Skenario 3 Respi -Fadli- PDF
-
Upload
fadli-ilham -
Category
Documents
-
view
70 -
download
5
description
Transcript of Skenario 3 Respi -Fadli- PDF
-
M.FADLI ILHAM AKBARI
1102013159
LI.1.Memahami dan Menjelaskan Asma Anak
LO 1.1 Definisi
Asma adalah serangan berulang dyspnea paroksismal, disertai dengan peradangan
jalan napas dan mengi akibat kontraksi spasmodik bronkus dengan beberapa kasus adalah
manifestasi alergi pada orang-orang yang telah tersensitisasi (allergic asthma), yang lain
dicetuskan oleh berbagai faktor seperti latihan fisik berat, partikel-partikel iritan, stress
psikologis, dan lain sebagainya. Disebut juga bronchial asthma dan spasmodic asthma.
LO 1.2 Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,
infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Asma
dapat disebabkan oleh kelainan fungsi reseptor adenilat siklase adrenergik- dengan
penurunan respons adrenergik.
Faktor imunologis. Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau
alergik, eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu
rumah, tepungsari, dan ketombe. Seringkali, tapi tidak selalu, kadar IgE total maupun
spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Asma instrinsik
ditemukan paling sering pada usia 2 tahun pertama dan orang dewasa (asma yang timbul
lambat) dengan penelitian klinis, tidak ditemukan keterlibatan IgE, uji kulit negatif dan
kadar IgE rendah. Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya
mengenali rangsang pelepasan mediator daripada asma intrinsik. Penderita asma dari
semua umur biasanya mempunyai kadar serum IgE yang meningkat, pada kebanyakan
penderita memberi kesan komponen alergik-ekstrinsik. Walaupun kenaikan kadar IgE
dapat karena atopi, rangsangan non-spesifik kronis, yaitu reaksi imun fase lambat akibat
alergen pada sel mast menciptakan hiperreaktivitas jalan napas non-spesifik yang lama,
yang dapat menghasilkan bronkospasme tanpa adanya faktor ekstrinsik yang dapat
diketahui. Agen virus adalah pemicu infeksi asma paling penting. RSV (Respiratory
Syncytial Virus) dan virus parainfluenzae adalah yang paling sering terlibat. Infeksi
parainfluenzae diduga berperan penting pada umur yang semakin tua.
-
2
Faktor endokrin. Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan
dan menstruasi, terutama prementruasi atau dapat timbul pada saat wanita menopause.
Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
Faktor psikologis. Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan
dewasa yang berpenyakit asma, tetapi penyimpangan emosional atau sifat-sifat perilaku
yang dijumpai pada anak asma tidak lebih sering daripada anak dengan penyakit cacat
kronis lain. Sebaliknya, pengaruh penyakit kronis berat seperti asma pada pandangan
anaknya sendiri, pandangan orangtua padanya, atau kehidupan pada umumnya, dapat
merusak.
LO.1.3. Faktor Resiko
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini
(early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR).
Faktor Risiko Asma
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan.
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada
anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih
banyak.
-
3
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko asma. Mediator
tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status
kesehatan.
2. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan
penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik,
antipiretik, dan lain lain.
c. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebih
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus
segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala
asmanya lebih sulit diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan
sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti
meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
-
4
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian
besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-
kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga
(serbuk sari beterbangan).
i. Status ekonomi
beban sosial dan ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan prevalens dan kematian
akibat asma merupakan dasar pemikiran penting bagi pelaksanaan manajemen asma yang
strategis.
LO 1.4 Klasifikasi
PNAA (Pedoman Nasional Asma Anak) membagi asma anak menjadi 3 derajat penyakit,
dengan kriteria lebih lengkap dibandingkan Konsensus International, seperti dapat dilihat
dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit asma anak
Parameter klinis,
kebutuhan obat,
dan faal paru
Asma episodik
jarang
Asma episodik
sering
Asma Persisten
1.Frekuensi
serangan
< 1x/ bulan >1x/ bulan sering
2. Lama serangan < 1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3.Intensitas
serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4.Diantara
serangan
Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
-
5
5.Tidur dan
aktivitas
Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
6.Pemeriksaan
fisik di luar
serangan
Normal (tidak
ditemukan
kelainan)
Mungkin
terganggu
(ditemukan
kelainan)
Tidak pernah
normal
7.Obat pengendali
(anti-inflamasi)
Tidak perlu Perlu
Perlu
8. Uji faal paru
(di luar serangan)
PEF/FEV1>80% PEF/FEV1 60-
80%
PEF/FEV1 15% Variabilitas >30% Variabilitas >50%
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari,
asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan
asma serangan berat.
Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Parameter klinis, fungsi
faal paru, laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman henti
napas
Sesak (breathless)
Berjalan
Berbicara
Istirahat
Bayi :
Menangis keras
Bayi :
-Tangis pendek
dan lemah
-Kesulitan
menetek/makan
Bayi :
Tidakmau
makan/minum
-
6
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, sering
hanya pada akhir
ekspirasi
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi
inspirasi
Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
Sulit/tidak
terdengar
Penggunaan otot bantu
respiratorik
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok
torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi
interkostal
Sedang, ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam, ditambah
napas cuping
hidung
Dangkal / hilang
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia Frekuensi napas normal per menit
< 2 bulan 20mmHg)
Tidak ada, tanda
kelelahan otot
respiratorik
-
7
praktis)
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai
terbaik)
Pra bonkodilator
Pasca bronkodilator
>60%
>80%
40-60%
60-80%
-
8
- Gejala terjadi setiap hari
- Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
- Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu
- Menggunakan agonis - 2 kerja pendek setiap hari
o FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
4. Persisten berat
- Gejala terjadi setiap hari
- Serangan sering terjadi
- Gejala asma nokturnal sering terjadi
o FEV1 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik untuk individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
o
LO 1.5 Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi
IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorangmenghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi
mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah
histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan
efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran
napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit
setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator
sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat,
reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16- 24 jam, bahkan
kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast
dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.
-
9
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel
mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan
alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi.
Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi
asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara
dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks
saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide
(CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus
tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif. Beratnya
hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus
tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi
antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik (Rengganis, 2008).
-
10
Serangan asma terjadi apabila terpajan alergen sebagai pencetus. Pajanan alergen tersebut
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi saluran napas dengan
hasil akhir berupa obstruksi saluran napas bawah sehingga terjadi gangguan ventilasi
berupa kesulitan napas pada saat ekspirasi (air trapping). Terperangkapnya udara saat
ekspirasi mengakibatkan peningkatan tekanan CO2 dan pada akhirnya menyebabkan
penurunan tekanan O2 dengan akibat penimbunan asam laktat atau asidosis metabolik.
Adanya obstruksi juga akan menyebabkan terjadinya hiperinflasi paru yang
mengakibatkan tahanan paru meningkat sehingga usaha napas meningkat. Usaha napas
terlihat nyata pada saat ekspirasi sehingga dapat terlihat ekspirasi yang memanjang atau
wheezing. Adanya peningkatan tekanan CO2 dan penurunan tekanan O2 serta asidosis
dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonar yang berakibat pada penurunan surfaktan.
Penurunan surfaktan tersebut dapat menyebabkan keadaan atelektasis. Selain itu,
hipersekresi akan menyebabkan terjadinya sumbatan akibat sekret yang banyak (mucous
plug) dengan akibat atelectasis
Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab
utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi otot polos bronkus yang
diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah
histamine, triptase, prostaglandin D2 dan leukotriene C4 dari sel mast, neuropeptida dari
dari saraf afferent setempat, dan asetilkolon dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi
otot polos saluran respiratorik diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat
edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodelling, hyperplasia dan hipertropi kronis
otot polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluran
respiratorik. Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat produksi
sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submucosa, protein
plasma yang keluar mikrovaskular bronkus dan debris selular.
-
11
LO 1.6 Manifestasi klinik
Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita. Bisa saja
seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan gejala yang spesifik sama sekali,
di lain pihak ada juga yang sangat jelas gejalanya. Gejaladan tanda tersebut antara lain:
1. Batuk
2. Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi)
3. Wheezing (mengi)
4. Nafas dangkal dan cepat
5. Ronkhi
6. Retraksi dinding dada
7. Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot bantu
pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi)
8. Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejalaklinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerjadengan keras.Gejala
klasik dari asma ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan padasebagian
-
12
penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selaludijumpai
bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak,antara lain
: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardidan pernafasan
cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.Penderita asma dapat
dikategorikan menjadi sebagai berikut:
1. Asma intermiten ringan, gejala terjadi kurang dari seminggu sekali denganfungsi paru
normal atau mendekati normal diantara episode serangan.
2. Asma persisten ringan, gejala muncul lebih dari sekali dalam seminggudengan fungsi
paru normal atau mendekati normal diantara episodeserangan.
3. Asma persisten moderat, gejala muncul setiap hari dengan keterbatasan jalan napas
ringan hingga moderat.
4. Asma persisten berat, gejala muncul tiap hari dan mengganggu aktivitasharian.
Terdapat gangguan tidur karena terbangun malam hari, danketerbatasan jalan napas
moderat hingga berat.
5. Asma berat, gejala distress berat hingga tidak bisa tidur. Keterbatasan jalan napas
yang kurang respon terhadap bronkodilator inhalasi dan dapatmengancam nyawa.
LO.1.7. diagnosis dan diagnosis banding
1. Anamnesis
Riwayat penyakit/ gejala :
Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi/ atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
2. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman
dalam posisi duduk
Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardi
Paru
o Inspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah o Auskultasi : Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang
-
13
o Perkusi : Hipersonor o Palpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri
3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
o Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil o Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkhus
o Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus o Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug
Pemeriksaan Darah o Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
o Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH o Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi
o Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan Penunjang Lain
1) Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru
2) Pemeriksaan Tes Kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
3) Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu:
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative
4) Scanning Paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
-
14
5) Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau
bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan.
Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan
waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.
Gambaran Klinis Status Asmatikus
Penderita tampak sakit berat dan sianosis Sesak nafas, bicara terputus-putus Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah
jatuh dalam dehidrasi berat
6) Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya,
demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dyspnea dan mengi; sehingga butuh
pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan
penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk
menilai :
Obstruksi jalan napas
Reversibiliti kelainan paru
Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.
Diagnosis banding:
1. Bronkitis Kronis
2. Emfisema Paru
3. Gagal Jantung Kiri
4. Emboli Paru
Diagnosis banding lainnya :
Rinosinusitis,PJB
Refluks gastroesofageal
Infeksi respiratorik bawah viral berulang
Displasia bronkopulmoner
Tuberkulosis
Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan
saluran respiratorik intratorakal
Aspirasi benda asing
Sindrom diskinesia silier primer
Defisiensi imun
-
15
LO 1.8.Penatalaksanaan
Farmako Terapi Obat yang digunakan adalah bronkodilator seperti agonis 2 adrenergik.adapun obat nya sebagai berikut
1. Adrenegik
Epinefrin - Sangat bermanfaat untuk status asma tikus dan asma akut - Farmako dinamik : mempunyai aktifitas terhadap , 1 dan 2 sebagai
bronkodilator stimulasi jantung
- Farmako kinetik : oral mudah dirusak enzim COMT dan MAO, subkutan absorpsi lebih lambat karena vasokonstriksi lokal, IM ,absopsi lebih cepat,
semprotan hidung efeknya lokal tapi dapat sistemik
- Efek samping : rasa takut, gelisah, sakit kepala berdenyut, tremor, palpitasi, sukar bernafas
- Indikasi : bronkospasme, syok anafilaktik vasokonstriksi lokal
-
16
Efedrin
- Masih banyak dipakai karna murah dan dapat per oral. - Farmako donamik : merupakan adrenergik bekerja tidak langsung, efeknya
mirip epinefrin tapi labih lambat, efek sentralnya lebih kuat. Efek
bronkodilatornya lebih kecil dibanding epinefrin, merupakan stimulan ringan
- Farmako kinetik : absorpsi baik melalui peroral, serta dapat melewati BBB. - Efek samping : takikardi, sakit kepala, tremor, rasa melayang, peningkatan
tekanan darah.
- Indikasi : asma bronkial, dan COP
Isoproterenol
- Nama lain : isopropilnorepinefrin, isoprenalin - Farmako dinamik : merupakan agonis reseptor paling kuat. Serta sebagai
bronkodilatasi pada reseptor tersebut, juga mecegah pelepasan histamin dan
mediator lain.
- Farmako kinetik : bekerja mulanya cepat tapi lama kerjanya pendek ( 1 - 2 jam ) .biasanya dipakai sebagai inhalasi.
- Indikasi : untuk asma bronkial, COPD - Kontra indikasi : penyakit jantung.
Agonis 2 selektif
- Yang termasuk golongan ini adalah : salbutamol, terbutalin, fenoterol, ritodrin. - Farmako dinamik : pada dosis keCil mempengaruhi reseptor 2 dan pada dosis
besar juga 1, perangsangan 2 bronkodilatasi. - Farmako kinetik : selektifitas obat tidak sama contoh salbutamol >
metaproterenol.
- Efek samping : mual muntah takikardi, palpitasi, hipertensi, sakit kepalan dan tremor.
- Indikasi : asma bronkiale dan COPD
2. Xantin
Efek bronkodilatasi bekerja malalui penghambatan fosfodiesterase.
Teofilin
- Farmakokinetik : Absorbsi cepat pada pemberian oral, parenteral, dan rectal. Distribusi keseluruh tubuh.
- Di metabolism dihati dengan T jam. Inotropik positif. - Mempunyai efek eksresi air dan elektrolit seperti tiazid. - Efek samping : sakit kepala, gugup, mual, muntah, nyeri epigastrium.
Aritmian, hipotensi.
- Interaksi obat :metabolism meningkat pada pemberian bersama Barbiturat, Fenitonin dan perokok.
Aminofilin
- Merupakan teofilin dalam bentuk garam. - Berisi 80 % teofilin
-
17
- Bila diberikan dalam bentuk aminofilin, dinaikan 20 %. - Indikasi : asmabronkial, COPD.
3. Kortikosteroid
Merupakan anti asma yang kuat, sangat bermanfaat untuk status asmatikus dan asma
berat. Sesuai pemahaman patogenesis asma, kortikosteroid juga merupakan obat utama
dalam pengobatan dan pencegahan asma. Menghambat proses radang di saluran nafas,
namun penggunaannya dibatasi karena efeksamping sistematiknya dan penghentian
pengobatan harus secara bertahap agar tidak mempengaruhi aktifitas hipofisis adrenal
maka kortokosteroid diberikan pada pagi hari.
Efek sampingnya apabila pengobatan dihentikan tiba tiba :dapat mengakibatkan insufisiensi adrenal dengan gejala yang mirip reaktifasi atritis reumatoid. Penggunaan
jangka panjang dapat mengakibatkan sindroma caushing yaiti: moon face, miopati,
osteoporosis hipertensi serta gangguamn metabolisme karbohidrat dan lipid.
4. Kortikosteroid selektif ( beklometason aerosol )
Bekerja lokal pada mukosa saluran nafas untuk mengurangi inflamasi. Tersedia
aerosol dengan dosis terukur (metered doses), digunakan sebagai substitusi kotikosteroid
oral pada ketergantungan steroid.absorpsi sitemik kecil dan di metabolisme cepat, tidakk
berefek pada aksis hipotalamus dan hipofisis adrenal.
Efek samping berupa efek iritasi seperti suara parau, sakit tenggorokan dan mulut
terasa kering.dapat menyebabkan infeksi kandida pada orofaring. Obat ini di indikasikan
untuk Asma Bronkiale dan COPD.
1. Antihistamin
- Mekanisme kerja : menghambat reseptor H-1 - Efek : menghambat bronkokontrisi oleh histamine, menghambat sekresi
kelenjar bronkus.
- Farmakokinetik : absorbsi oral baik. Efek timbul 15-30 menit dan maksimal setelah 1-2 jam, durasi 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat di paru-paru.
Metabolism di hati. Eksresi melalui urin.
Tabel 1. : Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi
Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik
Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml
-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2
Waktu 10-15 menit 3-5 menit
Tabel 2. : Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis
Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi
Golongan -agonis
Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes
-
18
Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)
Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule
Golongan antikolinergik
Ipratropium
bromide
Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes
> 6 thn : 4-10 tetes
Golongan steroid
Budesonide
Fluticasone
Pulmicort
Flixotide
Respule
Nebule
Tabel 3. : Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma
Steroid Oral :
Nama
Generik Nama Dagang Sediaan Dosis
Prednisolon Medrol, Medixon
Lameson, Urbason
Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Prednison Hostacortin,
Pehacort, Dellacorta
Tablet
5 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Triamsinolon Kenacort Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Steroid Injeksi :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis
M. prednisolon
Suksinat
Solu-Medrol
Medixon
Vial 125 mg
Vial 500 mg
IV / IM 1-2 mg/kg
tiap 6 jam
Hidrokortison-
Suksinat
Solu-Cortef
Silacort
Vial 100 mg
Vial 100 mg
IV / IM 4 mg/kgBB/x
tiap 6 jam
Deksametason Oradexon
Kalmetason
Fortecortin
Corsona
Ampul 5 mg
Ampul 4 mg
Ampul 4 mg
Ampul 5 mg
IV / IM 0,5-1mg/kgBB
bolus, dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8
jam
-
19
Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB
tiap 6 jam
LO 1.9 Komplikasi
Asma yang tidak dikendalikan dengan baik dapat berujung pada komplikasi-komplikasi yang
terjadi pada organ-organ pada saluran pernapasan termasuk:
1. Pneumonia (infeksi pada paru-paru).
Pneumonia adalah peradangan (pembengkakan) pada jaringan yang ada pada salah satu atau
kedua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
2. Lumpuhnya sebagian atau keseluruhan paru-paru
3. Kegagalan pernapasan.
Kegagalan pernapasan terjadi ketika tingkat oksigen dalam darah berkurang ke tingkat yang
membahayakan, atau tingkat karbon dioksida yang meninggi ke tingkat yang membahayakan.
4. Status asthmaticus (serangan asma yang parah yang tidak dapat merespon pada perawatan
tertentu)
Adapun komplikasi nya :
a. Pneumothorax
Keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura, sehingga paru paru kesulitan
untuk mengembang.
b. Pneumodiastinum
Adanya udara atau gas bebas yang ditemukan pada mediastinum.
c. Emfisema
Pembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus terminal, disertai dengan
kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis yang jelas.
d. Atelektasis
pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat penyumbatan saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
e. Bronchitis
Peradangan pada cabang tenggorokan/ bronkus.
f. Gagal nafas g. Perubahan bentuk thorax
-
20
LO 1.10 Prognosis
Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak
berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok tersebut
berkisar antara 45-85%, tergantung besarnya sampel studi, tipe studi kohort, dan
lamanya pemantauan. Adanya asma pada orangtua dan dermatitis atopik pada anak
dengan wheezing merupakan salah satu indikator penting untuk terjadinya asma di
kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma
lebih besar atau terdapat salah satu di atas disertai dengan 2 dari 3 keadaan berikut
yaitu eosinophilia, rhinitis alergika, dan wheezing yang menetap pada keadaan bukan
flu.
LO.11 pencegahan
a) Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 10 jam tiap malam. Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan
anak
b) Ajarkan anak teknik manajemen stress c) Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress d) Hindari makanan yang menyebabkan alergi e) Kontrol secara rutin ke petugas kesehatan f) Edukasi pasien
Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya harus diberi edukasi
mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up. Informasi
mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol terhadap
lingkungan pasien sangat penting, terutama untuk mencegah eksaserbasi dari asma.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, WA Newman 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Rahajoe N, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.
Sherwood. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel. Jakarta: EGC.
Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004
Gunawan,Sulistia Gan,DKK.2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5.Jakarta : Departemen
-
21
Farmakologi dan Terapeutik FKUI
PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004