BAB II DASAR TEORI 2.1 Biomassa 2.1.1 Pengertian … II Tugas... · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1...
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Biomassa 2.1.1 Pengertian … II Tugas... · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1...
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Biomassa
2.1.1 Pengertian Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintentis,
baik berupa produk maupun buangan. Biomassa juga digunakan sebagai sumber
energi (bahan bakar). Umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah
biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil
produk primernya. Sumber energi yang dapat diperbarui sehingga dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan. Di Indonesia, biomassa
merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan berbagai produk primer
berupa bahan pangan, serat kayu dan lain lain yang selain digunakan untuk
memenuhi kebutuhan domestik juga di ekspor dan menjadi tulang punggung
penghasil devisa negara.
Potensi biomassa di Indonesia yang biasa digunakan sebagai sumber energi
jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan
semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan
menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk keperluan
lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati
memberikan tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efesiensi energi, secara
keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan
akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan biaya, karena
seringkali membuang limbah biasa lebih mahal dari pada memanfaatkannya. Ketiga,
mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah karena penyediaan tempat
penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah perkotaan.
Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber energi
juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak, kedelai
merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel.
6
2.1.2 Biomassa Tempurung Kelapa
Kelapa (Cocos Nucifera L) merupakan komoditas strategis yang memiliki
peran sosial, budaya dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tanaman
merupakan jenis tanaman tropic. Tanaman ini dapat tumbuh baik di wilayah dengan
iklim panas seperti Amerika, Asia dan sebagian Afrika. Asal tanaman ini tidak
diketahui karena penyebaran tanaman ini tumbuh melalui buah yang menyebar di
sekitar pantai dari suatu benua ke benua yang lain. Tinggi tanaman ini mencapai 20-
30 meter, batangnya bergaris tengah 20-35 cm, lurus dan tidak bercabang. Buah
kelapa terdiri dari kulit luar, serabut, tempurung, kulit daging, daging buah, air dan
lembaga. Buah kelapa yang sudah tua memiliki bobot serabut (35%), tempurung
(12%), endosperm (28%), dan air (25%) (Setyamidjaja, D., 1995).
Gambar 2.1 Tempurung Kelapa
Secara fisiologis, bagian tempurung kelapa merupakan bagian yang paling
keras dibandingkan bagian kelapa yang lain. Struktur yang keras disebabkan oleh
silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung kelapa. Berat dan tebal
tempurung kelapa sangat ditentukan oleh jenis tanaman kelapa itu sendiri. Berat
tempurung kelapa berkisar antara 15-19 % dari berat keseluruhan buah kelapa,
sedangkan tebalnya sekitar 3-5 mm.
Komposisi atau kandungan zat yang terdapat pada tempurung kelapa dapat
dilihat pada tabel berikut :
7
Tabel 2.1 Komposisi tempurung kelapa (Ibnusantosa, G., 2001)
Tempurung kelapa memiliki kadar air mencapai ± 8%, jika dihitung
berdasarkan berat keringnya atau setara dengan 12% dari berat kelapa. Sedangkan
abu merupakan komposisi terendah yang terdapat pada buah kelapa.
2.1.3 Produk Biomassa
Ada tiga tipe bahan bakar yang dihasilkan oleh biomassa dan dipergunakan
untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain :
- Cairan berupa : ethanol, biodiesel dan methanol
- Gas berupa : biogas (CH4, CO2), producer gas (CO2, H2, CH4,
CO2), syngas (CO2, H2, CH4).
- Padat : arang
Penggunaan ethanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan
transportasi dapat mengurangi emisi gas CO2. Oleh karena itu biomassa bukan hanya
energi terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan, dan dapat digunakan
sebagai sumber energi secara global.
Biomassa merupakan sumber energi tertua yang dikenal oleh manusia,
kontribusinya terhadap total pemanfaatan energi di Indonesia masih sangat kecil.
Pemahaman keterbatasan dari sumber energi fosil dan kepedulian terhadap
kelangsungan penyediaan sumber energi. Akan tetapi harga dan energi yang terus
No Komposisi Persentase
(%)
1 Lignin 29,40
2 Pentosan 27,70
3 Selulosa 26,60
4 Air 8,00
5 Solvent Ekstraktif 4,20
6 Uronat Anhidrat 3,50
7 Abu 0,60
8 Nitrogen 0,10
8
menerus menurun saat ini menyebabkan perkembangan teknologi tidak begitu pesat.
Maka pada tahun 1980an kepedulian terhadap emisi CO2 yang disebabkan oleh
penggunaan energi fosil mengakibatkan dikeluarkannya Kyoto protocol yang
membatasi emisi CO2 yang diperbolehkan dilepas ke udara bebas.
2.2 Konversi Thermokimia dan Pengertian Gasifikasi Biomassa
2.2.1 Konversi Thermokimia
Biomassa memiliki tiga metode konversi thermokimia yaitu pirolosis,
gasifikasi dan pembakaran (pengarangan). Perbedaan jenis konversi thermokimia
tersebut terletak pada banyaknya udara (oksigen) yang dikonsumsi saat proses
konversi berlangsung. Konsumsi oksigen yang diperlukan dalam pembakaran
setidaknya memiliki AFR 6,25 atau lebih. Pada proses gasifikasi, konsumsi oksigen
memiliki batasan AFR 1,5, sedangkan untuk pirolisis cenderung tidak memerlukan
oksigen dalam prosesnya.
Gambar 2.2 Grafik Batasan Konversi Thermokimia Biomassa ( Putri, 2005)
2.2.2 Gasifikasi Biomassa
Gasifikasi adalah suatu proses konversi thermokimiawi dari bahan bakar yang
mengandung karbon menjadi gas yang disebut syngas (synthetic gas) atau gas
sintesis dimana gas tersebut memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial pada
temperatur tinggi, tetapi sejauh ini teknologi ini umumnya masih terbatas pada skala
penelitian karena konsumsi energi yang dibutuhkannya sangat besar. Namun ada
9
juga beberapa negara yang telah menerapkan teknologi ini pada bidang pembangkit
listrik, dimana gas yang dihasilkan oleh reaktor gasifikasi dipakai untuk
menggerakkan generator. Terdapat berbagai jenis gasifier dan beberapa dapat
dibedakan berdasarkan :
- Mode Fluidisasi
- Arah Aliran
- Gas yang diperlukan untuk proses gasifikasi
Berdasarkan mode fluidisasinya, jenis gasifier dapat dibedakan menjadi
gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), gasifikasi unggun bergerak (moving
bed gasification), gasifikasi unggun terfluidisasi (fluidizied bed gasification) dan
entrained bed.
Berdasarkan arah aliran, gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran
searah (downdraft gasification), gasifikasi aliran berlawanan (updraft gasification)
dan gasifikasi aliran menyilang (crossdraft gasification). Pada gasifikasi downdraft,
arah aliran gas dan arah aliran padatan adalah sama-sama ke bawah. Pada gasifikasi
updraft, arah aliran padatan sedangkan arah aliran gas mengalir ke atas. Sedangkan
gasifikasi crossdraft, arah aliran gas dijaga mengalir mendatar dengan aliran padatan
ke bawah. Jenis-jenis gasifier ini juga termasuk tipe moving bed gasifier.
Gambar 2.3 Skema Gasifier Updraft, Downdraft dan Crossdraft
Berdasarkan gasifiying yang diperlukan untuk proses gasifikasi, terdapat
gasifikasi udara dan gasifikasi oksigen/uap. Gasifikasi udara adalah metode dimana
gas yang digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara. Sedangkan untuk gasifikasi
uap, gas yang digunakan pada proses yang terjadi adalah uap. Penelitian
menggunakan downdraft gasifier, dengan gasifying agent udara, karena kemampuan
10
dan kelebihannya meskipun memiliki beberapa kekurangan. Berikut ini adalah
kelebihan dan kekurangan ketiga jenis reaktor tersebut antara lain :
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Jenis Gasifier
Jenis Gasifier Kelebihan Kelemahan
Updraft Gasifier - Menghasilkan pembakaran
yang sangat bersih.
- Lebih mudah dioperasikan
- Arang yang dihasilkan
lebih sedikit
- Menghasilkan sedikit
metan
- Tidak dapat
beroperasi secara
kontinyu
- Gas yang dihasilkan
tidak kontinyu
Downdraft Gasifier - Dapat beroperasi secara
kontinyu
- Suhu gas tinggi
- Tar yang dihasilkan
lebih banyak
- Produksi asap terlalu
banyak selama
operasi
- Menghasilkan arang
lebih banyak
Crossdraft Gasifier - Suhu gas tinggi
- Reduksi CO2 rendah
- Kecepatan gas tinggi
- Tempat penyimpanan,
pembakaran dan zona
reduksi terpisah
- Kemampuan
pengoperasiannya sangat
bagus
- Waktu mulai lebih cepat
- Komposisi gas yang
dihasilkan kurang
bagus
- Gas CO yang
dihasilkan tinggi, gas
H rendah
- Gas metan yang
dihasilkan juga
rendah
11
2.2.3 Jenis-jenis Gasifier
Dari penjelasan pada sub bab sebelumnya, berdasarkan arah aliran gasnya,
gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran searah (downdraft gasification),
gasifikasi aliran berlawanan (downdraft gasification) dan gasifikasi aliran menyilang
(crossdraft gasification).
1. Updraft Gasifier. Pada bagian ini pembakaran berlangsung di bagian bawah
dari tumpuan bahan bakar dalam silinder, gas hasil pembakaran akan
mengalir ke atas melewati tumpuan bahan bakar sekaligus mengeringkannya.
Bahan bakar dimasukkan ke dalam ruang bakar dari lubang pemasukan atas.
Gambar 2.4 Updraft Gasifier
2. Crossdraft Gasifier. Udara disemprotkan ke dalam bahan bakar dari lubang
arah samping yang saling berhadapan dengan lubang pengambilan gas
sehingga pembakaran dapat terkonsentrasi pada satu bagian saja dan
berlangsung secara lebih banyak dalan suatu satuan waktu tertentu.
12
Gambar 2.5 Crossdraft Gasifier
3. Downdraft Gasifier. Gas hasil pembakaran dilewatkan pada bagian oksidasi
dari pembakaran dengan cara ditarik mengalir ke bawah sehingga gas yang
dihasilkan akan lebih bersih karena tar dan minyak akan terbakar sewaktu
melewati bagian tadi.
Gambar 2.6 Downdraft Gasifier
13
2.2.4 Tingkatan Pembagian Daerah Pembakaran Gasfikasi
1. Zona Pengeringan
Bahan bakar padat dimasukkan ke dalam reaktor. Hal ini tidak perlu
menggunakan peralatan pengumpanan bahan bakar yang kompleks, karena
sejumlah kecil kebocoran udara dapat toleransi di tempat ini. Sebagai akibat
dari perpindahan panas dari bagian bawah gasifier, pengeringan bahan bakar
biomassa terjadi di bagian bungker. Uap air akan mengalir ke bawah dan
menambah uap air yang terbentuk di daerah oksidasi. Bagian dari itu dapat
direduksi menjadi hidrogen dan sisanya akan berakhir sebagai kelembaban
dalam gas.
2. Zona pirolisis
Tidak seperti pembakaran, pirolisis terjadi pada tempat yang tidak terdapat
oksigen, kecuali dalam kasus dimana oksidasi parsial diperbolehkan untuk
menyediakan energi thermal yang dibutuhkan untuk proses gasifikasi.
Terdapat tiga variasi antara lain :
a. Mild Pyrolysis
b. Slow Pyrolysis
c. Fast Pyrolysis
Pada pyrolysis molekul besar hidrocarbon dipecah menjadi partikel kecil
hydrocarbon. Fast pyrolysis hasil utamanya adalah bahan bakar cair, slow
pyrolsis menghasilkan gas dan arang. Mild pyrolysis yang saat ini sedang
dipertimbangkan untuk memanfaatkan biomassa yang efektif. Pada proses ini
biomassa dipanaskan 200-300 0C tanpa kontak dengan oksigen. Struktur
kimia dari biomassa diubah, dimana menghasilkan karbon dioksida, karbon
monoksida, air, asam asetat, dan methanol. Mild pyrolisis meningkatkan
densitas energi dari biomassa.
Pada suhu di atas 250 0C, bahan bakar biomassa dimulai pyrolysing. Rincian
pirolisis ini reaksi yang tidak dikenal, tetapi orang biasa menduga bahwa
molekul-molekul besar (seperti selulosa, hemi-selulosa dan lignin) terurai
menjadi molekul berukuran sedang dan karbon selama pemanasan bahan
baku. Produk pirolisis mengalir ke bawah zona pemanasan pada gasifier.
Beberapa akan terbakar di daerah oksidasi, dan sisanya akan memecah
14
molekul yang lebih kecil dari hidrogen, metan, karbon monoksida, etana,
etilena, dll. Jika tetap berada di zona panas cukup lama. Jika waktu tinggal di
zona panas terlalu pendek atau suhu terlalu rendah, maka molekul yang
berukuran menengah akan berpindah dan mengembun sebagai tar dan
minyak, dalam suhu rendah bagian dari system. Secara umum reaksi yang
terjadi pada pirolysis beserta produknya adalah :
Biomassa char + tar + gases (CO2, CO, H2O, H2CH4, CxHy)……... (2.1)
3. Zona Oksidasi
Dibentuk pada tingkat dimana oksigen (udara) dimasukkan. Reaksi dengan
oksigen sangat eksostermik dan mengakibatkan kenaikan tajam suhu sampai
1200° C. Sebagaimana yang dibutuhkan di atas fungsi penting zona oksidasi,
selain penghasil panas adalah untuk mengkonversi dan mengoksidasi hampir
semua produk terkondensasi dari zona pirolisis. Untuk menghindari titik-titik
dingin di zona oksidasi, kecepatan udara masuk dan geometri reaktor harus
dipilih dengan baik. Umumnya dua metode yang digunakan untuk
mendapatkan suhu yang terdistribusi :
- Mengurangi luas penampang pada ketinggian tertentu dari reaktor.
- Penyebaran nozel inlet udara di atas lingkaran mengurangi cross-
sectional area, atau alternatif menggunakan inlet udara sentral dengan
perangkat penyemprotan.
4. Zona Reduksi
Produk reaksi dari zona oksidasi (gas panas dan bara arang) bergerak turun ke
zona reduksi. Di zona ini panas masuk secara sensible dari gas dan arang
yang dikonversi sebanyak mungkin menjadi energi kimia dari gas produser.
Produk akhir dari reaksi kimia yang terjadi di zona reduksi adalah gas mudah
terbakar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar gas pada pembakaran
motor dalam dan sedikit abu.
Abu yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa kadang-kadang harus dibuang
dari reaktor. Biasanya akan timbul perapiaan di dasar peralatan dan dengan
demikian membantu untuk mencegah penyumbatan yang dapat menyebabkan
obstruksi aliran gas. Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona
tersebut :
15
Bourdouar reaction :
C + CO2 2 CO – 172 (MJ/Kmol)…………………………..(2.2)
Steam - Carbon Reaction :
C + H2O CO + H2 - 131 (MJ/Kmol)………………………..(2.3)
Water-gas shift reaction :
C + H2O HO2 + H2 + 41 (MJ/Kmol)………………………..(2.4)
CO methanation :
C + 3H2 206 (MJ/Kmol) CH4 + H2O……………………....(2.5)
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi
Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses
dan kandungan syngas yang dihasilkannya. Faktor-faktor tersebut adalah
1. Properties Biomassa
Tidak semua biomassa dapat dikonversikan dengan proses gasifikasi karena
ada beberapa klarifikasi dalam mendefinisikan bahan baku yang dipakai pada sistem
gasifikasi berdasarkan kandungan dan sifat yang dimilikinya. Pendefinisian bahan
baku gasifikasi ini dimaksudkan untuk membedakan antara bahan baku yang baik
dan yang kurang baik. Adapun beberapa parameter yang dipakai untuk
mengklarifikasikannya yaitu :
a. Kandungan Energi
Semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki biomassa maka
syngas hasil gasifikasi biomassa tersebut semakin tinggi karena energi
yang dikonversi juga semakin tinggi.
b. Moistur
Bahan baku yang digunakan untuk proses gasifikasi umumnya ber-
moistur rendah. Karena kandungan moistur yang tinggi menyebabkan
heat loss yang tinggi. Selain itu kandungan moistur yang tinggi juga
dapat menyebabkan beban pendinginan semakin tinggi karena
pressure drop yang terjadi meningkat. Idealnya kandungan moistur
yang sesuai untuk bahan baku gasifikasi kurang dari 20%.
16
c. Debu
Semua bahan baku gasifikasi menghasilkan dust (debu). Adanya dust
ini sangat mengganggu karena berpotensi menyumbat saluran
sehingga membutuhkan perawatan lebih. Desain gasifier yang baik
setidaknya menghasilkan kandungan dust yang tidak lebih dari 2-6
g/m³.
d. Tar
Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan
harus dihindari karena sifatnya yang korosif. Sesungguhnya tar adalah
cairan hitam kental yang terbentuk dari destilasi destruktif pada
material organik. Selain itu, tar memiliki bau yang tajam dan dapat
mengganggu pernapasan. Pada reaktor gasifikasi, terbentuknya tar
yang memiliki bentuk opproximate atomic CH1.2 O0.5, terjadi pada
temperatur pirolisis yang kemudian terevaporasi dalam bentuk asap,
namun pada beberapa kejadian tar dapat berupa zat cair pada
temperatur yang rendah. Apabila hasil gas yang mengandung tar
relatif tinggi dipakai pada kendaraan bermotor, dapat menimbulkan
deposit pada karburator dan intake valve sehingga menyebabkan
gangguan. Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan tar
tidak lebih dari 1g/m³.
e. Abu dan Slugging
Abu adalah kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku yang
tetap berupa oksida setelah proses pembakaran. Sedangkan slug
adalah kumpulan ash yang lebih tebal. Pengaruh adanya abu dan slug
pada gasifier adalah
- Menimbulkan penyumbatan pada gasifier.
- Pada titik tertentu, mengurangi respon pereaksi bahan baku.
2. Desain Reaktor
Terdapat berbagai macam bentuk gasifier yang pernah dibuat untuk proses
gasifikasi. Untuk gasifier bertipe imbert yang memiliki neck di dalam reaktornya,
ukuran dan dimensi neck sangat mempengaruhi proses pirolisis, percampuran,
heatloss dan nantinya akan mempengaruhi kandungan gas uang dihasilkan.
17
3. Jenis Gasifying Agent
Jenis gasifying agent yang digunakan dalam gasifikasi umumnya adalah
udara dan kombinasi oksigen dan uap. Penggunaan jenis gasifying agent
mempengaruhi kandungan gas yang dimiliki oleh syngas. Berdasarkan penelitian,
perbedaan kandungan syngas terlihat pada kandungan nitrogen pada syngas dan
mempengaruhi nilai kalor yang dikandungnya. Penggunaan udara bebas
menghasilkan senyawa nitrogen yang pekat di dalam syngas, berlawanan dengan
penggunaan oksigen/uap yang memiliki kandungan nitrogen yang relatif sedikit.
Sehingga penggunaan gasifying agent oksigen/uap memiliki nilai kalor syngas yang
lebih baik dibandingkan gasifying agent udara.
4. Rasio Bahan Bakar dan Udara (AFR)
Perbandingan bahan bakar dan udara dalam proses gasifikasi mempengaruhi
reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan syngas yang dihasilkan.
Kebutuhan udara pada proses gasifikasi berada diantara batas konversi energi
pirolisis dan pembakaran. Karena itu dibutuhkan rasio yang tepat jika menginginkan
hasil syngas yang maksimal. Pada gasifikasi biomassa AFR yang tepat untuk proses
gasifikasi berkisar pada angka 1,25 – 1,5.
2.3 Parameter-Parameter Penting dalam Proses Gasifikasi
Parameter-parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses
gasifikasi, yaitu
1. Temperatur Gasifikasi
Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi
adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air agar menghasilkan gas yang
bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh dalam menghasilkan gas
yang mudah terbakar. Untuk mempertahankan temperatur, maka tangki reaktor
diisolasi dengan bata tahan api agar tidak ada panas yang keluar ke lingkungan
sehingga efisiensi reaktor menjadi baik.
2. Spesific Gasification Rate (SGR)
SGR mengindikasikan banyaknya biomassa rata-rata yang dapat tergasifikasi
dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak dapat berjalan
18
secara sempurna., sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi berjalan
lambat. SGR dapat dihitung dengan cara :
SGR = waktuxluas
arangberatbiomassaberat (kg/m
2.dt)………………………………...(2.6)
3. Fuel Consumtion Rate (FCR)
Biomassa yang dibutuhkan pada proses gasifikasi dapat dihitung
menggunakan rumus :
FCRa = operasiwaktu
asitergasifikbiomassaberat
FCRa = operasiwaktu
arangberatbiomassaberat (kg/jam)………………………………….(2.7)
4. Gas Fuel Ratio (GFR)
GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
GFR = FCR
producergasaliranlaju (m
3/kg)………………………………………..(2.8)
5. Persentase Char
Persentase Char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan
dengan banyaknya biomassa yang dibutuhkan. Persentase char dapat dihitung
menggunakan rumus :
% char = biomassaberat
arangberat x 100%.........................................................................(2.9)
6. Waktu Konsumsi Bahan Bakar
Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar
mengubah menjadi gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor. Ini termasuk waktu
untuk menyalakan bahan bakar padat dan waktu untuk menghasilkan gas, ditambah
waktu untuk benar-benar membakar semua bahan bakar dalam reaktor. Kepadatan
dari bahan bakar padat ( ), volume reaktor (Vr), dan tingkat konsumsi bahan bakar
(FCR) adalah faktor yang digunakan dalam menentukan total waktu untuk
19
mengkonsumsi bahan bakar padat dalam reaktor. Seperti ditunjukkan di bawah ini,
dapat dihitung menggunakan rumus :
t = FCR
Vrx (jam)…………………………………………………………………(2.10)
Dimana :
FCR = Fuel Consumtion Rate (kg/jam)
t = Waktu konsumsi bahan baku (jam)
= Massa jenis bahan baku (kg/m3)
Vr = Volume reaktor (m3)
7. Air Fuel Rate (AFR)
AFR adalah tingkat aliran udara primer yang masuk ke reaktor. Hal ini
mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan bakar padat
menjadi gas. Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran blower yang
dibutuhkan untuk reaktor. Ini dapat ditentukan dengan menggunakan tingkat
konsumsi bahan bakar (FCR), Kebutuhan Udara Gasifikasi (SA) dan rasio
equivalensi ( ) untuk gasifying 0,3 sampai 0,4. Seperti ditunjukkan menggunakan
rumus :
AFRa = a
SAxFCRx
(m
3/jam)…………………………………………………(2.11)
Dimana
AFRa = Air Fuel Rate (tingkat aliran udara) (m3/jam)
FCRa = Fuel Consumtion Rate (kg/jam)
a = Massa jenis udara (1,25 kg/m3)
= Rasio equivalensi (0,3-0,4)
SA = Kebutuhan Udara Gasifikasi
8. Kebutuhan Bahan Bakar
Energi input ini mengacu pada jumlah energi yang diperlukan dalam hal
bahan bakar yang akan dimasukkan ke dalam gasifier. Hal ini dapat ditentukan
dengan mengguanakan rumus :
Energi Input = Σ nilai kalor bahan bakar………………………………………(2.12)
20
9. Nilai Kalor Bahan Bakar
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai kalor yang mampu
dibangkitkan dari setiap sampel bahan bakar yang diuji menggunakan bom kalori
meter.
Nilai kalor dapat dihitung dengan persamaan :
C = =…… ………………………………………..(2.13)
Dengan sampel bahan uji :
Qc = ……( ………………………………………..(2.14)
2.4 Pembakaran Bahan Bakar
2.4.1 Prinsip Pembakaran Bahan Bakar
Prinsip pembakaran bahan bakar sejatinya adalah reaksi kimia bahan bakar
dengan oksigen (O). Kebanyakan bahan bakar mengandung unsur karbon (C),
hidrogen (H) dan belerang (S). Akan tetapi yang memiliki kontribusi yang penting
terhadap energi yang dilepaskan adalah C dan H. Masing-masing bahan bakar
mempunyai kandungan unsur C dan H yang berbeda-beda.
Proses pembakaran terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran sempurna dan
pembakaran tidak sempurna. Pembakaran sempurna terjadi apabila seluruh unsur C
yang bereaksi dengan oksigen hanya akan menghasilkan CO2, seluruh unsur H
menghasilkan H2O dan seluruh unsur S menghasilkan SO2. Sedangkan pembakaran
tidak sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang dikandung dalam bahan bakar
bereaksi dengan oksigen dan gas yang dihasilkan tidak seluruhnya CO2. Keberadaan
CO pada hasil pembakaran menunjukkan bahwa pembakaran berlangsung secara
tidak sempurna.
Jumlah energi yang dilepaskan pada proses pembakaran dinyatakan sebagai
entalpi pembakaran yang merupakan beda entalpi antara produk dan reaktan dari
proses pembakaran sempurna. Entalpi pembakaran ini dapat dinyatakan sebagai
Higher Heating Value (HHV) atau Lower Heating Value (LHV). HHV diperoleh
ketika seluruh air hasil pembakaran dalam wujud cair sedangkan LHV diperoleh
ketika seluruh hasil pembakaran dalam bentuk uap.
21
Pada umumnya pembakaran tidak menggunakan oksigen murni melainkan
memanfaatkan oksigen yang ada di udara. Jumlah udara minimum yang diperlukan
untuk menghasilkan pembakaran sempurna disebut sebagai jumlah udara teoritis atau
stokiometri. Akan tetapi pada kenyataannya untuk pembakaran sempurna, udara
yang dibutuhkan melebihi jumlah udara teorotis. Kelebihan udara dari jumlah udara
teorotis disebut sebagai excess air yang umumnya dinyatakan dalam persen.
Parameter yang sering digunakan untuk mengkuantifikasi jumlah udara dan bahan
bakar pada proses pembakaran tertentu adalah rasio udara-bahan bakar. Apabila
pembakaran sempurna terjadi, ketika jumlah udara sama dengan jumlah udara teoritis
maka pembakaran tersebut sebagai pembakaran sempurna. Umumnya excess air
diambil 30% dari kebutuhan udara stokiometri.
2.4.2 Nilai Pembakaran
Bila dalam 1 kg bahan bakar yang terdiri C kg karbon, H kg hidrogen, O kg
oksigen, S kg belerang, N kg nitrogen, A kg abu, W kg air, maka dapat dihitung nilai
pembakaran atau heating value dari bahan bakar tersebut yaitu jumlah panas yang
dihasilkan dari pembakaran sempurna dari 1 kg bahan bakar yang dimaksud
berdasarkan rumus-rumus berikut :
Qhigh = 33915 C + 144033 (H - 8
O) + 10648 S (kJ/kg)………………………(2.15)
Qlow = 33915 C + 121423 (H - 8
O) + 10648 S – 2512 (W + 9 x
8
O) (kJ/kg)..(2.16)
Qhigh adalah nilai pembakaran tertinggi atau highest heating value yang dalam
hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran dicairkan terlebih dahulu,
sehingga panas pengembunannya turut dihitung serta dinilai sebagai panas
pembakaran yang terbentuk.
Qlow adalah nilai pembakaran terendah atau lowest heating value yang dalam
hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran tidak perlu dicairkan terlebih
dahulu, sehingga panas pengembunannya tidak turut dihitung serta tidak dinilai
sebagai panas pembakaran yang terbentuk.
22
2.4.3 Jumlah Udara Pembakaran
Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan
udara pembakaran untuk pembakaran sempurna. Sebelum menghitung kebutuhan
udara pembakaran, terlebih dahulu menghitung oksigen yang diperlukan untuk setiap
kandungan C, H, S yang mengikat oksigen dalam pembakaran. Berikut persamaan-
persamaannya :
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan :
C + O2 = CO2
12 kg C + 32 kg O2 = 44 kg CO2
1 kg C + 12
32 kg O2 =
12
44kg CO2………………………………………..(2.17)
Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan :
4 H + O2 = 2H2O
4 kg H + 32 kg O2 = 36 kg H2O
1 kg H + 8 kg O2 = 9 kg H2O……………………………………………(2.18)
Belerang (S) terbakar menjadi SO2 menurut persamaan :
S + O2 = SO2
32 kg S + 32 kg O2 = 64 kg SO2
1 kg S + 1 kg O2 = 2 kg SO2……………………………………………..(2.19)
Dari perhitungan di atas kemudian di jumlahkan kebutuhan oksigen dengan
persamaan :
Kebutuhan oksigen = kebutuhan oksigen H + kebutuhan oksigen C + kebutuhan
oksigen S – kebutuhan oksigen O………………………(2.20)
Kemudian kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung. Dalam udara,
umumnya kadar oksigen yang terkandung antara 21 - 23% maka dari itu,
perbandingan udara dan bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar :
Kebutuhan udara pembakaran = udaradiO
udara
2%
%x kebutuhan oksigen
total…………………………………(2.21)
23
2.5 Efisiensi Proses Gasifikasi
Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier adalah kandungan
gas mampu bakar (syngas) yang dihasilkan, berupa gas CO, CH4, H2 dan kandungan
ultimat dari bahan bakar itu sendiri. Jika kandungan gas CO, CH4, dan H2 semakin
tinggi maka semakin tinggi pula efisensi yang dihasilkan selama proses gasifikasi.
Efisien gasifikasi dapat dihitung dengan persamaan :
η = x 100%…………………………………………………(2.22)
Jika yang dihitung adalah efisiensi bahan bakar yang habis tergasifikasi,
maka yang menjadi dasar perhitungan adalah massa bahan bakar gasifikasi. Sehingga
persamaan yang digunakan adalah :
Mencari N2 yang di suplai dari udara yang mana mengandung sekitar 78% N2
dengan persamaan berikut :
Supply N2 udara = 0,769 x SA……………………………………………(2.23)
Mencari total nitrogen yang diproduksi udara dan bahan bakar menggunakan
persamaan berikut :
Total N =
=
= ……(2.24)
Mencari jumlah gas nitrogen yang diproduksi menggunakan persamaan
berikut :
Produksi N = ………………………(2.25)
Mencari energi syngas dari CO yang mana memiliki HHV = 282,99
(MJ/kgmol) dengan menggunakan persamaan berikut :
Energi syngas CO = Produksi N x CO pada gas gasifikasi x HHV CO...(2.26)
Mencari energi syngas dari H2 yang mana memiliki HHV = 285,84
(MJ/kgmol) dengan menggunakan persamaan berikut :
24
Energi syngas H2 = Produksi N x H2 pada gas gasifikasi x HHV H2…..(2.27)
Mencari energi syngas dari CH4 yang mana memiliki HHV = 890,36
(MJ/kgmol) dengan menggunakan persamaan berikut :
Energi syngas CH4 = Produksi N x CH4 pada gas gasifikasi
x HHV CH4………………………………………(2.28)
Mencari total energi dari gas mampu bakar (syngas) dengan persamaan
berikut :
Energi syngas = Energi syngas CO + Energi syngas H2
+ Energi syngas CH4………………………………….(2.29)
Mencari total energi input dari bahan bakar dengan persamaan berikut :
Energi Input = Σ nilai kalor bahan bakar
= Σ nilai kalor bahan bakar variasi komposisi bahan bakar
= % batubara x nilai kalor batubara + % biomassa x nilai kalor
biomassa……………………………………………….(2.30)
2.6 Massa Jenis Biomassa
Massa jenis biomassa adalah spesifik massa suatu biomassa per volumenya.
Massa jenis dapat dihitung dengan persamaan :
v
m (
3m
kg)……………………………………………………………………..(2.31)
Dimana :
= massa jenis (3m
kg)
m = massa bahan (kg)
v = volume bahan (m3)
2.7 Saringan (Filter)
2.7.1 Saringan Udara
Fungsi utama dari saringan udara adalah mencegah udara kotor atau
menyaring udara yang akan masuk ke dalam ruang bakar (mesin). Bahan utama dari
25
saringan udara ada bermacam macam yaitu serat kertas, busa atau kapas sangat
umum digunakan sebagai lapisan penyaring udara kotor (Alamsyah, 2011).
2.7.2 Saringan Basah
Nama lain dari saringan basah adalah scrubbers atau wet collectors. Prinsip
kerja saringan basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprotkan air dari bagian atas alat. Pada saat udara yang berdebu kontak
dengan air, maka debu akan ikut dengan arah aliran semprotan air. Pengendap
saringan basah dapat digambarkan seperti gambar dibawah.
Gambar 2.7 Saringan Basah
2.7.3 Saringan Sistem Gravitasi
Alat ini digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya
relatif cukup besar, sekitar 50 atau lebih. Cara kerja alat ini yaitu dengan
mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga
pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), maka partikel
padat akan jatuh dan terkumpul di bawah akibat gaya gravitasi.
26
Gambar 2.8 Saringan Sistem Gravitasi
2.7.4 Cyclone Separator
Cyclone separator adalah alat yang menggunakan prinsip gaya sentrifugal
dan tekanan rendah karena adanya perputaran untuk memisahkan materi berdasarkan
perbedaan massa jenis dan ukuran. Cyclone merupakan mekanis yang sederhana
mempunyai bentuk yang khas, mudah dikenal, dan dapat ditemukan di beberapa
industri. Cara kerjanya seperti terlihat pada gambar di bawah, gerakan pusaran
(cyclonic) dari aliran udara akan menyebabkan terjadinya gaya sentrifugal pada
partikel debu, akibat partikel debu akan terkumpul pada dinding cyclone dan
selanjutnya jatuh melalui lubang bawah, sedangkan udara bersih akan keluar melalui
cerobong.
27
Gambar 2.9 Cyclone Separator
2.7.5 Prinsip Kerja Cyclone
Adapun prinsip kerja dari cyclone sebagai berikut :
- Gas atau aliran fluida diinjeksikan melalui pipa input
- Bentuk kerucut cyclone menginduksikan aliran gas atau fluida untuk
berputar menciptakan vortex.
- Partikel dengan ukuran atau kerapatan yang lebih besar didorong ke
arah luar vortex
- Gaya gravitasi menyebabkan partikel-partikel tersebut jatuh ke sisi
kerucut menuju tempat pengeluaran.
28
- Partikel dengan ukuran atau kerapatan yang lebih kecil, keluar melalui
bagian atas dari cyclone melalui pusat yang bertekanan rendah.
- Cyclone membuat suatu gaya sentrifugal yang berfungsi untuk
memisahkan partikular dari udara kotor.
- Gaya sentrifugal timbul saat partikular di dalam udara masuk ke
puncak kolektor silindris pada suatu sudut dan berputar dengan cepat
mengarah ke bawah seperti pusaran air. Aliran udara mengalir secara
melingkar dan partikular yang lebih berat mengarah ke bawah setelah
menabrak kea rah dinding cyclone dan meluncur ke bawah.
2.8 Aliran Udara
Gambar 2.10 Pengukuran Kecepatan Aliran Udara Dengan Pitot Tube
Kecepatan aliran udara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Bernoulli (Pitot Tube), berdasarkan perbedaan antara tekanan stagnasi P0 dan tekanan
statik P, sebagai berikut :
0
2
00
2
.2..2.Z
g
V
g
PZ
g
V
g
P
………………………………………………….(2.32)
Pada kondisi pengukuran tekanan diatas dimana titik berimpitan dengan
titik A, dimana titik adalah titik stagnasi Z – Z0 = 0, sehingga persamaan di atas
menjadi :
29
g
V
g
P
g
V
g
P
.2..2.
2
00
2
………………………………………………................(2.33)
Dalam keadaan stagnasi V0 = 0, maka persamaan 2.20 menjadi :
g
P
g
V
g
P
..2.
0
2
………………………………………………………...............(2.34)
V =
g
PPg
..2
0
dimana
g
PPh
.
0
…………………………………….(2.35)
Sehingga
V = hg ..2 …………………………………………………………………….(2.36)
2.8.1 Kecepatan Udara
Untuk menghitung kecepatan udara, maka digunakan persamaan sebagai
berikut :
vAm ...
………………………………………………………………………...(2.37)
A
gasmv
udara
udara.
.
(m/s) ………………………………………………………..(2.38)
Dimana :
Vudara = kecepatan udara
s
m
gasmudara ..
= laju aliran massa gasifikasi
s
kg
= massa jenis
3m
kg
A = luas penampang (m2)
2.8.2 Manometer
Untuk pengukuran kecepatan aliran udara dengan menggunakan manometer,
parameter yang dibutuhkan adalah pertambahan panjang fluida ukur (air) yang dapat
diamati dengan mistar. h dapat ditentukan dengan melihat gambar di bawah ini
30
Gambar 2.11 Manometer
Hubungan tekanan antara air dengan udara adalah tampak sebagaimana
persamaan berikut ini :
ududairair hghg .. .. …………………………………………………………(2.39)
Dari persamaan 2.26 di atas maka diperoleh :
air
udud
air
hh
. (m)…………………………………………………………….(2.40)
Dimana : udP Tekanan udara di dalam manometer
2m
N
= hg ..
= massa jenis air
3
1000
m
kg
g = gravitasi (9.8 2s
m)
airh = ketinggian air di manometer (m)