MODEL PENDUGAAN BIOMASSA POHON MAHONI · PDF file · 2009-02-13samples were...

21
1 MODEL PENDUGAAN BIOMASSA POHON MAHONI (Swietenia macrophylla King) DI ATAS PERMUKAAN TANAH [Biomass estimation model of above ground mahogany (Swietenia macrophylla King) tree] Oleh/by : Wahyu Catur Adinugroho dan/and Kade Sidiyasa ABSTRACT The Kyoto protocol involved the Clean Development Mechanism (CDM) to control carbon that produced by countries in the world. Forest absorb CO 2 from the air through photosynthesis process and save it as a forest biomass. To estimate the total of biomass in the forests, non-destructive sampling by allometric model and biomass expansion factor (BEF) method could be used. The goal of this research was to get BEF value and produced the allometric model or equation to estimate the biomass of mahogany trees. To come to this goal, therefore 30 trees samples were selected purposively, and then the biomass values were calculated. Calculation the stem biomass and regular branches biomass used the volume approach, while the others biomass by weighing. The biomass estimation model was produced by analyzing the correlation between biomass value and tree dimension. Result of this research shows that highest biomass found at the stem part of the trees that is 73% of the total of the above ground tree biomass, followed by biomass of the branches (17%), stump (5%), leaves (3%) and twigs (2%). The allometric model produced as the result for the mahogany tree was B = aD b , where : B = biomass (kg) ; D = diameter (cm) ; a, b = constant. The resulted regression equation are stem biomass (B btg ) = 0.044 D 2.61 (R2 = 94.7%), branches biomass (B cab ) = 0.00059 D 3.46 (R 2 = 83.5%), twigs biomass (B ranting ) = 0.0027 D 2.42 (R 2 = 65.6%), stump biomass (B tunggak ) = 0.022 D 1.96 (R 2 = 65.6%), leaves biomass (B daun ) = 0.0138 D 1.93 (R 2 = 70%), above ground tree biomass (B total ) = 0.048 D 2.68 (R 2 = 95.8%). Average BEF value of mahogany trees is 1.36 (stem biomass measured until total height) and 2.16 (stem biomass measured until clear bole). Keywords : Clean development mechanism, biomass, carbon, biomass allometric model, biomass expansion factor, Swietenia macrophylla King ABSTRAK Protokol Kyoto meliputi mekanisme pembangunan bersih dalam rangka mengontrol karbon yang dihasilkan oleh negara-negara di dunia. Hutan menyerap CO 2 dari udara melalui proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai biomassa hutan. Untuk menduga jumlah biomassa di dalam hutan, pendekatan secara tidak langsung melalui model alometrik dan metode biomass expansion factor (BEF) dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh besarnya nilai BEF dan membuat model alometrik dalam menduga besarnya biomassa pada pohon mahoni. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka ditentukan sebanyak 30 pohon contoh yang ditetapkan secara purposif, yang selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa. Biomassa batang dan cabang yang beraturan dihitung dengan menggunakan pendekatan volume sedangkan biomassa bagian lainnya dihitung dengan penimbangan langsung. Model pendugaan biomassa dihasilkan dengan menganalisa hubungan antara nilai biomassa dengan dimensi pohon. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yakni mencapai 73% dari biomassa keseluruhan pohon di atas permukaan tanah, kemudian diikuti oleh biomassa cabang (17%), tunggak (5%), daun (3%) dan ranting (2%). Model alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa pada pohon mahoni adalah B=aD b , dimana B = biomassa (kg) ; D = diameter (cm) ; a, b = konstanta. Persamaan regresi yang dihasilkan tersebut adalah biomassa batang (B btg ) = 0,044 D 2,61 (R2 = 94,7%), biomassa cabang (B cab ) = 0,00059 D 3,46 (R 2 = 83,5%), biomassa ranting (B ranting ) = 0,0027 D 2,42 (R 2 = 65,6%), biomassa tunggak (B tunggak ) = 0,022 D 1,96 (R 2 = 65,6%), biomassa daun (B daun ) = 0,0138 D 1,93 (R 2 = 70%), biomassa pohon diatas permukaan tanah (B total ) = 0,048 D 2,68 (R 2 = 95,8%). Sedangkan nilai ”BEF” rata-rata untuk pohon mahoni adalah 1,36 (biomassa batang keseluruhan) dan 2,16 (biomassa batang bebas cabang). Kata kunci : Mekanisme pembangunan bersih, biomassa, karbon, model alometrik, biomassa, biomass expansion factor, Swietenia macrophylla King

Transcript of MODEL PENDUGAAN BIOMASSA POHON MAHONI · PDF file · 2009-02-13samples were...

1

MODEL PENDUGAAN BIOMASSA

POHON MAHONI (Swietenia macrophylla King) DI ATAS PERMUKAAN TANAH

[Biomass estimation model of

above ground mahogany (Swietenia macrophylla King) tree]

Oleh/by :

Wahyu Catur Adinugroho dan/and Kade Sidiyasa

ABSTRACT

The Kyoto protocol involved the Clean Development Mechanism (CDM) to control carbon that produced by

countries in the world. Forest absorb CO2 from the air through photosynthesis process and save it as a forest

biomass. To estimate the total of biomass in the forests, non-destructive sampling by allometric model and biomass expansion factor (BEF) method could be used. The goal of this research was to get BEF value and produced the

allometric model or equation to estimate the biomass of mahogany trees. To come to this goal, therefore 30 trees

samples were selected purposively, and then the biomass values were calculated. Calculation the stem biomass and regular branches biomass used the volume approach, while the others biomass by weighing. The biomass estimation

model was produced by analyzing the correlation between biomass value and tree dimension. Result of this research

shows that highest biomass found at the stem part of the trees that is 73% of the total of the above ground tree

biomass, followed by biomass of the branches (17%), stump (5%), leaves (3%) and twigs (2%). The allometric model produced as the result for the mahogany tree was B = aD

b , where : B = biomass (kg) ; D = diameter (cm) ; a, b =

constant. The resulted regression equation are stem biomass (Bbtg) = 0.044 D 2.61

(R2 = 94.7%), branches biomass

(Bcab) = 0.00059 D 3.46

(R2 = 83.5%), twigs biomass (Branting) = 0.0027 D

2.42 (R

2 = 65.6%), stump biomass (Btunggak) =

0.022 D 1.96

(R2 = 65.6%), leaves biomass (Bdaun) = 0.0138 D

1.93 (R

2 = 70%), above ground tree biomass (Btotal) =

0.048 D 2.68

(R2 = 95.8%). Average BEF value of mahogany trees is 1.36 (stem biomass measured until total height)

and 2.16 (stem biomass measured until clear bole).

Keywords : Clean development mechanism, biomass, carbon, biomass allometric model, biomass expansion factor, Swietenia macrophylla King

ABSTRAK

Protokol Kyoto meliputi mekanisme pembangunan bersih dalam rangka mengontrol karbon yang

dihasilkan oleh negara-negara di dunia. Hutan menyerap CO2 dari udara melalui proses fotosintesis dan

menyimpannya sebagai biomassa hutan. Untuk menduga jumlah biomassa di dalam hutan, pendekatan secara tidak langsung melalui model alometrik dan metode biomass expansion factor (BEF) dapat digunakan. Tujuan

penelitian ini adalah untuk memperoleh besarnya nilai BEF dan membuat model alometrik dalam menduga

besarnya biomassa pada pohon mahoni. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka ditentukan sebanyak 30 pohon contoh yang ditetapkan secara purposif, yang selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa. Biomassa

batang dan cabang yang beraturan dihitung dengan menggunakan pendekatan volume sedangkan biomassa

bagian lainnya dihitung dengan penimbangan langsung. Model pendugaan biomassa dihasilkan dengan menganalisa hubungan antara nilai biomassa dengan dimensi pohon. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa

jumlah biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yakni mencapai 73% dari biomassa keseluruhan pohon di

atas permukaan tanah, kemudian diikuti oleh biomassa cabang (17%), tunggak (5%), daun (3%) dan ranting

(2%). Model alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa pada pohon mahoni adalah B=aDb, dimana B

= biomassa (kg) ; D = diameter (cm) ; a, b = konstanta. Persamaan regresi yang dihasilkan tersebut adalah

biomassa batang (Bbtg) = 0,044 D 2,61

(R2 = 94,7%), biomassa cabang (Bcab) = 0,00059 D

3,46 (R

2 = 83,5%),

biomassa ranting (Branting) = 0,0027 D2,42

(R2 = 65,6%), biomassa tunggak (Btunggak) = 0,022 D

1,96 (R

2 = 65,6%),

biomassa daun (Bdaun) = 0,0138 D 1,93

(R2 = 70%), biomassa pohon diatas permukaan tanah (Btotal) = 0,048 D

2,68

(R2 = 95,8%). Sedangkan nilai ”BEF” rata-rata untuk pohon mahoni adalah 1,36 (biomassa batang keseluruhan)

dan 2,16 (biomassa batang bebas cabang).

Kata kunci : Mekanisme pembangunan bersih, biomassa, karbon, model alometrik, biomassa, biomass

expansion factor, Swietenia macrophylla King

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan salah satu isu global yang berkembang pada saat ini dan

kehutanan memainkan peranan penting berkaitan dengan jumlah karbon yang dihasilkan oleh

hutan. Sebuah persetujuan internasional menyatakan bahwa karbon yang dihasilkan dari

penghijauan dan reboisasi dapat digunakan sebagai pengganti kerugian akibat emisi CO2 yang

dihasilkan, karena hutan mempunyai kemampuan menyerap CO2 dari udara dan menyimpannya

dalam biomassa hutan. Kesepakatan Internasional ini termuat dalam Protokol Kyoto yang salah

satu butirnya mengatur mekanisme pembangunan bersih dalam rangka mengontrol karbon yang

dihasilkan oleh negara-negara di dunia.

Informasi tentang karbon yang dihasilkan oleh suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat

diperoleh dengan memperkirakan dari biomassa vegetasi. Biomassa hutan didefinisikan sebagai

jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh

organisme, populasi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering oven per satuan area

(ton/unit area). Kandungan biomassa pada berbagai komponen biomassa akan beragam, yaitu

biomassa daun 3-5 % dan biomassa pada bagian kayu 60 % dari total biomassa pohon pada

bagian atas tanah (Total Above Ground Biomass) pada hutan tertutup, dan hampir 50% dari

biomassa suatu vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown, 1997).

Siklus karbon dan efek rumah kaca (Green House Effect) terkait dengan kemampuan hutan

dalam menyerap maupun melepaskan karbon. Oleh karena itu, pengukuran terhadap biomassa

sangat dibutuhkan untuk mengetahui berapa besar jumlah karbon yang tersimpan di dalam hutan

dan pengaruhnya terhadap pemanasan global serta sebagai pendekatan untuk menghitung jumlah

karbon yang dapat diperbaharui di atmosfer seandainya dilakukan penanaman pohon.

Pendugaan biomassa dapat dilakukan dengan metode pemanenan (destructive sampling)

dan metode pendugaan tidak langsung (non destructive sampling) menggunakan metode

3

hubungan alometrik dan metode crop meter (Chapman, 1976). Persamaan alometrik berupa fungsi

matematika yang didasarkan pada hubungan berat kering biomassa per pohon contoh dengan satu

atau lebih kombinasi dari dimensi pohon contoh (diameter dan tinggi) dapat

dikembangkan/dihasilkan dari metode destructive sampling atau diperkirakan dari Fractal

Branching Analysis (FBA). Sedangkan menurut Brown (1997) metode pendugaan tidak langsung

dapat juga dilakukan dengan menggunakan nilai BEF (Biomass Expansion Factor). Nilai BEF

merupakan rasio biomassa total sebuah pohon dengan biomassa batang. Menurut Brown (1997)

data dari hasil inventarisasi dapat dihitung kandungan biomassanya dengan mengalikan volume

hasil inventarisasi dengan nilai rata-rata kerapatan kayu dan BEF.

Meskipun berat kering dari pohon yang merupakan nilai biomassa dapat diketahui dengan

melakukan penebangan langsung, mengoven semua komponen dan menimbangnya, namun hal ini

tidak realistis untuk dilakukan pada semua hutan. Solusi praktis yang dapat dikembangkan adalah

membuat model alometrik biomassa atau menghitung nilai BEF yang didasarkan pada data dari pohon

contoh yang ditebang dan selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung kandungan biomassa hutan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai BEF (Biomass Expansion Factor),

model alometrik untuk menduga biomassa dan kandungan karbon bagian atas pada pohon Mahoni.

C. Hipotesis

l. Parameter pohon mahoni (diameter batang dan tinggi) mempunyai hubungan yang erat dengan

besar biomassa pohon.

2. Biomassa pohon mahoni dapat diduga dengan menggunakan hubungan alometrik dan nilai

biomassa pohon dihasilkan dengan rumus : B=aDb dimana : B = biomassa pohon (kg), D =

diameter batang (cm) dan a, b = konstanta

4

II. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu

Pohon contoh diambil pada petak 8b wilayah Resort Pemangkuan Hutan Kadupandak,

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Tanggeung, Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur PT.

Perhutani Unit III, Jawa Barat. Secara geografi wilayah ini berada pada 107° 04' Bujur Timur dan

7° 19' Lintang Utara, sedangkan secara administratif terletak di kampung Bojong Petir, Desa

Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Keadaan lapangan

pada petak 8b relatif berbukit dengan jenis tanah latosol dengan warna coklat, agak berbatu dan

berhumus. Tegakan di Petak 8b tempat pohon contoh diambil termasuk dalam kelas hutan TJKL

(Tanaman Jenis Kayu Lain) dengan jenis tanaman mahoni jarak tanam 3m x 2m, bonita 3,

ditanam pada tahun 1975 dan 1980. Tumbuhan bawah di tegakan mahoni ini didominasi oleh

harendong (Melastoma polyanthum Blume) dan jaron (Stachytarpheta jamaicensis Vahl.) (KPH

Cianjur, 1992).

Pengambilan data di lapangan dilaksanakan selama 3 minggu, yakni pada bulan April 2001 yang

kemudian dilanjutkan dengan pengujian contoh kadar air dan kerapatan kayu di laboratorium dan

pengolahan data.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tegakan mahoni, contoh bagian daun, cabang,

ranting, batang dan tunggak pohon mahoni. Alat-alat yang digunakan adalah alat tulis, tally sheet,

haga, pita ukur, neraca digital, timbangan, karung, chain saw, oven, golok, kampak dan komputer.

C. Kerangka Pendekatan

1. Batasan

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk

ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area

5

(Brown, 1997). Definisi biomassa menurut Brown ini selanjutnya disebut biomassa pohon di atas permukaan

tanah. Adapun komponen-komponen penyusun biomassa pohon di atas permukaan tanah adalah :

Biomassa batang utama + kulit : total berat kering batang utama keseluruhan beserta kulit.

Biomassa cabang : total berat kering cabang keseluruhan.

Biomassa ranting: total berat kering ranting ( diameter < 5cm) keseluruhan.

Biomassa daun : total berat kering daun yang ada pada pohon.

Biomassa tunggak : total berat kering tunggak (sampai dasar pohon diatas permukaan tanah).

Pengukuran biomassa tunggak, batang dan cabang beraturan dihitung menggunakan pendekatan

volume dikalikan kerapatan kayu pada setiap bagian komponen tersebut. Untuk pengukuran biomassa

daun, ranting dan cabang tidak beraturan dilakukan dengan cara penimbangan secara langsung.

Biomassa yang diperoleh dari 30 pohon contoh, dikembangkan untuk menyusun persamaan alometrik

dan nilai BEF. Persamaan alometrik yang diperoleh nantinya dapat digunakan untuk menghitung biomassa

total suatu tegakan hutan. BEF yaitu rasio antara biomassa total pohon bagian atas (biomassa batang, biomassa

cabang, biomassa ranting, biomassa daun dan biomassa tunggak) dengan biomassa pada bagian batang utama.

2. Membangun Persamaan Alometrik

Persamaan biomassa yang digunakan sama seperti halnya persamaan volume. Asumsi yang

diambil bahwasannya ada korelasi cukup tinggi antara dimensi pohon (diameter dan tinggi)

dengan besarnya biomassa pohon. Adapun dimensi pohon secara langsung diukur di lapangan.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data yang digunakan adalah data primer hasil inventarisasi lapangan yaitu data dari pohon

berdiri dan pohon rebah. Pada pohon berdiri data yang dikumpulkan meliputi diameter, tinggi

total, tinggi bebas cabang. Sedangkan pada pohon rebah adalah data diameter dan panjang setiap

batang utama, cabang beraturan, tunggak, berat daun, ranting dan cabang tidak beraturan.

6

Pohon-pohon contoh diambil secara purposif. Berdasarkan keefisienan pekerjaan lapangan

dan memenuhi syarat uji statistik maka banyaknya pohon contoh yang diambil di lapangan

sebanyak 30 pohon. Pohon-pohon tersebut mewakili ketersebaran diameter.

2. Cara Pengumpulan Data

Pada pohon berdiri dilakukan pengukuran diameter pohon (1,3 m di atas permukaan tanah)

menggunakan pita ukur dan tinggi pohon menggunakan haga.

Untuk pohon rebah, pengumpulan datanya sebagai berikut :

Batang dan cabang beraturan dibagi kedalam seksi-seksi, diukur diameter pangkal dan ujung.

Menimbang berat basah daun, ranting, cabang dan batang yang tidak beraturan.

Bagian tunggak, diukur keliling pangkal, ujung dan tinggi tunggak, panjang banir, tebal banir,

dan tinggi banir dengan menggunakan pita ukur.

Perhitungan kerapatan kayu, diambil contoh pada bagian batang, cabang beraturan, dan tunggak

guna contoh uji dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm sebanyak 5 ulangan pada pohon yang berbeda.

Setiap contoh uji dioven (105°C) kemudian diukur volume dan beratnya pada saat kering tanur.

Perhitungan berat kering, diambil contoh pada setiap komponen biomassa sebanyak 5 ulangan

pada pohon yang berbeda dengan berat 200 gram. Setiap contoh diukur berat basah dan berat

kering (dioven pada suhu ±105°C) dengan melakukan penimbangan.

E. Pengolahan Data

1. Perhitungan Volume

Rumus geometrik yang digunakan untuk menghitung volume batang, cabang beraturan,

dan tunggak pada pohon tidak berbanir adalah rumus Smalian (Simon, 1987), yaitu :

Untuk volume tunggak pohon berbanir dihitung dengan membagi tunggak menjadi beberapa seksi

(Kurniawan, 1996) yaitu : Vt = Vb + Vttb, , dimana :

Vt = volume tunggak (m3) dp = diameter pangkal (cm) a = tebal sisi alas banir (cm)

Vb = volume banir du = diameter ujung (cm) p = panjang banir (cm)

xLdudp

V

2

24

124

1

L

dudplpaxVt

10000..10

22

81

61

7

Vttb = volume tunggak tanpa banir L = tinggi tunggak (m) l = tinggi banir (cm)

diasumsikan banir berbentuk limas segitiga dan sisa tunggak berbentuk silinder

2. Perhitungan Kerapatan Kayu

Kerapatan kayu (R) pada bagian batang, cabang beraturan dan tunggak diperoleh dengan

menggunakan formula berikut (Haygreen dan Bowyer, 1989) :

3. Perhitungan Biomassa dengan Pendekatan Volume

Perhitungan biomassa yang menggunakan pendekatan volume diperoleh dengan

mengalikan volume pada setiap bagian pohon (cabang beraturan, batang, tunggak) dengan nilai

kerapatan kayu pada bagian pohon tersebut.

4. Perhitungan Biomassa dengan Melakukan Penimbangan Langsung

Berat kering total dari masing-masing bagian pohon (ranting, cabang tidak beraturan, daun)

dihitung dengan formula sebagai berikut (Haygreen dan Bowyer, 1989) : , dimana :

BK = berat kering, BB = berat basah, KA = persen kadar air

Kadar air diperoleh dari nilai rata-rata KA contoh sebanyak 5 ulangan. Pada setiap bagian

pohon yang diambil dihitung dengan rumus (Haygreen dan Bowyer, 1989):

dimana : KA = persen kadar air, BBc = berat basah contoh, BKc = berat kering contoh

5. Perhitungan Nilai BEF (Biomass Expansion Factor)

Nilai BEF ditentukan dengan rumus (Brown, 1997) :

E. Analisis Data

1. Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon dengan Biomassa

Asumsi yang mendasari penyusunan model penaksiran biomassa adalah terdapatnya hubungan

erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassa. Besarnya keeratan hubungan antar 2

peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) (Walpole, 1993).

Hubungan linear sempurna terdapat antara nilai y dan x contoh, bila nilai r mendekati +1 atau -1

maka hubungan kedua peubah itu kuat dan disimpulkan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya.

3cm

gr

volume

massaR

Batang Biomassa

Total BiomassaBEF

100KA1

BBBK

%100BKc

BKcBBcKA x

8

2. Penyusunan Model Penduga Biomassa

Model penduga biomassa yang diujicobakan terdiri dari 9 model dengan menggunakan satu dan dua

peubah bebas dalam bentuk linear dan non linear. Peubah bebas yang digunakan yaitu diameter, diameter dan

tinggi total, diameter dan tinggi bebas cabang, diameter dan diameter kuadrat. Model umum tersebut yaitu :

Model dengan satu peubah bebas

a. B=aDb (Brown, 1997; Ola-Adam, 1993)

b. B=a + bD + cD2 (Brown et a1., 1989)

c. B=e(a+b In D)

(Brown et a1.,1989)

Model dengan dua peubah bebas

d. B=aDbHtot

C (Ogawa et a1.,1965)

e. B=aDbHbc

c (Ogawa et a1., 1965)

f. B=a + bD2Htot (Brown et a1., 1989)

g. B=a + bD2Hbc (Brown et a1., 1989)

h. B=e(a+bln(D^2Htot))

(Brown et a1., 1989)

i. B=e(a + b In (D^2Hbc))

(Brown et a1., 1989)

dimana : B = biomassa ; D = diameter ; Htot = tinggi total ; Hbc = tinggi bebas cabang ; a,b dan c = konstanta

Penyusunan model menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan koefisien

regresi metode OLS (Ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat

terkecil ini dapat digunakan jika asumsi -asumsi regresi terpenuhi, yaitu setiap nilai variabel bebas

independen terhadap variabel bebas lainnya, nilai sisaan bersifat acak serta berdistribusi normal

dengan rata-rata nol dan variannya konstan (Sembiring, 1995).

3. Pemilihan Model Terbaik

Menurut Draper dan Smith (1992), untuk memilih atau membandingkan model matematika

yang baik (regresi linear) harus memperhatikan standar kriteria perbandingan model, yaitu :

koefisien determinasi (R2), nilai sisaan (s) dan predicted residual sum of squares (PRESS) sebagai

uji validasi untuk memilih persamaan terbaik. Dari 3 kriteria diatas model yang baik adalah R2

besar, PRESS dan sisaan yang kecil. Model yang baik akan dapat digunakan jika memenuhi

asumsi kenormalan sisaan dan keaditifan model (Kuncahyo, 1991). Nilai- nilai R2, s, PRESS, uji

kenormalan sisaan, uji keaditifan model dan keberartian persamaan regresi dihitung dan dianalisis

dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS dan miniTAB.

9

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

l. Persebaran Pohon Contoh Menurut Diameter Pohon

Pohon contoh dipilih atas dasar keterwakilan kelas diameter pada petak tersebut. Persebaran

data pohon contoh berdasarkan kelas diameter dan tinggi totalnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel (Table) 1. Sebaran data pohon contoh mahoni menurut diameter dan tinggi total

(Distribution of mahagony sample trees data based on diameter and total

height)

Diameter

(cm)

Tinggi total (Total height) (m)

5,0 – 9,9 10,0 – 14,9 15,0 – 19,9 20,0 - 24,9 25,0 – 29,9 Jumlah

(Total)

10,0 – 14,9 3 3

15,0 – 19,9 3 1 1 5

20,0 – 24,9 1 3 3 5 12

25,0 – 29,9 5 2 7

30,0 – 34,9 1 1 2

> 35,0 1 1

Jumlah (Total) 4 6 5 12 3 30

2. Persebaran Volume Bagian Pohon

Volume batang, cabang beraturan dan tunggak dari ke-30 pohon contoh tersebut dapat

dilihat secara lengkap pada Tabel 2.

Tabel (Table) 2. Rata-rata volume batang, cabang beraturan dan tunggak per pohon berdasarkan

kelas diameter (Average of volume of stem, regular branches and stump of each

tree based on diameter class)

Volume

(m3)

Kelas diameter (Diameter class) (cm) Rata-rata

(Average) 10-14,9 15-19,9 20-24,9 25-29,9 30-34,9 >35

Vbbc 0,064 0,180 0,206 0,380 0,491 0,643 0,253

Vbdc 0,031 0,070 0,133 0,140 0,350 0,279 0,133

Vbtg 0,095 0,197 0,339 0,520 0,841 0,922 0,386

Vcb 0,004 0,012 0,027 0,073 0,150 0,246 0,048

Vtunggak 0,009 0,016 0,021 0,026 0,046 0,070 0,023

Keterangan (Remark) : Vbbc = volume batang bebas cabang (volume of clear bole stem), Vbdc = volume batang diatas cabang (volume of stem above first branch), Vbtg = volume batang total (volume of total stem), Vcb = volume cabang beraturan (volume of regular branches), Vtunggak = volume tunggak (volume of stump)

Volume pada bagian batang, cabang beraturan dan tunggak makin meningkat dengan makin

besarnya diameter pohon dimana volume pada bagian batang paling besar diantara bagian lainnya.

Volume tunggak meskipun dipengaruhi oleh faktor teknik penebangan, tetapi berdasarkan penelitian

Kurniawan (1996) volume tunggak mempunyai hubungan yang erat dengan diameter sebuah pohon.

10

3. Kerapatan Kayu dan Kadar Air

Hasil uji contoh kerapatan kayu yang terdiri dari 5 ulangan pada pohon yang berbeda,

dihasilkan nilai kerapatan kayu pada kering tanur pohon mahoni (Swietenia macrophylla King)

sebesar 0,52 gr/cm3 pada bagian tunggak, 0,49 gr/cm

3 pada bagian batang dan 0,51 gr/cm

3 pada

bagian cabang. Nilai kerapatan kayu pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan nilai kerapatan

kayu pohon mahoni yang dikumpulkan dari beberapa sumber dalam Brown (1997), yaitu sebesar

0,49 gr/cm3 dan 0,53 gr/cm

3.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu cabang umumnya mempunyai berat

jenis yang lebih tinggi dari pada kayu batang (Fegel, 1941 ; Jane et al., 1970) dalam Haygreen

dan Bowyer (1989). Namun penelitian yang lebih baru menyimpulkan bahwa hubungan ini

tergantung pada jenis kayu. Berat jenis cabang-cabang kayu keras berkisar dari yang lebih tinggi

dalam sejumlah jenis sampai ke yang lebih rendah atau sama dengan berat jenis kayu batang

dalam jenis yang lain (Hamilton et al., 1976; Taylor, 1977 dalam Haygreen dan Bowyer, 1989).

Berat jenis erat kaitannya dengan kerapatan kayu, dimana berat jenis diperoleh dengan membagi

nilai kerapatan kayu dengan kerapatan air (gr/cm3). Dalam penelitian ini dihasilkan kerapatan

kayu atau berat jenis kayu cabang yang lebih tinggi dibandingkan kayu batang. Kayu cabang

berbeda dengan kayu batang, beberapa jenis sel lebih banyak terdapat pada kayu cabang daripada

dalam kayu batang, pada cabang-cabang kayu keras terdapat pembuluh dan jari-jari lebih banyak

dengan serabut yang lebih pendek dan diameternya lebih pendek (Haygreen dan Bowyer, 1989).

Banyaknya kandungan air yang terdapat di dalam kayu ditentukan melalui besarnya KA

(kadar air). KA merupakan persen berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT). Kadar air

mempengaruhi sifat fisis lainnya, misalnya kerapatan kayu atau berat jenis (Haygreen dan

Bowyer, 1989). Secara umum besar kadar air akan berbanding terbalik dengan besar kerapatan

kayu. Rata-rata kadar air pada pohon mahoni (Swietenia macrophylla King) sebanyak 5 ulangan

11

pada pohon yang berbeda, yaitu tunggak 61,70%, batang 63,44%, cabang 53,70%, ranting

150,43% dan daun 281,88%. Nilai kadar air memungkinkan lebih besar dari 100 % disebabkan

kadar air merupakan persentase kandungan air yang terdapat dalam obyek pada keadaan basah.

4. Persebaran Biomassa Bagian Pohon dan Biomassa Pohon Menurut Kelas Diameter

Penentuan biomassa pada bagian batang, cabang beraturan dan tunggak dilakukan dengan

menggunakan pendekatan volume, yaitu dengan mengalikan kerapatan kayu pada bagian pohon tersebut

dengan volumenya. Sedangkan untuk bagian yang lainnya dilakukan dengan melakukan penimbangan

langsung berat basahnya kemudian dikonversi menjadi berat kering dengan cara menggunakan nilai

kadar airnya. Nilai biomassa setiap bagian pohon tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel (Table) 3. Nilai rata-rata biomassa pada setiap bagian pohon menurut kelas diameter pohon

(Average value of biomass of each part of tree based on diameter class)

Diameter

(cm)

Bdaun

(kg)

Branting

(kg)

Bctt

(kg) Bcb (kg)

Bcab

(kg) Bbbc (kg)

Bbdc

(kg) Bbtg (kg)

Btunggak

(kg)

Btotal

(kg)

10-14,9 1,964 1,098 3,578 1,819 5,397 31,244 15,026 46,269 4,572 59,300

15-19,9 4,727 4,852 13,532 5,981 19,514 61,971 33,740 95,711 8,390 133,193

20-24,9 6,946 6,514 19,572 13,527 33,099 99,961 64,651 164,612 10,877 222,048

25-29,9 7,229 7,330 21,958 37,208 59,166 184,340 68,142 252,482 13,679 339,887

30-34,9 11,784 9,434 29,521 76,666 106,187 238,483 169,830 408,313 24,278 559,996

>35 16,301 14,375 34,482 125,521 160,002 311,962 135,234 447,196 36,633 647,508

Rata-rata (Average)

8,159 7,267 20,441 43,454 63,894 154,660 81,104 235,764 16,405 331,489

Keterangan (Remark) : Bdaun = biomassa daun (leaves biomass), Branting = biomassa ranting (twig biomass), Bctt = biomassa cabang tidak teratur (irregular branches biomass), Bcb = biomassa cabang beraturan (regular branches biomass), Bcab = biomassa total cabang (total branches biomass), Bbbc =

biomassa batang bebas cabang (clear bole stem biomass), Bbdc = biomassa batang diatas cabang (stem biomass of above first branch), Bbtg = biomassa total batang (total stem biomass), Btunggak = biomassa tunggak (stump biomass), Btotal = biomassa pohon diatas permukaan tanah (above ground tree biomass)

Biomassa setiap bagian pohon terbesar diperoleh pada pohon yang berdiameter batang

paling besar (>35 cm). Hal ini disebabkan biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis,

biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi

senyawa organik melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk

melakukan pertumbuhan kearah horisontal dan vertikal.

Biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsional dengan semakin besarnya diameter

pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon mempunyai hubungan dengan diameter pohon. Hal inilah

12

yang akan menjadi dasar penyusunan model alometrik pendugaan biomassa pada setiap bagian pohon mahoni.

Rata-rata biomassa pada bagian pohon adalah sebagai berikut : batang 73 %, cabang 17 %,

tunggak 5 %, daun 3 % dan ranting 2 %. Secara umum bagian pohon berkayu (batang, cabang, ranting

dan tunggak) mempunyai persentase biomassa yang lebih besar dibandingkan pada bagian yang tidak

berkayu (daun). Karmachaya dan Singh (1991) dalam Romansah (1999) menunjukkan bahwa proporsi

biomassa batang adalah 35,77 % pada umur 4 tahun dan meningkat menjadi 64,35 % pada umur 30

tahun. Proporsi biomassa daun sebesar 34 % pada umur 4 tahun dan menurun menjadi 7% pada saat

berumur 30 tahun, sedangkan biomassa cabang sebesar 13,66 % pada saat berumur 30 tahun. Batang

mempunyai potensi biomassa terbesar disebabkan pada bagian batang merupakan bagian berkayu dan

tempat penyimpanan cadangan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan. Pada tunggak yang merupakan

kelanjutan dari batang saat ditinggalkan waktu penebangan (merupakan limbah), nilai biomassanya

sangat dipengaruhi oleh teknik penebangan, makin bagus teknik penebangan maka makin sedikit

tunggak yang ditinggalkan sehingga biomassanya makin kecil pula.

Tabel (Table) 4. Deskripsi statistik dimensi dan biomassa bagian-bagian pohon contoh (The

statistic description of dimension and biomass of parts of sample trees)

Peubah

(Variable)

Jumlah

contoh

(Number

of sample)

Rata-

rata

(Mean)

Nilai

tengah

(Median)

Simpangan

baku

(Standard

deviation)

Rata-rata

galat baku

(SE mean)

Minimum

(Minimum)

Maksimum

(Maximum)

D (cm) 30 23,7 23,3 5,4 0,99 14,300 36,900

Htot (m) 30 17,9 19,7 5,6 1,03 8,500 25,750

Hbc (m) 30 7,8 7,9 3,1 0,56 4,000 14,000

Bdaun (kg) 30 6,8 5,6 3,4 0,62 1,637 16,301

Branting (kg) 30 6,3 6,3 3,3 0,59 0,699 14,375

Bctt (kg) 30 18,7 16,5 10,9 1,99 0,980 41,480

Bcb (kg) 30 24,6 15,3 29 5,30 0,730 125,520

Bcab (kg) 30 43,3 29,2 37,4 6,83 5,150 160,000

Bbbc (kg) 30 122,7 102 74,4 13,60 28,60 312,000

Bbdc (kg) 30 64,7 58,9 43,6 7,96 9,450 174,590

Bbtg (kg) 30 187,5 179,7 106,4 19,40 43,100 447,600

Btunggak (kg) 30 12,2 9,8 7,4 1,35 2,680 36,630

Btotal (kg) 30 256,1 231,5 151,7 27,70 55,100 674,500

Keterangan (Remark) : D = diameter batang (stem diameter), Htot = tinggi total (total height), Hbc = tinggi bebas

cabang (height of clear bole), Bdaun = biomassa daun (leaves biomass), Branting = biomassa ranting (twig biomass), Bctt = biomassa cabang tidak teratur (irregular branches biomass), Bcb = biomassa cabang beraturan (regular branches biomass), Bcab = biomassa total cabang (total branches biomass), Bbbc = biomassa batang bebas cabang (clear bole stem biomass), Bbdc = biomassa batang diatas cabang (stem biomass of above first branch), Bbtg = biomassa total batang (total stem biomass), Btunggak = biomassa tunggak (stump biomass), Btotal = biomassa pohon diatas permukaan tanah (above ground tree biomass)

13

Nilai statistik beberapa peubah pohon contoh (diameter, tinggi pohon, luas tajuk) dan nilai

biomassa setiap bagian pohon contoh (batang, cabang, ranting, tunggak dan daun) untuk seluruh

pohon contoh disajikan pada Tabel 4.

B. Hubungan antar Peubah Dimensi Pohon Mahoni dengan Biomassa

Peubah yang digunakan dalam penyusunan model yaitu, diameter batang (D), tinggi total

(Htot), tinggi bebas cabang (Hbc), biomassa daun (Bdaun), biomassa ranting (Branting), biomassa cabang

(Bcab), biomassa batang (BBtg), biomassa tunggak (Btunggak) dan biomassa pohon diatas permukaan

tanah (Btotal). Hubungan keeratan antar peubah yang digunakan dalam penyusunan model dapat dilihat

berdasarkan nilai korelasi Pearson yang ditunjukkan secara lengkap pada Tabel 5.

Tabel (Table) 5. Matrik korelasi sederhana antar peubah pohon mahoni (The simple correlation

matrix between variable of mahagony tree)

Peubah

(Variable) D Htot Hbc Bdaun Branting Bcab Bbtg Btunggak

Htot 0,743**

Hbc 0,339 0,671**

Bdaun 0,805** 0,441* 0,165

Branting 0,749** 0,587** 0,266 0,821

Bcab 0,853** 0,540** 0,278 0,885 0,727**

Bbtg 0,967** 0,753** 0,388* 0,757 0,693** 0,866**

Btunggak 0,826** 0,518** 0,254 0,818 0,708** 0,885** 0,824**

Btotal 0,963** 0,709** 0,362* 0,830 0,740** 0,933** 0,987** 0,878**

Catatan (Note) : ** berkorelasi nyata pada taraf P < 0,01 (significantly correlation at the P < 0.01) * berkorelasi nyata pada taraf P < 0,05 (significantly correlation at the P < 0.05) Keterangan (Remark) : D = diameter batang (stem diameter), Htot = tinggi total (total height), Hbc = tinggi bebas

cabang (height of free bole), Bdaun = biomassa daun (leaves biomass), Branting = biomassa ranting (twig biomass), Bcab = biomassa total cabang (total branches biomass), Bbtg = biomassa total batang (total stem biomass), Btunggak = biomassa tunggak (stump biomass), Btotal = biomassa pohon diatas permukaan tanah (above gorund tree biomass)

Secara umum biomassa bagian-bagian pohon berkorelasi positif dengan diameter dan tinggi

total pohon tersebut, dan berkorelasi lemah dengan tinggi bebas cabang. Diameter dan tinggi

berkorelasi dengan biomassa disebabkan biomassa erat kaitannya dengan hasil fotosintesis yang

digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan, yaitu adanya pertambahan tinggi dan

diameter pohon. Biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan

mengubahnya menjadi senyawa organik dari proses fotosintesis. Korelasi positif biomassa bagian

pohon lebih besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter pohon dibandingkan dengan tinggi

14

totalnya. Hal ini salah satunya disebabkan pohon mahoni rentan terhadap hama penggerek pucuk

tanaman yang menyebabkan terganggunya pertambahan tinggi tanaman (Heyne, 1987). Dari

korelasi positif tersebut dapat diartikan bahwa meningkatnya dimensi diameter pohon atau tinggi

total pohon akan diikuti pula oleh meningkatnya biomassa pada setiap bagian-bagian pohon

tersebut. Dari matrik korelasi tersebut juga dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif antar

biomassa bagian-bagian pohon, yang dapat diartikan bahwa setiap peningkatan nilai biomassa

bagian pohon tertentu akan diikuti pula oleh peningkatan biomassa bagian-bagian pohon yang

lain.

C. Model Penduga Biomassa

Pendugaan biomassa dilakukan dengan membuat hubungan regresi antara biomassa

bagian pohon dari 30 pohon contoh dengan peubah diameter, diameter dan tinggi dan diameter

kuadrat tinggi. Hasil uji statistik persamaan regresi yang dihasilkan dari berbagai model

persamaan dengan metode kuadrat terkecil ke-30 pohon contoh untuk menduga biomassa bagian

pohon (biomassa batang, biomassa cabang, biomassa ranting, biomassa daun dan biomassa pohon

diatas permukaan tanah), rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel (Table) 6. Rekapitulasi model penduga biomassa (Recapitulation of biomass estimated model)

a. Model pendugaan biomassa batang (Stem biomass estimation model)

No Persamaan alometrik (Allometric equation)

s R2 Ra2 PRESS

Fhit (Fcalc)

1 Bbtg=0,044D2,61 0,063 94,7% 94,5% 0,13 501,01**

2 Bbtg=-83,2+3,93D+0,300D2 25,180 94,8% 94,4% 21759,99 245,51**

3 Bbtg=e(-3,11+2,60 ln D) 0,153 94,1% 93,9% 0,75 448,12**

4 Bbtg=0,065D2,12Htot0,406 0,049 96,9% 96,6% 0,08 417,97**

5 Bbtg=0,048D2,44Hbc0,224 0,053 96,4% 96,1% 0,09 356,95**

6 Bbtg=33,0+0,0133D2Htot 26,910 93,8% 93,6% 23066,86 425,52**

7 Bbtg=37,6+0,0309D2Hbc 55,070 74,2% 73,2% 98550,51 80,34**

8 Bbtg=e(-2,01+0,777ln(D^2Htot)) 0,152 94,2% 94,0% 0,73 458,21**

9 Bbtg= e(-1,38+0,780ln(D^2Hbc)) 0,255 83,8% 83,2% 2,09 144,68**

** nyata pada taraf P < 0,01 (significant at the P < 0.01)

15

b.Model pendugaan biomassa cabang (Branches biomass estimation model)

No Persamaan alometrik (Allometric equation)

s R2 Ra2 PRESS

Fhit (Fcalc)

1 Bcab=0,00059D3,46 0,157 83,5% 83,0% 0,76 142,10**

2 Bcab=42,7-5,81D+0,234D2 17,620 79,3% 77,8% 0,96 51,86**

3 Bcab=e(-7,2360+3,40 ln D) 0,393 80,6% 79,9% 4,79 116,56**

4 Bcab=0,00062D3,39Hbc0,084 0,159 83,7% 82,4% 0,80 69,09**

5 Bcab=0,00056D3,52Htot-0,051 0,160 83,6% 82,3% 0,82 68,60**

6 Bcab=-3,32+0,00400D2Htot 21,170 69,1% 68,0% 15198,06 62,55**

7 Bcab=-3,10+0,00956D2Hbc 24,830 57,4% 55,9% 20748,32 37,80**

8 Bcab=e(-5,4036+0,970ln(D^2Htot)) 0,455 74,0% 73,0% 6,55 79,53**

9 Bbtg= e(-4,605+0,971ln(D^2Hbc)) 0,525 65,4% 64,2% 8,84 53,04**

** nyata pada taraf P < 0,01 (significant at the P < 0.01)

c. Model pendugaan biomassa ranting (Twigs biomass estimation model )

No Persamaan alometrik (Allometric equation)

s R2 Ra2 PRESS

Fhit (F.calc)

1 Branting=0,0027D2,42 0,179 65,6% 64,4% 1,07 53,36**

2 Branting=-7,62+0,728D-0,0056D2 2,229 56,6% 53,4% 175,47 17,60**

3 Branting=e(-5,843+2,39 ln D) 0,421 64,3% 63,0% 5,91 50,33**

4 Branting=0,0036D2,04Htot0,312 0,180 66,6% 64,1% 1,14 26,94**

5 Branting=0,0026D2,45Hbc-0,041 0,182 65,6% 63,1% 1,14 25,78**

6 Branting=2,99+0,000288D2Htot 2,419 47,0% 45,1% 192,60 24,81**

7 Branting=3,01+0,000687D2Hbc 2,596 38,9% 36,8% 220,40 17,85**

8 Branting=e(-4,804+0,710ln(D^2Htot)) 0,424 63,7% 62,5% 5,96 49,23**

9 Branting= e(-3,77+0,659ln(D^2Hbc)) 0,506 48,4% 46,5% 8,58 26,22**

** nyata pada taraf P < 0,01 (significant at the P < 0.01)

d. Model pendugaan biomassa tunggak (Stump biomass estimation model)

No Persamaan alometrik (Allometric equation)

s R2 Ra2 PRESS

Fhit (F.calc)

1 Btunggak=0,022D1,96 0,145 65,6% 64,4% 0,68 53,40**

2 Btunggak=15,5-1,39D+0,0503D2 3,758 75,9% 74,1% 485,71 42,48**

3 Btunggak=e(-3,79+1,96 ln D) 0,334 65,6% 64,4% 3,60 53,42**

4 Btunggak=0,019D2,13Htot-0,146 0,147 65,9% 63,4% 0,71 26,15**

5 Btunggak=0,022D2,02Hbc-0,083 0,147 65,9% 63,4% 0,71 26,07**

6 Btunggak=3,32+0,0000766D2Htot 4,448 65,0% 63,7% 677,57 51,93**

7 Btunggak=3,44+0,00181D2Hbc 5,149 53,1% 51,4% 905,40 31,64**

8 Btunggak=e(-2,61+0,545ln(D^2Htot)) 0,372 57,3% 55,8% 4,47 37,57**

9 Btunggak=e(-1,99+0,525ln(D^2Hbc)) 0,415 47,0% 45,1% 5,53 24,78**

** nyata pada taraf P < 0,01 (significant at the P < 0.01)

e. Model pendugaan biomassa daun (Leaves biomass estimation model)

No Persamaan alometrik (Allometric equation)

s R2 Ra2 PRESS

Fhit (F.calc)

1 Bdaun=0,0138D1,93 0,129 70,0% 68,9% 0,54 65,33**

2 Bdaun=-0,56+0,121D+0,00758D2 0,510 65,6% 63,0% 145,81 25,71**

3 Bdaun=e(-4,213+1,91 ln D) 0,306 68,3% 67,2% 3,00 60,44**

4 Bdaun=0,011D2,27Htot-0,278 0,129 71,4% 69,3% 0,54 33,66**

5 Bdaun=0,0129D2,08Hbc-0,196 0,128 71,7% 69,6% 0,55 34,23**

6 Bdaun=3,23+0,000305D2Htot 2,443 49,4% 47,6% 199,72 27,30**

7 Bdaun=3,38+0,000701D2Hbc 2,703 38,0% 35,8% 241,42 17,14**

8 Bdaun=e(-2,996+0,523ln(D^2Htot)) 0,354 57,7% 56,2% 4,08 38,17**

9 Bdaun=e(-2,23+0,487ln(D^2Hbc)) 0,407 44,1% 42,1% 5,47 22,11**

** nyata pada taraf P < 0,01 (significant at the P < 0.01)

16

f. Model penduga biomassa pohon diatas permukaan tanah ( Above ground tree biomass estimation model)

No Persamaan alometrik (Allometric equation)

s R2 Ra2 PRESS

Fhit (F.calc)

1 Btotal=0,048D2,68 0,057 95,8% 95,6% 0,10 636,99**

2 Btotal=-33,2-2,42D+0,586D2 34,210 95,3% 94,9% 35990,49 271,43**

3 Btotal=e(-2,98+2,66 ln D) 0,149 94,6% 94,5% 0,70 495,22**

4 Btotal=0,065D2,31Htot0,302 0,049 96,9% 96,7% 0,08 428,17**

5 Btotal=0,051D2,34Hbc0,174 0,051 96,7% 96,5% 0,09 401,46**

6 Btotal=39,2+0,0186D2Htot 46,070 91,1% 90,8% 70678,15 286,26**

7 Btotal=44,3+0,0437D2Hbc 80,320 72,9% 71,9% 212677,57 75,37**

8 Btotal=e(-1,78+0,785ln(D^2Htot)) 0,174 92,7% 92,5% 0,96 356,35**

9 Btotal=e(-1,11+0,784ln(D^2Hbc)) 0,276 81,6% 81,0% 2,47 124,40**

** nyata pada taraf P < 0,01 (significant at the P < 0.01) Keterangan (Remark) : D = diameter batang (stem diameter), Htot = tinggi total (total height), Hbc = tinggi bebas

cabang (height of free bole), Bdaun = biomassa daun (leaves biomass), Branting = biomassa ranting (twig biomass), Bcab = biomassa total cabang (total branches biomass), Bbtg =

biomassa total batang (total stem biomass), Btunggak = biomassa tunggak (stump biomass), Btotal = biomassa pohon diatas permukaan tanah (above ground tree biomass), s = simpangan baku (standard deviation), R2 = koefisien determinasi (determination coefficient), R2a = koefisien determinasi terkoreksi (determination coefficient corrected), PRESS = jumlah kuadrat nilai dugaan sisaan (predicted residual sum of square)

Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan berkaitan dengan peranan peubah bebas dalam

model biomassa dihasilkan bahwa pada model biomassa cabang, biomassa ranting, tunggak, biomassa

daun, penambahan peubah bebas H tidak memberikan sumbangan yang nyata ke dalam model setelah

di dalam model terdapat peubah bebas D. Sedangkan pada model biomassa batang dan biomassa

pohon diatas permukaan tanah penambahan peubah bebas H memberikan sumbangan yang nyata ke

dalam model setelah di dalam model terdapat peubah bebas D, dengan peningkatan ketelitian 2,1%

untuk model biomassa batang dan 1,1% untuk model biomassa pohon diatas permukaan tanah.

Secara umum, persamaan dengan menggunakan lebih dari satu peubah bebas menghasilkan

nilai R2 dan R

2a yang tertinggi dan s terendah sehingga berdasarkan kriteria pemilihan model

terbaik (R2 dan R

2a yang tertinggi, s terendah), persamaan dengan lebih dari satu peubah bebas

merupakan persamaan terbaik. Tetapi terdapat kriteria lainnya yang perlu dipertimbangkan yaitu

kepraktisan dan kemudahan dalam pengukuran peubah yang digunakan dalam sebuah model serta

tujuan digunakanya sebuah model. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan perbedaan ketelitian

yang tidak berbeda jauh dimana penambahan peubah bebas H ke dalam model yang hanya

meningkatkan ketelitian 2,1% untuk pendugaan biomassa batang dan 1,1% untuk pendugaan

biomassa total pohon bagian atas tanah dibandingkan dengan tingkat kesulitan dalam melakukan

17

pengukuran tinggi serta ketentuan model terbaik, maka dipilih persamaan-persamaan biomassa

(Bbtg = 0,044D2,61

, Bcab = 0,00059D3,46

, Branting = 0,0027D2,42

, Btunggak = 0,022D1,96

, Bdaun =

0,0138D1,93

dan Btotal = 0,048D2,68

) sebagai model penduga biomassa terbaik.

Berdasarkan nilai R2 persamaan-persamaan tersebut menunjukkan bahwa diameter sebuah pohon

dapat menerangkan berturut-turut 94,7%, 83,5%, 65,6%, 65,6%, 70%, 95,8% data biomassa masing-

masing bagian pohon dengan simpangan 0,063 ; 0,157 ; 0,179 ; 0,145 ; 0,129 ; 0,057 (Tabel 6).

Peranan nyata diameter dalam sebuah regresi untuk menduga biomassa dapat diperIihatkan

melalui uji keberartian sebuah model, dimana model-model biomassa terpilih mempunyai Fhitung yang

lebih besar dari Ftabel pada tingkat kepercayaan 99 % (Tabel 6) sehingga keberartian sebuah model sangat

nyata, yang berarti bahwa peubah bebas (D) memberikan sumbangan yang nyata kedalam sebuah model.

Berdasarkan uji visual kenormalan sisaan dan keaditifan model, model-model biomassa terpilih

memenuhi syarat-syarat kenormalan sisaan dan keragaman sisaan yang menyebar secara acak. Ketepatan

dari model-model terpilih untuk menduga biomassa masing-masing bagian pohon dapat diperlihatkan

dengan melakukan uji validasi dengan menggunakan nilai PRESS dimana nilai PRESS yang sangat kecil

(mendekati nol) berarti nilai dugaan yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan nilai aktualnya di

lapangan. Model-model biomassa terpilih untuk menduga biomassa batang, biomassa cabang, biomassa

ranting, biomassa tunggak, biomassa daun dan biomassa pohon diatas permukaan tanah mempunyai nilai

PRESS berturut-turut sebesar 0,13 ; 0,76 ; 1,07 ; 0,68 ; 0,54 dan 0,1 (Tabel 6).

Untuk menduga biomassa pohon diatas permukaan tanah, selain dari persamaan regresi yang

dihasilkan tersebut diatas (Btotal = 0,048 D 2,68

), dapat juga dilakukan dengan mengakumulasikan nilai-

nilai biomassa pada masing-masing bagian pohon yang telah dihitung menggunakan persamaan-

persamaan biomassa terpilih.

Model-model alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa setiap bagian pohon

(biomassa daun, biomassa ranting,biomassa cabang, biomassa batang, biomassa tunggak) dan

18

biomassa total pohon bagian atas tanah merupakan bentuk power function (Y=aDb). Hal ini didukung

oleh Ola-Adam (1993) yang menyatakan bahwa pendugaan biomassa menggunakan D (diameter)

mempunyai nilai R2 yang tidak jauh berbeda ketika menggunakan (D

2H). Berdasarkan kesulitan

pekerjaan penghitungan dan waktu yang dibutuhkan jika menggunakan (D2H), penggunaan peubah

diameter saja memberikan pendugaan biomassa yang bagus dan menghemat biaya serta waktu. Model

alometrik ini juga telah digunakan oleh Brown untuk menduga biomassa pohon di hutan daerah

kering, lembab dan basah (Brown, 1997) ; Hendra (2002) untuk menghitung biomassa pohon jarum.

Uji t dilakukan untuk membandingkan persamaan biomassa pohon diatas permukaan tanah

yang dihasilkan dalam penelitian dengan persamaan Brown (1997) pada hutan daerah lembab dan

persamaan biomassa pohon daun jarum (pinus) diatas permukaan tanah (Hendra, 2002), hasilnya

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel (Table) 7. Uji statistik perbandingan antara model biomassa total pohon mahoni bagian atas

tanah dengan model biomassa hutan daerah lembab dan model biomassa total

pohon pinus bagian atas tanah (Statistical test of comparation between the total

above ground biomass of mahogany tree with humid forest biomass model and

total above ground biomass of pinus tree

Sumber (Source)

Jenis Pohon

(Tree Species) Model Biomassa (Biomass model)

thitung ttabel

b0 b1 α0.05 α0.01

Brown (1997)

Hutan daerah lembab

B = 0,118D2,53 -0,48tn 1,4tn

2,048 2,763 B = 0,092D2,60 -0,31tn 0,75tn

Hendra (2002)

Pinus B = 0,206D2,26 -1,089tn 3,95**

Keterangan (Remark) : ** : berbeda nyata pada taraf P<0,01 (Significantly different at the P < 0.01) * : berbeda nyata pada taraf P<0,05 (Significantly different)

tn : tidak berbeda nyata pada taraf P<0,05 (Not significantly different at the P < 0.05)

Berdasarkan uji t (Tabel 7), perbandingan antara persamaan penduga biomassa total pohon

bagian atas tanah yang dihasilkan pada penelitian ini dengan persamaan biomassa Brown pada

hutan daerah lembab menunjukkan bahwa nilai thitung < ttabel sehingga dilakukan penerimaan pada

H0 yang berarti bahwa nilai intersep dan kemiringan garis persamaan regresi pada persamaan

Btotal = 0,048D2,68

tidak berbeda nyata dengan persamaan biomassa Brown pada hutan daerah

lembab. Jika dibandingkan dengan persamaan biomassa pohon pinus diatas permukaan tanah

19

(Hendra, 2002) dihasilkan thitung untuk b0 < ttabel sedangkan nilai untuk thitung untuk b1 > ttabel

sehingga nilai intersep persamaan biomassa pohon pinus tersebut tidak berbeda nyata dengan

persamaan pohon mahoni pada penelitian ini, tetapi untuk nilai kemiringan garis persamaan

regresinya berbeda. Nilai kemiringan garis persamaan regresi pada persamaan penduga biomassa

pohon mahoni lebih besar daripada persamaan penduga biomassa pohon pinus. Hal ini

menunjukkan bahwa pendugaan biomassa pohon mahoni akan menghasilkan biomassa yang lebih

besar dibandingkan pohon pinus terutama untuk pohon yang berdiameter besar.

D. Biomass Expansion Factor (BEF)

Nilai BEF digunakan untuk mengetahui biomassa bagian atas pohon berdasarkan data hasil

inventarisasi volume dengan rumus : Biomassa pohon bagian atas (ton/ha) = VOB x WD x BEF

dimana : VOB = Volume pohon hasil inventarisasi (m3/ha), WD = Rata-rata berat jenis pohon hasil

inventarisasi dan BEF = Nilai perbandingan biomassa total dengan biomassa hasil inventarisasi. Rata-

rata berat jenis pohon hasil inventarisasi dapat dihitung dengan rumus : WD = {(V1/Vt)WD1 +

(V2/Vt)WD2 + … + (Vn/Vt)WDn}, dimana : V1, V2, … , Vn = volume dari jenis pohon ke-1 sampai

ke-n, Vt = volume total dan WD1, WD2, … , WDn = berat jenis pohon ke-1 sampai ke-n.

Nilai BEF pohon mahoni yang dihasilkan dari ke-30 pohon contoh, yaitu 1,36 untuk

pengukuran volume inventarisasi berdasarkan tinggi total dan 2,16 untuk pengukuran volume

inventarisasi berdasarkan tinggi bebas cabang.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Persentase rata-rata biomassa bagian pohon mahoni terbesar adalah bagian batang yaitu

sebesar 73%, biomassa cabang sebesar 17%, biomassa tunggak sebesar 5%, biomassa daun

sebesar 3% dan biomassa bagian pohon terkecil adalah biomassa ranting yaitu sebesar 2%.

2. Model alometrik yang dihasilkan untuk menduga biomassa bagian pohon mahoni dan

20

biomassa pohon mahoni secara umum berbentuk Y=aDb:

Biomassa batang : Bbtg = 0,044D2,61

Biomassa cabang : Bcab = 0,00059D3,46

Biomassa ranting : Branting = 0,0027D2,42

Biomassa tunggak : Btunggak = 0,022D1,96

Biomassa daun : Bdaun = 0,0138D1,93

Biomassa pohon diatas permukaan tanah : Btotal = 0,048D2,68

3. Nilai BEF pohon mahoni yang dihasilkan sebesar 1,36 untuk pendugaan biomassa pohon yang

ditentukan berdasarkan biomassa batang yang diukur sampai tinggi total. Sedangkan biomassa

batang yang diukur sampai tinggi bebas cabang menghasilkan nilai BEF sebesar 2,16.

4. Kandungan karbon pada pohon mahoni adalah 50% dari nilai biomassanya.

B. Saran

1. Penelitian lanjutan dengan rentang diameter yang lebih besar, variasi umur dan mewakili

kondisi berbagai kualitas tempat tumbuh pohon mahoni.

2. Pembuatan model pendugaan biomassa jenis-jenis pohon lain perlu dilakukan untuk

memudahkan dalam menghitung kandungan karbon dalam rangka perdagangan karbon.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, S., A.J. R. Gillespie and A.E. Lugo. 1989. Biomass estimation methods for tropical forest with application to forest inventory data. Forest Science 35(4) : 881-902

Brown, S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. F AO, USA.

Chapman, S.B. 1976. Production ecology and nutrient budgets, in : Chapman, S.B. (eds). Methods in plant ecology. Second edition. 157-228. Blackwell Scientific Publisher, Oxford.

Draper, N.R. and H. Smith. 1992. Analisis regresi terapan edisi 2 (terjemahan). Gramedia. Jakarta.

Hairiah, K., M. Van Noordwijk and Cheryl Palm. 1999. Methods for sampling above- and belowground organic pools in modelling global change impacts on the soil environment. ICSEA Report No.6 BIOTROP-GCTE Impacts Centre for Southeast Asia (IC-SEA). Bogor, Indonesia.

Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1989. Hasil hutan dan ilmu kayu (suatu pengantar). UGM Press.

Hendra, S. 2002. Model pendugaan biomassa pohon pinus (Pinus merkusii) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur PT. PERHUTANI Unit III Jawa Barat. Skripsi sarjana Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan

Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia II. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta

KPH Cianjur. 1992. Rencana Pengelolaan Kawasan Hutan (RPKH) KPH Cianjur. Cianjur

Kuncahyo, B. 1991. Analisis regresi dengan MINITAB. Laboratorium Biometrika Hutan jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB

21

Kurniawan, W. 1996. Potensi dan model pendugaan volume limbah penebangan di wilayah kerja HPH PT. Rokan Permai Timber Propinsi Dati I, Riau. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan

Ogawa, H., Kyoji Yoda., K. Ogino and T. Kira. 1965. Comparative ecological studies on three main types of forest vegetation in Thailand II. Plant Biomass. Nature & Life in SE Asia 4 : 50-80

Ola-Adam, B.A. 1993. Effect of spacing on biomass distribution and nutrient content of Tectona grandis Linn.f. (teak) and Terminalia superba Engl. & Diels. (apara) in South-western Nigeria. Forest Ecology and Management, 58: 299-319.

Romansah, D. 1999. Penentuan biomassa di atas tanah pada ekosistem hutan rawa gambut (studi kasus di HPH PT. Diamond raya timber, Propinsi Dati I Riau). Skripsi sarjana Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan

Sembiring, R.K. 1995. Analisis regresi. ITB Bandung

Simon, H. 1987. Manual inventori hutan. UI-Press. Jakarta

Walpole, E.R. 1993. Pengantar statistika (edisi 3). Gramedia. Jakarta