Naskah Publikasi FADLI ANNISA
-
Upload
fadli-annisa -
Category
Documents
-
view
106 -
download
1
Transcript of Naskah Publikasi FADLI ANNISA
HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS SPIRITUAL DENGAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA PALEMBANG TAHUN 2013
Fadli Annisa*), Sri Maryatun **), Hikayati ***)
*) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNSRI
**) Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNSRI
***) Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNSRI
PSIK FK Universitas Sriwijaya
ABSTRACT
Prison can make convicted criminals face lost of heterosexual, that is lost the feeling of
required their sexual need freely. The non existence of policy concerning such the case
will burden the convicted criminals so normal sexual intercourse cannot be done and it’s
trigger sexual deviance. Basically, it can be changed by increasing of spiritual life
intensity on the convicted criminals. This research was aimed to identified the
relationship of spiritual activity with sexual need fulfillment of the convicted criminals
through correlation study design; cross sectional technique purposive sampling for 41
respondents. The data was analyzed by non parametric statistical test, Chi-Square. The
result of this research was showed that p value>0.05 (p value = 0.379), which means that
there was no significant relation between the spiritual activity level with sexual need
fulfillment of the convicted criminals in women correctional institution class II A in
Palembang. Through this research, it is expected that nurses can recognize the
psychological aspects which are related to human’s basic needs and spiritual activity
aspects
Keywords : spiritual; sexual; convicted criminals
ABSTRAK
Penjara menyebabkan narapidana mengalami Lost of heterosexual yakni kehilangan
kebebasan dalam pemenuhan kebutuhan seksual. Belum adanya Kebijakan mengenai
pemenuhan kebutuhan seksual akan menjadi beban narapidana sehingga hubungan
seksual secara normal tidak akan dapat dilakukan dan menyebabkan penyimpangan
seksual. Pada dasarnya perilaku ini bisa diubah diantaranya dengan meningkatkan
intensitas kehidupan ibadah narapidana. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan antara
tingkat aktivitas spiritual dengan pemenuhan kebutuhan seksual narapidana menggunakan
desain studi korelasi; cross sectional teknik purposive sampling dengan 41 responden.
Analisis data dengan uji statistik non parametrik; Chi-Square. Hasil penelitian
menunjukkan p value>0,05 (p value=0,379), maka tidak ada hubungan signifikan antara
tingkat aktivitas spiritual dengan pemenuhan kebutuhan seksual narapidana di lembaga
pemasyarakatan wanita klas IIA palembang. Melalui penelitian ini diharapkan perawat
dapat memperhatikan aspek psikologis yang berkaitan dengan aspek kebutuhan dasar
manusia dan spiritual.
Kata Kunci : spiritual; seksual; narapidana
PENDAHULUAN
Seksual mencakup aspek penting dari
perilaku manusia yang meliputi tiga
aspek sisi kepribadian yaitu agama,
intelektual dan fisik, serta gairah untuk
memuaskan ketiga aspek tersebut (1)
Normalnya laki-laki atau wanita
yang telah menikah dan berusia antara
21-25 tahun rata-rata dapat melakukan
hubungan seksual 3 x/ minggu, usia 31–
35 tahun dua x/minggu, usia 45 tahun
melakukan hubungan seksual 3 kali
dalam dua minggu, dan usia > 56 tahun
1x/minggu. (2)
Pada keadaan tertentu aspek seksual
tidak dapat dipenuhi narapida yang
berada di lembaga pemasyarakatan.(3)
Tidak terpenuhinya aspek seksual
tersebut disebabkan oleh belum ada
kebijakan mengenai pemenuhan
kebutuhan seksual antara suami istri di
dalam lembaga pemasyarakatan. Hal itu
menjadi beban bagi narapidana karena
hubungan seksual secara normal tidak
akan dapat dilakukan sehingga
menyebabkan penyimpangan seksual
yang dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit baik fisik maupun
psikis (4)
Setiap saat akan ada narapidana yang
menjadi korban penyimpangan
pemenuhan kebutuhan seksual sesama
narapidana dengan usia yang masih
relatif muda.(5)
Secara tidak langsung lembaga
pemasyarakatan sudah menciptakan
homo-homo baru, yang menyebabkan
timbul perilaku seksual menyimpang
terutama bagi yang dihukum bertahun-
tahun. (6)
Gilbert
(7) mengemukakan bahwa
homoseksual 50% lebih rentan
mengalami depresi dan menggunakan
narkoba jika dibandingkan dengan
populasi normal lainnya
Pada dasarnya perilaku ini bisa
diubah (modifikasi) dan bisa diadakan
koping dengan: aktivitas fisik yang
membuat narapidana sibuk dan lelah,
meningkatkan intensitas kehidupan
ibadah, menyediakan outlet, family visit,
time cues as operant conditioning , dan
Jaga image diri (8)
Dari semua Koping tersebut aktivitas
spiritual di lembaga pemasyarakatan
wanita klas IIA palembang dalam
peningkatan intensitas kehidupan ibadah
dikategorikan tinggi, yaitu 91%
menyatakan adanya pembinaan spiritual
yang diadakan oleh pihak sipir terhadap
warga binaan. Hal ini menunjukan
bahwa rata-rata narapidana memiliki
kesejahteraan spiritual yang tinggi.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti
tertarik untuk melakukan penelitan
tentang “Hubungan Tingkat Aktivitas
Spiritual dengan Pemenuhan Kebutuhan
Seksual Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA
Palembang.”.
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif menggunakan desain studi
korelasi; cross sectional. Tujuannya
untuk mengetahui hubungan tingkat
aktivitas spiritual dengan pemenuhan
kebutuhan seksual narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas
IIA Palembang.
Besar sampel dalam penelitian ini
adalah 41 responden dan teknik
pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Alat yang
digunakan sebagai pengumpul data
berupa kuesioner dengan teknik
pengumpulan data melalui penyebaran
kuesioner. Analisis yang digunakan
adalah uji Chi Square menggunakan
spss 20 dengan batas kemaknaan α=
0,05
HASIL
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
1.1 Jenis Kelamin
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Umur (Tahun) di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas IIA
Palembang Tahun 2013
Kategori Umur
Dewasa
(Menurut WHO)
Frekuensi Presentase
Dewasa Dini (18-40)
Dewasa Madya (40-60)
Dewasa Lanjut (>60)
23
13
1
62,2
35,1
2,7
Total 37 100
1.2 Status Pernikahan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Status Perkawinan di
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA
Palembang Tahun 2013
Status
Perkawinan
Frekuensi Presentase
Menikah
Cerai
22
15
59,5
40,5
Total 37 100
1. 3 Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Klas IIA Palembang Tahun 2013
Tingkat
Pendidikan
Frekuensi Presentase
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
-
18
10
7
2
-
48,6
27,0
18,9
5,4
Total 37 100
b. Tingkat Aktivitas Spiritual
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Aktivitas
Spiritual Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas IIA
Palembang Tahun 2013
Tingkat Aktivitas
Spiritual
Frekuensi Presentase
Tinggi
Sedang
Rendah
16
21
-
43,2
56,8
-
Total 37 100
c. Pemenuhan Kebutuhan Seksual
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan
Seksual Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas IIA
Palembang Tahun 2013
Pemenuhan
Kebutuhan
Seksual
Frekuensi Presentase
Tidak Terpenuhi
Terpenuhi
21
16
56,8
43,2
Total 37 100
2. Analisis Bivariat
Tabel 4.6
Hubungan Tingkat Aktivitas Spiritual
dengan Pemenuhan Kebutuhan Seksual
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Kelas IIA Palembang tahun 2013.
Tingkat Aktivitas Spiritual
Pemenuhan Kebutuhan Seksual
Total P Value Tidak
Terpenuhi Terpenuhi
N % N % N % 0,379
Tinggi 10 62,5 6 37,5 16 100
Sedang 11 52,4 10 47,2 21 100
Rendah - - - - - -
Total 21 56,8 16 43,2 37 100
PEMBAHASAN
1. Tingkat aktivitas Spiritual
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
16 responden (43,2%) memiliki tingkat
spiritual yang tinggi untuk mendekatkan
diri kepada Sang Pencipta melalui
berbagai kegiatan ibadah dan perbuatan-
perbuatan baik kepada sesama dan
lingkungan sekitar, hal ini dapat dilihat
dari tabel 4.4 Spiritual yang tinggi akan
mendorong individu untuk berusaha
semaksimal mungkin dan membuat
perencanaan strategis dengan harapan
memberikan hasil akhir yang terbaik (9)
Berdasarkan konsep Spiritual
Transendence Scale (Piedmont 2001)(10)
menunjukan 96,2% responden
melakukan Prayer Fulfillment yakni
berusaha mengambil hikmah atas
musibah yang dialami dan diikuti
dengan kepasrahan dan tawakal kepada
Tuhan yang mengarahkan individu
kepada penerimaan pada kondisi yang
dijalani, sehingga mampu bangkit dari
keterpurukan.(11)
Ditinjau dari Universality 82,6%
responden menyatakan interaksi positif
dengan alam sekitar, serta meyakini
kekuasaan Tuhan terhadap alam
semesta, dan menjaga keseimbangan
alam sebagai wujud syukur, dan 62%
dari responden menunjukan sikap
connectedness yang akan meningkatkan
harga diri dan pandangan yang lebih
optimistis terhadap kehidupan kedepan (12)
2. Pemenuhan Kebutuhan Seksual
Berdasarkan data hasil penelitian 21
orang responden (56,8%) menyatakan
tidak terpenuhi pemenuhan kebutuhan
seksual.
Dari hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti tidak
terpenuhinya kebutuhan seksual
narapidana disebabkan oleh tidak
tercapainya pola seksual sehat yang
mampu memberikan kebahagian bagi
individu atau pun kedua belah pihak
yang melakukan, jarang mendapat
kunjungan dari pihak keluarga, dan
adanya perasaan malu
mengkomunikasikan kebutuhan seksual.
Berdasarkan Teori Anomie K.
Merton, mayoritas pola adaptasi yang
digunakan oleh narapidana di lembaga
pemasyarakatan wanita klas IIA
palembang untuk memenuhi kebutuhan
seksual dilakukan secara normal dan
tidak normal yakni dengan pola
Ritualisme, Retreatism, dan
Rebbelion.(13)
3. Hubungan Tingkat Aktivitas
Spiritual dengan Pemenuhan
Kebutuhan Seksual
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan bahwa nilai p value >
0,005 yakni 0,379, yang berarti
menunjukan tidak ada hubungan yang
bermakna. Artinya Ho diterima, maka
tidak ada hubungan bermakna
(signifikan) antara tingkat aktivitas
spiritual dengan pemenuhan kebutuhan
seksual responden.
Dari hasil penelitian menunjukan
tingkat aktivitas spiritual narapidana
yang tinggi tidak dapat memenuhi
kebutuhan seksual narapidana,dalam
kondisi ini wilayah rendah (pemenuhan
kebutuhan seksual) tidak akan mampu
memenuhi wilayah yang lebih
tinggi(spiritual) (14)
Dalam hal ini dapat disimpulkan
tinggi rendahnya spiritual individu yang
ditunjukan melalui aktivitas spiritual
mampu mengontrol berbagai tindakan
penyimpangan atau prilaku seksual
yang menyimpang, namun tidak dapat
memenuhi kebutuhan seksual
(kebutuhan biologis) individu.
SIMPULAN
1. Gambaran distribusi frekuensi
tingkat aktivitas spiritual narapidana
yakni, dari 16 orang (43,2%) dari 37
responden sudah dikategorikan
memiliki tingkat aktivitas spiritual
tinggi, dan 21 (56,8%) orang
responden dikategorikan sedang.
2. Distribusi frekuensi karakteristik
pemenuhan kebutuhan seksual
narapidana dari 37 orang responden,
16 orang (43,2%) menyatakan
terpenuhi kebutuhan seksual selama
menjalani masa tahanan di lembaga
pemasyarakatan wanita klas IIA
Palembang
3. Tidak ada hubungan yang signifikan
secara statistik antara tingkat
aktivitas Spiritual yang dimiliki oleh
narapidana dengan pemenuhan
kebutuhan seksual narapidana di
lembaga pemasyarakatan wanita klas
IIA Palembang Tahun 2013.
SARAN
Diharapkan agar pihak sipir dapat
berkejasama dengan perawat di lembaga
pemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan pembinaan kepada
narapidana mengenai kesehatan
reproduksi dan bahaya-bahaya prilaku
menyimpang dan dapat dikaitkan juga
dengan aspek spiritual. Dipihak lain
juga memperhatikan aspek psikologis
yang dialami oleh narapidana dengan
memberikan kesempatan kepada
narapidana untuk berkonsultasi di sela-
sela pembinaan dan menganjurkan
pihak keluarga untuk mengunjungi atau
membesuk narapidana dalam waktu
yang telah ditentukan.
Bagi Peneliti Selanjutnya agar
melakukan penelitian mendalam
mengenai pemenuhan kebutuhan
seksual dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan
seksual didalam lembaga
pemasyarakatan wanita klas IIA
Palembang, dengan desain studi lain
selain cross sectional, menggunakan
kelompok control, dan dengan metode
kualitatif
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam terbentuknya skripsi ini, saya
mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Kedua orang tua saya yang telah
memberikan dukungan penuh secara
fisik,materi, serta psikologis selama
pembentukan skripsi ini.
2. Kedua dosen pembimbing saya yang
telah banyak membantu dalam proses
pembentukan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002).
Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner and Suddarth.
Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC.
2. Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D.
(2005). Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
3. Nurleni. (2010). Pengaruh Terapi
Musik terhadap Kecemasan Pasien
Pra Operatif Laparotomi di IRNA B
Bangsal Bedah RSUP. Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2010:
Skripsi.
4. Effendy, H. (2005).
Penatalaksanaan Bedah Umum di
Rumah Sakit. Jakarta: EGC
5. Putra, A. (2009). Studi
Pendahuluan Multimedia Interaktif
“Pelatihan Relaksasi”: Jurnal
Ilmiah.
6. Zuchra. (2012). Pengaruh Terapi
Musik Religi terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi di
Ruang Bedah RSUP. Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2012. Skripsi.
7. Snyder, M., & Lindquist, R. (2002).
Complementary alternative
therapies in nursing. New York:
Springer Publishing Company, Inc
8. Lukman. 2009. Ansietas Pada
Fraktur. Jurnal Ilmiah Kesehatan.
9. Santoso, B. (2009). Hubungan
Antara Karakteristik Demografi
dengan Kecemasan Pasien Pra
Operasi di Rumah Sakit Islam
Amal Sehat Sragen Tahun 2008.
Skripsi-stikes.
10. Feist, J. (2009). Freud:
psikoanalisis dalam teori
kepribadian: theories of
personality. Jakarta : Salemba
Medika
11. Sutrimo, A. (2013). Pengaruh
Guided Imagery and Music (GIM)
terhadap Kecemasan Pre Operasi
Sectio Caesaria (SC) di RSUD
Banyumas: Jurnal Ilmiah.
12. Hill, F., Newmark, R., Grange, L.L.
(2003). Subjective preceptions of
stress & coping by mothers of
children with intelectual disability a
needs assessment. International
Journal of Special Education
Vol.18 No.1.
13. Kusumawati, F., & Yudi, H.
(2010). Buku ajar keperawatan
jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
14. Kusmarjathi. (2009). Tingkat
kecemasan pasien pra operasi
apendektomi di Ruang Bima RSUD
Sanjiwangi Gianyar. Jurnal ilmiah
Keperawatan 20 (1). 72-76.
15. Aizid, R. (2011). Sehat dan cerdas
dengan terapi musik. Jogjakarta:
Laksana.
16. Pratiwi. (2012). Pengaruh teknik
relaksasi autogenik terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada
ibu dengan anak retardasi mental
tingkat sedang di SDLB
YAKUT Purwokerto. Skripsi.
Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman.
17. Baladewa, P. (2010). Perbedaan
tingkat kecemasan pasien pre
operasi hernia setelah pemberian
informed consent pada tindakan
general anestesi dan regional
anestesi di RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang. Skripsi. Yogyakarta:
Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
18. Tepper, L. et al. The prevalence of
religious coping among persons
with persistent mental illness.
Journal of psychiatric service,
52(5): 660-665.
19. Thomas, K. M., & Sethares, K. A.
(2010). Is guided imagery effective
in reducing pain and anxiety in the
postoperative total joint arthoplasty
patient. Ortopaedic Nursing 29 (6),
393-399
20. Bauer, B.A. (2011).
Effect of the combination of music
and nature