Skenario 3 respi

28
CINDY DWI PRIMASANTI 1102012046/A11 LI.1 Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak 1.1 Definisi Menurut WHO, asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respons terhadap suatu stimuli yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada kebanyakan orang. Menurut Pedoman Nasional Asma Anak 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan kharakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung pada malam/ dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwyat asma atau atopi lain pada pasien dan/ atau keluarganya. 1.2 Epidemiologi Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6- 7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002) Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang. 1.3 Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. 1. Faktor predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi b. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 1

description

a

Transcript of Skenario 3 respi

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak1.1 Definisi

Menurut WHO, asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respons terhadap suatu stimuli yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada kebanyakan orang. Menurut Pedoman Nasional Asma Anak 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan kharakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung pada malam/ dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwyat asma atau atopi lain pada pasien dan/ atau keluarganya.

1.2 EpidemiologiPrevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6- 7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita,2002)Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang.

1.3 EtiologiAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.1. Faktor predisposisi GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

1. Faktor presipitasi AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi1. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan1. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan

Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

1.4 PatogenesisAsma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran nafas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris) dan functio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi, yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non alergik.Seperti telah dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran nafas. Oleh karena itu, paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell; sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (sel T helper; penolong). Sel Th inilah yang akan memberikan instruksi melalui IL (interleukin) atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofage, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran nafas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel, sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran nafas (HSN). Jalur non alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN.

Hiperaktivitas Saluran Nafas (HSN)Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran nafas pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut di atas pasien juga sangat peka terhadap alergen yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat.Berbagai keadaan dapat meningkatkan hiperekativitas saluran nafas seseorang, yaitu:1. Inflamasi Saluran NafasSel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala asma.1. Kerusakan EpitelSalah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel bronkhus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkodilator . Kerusakan sel-sel epitel bronkhus akan mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.1. Mekanisme NeurologisPada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis1. Gangguan IntrinsikOtot polos saluran nafas dan hipertrofi otot polos pada saluran nafas diduga berperan dalam HSN.1. Obstruksi Saluran NafasMeskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran nafas diduga ikut berperan dalam HSN.(Heru, Sundaru, Sukamto, 2007)

1.5 Patofisiologi

Obstruksi saluran respiratoriSecara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan olehpenyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafasadalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkanvolume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks.Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udarapernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru.Inflasitoraksberlebihanmengakibatkanototdiafragmadaninterkostal,secaramekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal.Peningkatan usahabernafas danpenurunan kerja ototmenyebabkantimbulnya kelelahan dan gagal nafas (Makmuri, 2008).Hiperaktivitas saluran respiratoriSaluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika padapemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan ForcedExpiration Volume (FEV1), 20% yang merupakan kharakteristik asma,dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic ObstructionPulmonaryDisease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi.Stimulus seperti olahraga,udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polossaluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akanmerangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya (Makmuri, 2008).

Otot polos saluran respiratoriPada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil padabagian elastisitasjaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas ototpada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwaperubahan pda struktur filamen kontraktilitasatau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafasyang terjadi secara kronik (Makmuri, 2008).Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan proteinkationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon ototpolos untuk berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi inidapat memberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadapgeometri saluran nafas(Makmuri, 2008).

Hipersekresi mukusSekresi mukus pada salurannafas pasien asmatidak hanya berupa peningkatanvolume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketandari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat jugapenumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikro vaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis (Makmuri, 2008).Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitumekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia danmekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi.

Remodeling Jalan NapasPada beberapa penderita asma, terbatasnya aliran napas bisa kembali normalsebagian. Perubahan struktur permanen bisa terjadi pada jalan napas, inimengindikasikan pengurangan fungsi paru-paru yang tidak bisa dicegah atau kembalinormal seutuhnya dengan terapi. Remodeling jalan napas mengaktivkan struktur seldengan konsekuensi perubahan permanen yang meningkatkan obstruksi aliran napas dan hiperresponsif jalan napas. Perubahan struktural dapat termasuk penebalansubmembran dasar sel, subepitel fibrosis, hipertropi dan hiperplasia otot polos,proliferasi pembuluh darah. Ini bisa dilihat untuk seberapa efektivitas respon terapi (Bethesda, 2007).Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstitial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi : Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalannapas. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus Penebalan membran retikular basal Pembuluh darah meningkat Matriks ekstraselular fungsinya meningkat Perubahan struktur parenkim Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperreaktivitas jalan napas, masalah distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.

1.6 KlasifikasiPembagian derajat penyakit asma menurut GINA :

1. Intermiten gejala kurang dari 1 kali/minggu serangan singkat gejala nocturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (2 kali/bulan

3. Persisten sedang Gejala terjadi setiap hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur Gejala nocturnal > 1 kali dalam seminggu

4. persisten berat Gejala terjadi setiap hari Serangan sering terjadi Gejala asma nocturnal sering terjadi

Pembagian yang dibuat Phelan dkk (dikutip dari Konsensus Pediatri Internasiolnal III tahun 1998) :

1. Asma episodic jarang 75%populasi asma pada anak Episode 1x/bulan

>1 minggu

Sering ada gejala Sering terganggu Mungkin tergangguNonsteroid/steroid hirupan dosis rendahPEF/FEP1 60-80%

>30%Sering

Hampir sepanjang tahunGejala siang danmalam

Sangat terganggu

Tidak pernah normal

Steroid hirupan/oral

PEV/FEP1 50%

1. Berdasarkan penyebab

1. Ekstrinsik (alergik)Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.2. Intrinsik (non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.3. Asthma gabunganBentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.B. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit menurut Global Initiative For Asthma :

C. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis Gambaran Klinis Sebelum Terapi

KlasifikasiGejalaGejala malam hariFungsi Paru

Intermiten ringanGejala 2 kali/mingguAsimtomatik dan PEF normal diantara eksaserbasiEksaserbasi singkat ( beberapa jam sampai beberapa hari) intensitas mungkin bervariasi 2 kali/bulanFEV1 atau PEF 80 % perkiraanVariabilitas PEF 20 %

Persisten ringanGejala > 2 kali/minggu namun < 1 kali/hariEksaserbasi mungkin memengaruhi aktivitasFEV1 atau PEF 80 % perkiraanVariabilitas PEF 20-30 %>2 kali/minggu

Persisten sedangGejala muncuk setiap hariPenggunaan harian inhalasi agonis 2 kerja singkatEksaserbasi mempengaruhi aktivitasEksaserbasi 2 kali/minggu>1 kali/ mingguFEV1 atau PEF > 60-80% perkiraanVariabilitas PEF > 30&

Persisten beratGejala muncul terus-menerusAktivitas fisik terbatasSeringFEV1 atau PEF 60% perkiraan Variabilitas

1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

DIAGNOSIS Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rinitis alergi, dermatitis atopik membantu diagnosis asma. Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetapi dapat pula muncul sembarang waktu. Adakalanya gejala lebih sering terjadi pada musim tertentu. Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ada yang hilang sendiri. Tetapi membiarkan pasien asma dalam serangan tanpa obat selain tidak etis, juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma juga sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain, dan bahkan bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala pada malam hari lebih sering muncul dibanding siang hari.

AnamnesaKeluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.PemeriksaanFisikKeadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi duduk.Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardiParu: Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang Perkusi : hipersonor Palpasi : fremitus vocal kanan sama dengan kiri.Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup(Muttaqin, 2008): B1 (Breathing) InspeksiPada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas. PalpasiPada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal Perkusi Auskultasi Pada perkusi didapatkan suara normal sama hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood)Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT. B3 (Brain)Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran B4 (Bladder)Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai tanda awal gejala syok. B5 (Bowel)Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien. B6 (Bone)Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar,kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak danortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.Gejala asthma terdiri dari triad : dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non).Objektif1. Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.1. Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.1. Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan1. Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus.1. Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus) Subjektif1. Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia. Psikososial1. Cemas, takut dan mudah tersinggung1. Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.

Serangan asmaseringkali terjadi pada malam hari (Tanjung, 2003).Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :1) Tingkat I :a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.2)Tingkat II :a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanyatanda-tanda obstruksi jalan nafas.b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3) Tingkat III :a) Tanpa keluhan.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.4) Tingkat IV :a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.5) Tingkat V :a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yangberat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti: Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan SputumPemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkhus Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug Pemeriksaan Darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan

Pemeriksaan Penunjang Lain1. Pemeriksaan RadiologiGambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru1. Pemeriksaan Tes KulitDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.1. ElektrokardiografiGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu: Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negatif1. Scanning ParuDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.1. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.

DIAGNOSIS BANDING Bronkitis KronisDitandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal. Emfisema ParuSesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi. Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru. Emboli ParuHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi. Penyakit lain yang jarang seperti:Stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa.

1.8 Tata laksanaTerapi medikamentosa Tujuan Pengobatan Asma1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma1. Mencegah eksaserbasi akut1. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru optimal1. Mengupayakan aktivitas normal (exercise)1. Menghindari ESO1. Mencegah airflow limitation irreversible1. Mencegah kematian

Agonis Reseptor Beta-2 AdrenergikMerupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2 adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik.Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.Pada serangan penyakit asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat.Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

Kortikosteroid Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan. Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan: Gangguan proses penyembuhan luka Terhambatnya pertumbuhan anak-anak Hilangnya kalsium dari tulang Perdarahan lambung Katarak prematur Peningkatan kadar gula darah Penambahan berat badan Kelaparan Gangguan mental Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan penyakit asma yang berat. Kortikosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala penyakit asma.Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.

Cromolin dan NedocromilKedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

Obat Antikolinergik Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.

Pengubah LeukotrienMerupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton.

Terapi Awal Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5 Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam 1 jam Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi profilaksis Ekspektoran, apabila terdapat mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG) Antibiotik, hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi. Antibiotika yang efektif adalah: Pengobatan Berdasarkan Saat Serangan:Reliever atau Pelega1. Golongan Adrenergik Adrenalin atau epinephrine 1 : 1000; 0,3 cc/sc Ephedrine: oral Short acting beta 2-agonis (SABA) Salbutamol (Ventolin): Oral, injeksi, inhalasi Terbutaline (Bricasma): Oral, injeksi, inhalasi Fenoterol (Berotec): Inhalasi Procaterol (Meptin): Oral, inhalasi Orciprenaline (Alupent): Oral, inhalasi1. Golongan Methylxantine Aminophylline: Oral, injeksi Theophylline: Oral1. Golongan Antikolinergik Atropin: Injeksi Ipratropium bromide: Inhalasi1. Golongan Steroid Methylprednisolone: Oral, injeksi Dexamethasone: Oral, injeksi Beclomethasone (Beclomet): Inhalasi Budesonide (Pulmicort): Inhalasi Fluticasone (Flixotide): InhalasiController atau Pengontrol1. Golongan adrenergik Long-acting beta 2-agonis (LABA): Salmeterol dan formoterol (inhalasi)1. Golongan methylxantine: Theophylline slow release1. Golongan steroid: Inhalasi, oral, injeksi1. Leukotriene modifiers: Zafirlukast1. Cromolyne sodium: Inhalasi1. Kombinasi LABA dan steroid: Inhalasi

Terapi Serangan Asma AkutDerajat SeranganTerapiLokasi

RinganDrug of choice: Agonis beta 2 inhalasi diulang setiap 1 jamAlternatif: Agonis beta 2 oral 3x2 mgRumah

SedangDrug of choice: Oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2 inhalasiAlternatif: Agonis beta 2 IM atau adrenalin subkutan dengan Aminofilin 5-6 mg/kgbb Puskesmas Klinik rawat jalan IGD Praktek dokter umum Rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam

BeratDrug of choice: Oksigen 2-4 liter/menit Agonis beta 2 nebulasi diulang s.d 3 kali dalam 1 jam pertama Aminofilin IV dan infus Steroid IV diulang tiap 8 jam IGD Rawat inap apabila dalam 3 jam belum ada perbaikan Pertimbangkan masuk ICU jika keadaan memburuk progresif

Mengancam JiwaDrug of choice: Lanjutkan terapi sebelumnya Pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanikICU

Tujuan terapi edukasi kepada pasien atau keluarga: Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri) Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri atau asma mandiri) Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

Terapi Suportifa. Terapi oksigenOksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox.Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).b. Campuran Helium dan oksigenInhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.c. Terapi cairanDehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negative tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan

Cara Pemberian Obat

UMURALAT INHALASI

< 2 tahunNebuliser, Aerochamber, babyhaler

2-4 tahunNebuliser, Aerochamber, babyhalerAlat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahunNebuliserMDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahunNebuliserMDI (metered dose inhaler) Alat Hirupan Bubuk Autohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.

1.9 PrognosisPada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal tersebut dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan penanganan dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000 didunia meninggal karena asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi dinegara berkembang.

1.10 Komplikasi1.Pneumotoraks2.Pneumodiastinum dan emfisema subkutis3.Atelektasis4.Aspergilosis bronkopulmoner alergik5.Gagal napas6.Bronkitis7.Fraktur iga

1.11 Pencegahan Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi Menghindari kelelahan Menghindari stress psikis Mencegah atau mengobati ISPA sedini mungkin Olahraga renang, senam asma

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi pada AnakA. DefinisiTerapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru.

B. Tujuan Menormalkan kembali pernapasan yang terganggu akibat adanya lender atau karena sesak napas. Terapi inhalasi lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lain pun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk disaluran napas dan paru-paru. Sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Ilustrasinya, obat akan jaln-jalan dulu kelambung, ginjal atau jantung yakni paru-paru sehingga ketika sampai paru-paru obat relative tinggal sedikit.

C. Indikasi Proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun yang kronik, misalnya asma. Penyakit asma paling sering dijumpai pada anak-anak Saat bayi/anak terserang batuk berlendir Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis lainnya

D. Keamanan penggunaanTerapi inhalasi aman bagi segala usia termasuk bayi. Dengan terapi ini bayi cukup bersikap pasif ( bernapas saja ) kalaupun menangis tak perlu khawatir karena efeknya malah semakin bagus karena obatnya akan terhirup.

E. Obat yang digunakan1. Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas2. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas3. Obat yang biasanya digunakan dalam terapi inhalasi adalah golongan pelega saluran napas ( bronkodilator ) atau untuk mengurangi inflamasi atau peradangan jalan napas ( golongan kortikosteroid )4. Ada obat-obat yang harus digunakan secara rutin untuk mencegah serangan asma dan ada obat-obat yang cukup digunakan pada saat terjadinya serangan

F. Alat yang digunakanPemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak.1. Semprot ( inheler ). Walaupun lebih praktis, inheler lebih pendek waktu penggunaannya sebab untuk anak-anak belum bisa menghirup sendiri dengan benar2. Motor/pompa ( nebulizer ) bisa dikatakan lebih efektif untuk anak karena obat akan keluar sedikit demi sedikit hingga lebih efektif.G. Jenis1. Metered-Dose Inhaler ( MDI ), adalah brupa alat semprot yang berisi obat yang harus dihirup dengan ukuran dosis tertentu. Diperlukan teknik yang benar untuk dapat menggunakan MDI ini, antara lain perlu adanya koordinasi yang pas padac saat menekan alat semprot tersebut dengan saat menghirup obatnya, sehingga untuk anak-anak kecil alat ini mungkin akan agak sulit cara menggunakannya, kecuali jika sudah dilatih. Spacer ( alat penyambung ) akan menambah jarak alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang, hal ini mengurangi pengendapan di orofaring ( saluran napas atas ) sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan dan mengurangi efek sistemik. Specer ini berupa tabung ( dapat bervolume 80 ml ) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak. 1. Dry Powder Inhaler ( DPI ), alat berisi serbuk untuk dihisap. Penggunaan obat hirupan dalam bentuk bubuk kering ( DPI ) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler, memerlukan inspirasi ( upaya menarik/enghirup napas ) yang cukup kuat. Pada anak yang kecil ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi ( penyimpanan ) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan, sehingga dianjurkan diberikan pada anak diatas 5 tahun ( anak usia sekolah ).

1. Nebulizer

Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus- menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup. Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi (pelebaran bronkus) yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang1. Kortikosteroid Inhalasi Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain: Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 g , 125 g /dosis) Inhalasi aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 g, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 g, 2 kali sehari Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate 200g/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200g , 2 kali seharianak: 50-100 g 2 kali sehari Budesonide Pulmicort (budesonide 100 g, 200 g, 400 g / dosis)Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 g, 2 kali sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 g / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 g/ hari dalam dosis terbagi Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosisFarmokinetikKortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma. Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid. Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa. Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.

H. Cara Kerja Setelah bayi/anak diinhalasi, lendir yang ada di paru-parunya akan mencair Lendirnya terkadang tak bisa keluar dengan sendirinya karena lemahnya reflek/kemampuan batuk anak / bayi Sehingga biasanya diperlukan tahapan fisioterapi selanjutnya. Perkusi, vibrasi atau dadanya dihangatkan dengan sinar infra merah bila dianggap perlu Setelah melanjutkan proses ini biasanya anak akan muntah. Jangan panik karena muntah merupakan efek yang wajar dari terapi inhalasi. Setelah muntah biasanya anak akan merasa lega. Sebaliknya kalau tidak muntah orang tua tidak perlu risau, yang penting lendir yang mengganggu napasnya sudah keluar dan paru-paru. Dan pemeriksaan dengan stetoskop akan diketahui masih ada tidaknya lendir di paru-paru. Bila sudah tidak ada berarti inhalasi berjalan efektif

I. Cara Penggunaan Inhaler

Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin Ambillah inhaler, kemudian kocok Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler) Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif) Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh) Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari factor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.

Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dariIlmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.

Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.http://www.who.int/PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia. Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 2, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et al. Jakarta:EGCSudoyo, Aru W,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta :Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU