Nefritis Lupus
description
Transcript of Nefritis Lupus
BAB 1. PENDAHULUAN
Nefritis lupus (NL) adalah komplikasi ginjal pada lupus eritematosus sistemik (LES).
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau lebih dikenal dengan nama Systemic Lupus
Eritematosus (SLE) merupakan penyakit kronik inflamatif autoimun yang belum diketahui
etiologinya dengan manifestasi klinis beragam serta berbagai perjalanan klinis dan
prognosisnya. Penyakit ini ditandai oleh adanya periode remisi dan episode serangan akut
dengan gambaran klinis beragam berkaitan dengan berbagai organ yang terlibat. Keterlibatan
ginjal cukup sering ditemukan, yang dibuktikan secara histopatologis pada kebanyakan
pasien dengan LES dengan biopsi dan otopsi ginjal. Sebanyak 60% pasien dewasa akan
mengalami komplikasi ginjal yang nyata, walaupun pada awal LES kelainan ginjal hanya
didapatkan pada 25-50% kasus. Gejala nefritis lupus secara umum adalah proteinuri,
hipertensi, dan gangguan ginjal.1,2
Mengevaluasi fungsi ginjal pada pasien-pasien dengan LES untuk mendeteksi dini
keterlibatan ginjal sangat penting, karena dengan deteksi dan pengobatan dini, akan
meningkatkan secara signifikan fungsi ginjal.4 Perjalanan klinis NL sangat bervariasi dan
hasil pengobatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kecepatan menegakkan
diagnosis, kelainan histopatologi yang didapat dari hasil biopsi ginjal, saat mulai pengobatan,
dan jenis regimen yang dipakai.1,2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Nefritis lupus adalah komplikasi ginjal pada lupus erimatosus sitemik (LES). Lupus
erimatosus sistemik (LES) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya
inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit
ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. Diagnosis nefritis lupus ini ditegakkan bila pada lupus erimatosus
sistemik (SLE) terdapat tanda-tanda proteuniria dalam jumlah lebih atau sama dengan
1gram/24jam atau dengan hematuria (>8 eritrosit/LPB) atau dengan penurunan fungsi ginjal
sampai 30%.1
2.2 Epidemiologi
Prevalensi LES di Amerika serikat adalah 1:2000 kasus pada populasi umum. Karena
sulitnya mendiagnosis dan kemungkinan kasus LES tidak terdeteksi, para peneliti menduga
prevalensinya kemungkinan 1 kasus per 500-1000 populasi umum. Prevelansi penyakit LES
di Indonesia belum dapat dipastikan secara tepat, karena sistem pelaporan masih berupa
laporan kasus dengan jumlah terbatas. Penyakit LES dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi paling sering pada usia 15-45 tahun dan 90% penderitanya adalah wanita. Rasio
insidensi penyakit LES pada wanita dibandingkan dengan pria meningkat sesuai dengan
pertambahan umur, dengan perbandingan 2:1 pada anak-anak dan 9:1 pada dewasa muda,
namun pria dengan LES insidens terjadinya nefritis lupus lebih tinggi walaupun tidak berbeda
bermakna dengan perempuan. Anak-anak dengan LES mempunyai resiko lebih besar terkena
penyakit ginjal dibandingkan orang dewasa. Orang Asia dan kulit hitam lebih sering
mengalami nefritis lupus dibandingkan dengan ras lainnya.1,4
2.3 Etiologi
Nefritis lupus terjadi ketika antibody (antinuklear antibody) dan komplemen terbentuk
di ginjal yang menyebabkan terjadinya peradangan. Hal tersebut biasanya mengakibatkan
terjadinya sindrom nefrotik (eksresi protein yang besar) dan dapat progresi cepat menjadi
gagal ginjal. Produk nitrogen sisa terlepas kedalam aliran darah, lupus erimatosus sistemik
(SLE) menyerang berbagai struktur internal dari ginjal, meliputi nefritis intertitial dan
glomerulonefritis membranosa.
2.4 Patogenesis
Pathogenesis timbulnya LES diawali oleh adanya interaksi antara faktor predisposisi
genetic (seperti HLA-β haplotipe, antigen DRW2 dan DRW5, defesiensi c2-inborn, HLA-
DR2 dan HLA-DR3) dengan faktor lingkungan, faktor hormone seks, dan faktor sistem
neuroendrokin. Interaksi faktor-faktor ini akan mempengaruhi dan mengakibatkan terjadinya
respon imun yang menimbulkan peningkatan auto-antibodi (DNA-antiDNA). Sebagian auto-
antibodi akan membentuk komplek imun bersama nukleosom (DNA-histon), kromatin, C1q,
laminin, Ro (SS-A), ubiquitin, dan ribosom, yang kemudian akan membentuk deposit
(endapan) sehingga terjadi kerusakan jaringan. Pada sebagian kecil NL tidak ditemukan
deposit komplek imun dengan sediaan imunofluoresen atau mikroskop elektron.1,2,4
Gambaran klinik kerusakan glomelurus berhubungan dengan lokasi terbentuknya
deposit komplek imun. Deposit pada mesangium dan subendotel letaknya proksimal terhadap
membran basalis glomerulus sehingga mempunyai akses dengan pembuluh darah. Deposit
pada daerah ini akan mengaktifkan komplemen yang selanjutnya akan membentuk
kemoatraktan C3a dan C3a, yang menyebabkan terjadinya influx sel neutrofil dan sel
mononuclear.1,2,4
Deposit pada mesangium dan subendotel secara histopatologis memberikan gambaran
mesangial, proliferatif fokal, dan proliferative difus, secara klinis memberikan gambaran
sedimen urin yang aktif (ditemukan eritrosit, leukosit,silinder sel, dan granula), proteinuria,
dan sering disertai penurunan fungsi ginjal. 1,2,4
Sedangkan deposit pada subepitel tidak mempunyai hubungan dengan pembuluh
darah karena dipisahkan oleh membrane basalis glomerulus sehingga tidak terjadi influx
neutrofil dan sel mononuclear. Secara histopatologis memberikan gambaran nefropati
membranosa dan secara klinis hanya memberikan gejala proteinuri.1,2,4
Tempat terbentuknya kompleks imun dihubungkan dengan karakteristik antigen dan
antibodi:
Kompleks imun yang besar atau antigen yang anionik, yang tidak dapat melewati
sawar dinding kapiler glomerulus yang juga bersifat anionik, akan diendapkan dalam
mesangium dan subendotel. Banyaknya deposit imun akan menentukan apakah pada
pasien akan berkembang gejala penyakit yang ringan (deposit imun pada
mesangium), atau terdapat gejala yang lebih berat ( proliferatif fokal atau difus)
Hal ini yang menentukan tempat terbentuknya komplek imun dihubungkan dengan muatan antibody dan daerah tempat berikatan dengan antigen. Antibodi dan daerah tempat berikatan
dengan antigen. Antibodi dapat berikatan sehingga menimbulkan manifestasi histologis dan klinis yang berbeda