 161 mgdl

A/ - Stroke e.c Infark AT sc dextra FR DM II + rokok

- Fokal Epilepsi

Pd/

Pt/ - drip neotal jumbo 1 ampul dalam asering 15 tpm

- Inj Pranza 2x1 amp- Inj Brainact 2 x 500 mg- Inj kalneco 2 x 1 amp- Dilantin 2 x 100 mg

p.o- CPG 1 x 75 mg p.o- Alganax 0,5 mg 0-0-1

BLPL Kalneco tab 3 x1 Braninact odis 2 x 500 mg CPG 1 x 75 mg Dilantin 2 x 100 mg Alganax 0,5 mg 0-0-1 Metformin 2 x 500 mg

14

Page 15: neuro stroke.docx

PEMBAHASAN

A. Stroke

A.1. Definisi

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,

lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak,

stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.4,11 Kelompok umur lebih

dari 40 tahun merupakan faktor risiko tinggi terjadinya stroke.

A.2. Klasifikasi

Setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosa yang

berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi marshall, diantaranya :

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya

a. Stroke iskemik (sekitar 80% sampai 85% stroke terjadi).

1. Transient Ischemic Attack (TIA).

2. Trombosis serebri.

3. Embolia serebri.

b. Stroke haemoragik (sekitar 15% sampai 20% stroke terjadi).

1. Perdarahan intra serebral.

2. Perdarahan subarachnoid.

2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu.

a. Transient Ischemic Attack.

b. Stroke ~ in ~ evolution.

c. Completed stroke.

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah.

a. Sistem karotis.

b. Sistem vertebra-basilar.

15

Page 16: neuro stroke.docx

A.3. Etiologi

Beberapa penyebab stroke11, diantaranya :

1. Trombosis.

a. Aterosklerosis (tersering).

b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.

c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).

d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

2. Embolisme.

a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung

reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.

b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri

vertrebralis distal.

c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.

3. Vasokonstriksi.

a. Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid.

A.4. Epidemiologi

Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28.5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya

menderita kelumpuhan sebagian maupun total hanya lima belas persen

saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan.

Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per

100.000 penduduk indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita

stroke.

A.5. Gambaran klinis

Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinis yang spesifik :11

16

Page 17: neuro stroke.docx

1. Timbul mendadak. Timbulnya gejala mendadak dan jarang didahului oleh gejala

pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya.

2. Menunjukkan gejala neurologis kontraleteral terhadap pembuluh yang tersumbat. Tampak

sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti pada

observasi sistem vertebra - basilar meskipun prinsipnya sama.

3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak sedangkan pada

stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.

A.6. Patogenesis

A.6.1. Patogenesis umum

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri - arteri

yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua

cabang - cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15

sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Proses patologik yang

mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah

yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh

darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah,

atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok

hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang

berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular

didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.11

Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini

menjadi:12

1. Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium ini

umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya hidup yang

mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.

2. Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik sampai

saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat adanya lesi pada

otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai akhirnya terdapat lesi yang

17

Page 18: neuro stroke.docx

menetap. Secara klinis defisit neurologik yang terjadi juga mengalami pemulihan

sampai taraf tertentu.

3. Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis

ditandai dengan defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat

dilakukan adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat

mungkin lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita.

Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi

tiga fase, yaitu :12

1. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 - 3 / 12 jam

pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk menegakkan diagnosis dan

usaha untuk membatasi lesi patologik yang terbentuk.

2. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam - 14 hari pasca onset. Penatalaksanaan

pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya komplikasi, usaha yang sangat fokus

pada restorasi/rehabilitasi dini dan usaha preventif sekunder.

3. Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari - kurang dari 180 hari pasca onset dan

kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit serta penatalaksanaan lebih

ditujukkan untuk usaha preventif sekunder serta usaha yang fokus pada neuro

restoras/rehabilitasi dan usaha menghindari komplikasi.

A.6.2. Patogenesis stroke iskemik

Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada

sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk

didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian bekuan

dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin terbentuk didalam suatu

organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu

embolus.11 Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis komunis bercabang

menjadi arteria karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering

terbentuknya arteriosklerosis. Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan

penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak

arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.11

18

Page 19: neuro stroke.docx

A.6.3. Patogenesis stroke haemoragik

Stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat

tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke haemoragik

yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, perdarahan subarachnoid dan perdarahan

intraserebral.6

1. Perdarahan subaraknoid

Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah

menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke

dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di

basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada

umumnya dan sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan

terjadi saat aktivitas.6

2. Perdarahan intraserebral

Patogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah

lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah

otak akibat tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang

melebihi toleransi (Yatsu dkk). Menurut Tole dan Utterback, penyebab perdarahan

intraserebral adalah pecahnya mikroaneurisma Charcot-Bouchard akibat kenaikan tekanan

darah.6

A.7. Diagnosis

A.7.1. Anamnesis

Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut

mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul

sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu istirahat.

A.7.2. Pemeriksaan fisik

19

Page 20: neuro stroke.docx

Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah kiri

dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran

menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih

mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi,

disertai pemeriksaan saraf - saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih

baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah

ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks - refleks batang otak yaitu :

1. Reaksi pupil terhadap cahaya.

2. Refleks kornea.

3. Refleks okulosefalik.

4. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan

Cheyne Stoke, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu

tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf - saraf otak dan anggota gerak.

Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena

makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis

maupun kehidupan. Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali

jika terjadi perdarahan - perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan

funduskopi.

A.7.3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan neurokardiologi, pemeriksaanradiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :

1. Laboratorium.

a. Pemeriksaan darah rutin.

b. Pemeriksaan kimia darah lengkap.

1. Gula darah sewaktu.

Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai 250

mg dalam serum dan kemudian berangsur - angsur kembali turun.

2. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim

SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta

total lipid).

20

Page 21: neuro stroke.docx

c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).

1. Waktu protrombin.

2. Kadar fibrinogen.

3. Viskositas plasma.

d. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.

2. Pemeriksaan neurokardiologi

Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi.

Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung, atau

pada stroke dapat terjadi perubahan - perubahan elektrokardiografi sebagai akibat

perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus

atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan diagnosis. Pada

pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah kepada kemungkinan adanya

potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan

echocardiografi terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat

diminta untuk visualisasi emboli cardial.

3. Pemeriksaan radiologi

a. CT-scan otak

Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini

sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark

otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak

memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari - hari pertama, biasanya

tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan

hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh

karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik

di batang otak.

b. Pemeriksaan foto thoraks.

1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran

ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.

2. Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses

manajemen dan memperburuk prognosis.

21

Page 22: neuro stroke.docx

A. Diabetes melitus

B.1. Definisi

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang berlangsung kronik

progresif dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, atau kedua -duanya.8,9

B.2. Klasifikasi

Tabel 2.2 klasifikasi etiologis diabetes melitus

I. Diabetes melitus tipe i(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defesiensi insulin absolute)A. Melalui proses imunologikB. Idiopatik

II. Diabetes melitus tipe ii(Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

III. Diabetes melitus tipe lainA. Defek genetic fungsi sel beta :

1. Kromosom 12, HNF - 1á (dahulu mody 3)2. Kromosom 7, glukokinase (dahulu mody 2)3. Kromosom 20, HNF - 4á (dahulu mody 1)4. Kromosom 12, insulin promoter factor - 1 (IPF - 1, dahulu mody 4)5. Kromosom 17, HNF-â (dahulu mody 5)6. Kromosom 2, Neuro D1 (Dahulu Mody 6)7. DNA Mitokondria8. Lainnya

B. Defek genetic kerja insulin : resistensi isulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatropik, lainnya

C.Penyakit Eksokrin Pankreas : pancreatitis, trauma/pankeaktomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopik fibro kalkulus, lainnya.

D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.

E. Karena obat / Zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis â adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya.

F. Infeksi : rubella konginetal, CMV, lainnyaG. Imunologi (jarang) : sindrom “stiff-man”, antibody anti reseptor insulin, lainnya.H. Sindrom genetic lain : Sindrom Down, sindrom klinefelter, sindrom turner, sindrom wolfram’s, ataksia

friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader, lainnya.

IV. Diabetes kehamilanSumber : (9)

22

Page 23: neuro stroke.docx

B.3. Epidemiologi

Prevalensi penyakit diabetes melitus di Indonesia, oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%,

lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung. Prevalensi DM

menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta.3

B.4. Etiologi

Faktor keturunan berperan dalan kejadian penyakit ini dan didukung oleh faktor – factor

pencetus antara lain, kegemukan, kurang olahraga, makan terlalu banyak, sering mengalami

stres, dan dapat pula dipicu oleh konsumsi jangka panjang obat - obatan yang dapat

menaikkan kadar glukosa darah, misalnya obat - obat anti alergi yang mengandung hormon

kortikosteroid.

B.5. Faktor risiko

Menurut panduan PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), skrining untuk

mengidentifikasi kasus - kasus tanpa gejala DM tetapi mempunyai risiko untuk sakit DM,

yaitu:8

a. Usia > 45 tahun.

b. Kelebihan berat badan yang dinyatakan dengan tolak ukur baku yaitu Indeks Masa

Tubuh atau IMT > 23 Kg/m2.

c. Hipertensi > 140/90 mmHg.

d. Riwayat diabetes dalam garis keturunan.

e. Riwayat persalinan tidak normal yaitu abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau bayi

dengan berat badan lahir > 4000 gram.

f. Trigliserid > 250 mg/dl.

B.6. Patogenesis

Ada 3 faktor penting yang perlu diperhatikan pada patogenesis DM tipe 2, yaitu:11

1. Faktor individu atau genetik etnis yang membuat rawan DM.

2. Kerusakan fungsi sel beta pankreas.

3. Berkurangnya kerja insulin didalam jaringan yang sensitive insulin (resistensi insulin,

termasuk otot skeletal, hati dan jaringan adiposa). Sebenarnya belum sepenuhnya

diketahui patogenesis DM tipe 2, tapi pada dasarnya terjadi disfungsi sel-beta dan

23

Page 24: neuro stroke.docx

didalamnya terjadi peningkatan resistensi insulin di jaringan. Resistensi insulin adalah

suatu keadaan yang terjadi resistensi terhadap kerja insulin, yaitu keadaan dimana

suatu sel, jaringan atau organ membutuhkan sejumlah insulin yang lebih banyak untuk

mendapatkan secara kuantitatif repons normal, antara lain terpakainya atau masuknya

glukosa ke dalam sel tersebut. Agar insulin dapat bekerja, insulin harus berikatan

dengan reseptor insulin pada dinding sel. Setelah berikatan, akan terjadi serangkaian

proses rumit, melalui berbagai sel dan proses antara, menyebabkan dicapainya efek

kerja insulin yang dikehendaki dalam sel tersebut. Insulin mempunyai beragam

perandidalam sel, mulai dari peranannya dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein, hingga pengaruhnya untuk proses pembentukan DNA dan RNA dan

berbagai proses pertumbuhan di dalam sel beta pankreas pada DM tipe 2. Banyak proses

yang dapat menimbulkan resistensi insulin, di antaranya faktor genetik, berbagai faktor

lingkungan seperti kegemukan, inaktifitas fisik, masukan makanan yang berlebihan,

beberapa macam obat dan juga proses menua.11

Apabila didapatkan resistensi insulin dalam keadaan normal, maka

tubuh akan merespons dengan meningkatkan produksi atau fungsi insulin untuk

mengembalikan kadar glukosa pada keadaan normal. Apabila proses kompensasi

ini menurun, maka kapasitas menyeimbangkan tersebut kurang, sehingga

tubuh tidak dapat mengembalikan keseimbangan dan terjadilah hiperglikemia,

kemudian

DM.11

B.7. Gambaran klinis

Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah kerusakan mata, otak jantung, ginjal, dan

pembusukan kaki. Gejala khasnya adalah merasa sangat haus, poliuri, pruritus dan

kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.11

B.8. Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah

dengan memperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang

dipakai. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena.11

Tabel 2.3 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan dan diagnosis DM

24

Page 25: neuro stroke.docx

Bukan DM Belum DM Pasti DM

Kadar Glukosa darah Sewaktu (mg/dl)

plasma vena darah kapiler

< 110

< 90

110-199

90-199

200

200

Kadar Glukosa darah Puasa (mg/dl)

plasma vena darah kapiler

<110

<90

110-125

90-109

126

110

Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut WHO (1994), adalah11,15

1. Normo-glikemia, bila GDP < 110 mg/dl atau GD2JPP < 140 mg/dl

2. IFG atau IGT, bila FPG > 110 mg/dl dan IFG < 126 mg/dl atau GD2JPP>140 dan IGT < 200 mg/dl

3. Diabetes, bila FPG > 126 mg/dl atau GD2JPP > 200 mg/dl atau ditemukannya gejala - gejala diabetes dengan konsentrasi glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl

Kriteria diagnosis DM menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2001 adalah sebagai berikut :11,15

1. Gejala diabetes ditambah kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Sewaktu didefinisikan sebagai waktu kapanpun pada suatu hari tanpa menghiraukan waktu sejak makan terakhir. Gejala klasik diabetes meliputi poliuri, polidipsi, dan polifagia serta kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, atau

2. GDP > 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Puasa didefinisikan sebagai tak adanya masukan kalori sesedikitnya dalam jangka waktu 8 (delapan) jam, atau

3. PG 2 jam > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama OGTT. Tes harus dilakukan sebagaimana dijelaskan oleh WHO, menggunakan pembebanan glukosa yang setara dengan 75 gram anhidrous, dilarutkan dalam 250 air.

B.9. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian stroke

Penelitian mengenai penyakit ini sudah cukup banyak yang membuktikan bahwa

kasus diabetes melitus yang tidak terdiagnosis, memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami

stroke, penyakit jantung koroner, dan penyempitan pembuluh darah perifer dibandingkan

dengan orang non - diabetes. Ada 2 macam komplikasi pada diabetes melitus, yaitu komplikasi

akut dan kronik. Komplikasi kronik terbagi menjadi 2, yaitu komplikasi vaskuler dan non

vaskuler. Komplikasi vaskuler dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi mikrovaskuler (retinopati

diabetika, nefropati & neuropati) dan komplikasi makrovaskuler didasari aterosklerosis

(PJK, penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer & penyakit serebrovaskuler).10

Diabetes tipe 2 sangat terkait dengan penyakit makrovaskular. Makroangiopati

diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan

25

Page 26: neuro stroke.docx

biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit

vascular ini.

Gangguan - gangguan ini berupa penimbunan sarbitol dalam intima vaskular,

hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik

ini akan mengakibatkan penyumbatan vascular. Jika mengenai arteri - arteri perifer,

maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten

dan gangren pada ekstrimitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika terkena adalah arteria

koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.11

C. EPILEPSI

C.1. DEFINISI

Epilepsy didefinisikan sebagai keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang

sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang disebabkan oleh lepas

muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron – neuron secara paroksismal, didasari oleh

berbagai factor etiologi.

Bangkitan epilepsy (epileptic seizure) adalah menifestasi klinik dari bangkitan serupa

(streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa penurunan

kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan

oleh sutau penyakit otak akut (unprovoked).

Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara

bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis bangkitan, faktor

pencetus, dan kronisitas.

C.2. KLASIFIKASI

Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri

dari dua jenis klasifikasi :

Klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi :1. Bangkitan parsial

1.1. Bangkitan parsial sederhanaa. Motorik b. Sensorik

26

Page 27: neuro stroke.docx

c. Otonom d. Psikis

1.2. Bangkitan parsial kompleksa. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaranb. Bangkitan parsial yang disertai dengan gangguan kesadaran saat awal

bangkitan 1.3. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

a. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonikb. Parsial kompleks yang menjadi umum tonik-klonikc. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik-

klonik2. Bangkitan umum

2.1. Bangkitan umum a. Lena (absence)b. Mioklonikc. Klonikd. Tonike. Tonik-klonikf. Atonik

3. Tak tergolongkan

Klasifikasi untuk sindrom epilepsi :1. Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized related)

1.1. Idiopatik (primer)1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentratemporal (childhood

epilepsy with centrotemporal spikes)1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital 1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)

1.2. Simtomatik (sekunder)1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang klonik pada anak-anak (sindrom kojenikow)1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresentasi oleh suatu rangsangan (kurang

tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)

1.2.3. Epilepsi lobus temporal1.2.4. Epilepsi lobus frontal1.2.5. Epilepsi lobus parietal1.2.6. Epilepsi lobus oksipital

1.3. Kriptogenik2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan

umur2.1. Idiopatik (primer)

2.1.1. Kejang neonatus familial benigna2.1.2. Kejang neonatus benigna 2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi2.1.4. Epilepsi lena pada anak2.1.5. Epilepsi lena pada remaja

27

Page 28: neuro stroke.docx

2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas2.1.9. Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi denag aktivasi tertentu

2.2. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia2.2.1. Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam)2.2.2. Sindrom Lennox-Gastaut 2.2.3. Epilepsi mioklonik astatik2.2.4. Epilepsi lena mioklonik

2.3. Simtomatik2.3.1. Etiologi non spesifik

- Ensefalopati mioklonik dini- Ensepalopati infantil dini dengan burst supression- Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas

2.3.2. Etiologi spesifik- Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

3. Epilepsi yang tidak ditentukan fokal atau umum3.1. Bangkitan umum dan fokal

- Bangkitan neontal- Epilepsi mioklonik berat pada bayi- Epilepsi dengan gelombang paku (spike wive) kontinyu selama tidur dalam- Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)- Epilepsi yang tidak terklasifikasi selain yang di atas

3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum4. Sindrom khusus

Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu4.1. Kejang demam4.2. Bangkitan kejang atau status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated)4.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksik,

alkohol, obat-obatan, eklamsi, hiperglikemia non ketotik4.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)

C.3. ETIOLOGI EPILEPSI

1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik. 2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini

adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensepalopati difus.

3. Simtomatik : disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat, misalnya trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.

C.4. DIAGNOSIS

Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

28

Page 29: neuro stroke.docx

Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.

Langkah kedua : apabila benar ada bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan yang ada termasuk jenis bankitan apa ( lihat klasifikasi ).

Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.

C.5. GAMBARAN KLINIK

1. Bentuk bangkitan

Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi:1.1. Bangkitan umum lena

Gangguan kesadaran secara mendadak (absence), berlangsung beberapa detik Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi Mata memandang jauh ke depan Mungkin terdapat automatisme Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula

1.2. Bangkitan umum tonik-klonik Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti gerakan

kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik dapat disertai mulut berbusa

Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase fleksid) dan tampang bingung Pasien sering tidur setelah bangkitan

1.3. Bangkitan parsial sederhana Tidak terjadi perubahan kesadaran Bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral/fokal) kemudian menyebar

pada sisi yang sama (Jacksonian march) Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)

1.4. Bangkitan parsial kompleks Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran Sering diikuti automatisme yang streotipik seperti mengunyah, menelan, tertawa dan

kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas. Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)

1.5. Bangkitan umum sekunder Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu

singkat menjadi bangkitan umum Bangkitan parsial dapat berupa aura Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik klonik

2. Sindrom epilepsiPada umumnya sindrom epilepsi bersifat khas, unik dan terutama dijumpai pada golongan anak – anak. Gambaran klinik sindrom epilepsi pada golongan anak – anak dapat dilihat di dalam pedoman tatalaksana epilepsi yang diterbitkan oleh kelompok studi neuropati.

29

Page 30: neuro stroke.docx

C.6. PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI OAE mulai diberikan bila :

Diagnosis epilepsi telah dipastikan (confirmed) Setelah pasien dan atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan Pasien dan atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping OAE

yang akan timbul. Tepari dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis

bangkitan (tabel 1), jenis sindrom epilepsi (tabel 2) Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis efektif

tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif (tabel 3)

Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencaoai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off), perlahan – lahan

Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila : Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan

bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak ensefalitis herpes Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan

otak Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua) Riwayat bangkitan simtomatik Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadara., stroke, infeksi SSP Bangkitan pertama berupa status epileptikus Efek samping OAE perlu diperhatikan (tabel 4 & 5)

JENIS OBAT ANTI-EPILEPSI

Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE

Tabel 1. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitanJENIS BANGKITAN OAE LINI

PERTAMAOAE LINI KEDUA

AOE LAIN YANG DAPAT

DIPERTIMBANGKAN

OAE YANG SEBAIKNYA DIHINDARI

BANGKITAN UMUM TONIK KLONIK

Sodium ValproatLamotrigineTopiramateCarbamazepine

Clobazam LevetiracetamOxarbazepine

ClonazepamPhenobarbitalPhenytoinAcetazolamide

BANGKITAN LENA Sodium ValproatLamotrigine

Clobazam Topiramate

CarbamazepineGabapentin Oxarbazepine

BANGKITAN MIOKLONIK

Sodium ValproatTopiramate

Clobazam Levetiracetam

CarbamazepineGabapentin

30

Page 31: neuro stroke.docx

LamotriginePiracetam Topiramate

Oxarbazepine

BANGKITAN TONIK Sodium ValproatLamotrigine

Clobazam LevetiracetamTopiramate

PhenobarbitalPhenytoin

CarbamazepineOxarbazepine

BANGKITAN FOKAL DENGAN/TANPA UMUM SEKUNDER

Sodium ValproatLamotrigineTopiramateCarbamazepineOxarbazepine

Clobazam Gabapentin LevetiracetamPhenytoinTiagabine

PhenobarbitalAcetazolamideClonazepam

Tabel 2. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis sindrom epilepsiJENIS BANGKITAN OAE LINI

PERTAMAOAE LINI KEDUA

AOE LAIN YANG DAPAT

DIPERTIMBANGKAN

OAE YANG SEBAIKNYA DIHINDARI

EPILEPSI LENA PADA ANAK KECIL (CAE)

Sodium ValproatLamotrigine

LevetiracetamTopiramate

CarbamazepineOxarbazepinePhenytoin

BANGKITAN LENA PADA ANAK (JAE)

Sodium ValproatLamotrigine

LevetiracetamTopiramate

CarbamazepineOxarbazepinePhenytoin

EPILEPSI MIOKLONIK PADA ANAK (JME)

Sodium ValproatLamotrigine

Levetiracetam Acetazolamide CarbamazepineOxarbazepinePhenytoin

EPILEPSI UMUM TONIK KLONIK

Sodium ValproatLamotrigineCarbamazepineTopiramate

Levetiracetam PhenobarbitalPhenytoinAcetazolamideClobazam ClonazepamOxarbazepine

EPILEPSI FOKAL KRIPTOGENIK/SIMTOMATIK

TopiramateCarbamazepineOxarbazepineSodium ValproatLamotrigine

Clobazam Gabapentin LevetiracetamPhenytoin

AcetazolamideClonazepamPhenobarbital

SPASMUS INFANTIL Steroid Clobazam ClonazepamTopiramateSodium Valproat

CarbamazepineOxarbazepine

EPILEPSI BENIGNA DGN GELOMBANG PAKU DI DAERAH SENTRO-TEMPORAL

CarbamazepineOxarbazepineSodium ValproatLamotrigine

LevetiracetamTopiramate

EPILEPSI BENIGNA DGN GELOMBANG PAROKSISMAL DI DAERAH OKSIPITAL

CarbamazepineOxarbazepineSodium ValproatLamotrigine

LevetiracetamTopiramate

EPILEPSI Clobazam Levetiracetam Phenobarbital Carbamazepine

31

Page 32: neuro stroke.docx

MIOKLONIK BERAT PADA BAYI (SMEI)

ClonazepamTopiramateSodium Valproat

LamotrigineOxarbazepine

GELOMBANG PAKU YANG KONTINU PADA STADIUM TIDUR DALAM

Sodium ValproatLamotrigineClobazam Clonazepam

LevetiracetamTopiramate

CarbamazepineOxarbazepine

SINDROM LENNOX-GASTAUT

Sodium ValproatLamotrigineClobazam Clonazepam

LevetiracetamClobazam Clonazepam

CarbamazepineOxarbazepine

SINDROM LANDAU- KLEFFNER

Sodium ValproatLamotrigineSteroid

LevetiracetamTopiramate

CarbamazepineOxarbazepine

EPILEPSI MIKLONIK-ASTATIK

Sodium ValproatClobazam Clonazepam Topiramate

LevetiracetamTopiramate

CarbamazepineOxarbazepine

Steroid : Prednisolon atau ACTH

Tabel 3. Dosis obat anti-epilepsi untuk orang dewasaOBAT DOSIS

AWAL (mg/hari)

DOSIS RUMATAN (mg/hari)

JUMLAH DOSIS PERHARI

WAKTU PARUH PLASMA (jam)

WAKTU TERCEPATNYA STEADY STATE(hari)

Carbamazepine 400 – 600 400 – 600 2 – 3x(untuk yg CR 2x)

15-35 2-7

Phenytoin 200 – 300 200 – 400 1 – 2x 10 – 80 3 – 15 Valproic acid 500 – 1000 500 – 2500 2 – 3x

(untuk yg CR 2x)12 – 18 2 – 4

Phenobarbital 50 – 100 50 – 200 1 50 – 170 Clonazepam 1 4 1 or 2 20 – 60 2 – 10 Clobazam 10 10 -30 2 – 3x

(untuk yg CR 2x)10 – 30 2 – 6

Oxarbazepine 600 – 900 600 – 3000 2 – 3x 8 – 15Levetiracetam 1000 – 2000 1000 – 3000 2x 6 – 8 2Topiramate 100 100 – 400 2x 20 – 30 2 – 5 Gabapentin 900 – 1800 900 – 3600 2 – 3x 5 – 7 2

Lamotrigine 50 – 100 20 – 200 1 – 2x 15 – 35 2 – 6 CR : controlled release

32

Page 33: neuro stroke.docx

Tabel 4. Efek samping obat anti-epilepsi klasikOBAT EFEK SAMPING

TERKAIT DOSIS IDIOSINKRASICarbamazepine Diplopia, dizziness nyeri

kepala, mual, mengantuk, netropienia, hiponatremia

Ruam morbiliform, agranulositosis, anemia aplastik, efek hipototoksik, syndrome stevens-johnson, efek teragenik

Phenytoin Nistagmus, ataksia, mual, muntah, hipertrofi gusi, depresi, mengantuk, paradoxical increase in seizure, anemia megaloblastik

Jerawat, coarse facies, hirsutism, lupus like syndrome, ruam, sindrom Stevens-johnson, dupuytren’s contracture, efek hepatotoksik, efek teratogenik

Valproic acid Tremor, berat badan bertambah, depresia, mual, muntah, kebotakan, teratogenik

Pankreatitis akuk, efek hepatotoksik, trombositopenia, ensephalopati, udem perifer

Phenobarbital Kelelahan, restlegless, depresi, insomnia (pada anak), distractability (pada anak), hiperkinesia (pada anak), irritabilty (pada anak)

Ruam makulopapular, eksfoliasi, nekrosis epidermal toksik, efek hepatotoksik, arthritic changes, dupuytren’s contracture, efek teratogenik

Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk, dizziness, agresi (pada anak), hiperkinesia (pada anak)

Ruam, trombositopenia

Tabel 5. Efek samping obat anti-epilepsi baruOBAT EFEK SAMPING UTAMA EFEK SAMPING YANG LEBIH

SERIUS NAMUN JARANGLEVETIRACETAM Somnolen, astenia, sering

muncul ataksia, penurunan ringan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan hematokrit

Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, gangguan saluran cerna

Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia, nyeri kepala, gangguan saluran cerna

Sindrom Stevens-Johnson

Clobazam Sedasi, dizziness, irritability, depresi, dysinhibition

Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia, nyeri kepala, kelemahan, ruam, hiponatremia

Topiramate Gangguan kognitif, tremor,

33

Page 34: neuro stroke.docx

dizzines, ataksia, nyeri kepala, kelelahan, gangguan saluran cerna, batu ginjal

DAFTAR PUSTAKA

Bierman EL. Atheroma and other forms of atheroclerosis, in Isselbacher KJ.

Harrison’s principle of internal medicene. New York: McGraw Hill, 1994: 1106-116.

Cotran RS. Robbins pathologic basic of disease. 4t ed. Philadelphia: WB Saunders, 1989: 556-69

Heimer L. The Human brain and spinal cord, fynctional neuroanatomy and dissection guide. New York: Springer, 1995: 465-472

Lindsay KW. Neurology and neurosurgery illustrated. 3rd ed. New York: Churchill, 1997: 241

Purdy RE. Handbook of cardiac drugs. 2nd ed. Boston: Little Brown, 233-234

Ross Russel. Atheroclerosis an inflammatory disease. N.EJM, 1999: 15-125

Schlant RC. Hurst’s the heart, arteries and veins. 8th ed. New York: McGraw Hill, 1994: 31-43, 989-997

Wolf PA. Epidemiology of stroke, in Barnett HM. (ed). Stroke, pathophysiology, diagnosis and management 2nd (ed). New York: Churchill, 1992: 29-48

34