BAB II DASAR TEORI 2.1 Biomassa - sinta.unud.ac.id II Variasi... · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1...

30
5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Biomassa Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil). Sumber-sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Biomassa sangat efektif sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan. Biomassa membentuk bagiannya sendiri melalui proses fotosintesis. Energi yang menggantikan bahan bakar fosil dapat diperoleh dari siklus, yaitu pembakaran biomassa, emisi kabondioksida dan refiksasi karbondioksida. Oleh karena itu, emisi karbondioksida dapat direduksi dengan cara mengganti bahan bakar fosil dengan biomassa. Sumber energi biomassa pun mempunyai kelebihan sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menjadi sumber energi dalam jangka waktu yang sangat lama dan berkesinambungan (sustainable). 2.1.1 Kandungan dalam Biomassa Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Ini ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari berbagai jenis biomassa. Rumus kimia dari biomassa diwakili oleh C x H y O z , nilai koefisien dari x, y, dan z ditentukan dari jenis biomassa (K. Raveendran et al, 1995). Menentukan sistem energi biomassa, dimana kandungan energi setiap jenisnya harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor seringkali digunakan sebagai indikator kandungan energi yang dimiliki setiap jenis biomassa. Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon).

Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Biomassa - sinta.unud.ac.id II Variasi... · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1...

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Biomassa

Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan

biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan

bahan bakar fosil). Sumber-sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar

kayu, limbah dan alkohol. Biomassa sangat efektif sebagai energi alternatif yang

ramah lingkungan. Biomassa membentuk bagiannya sendiri melalui proses

fotosintesis. Energi yang menggantikan bahan bakar fosil dapat diperoleh dari siklus,

yaitu pembakaran biomassa, emisi kabondioksida dan refiksasi karbondioksida. Oleh

karena itu, emisi karbondioksida dapat direduksi dengan cara mengganti bahan bakar

fosil dengan biomassa.

Sumber energi biomassa pun mempunyai kelebihan sebagai sumber energi

yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menjadi sumber energi dalam

jangka waktu yang sangat lama dan berkesinambungan (sustainable).

2.1.1 Kandungan dalam Biomassa

Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Ini

ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari

berbagai jenis biomassa. Rumus kimia dari biomassa diwakili oleh CxHyOz, nilai

koefisien dari x, y, dan z ditentukan dari jenis biomassa (K. Raveendran et al, 1995).

Menentukan sistem energi biomassa, dimana kandungan energi setiap

jenisnya harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor seringkali digunakan sebagai

indikator kandungan energi yang dimiliki setiap jenis biomassa. Nilai kalor adalah

jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau

dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen

dan jenisnya serta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon).

6

Table 2.1 Analisa Ultimat Biomassa

Sumber: K. Raveendran et al, 1995

2.1.2 Biomassa Bambu

A. Bambu

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas

di batangnya. Bambu adalah salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat,

karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik. Bambu dapat tumbuh sepanjang 60

cm (24 Inchi) bahkan lebih tiap harinya, tergantung pada kondisi tanah dan

klimatologi tempat ia ditanam (Anonimus, 2011).

Setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil

dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada tumbuhan bambu akan tumbuh akar-

akar sehingga bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-

potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya.

Bambu yang dipanen dengan benar dan diawetkan merupakan bahan yang

kuat, fleksibel, dan murah, yang dapat dijadikan bahan alternatif pengganti kayu

No Biomassa

Ultimate Analysis (wt %) HHVa

(MJ/kg)

Density

(kg/m3)

X Y Z

%

conversion

of carbon C H N O

1 Ampas tebu 43.8 5.8 0.4 47.1 16.29 111 3.65 5.8 2.94 81

2 Sabut kelapa 47.6 5.7 0.2 45.6 14.67 151 3.97 5.7 2.85 72

3 Batok kelapa 50.2 5.7 0.0 43.4 20.50 661 4.18 5.7 2.71 65

4 sabutempulur 44.0 4.7 0.7 43.4 18.07 94 3.67 4.7 2.71 74

5 Bonggol jagung 47.6 5.0 0.0 44.6 15.65 188 3.97 5.0 2.79 70

6 tangkai jagung 41.9 5.3 0.0 46.0 16.54 129 3.49 5.3 2.88 82.3

7 Limbah kapas 42.7 6.0 0.1 49.5 17.48 109 3.56 6.0 3.10 87

8 Kulit kacang 48.3 5.7 0.8 39.4 18.65 299 4.03 5.7 2.46 61.2

9 Jerami padi 42.7 6.0 0.1 33.0 17.48 201 3.56 6.0 2.063 58

10 Sekam padi 38.9 5.1 0.6 32.0 15.29 617 3.24 5.1 2.0 62

11 Tangkai padi 36.9 5.0 0.4 37.9 16.78 259 3.08 5.0 2.37 82.4

12 Serbuk kayu 48.2 5.9 0.0 45.1 19.78 259 4.02 5.9 2.82 70.2

13 Jerami gandum 47.5 5.4 0.1 35.8 17.99 222 3.96 5.4 2.24 56.5

Average 44.6 5.5 0.3 41.8 17.32 253.84 3.72 5.49 2.61 70.89

7

yang kian langka dan mahal. Kelebihan dari bambu (Warta Ekspor, 2011), antara

lain:

Sumber daya terbarukan; dapat dipanen dalam waktu hanya 3-5 tahun

dibandingkan dengan 20-50 tahun pada kebanyakan jenis kayu keras.

Produksi biomasa bambu diperkirakan sekitar 20-30 ton per hektar per tahun.

Berlimpah; ada lebih dari 1.500 spesies di seluruh dunia, di Indonesia juga

ditemukan lebih dari 100 jenis bambu yang hampir seluruhnya dapat

dimanfaatkan.

Bambu merupakan penyeimbang ekosistem bumi, karena tumbuhan yang

paling ideal dalam peyerapan CO2 yang dilepaskan oleh pembangkit atau

mesin lainnya.

Lebih kuat dari baja. Jenis-jenis bambu tertentu memiliki kekuatan tensil

hingga 28.000 per inci, dibandingkan dengan baja yang memiliki tensil

23.000.

Meningkatkan pendapatan petani. Bambu tumbuh di kawasan pedesaan dan

kebanyakan dimiliki oleh petani miskin. Memanfaatkan bambu secara lestari

dapat membantu menambah penghasilan petani.

Rumah yang aman. Lebih dari satu miliar orang tinggal di rumah bambu.

Dalam berbagai kejadian, rumah bambu terbuki tahan terhadap gempa bumi.

Eksotis, indah. Bambu secara alami adalah bahan yang indah dan eksotis,

dapat diaplikasikan menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat.

B. Jenis-Jenis Bambu

Indonesia merupakan salah satu wilayah yang menjadi surga bagi jenis

tanaman yang disebut juga sebagai buluh, aur dan eru ini. Diperkirakan terdapat

sedikitnya 159 jenis bambu di Indonesia yang 88 diantaranya merupakan spesies

endemik Indonesia. Beberapa jenis bambu yang ada di Indonesia (Warta Ekspor,

2011), antara lain:

Gigantochloa Apus (Bambu Apus/Tali). Batang bambu apus termasuk salah

satu jenis bambu yang sangat fleksibel, berbatang kuat dan lurus dapat

digunakan untuk beberapa keperluan. Jenis ini terkenal paling bagus untuk

dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang kuat,

dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik. Secara khusus

8

bambu ini mempunyai peran utama dalam pembuatan rumah sederhana.dan

sebagian besar komponen rumah dapat dibuat dari bambu ini, mulai dari

tiang, dinding, kaso hingga peralatan dapur. Bambu tali ini merupakan jenis

bambu yang memiliki populasi yang cukup tinggi di Indonesia dan Bali

khususnya.

Gigantochloa Atroviolacea (Bambu Hitam). Bambu hitam sangat baik untuk

pembuatan alat musik seperti angklung, gambang atau calung dan dapat juga

digunakan untuk furniture dan bahan kerajinan tangan.

Dendrocalamus Strictus (Bambu Batu). Batang bambu batu sangat kuat dan

dapat digunakan untuk bahan baku kertas dan untuk bahan anyaman.

Dendrocalamus Asper (Bambu Betung). Bambu betung sifatnya keras, baik

untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang.

Bambu ini dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang

disadap, dinding rumah yang dianyam (gedek atau bilik) dan berbagai jenis

barang kerajinan.

Gigantochloa Atter (Bambu Ater). Batang bambu ater biasanya digunakan

orang untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tangga kerajinan tangan

dan ada juga yang menggunakan untuk alat musik.

Schizostachyum Brachycladum (Bambu Bali). Karena penampilan

tanamannya unik dan menarik maka bambu ini biasa digunakan sebagai

tanaman hias.

Gigantochloa Verticillata/Gigantochloa Pseudo Arundinacea (Bambu

Andong). Bambu andong sebagian besar digunakan untuk membuat berbagai

jenis kerajinan tangan, bahan bangunan dan untuk chopstick.

Bambusa Vulgaris (Bambu Kuning). Bambu kuning digunakan untuk mebel,

bahan pembuat kertas, kerajinan tangan dan dapat ditanam di halaman rumah

karena cukup menarik sebagai tanaman hias serta untuk obat penyakit kuning

atau lever.

Bambusa Vulgaris (Bambu Tutul). Bambu tutul sebagian besar digunakan

untuk furniture, untuk dinding dan lantai rumah serta untuk kerajinan tangan.

9

Bambusa Multiplex (Bambu Cendani). Batang bambu cendani dapat

digunakan untuk tangkai payung, pipa rokok, kerajinan tangan seperti tempat

lampu, vas bunga, rak buku dan berbagi mebel dari bambu.

Bambusa Glaucescens (Bambu Pagar). Disebut juga bambu china, ukuran

batang dan daun bambu jenis ini lebih halus dari bambu Jepang. Namun

berbeda dengan kedua jenis bambu lainnya, bambu cina tumbuhnya lebih

menyemak dan batangnya mudah melengkung. Warna batangnya hijau muda,

agak kekuningan. Bambu ini juga menarik sebagai tanaman hias. Di

Indonesia sekitar, 80% batang bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi.

Selebihnya, dimanfaatkan dalam bentuk lainnya seperti kerajinan, furniture,

chopstick, industri pulp dan kertas serta keperluan lainnya.

Bambusa Atra (Bambu Loleba). Bambu loleba dapat digunakan untuk

dinding rumah, tali tongkat, bahan anyaman dan sebagai tanaman hias.

C. Sifat Dasar Bambu

Anatomi

Kolom bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10%

sel penghubung (pembuluh dan sieve tubes). Parenkim dan sel penghubung

lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan serat lebih

banyak ditemukan pada bagian luar. Susunan serat pada ruas penghubung

antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas

sementara parenkimnya berkurang (Krisdianto dkk, 2010).

Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis dan mekanis merupakan informasi penting guna memberi

petunjuk tentang cara pengerjaan maupun sifat barang yang dihasilkan.

Beberapa hal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu adalah

umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada

buku atau ruas), posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan kadar air

bambu. Hasil pengujian sifat fisis mekanis bambu hitam dan bambu apus

terdapat pada tabel 2.2 berikut.

10

Tabel 2.2 Sifat Fisis dan Mekanis Bambu

No Sifat Bambu

Hitam

Bambu

Apus

1 Kelenturan Statik 447 327

a. Tegangan pada batas proporsi (kg/cm

2) 663 546

b. Tegangan pada batas patah (kg/cm

2) 99000 101000

c. Modulus elastisitas (kg/cm

2) 1,2 0,8

d. Usaha pada batas proporsi (kg/dm

3) 3,6 3,3

e. Usaha pada batas patah (kg/dm

3) 489 504

2 Tegangan tekan sejajar serat (tegangan

maksimum, kg/cm2)

61,4 39,5

3 Tegangan geser (kg/cm2) 28,7 28,3

4 Tegagan tarik tegak lurus serat (kg/cm2) 41,4 58,2

Sumber: Krisdianto dkk, 2010

Sifat Kimia

Sifat kimia bambu meliputi penetapan kadar selulosa, lignin,

pentosan, abu, silika, serta kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol

benzen. Hasil analisis kimia beberapa jenis bambu terdapat pada tabel 2.3

berikut.

Tabel 2.3 Analisa Kimia Bambu

No Jenis

Bambu

Selulosa

(%)

Lignin

(%)

Pentosan

(%)

Abu

(%)

Silika

(%)

Kelarutan dalam (%)

Air

dingin

Air

panas Alkohol NaOH

1 Bambu

apus/tali 52,1 24,9 19,3 2,75 0,37 5,2 6,4 1,4 25,1

2 Bambu

petung 52,9 24,8 18,8 2,63 0,20 4,5 6,1 0,9 22,2

3 Bambu

batu 52,2 26,6 19,2 3,77 1,09 4,6 5,3 2,5 23,1

Sumber: Krisdianto dkk, 2010

Pada penelitian ini, akan dilakukan pengujian karakterisasi bambu

dengan analisa ultimat, prosimat dan nilai kalor untuk lebih memastikan sifat-

sifat bambu yang digunakan.

11

D. Pemanfaatan Bambu

Bambu merupakan komoditas lokal yang telah dikenal oleh masyarakat sejak

dulu dimana merupakan tanaman yang mudah dijumpai di Indonesia terutama di

Bali, Jawa, Sulawesi Selatan, dan Sumatera. Di Indonesia jenis-jenis bambu ini

dimanfaatkan sebagai sarana persembahyangan, bahan bangunan (kontruksi),

transportasi, pembuatan alat musik seperti angklung, kuliner, kerajinan rumah tangga

dan ornamen, serta sebagai bahan pengobatan alami (Anonimus, 2011). Selain itu

pemanfaatan bambu meluas sebagai sumber energi terbarukan berupa biomassa.

Pemanfaatan biomassa bambu ini sangat berpotensi karena mudah

dibudidayakan, ramah lingkungan dan produktivitas biomasa bambu per satuan luas

lebih tinggi dibanding dengan sebagian besar jenis tanaman lainnya yaitu sekitar

33,4-109,2 ton/ha/tahun dengan masa panen yang cukup singkat yaitu berkisar 1-3

tahun serta dapat dipanen sepanjang tahun sehingga kontinuitas bahan baku ini selalu

terjaga (Faris, 2009). Disamping itu, limbah atau sisa dari pemanfaatan bambu

tersebut masih belum dapat perhatian yang serius, bahkan dibuang begitu saja tanpa

adanya pengolahan yang lebih bermanfaat, sehingga potensi biomassa bambu ini

sangat besar dikembangkan di Indonesia guna mengatasi kelangkaan energi fosil.

Gambar 2.1 Limbah Bambu dari Sarana Persembahyangan di Pemelisan Sesetan

2.1.3 Produk Biomassa

Terdapat tiga tipe bahan bakar yang dihasilkan dari biomassa yang biasa

digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, yaitu :

a. Cairan (ethanol, biodiesel dan methanol).

12

b. Gas: biogas (CH4, CO2), produser gas (CO, H2, CH4 dan CO2), syngas

(CO,H2).

c. Padat (arang).

Penggunaan etanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan transportasi

dapat mengurangi emisis gas CO2. Oleh karena itu biomassa bukan hanya energi

terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan dan dapat digunakan sebagai

sumber energi secara global (Basu, 2010).

2.2 Batubara

2.2.1 Pengertian Batubara

Batubara merupakan sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah

bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan tanah gambut. Pembentukan

batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau

Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360

juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap batubara ditentukan oleh suhu

dan tekanan serta lamanya waktu pembentukan yang disebut sebagai maturitas

organik (World Coal Institute, 2009). Indonesia dikenal sebagai negara yang

memiliki potensi sumber daya alam melimpah. Produksi batubara Indonesia

diperkirakan akan mengalami kenaikan di masa yang akan datang. Prediksi kenaikan

produksi batubara di Indonesia didominasi oleh batubara peringkat rendah (lignit)

yaitu sekitar (60-70)% dari total cadangan batubara. Batubara kualitas rendah belum

banyak dieksploitasi karena masih mengalami kendala dalam transportasi dan

pemanfaatan. Batubara peringkat rendah mempunyai kandungan air total cukup

tinggi sehingga nilai kalor menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan teknologi

khusus, salah satunya adalah menggunakan teknologi gasifikasi dengan sistem

fluidized bed untuk memanfaatkan batu bara peringkat rendah agar dapat digunakan

sebagai pengganti batubara peringkat tinggi yang cadangannya sudah mulai menipis.

13

Gambar 2.2 Batubara

2.2.2 Klasifikasi Batubara

Dapat diketahui garis besar klasifikasi batubara dalam lima kelas garis besar,

yaitu gambut, lignit, sub-bituminus, bituminus, dan antrasit.

Gambar 2.3 Jenis-jenis Batubara

(Sumber: World Coal Institute, 2009)

Gambut merupakan tahapan awal dalam pembentukan batubara. Dari gambar

belum banyak yang bisa digunakan menjadi bahan bakar bernilai ekonomis

dikarenakan kandungan air sangat tinggi dan nilai kalor rendah. Lignit berasal dari

bahasa latin yang berarti kayu. Lignit (browncoal) termasuk rangking rendah

batubara ini mempunyai kandungan air, abu, dan zat terbang (volatile matter) yang

tinggi, tetapi mempunyai nilai kalor terendah. Karena kandungan zat terbangnya

yang tinggi, lignit sangat mudah terbakar dan dikenal sebagai jenis batubara yang

mudah terjadi pembakaran spontan, terutama pada penimbunan batubara.

Sub-bituminus merupakan rangking batubara menengah. Tekstur kayu sudah

terlihat pada jenis batubara ini, terlihat dari warna hitam mengkilat dan agak rapuh.

Sub-bituminus memiliki nilai kalor cukup tinggi juga kandungan karbon yang relatif

tinggi. Di samping itu, kandungan air, abu dan zat terbangnya juga tinggi. Tidak

14

berbeda jauh dengan lignit, sub-bituminus juga tergolong jenis batubara yang

memiliki kandungan sulfur cukup tinggi dan mudah terjadi pembakaran spontan.

Penamaan bituminus diperoleh dari kenyataan batubara ini bila dipanaskan

akan memiliki masa kohesif, mengikat dan melekat. Rangking batubara ini paling

banyak digunakan pada pembangkit listrik batubara karena memiliki nilai kalor

tertinggi dan temperatur nyala yang tinggi, selain itu kandungan air, abu, sulfur dan

zat terbangnya tergolong sedikit. Batubara ini berwarna hitam kilap dan menunjukan

agglomerasi, sehingga cocok sebagai bahan baku pembuatan kokas industri baja.

Sedangkan umur batubara paling tua adalah antrasit. Jenis batubara ini

merupakan rangking batubara paling tinggi. Warnanya hitam mengkilat, keras dan

kompak, tidak rapuh, namun sangat getas dan homogen. Nilai kalor dan kandungan

karbon antrasit sangat tinggi. Kandungan air, zat terbang dan sulfur sangat sedikit.

2.2.3 Karakteristik Batubara

Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan sifat

kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan sifat fisikanya

diantaranya nilai density, kekerasan, grindability, warna, dan pecahan. Sedangkan

sifat kimia batubara merupakan kandungan senyawa yang terkandung dalam

batubara tersebut diantaranya kandungan karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan

sulfur. Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara, yaitu analisis ultimate dan

analisis proximate.

Tabel 2.4 Analisis Proksimat dan Ultimat Batubara

Coal Rank

Proximate analysis (wt % ar) Ultimate Analysis (wt %

maf)

Net

Heating

Value

(maf)

(MJ/kg) Fixed

Carbon

Volatille

Matter Moisture Ash C H O N S

Antracite 81,8 7,7 4,5 6 91,8 3,6 2,5 1,4 0,7 36,2

Bituminous 54,9 35,6 5,3 4,2 82,8 5,1 10,1 1,4 0,6 36,1

Subbituminous 43,6 34,7 10,5 11,2 76,4 5,6 14,9 1,7 1,4 31,6

Lignite 27,8 24,9 36,9 10,4 71 4,3 23,2 1,1 0,4 26,7

Sumber: World Coal Institute, 2009

15

2.3 Analisa Komposisi Bahan Bakar

Setiap jenis bahan bakar baik bahan bakar yang berasal dari fosil maupun

yang berasal dari non-fosil (biomassa), sebelum digunakan sebagai sumber energi

pada proses pembakaran, terlebih dahulu harus diketahui kandungan (komposisi)

dasarnya. Metode yang digunakan ada tiga jenis, yaitu :

a. Analisa Proksimat

b. Analisa Ultimat

c. Analisa Nilai Kalor

2.3.1 Analisa Proksimat

Analisa proksimat merupakan analisa untuk mengetahui struktur fisika dari

bahan bakar. Pada penelitian ini, analisa proksimat menggunakan alat yang lebih

modern (TGA-701) dengan metode ASTM D7582 MVA in coal and biomass yang

mana langsung mampu memberikan nilai komposisi setiap parameter proksimat.

Struktur fisika yang menjadi parameter analisa proksimat, antara lain:

a. Kandungan karbon tetap (Fixed Carbon)

Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam reaktor

setelah bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah

karbon juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak

terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas

bahan bakar.

b. Kandungan kadar air (Moisture)

Kadar air (moisture) adalah kandungan air pada bahan bakar padat. Semakin

besar kandungan air yang terdapat pada bahan bakar padat, maka nilai

kalornya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Kadar air menyebabkan:

Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan

berlebih dari uap.

Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.

Membantu radiasi transfer panas.

Cara pengujian ini adalah dengan cara memanaskan sampel bahan bakar pada

temperatur 105 – 110oC selama 1 jam, agar mendapatkan nilai kandungan air.

c. Kandungan Abu (Ash)

Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Efek dari abu adalah:

16

Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran.

Meningkatkan biaya handling.

Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.

Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan.

Sample bahan bakar dari pengujian moisture kemudian dipanaskan kembali

pada temperatur 700-750oC selama 1,5 jam untuk mendapatkan nilai

kandungan abu/ ash.

d. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter)

Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter) merupakan indeks dari kandungan

bahan bakar bentuk gas di dalam suatu bahan bakar. Pengaruh dari bahan

yang mudah menguap/kandungan zat terbang:

Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan

membantu dalam memudahkan penyalaan bahan bakar.

Mengatur batas minimum pada tinggi dan volume reaktor.

Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi.

Mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder.

Untuk menentukan kandungan zat terbang dari bahan bakar, dilakukan

dengan pemanasan sampel bahan bakar pada temperatur 950oC ± 20

oC

selama 12 menit.

2.3.2 Analisa Ultimat

Analisa ultimat adalah analisa yang dilakukan berdasarkan struktur kimia

bahan bakar yang bertujuan untuk mengetahui kadar C ( carbon ), Oksigen, Nitrogen,

Hidrogen dan Sulfur. Analisa ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang

diperlukan untuk pembakaran dan volume serta komposisi gas pembakaran. Pada

penelitian ini, analisa ultimat menggunakan alat yang lebih modern (CHN 628, 628

O dan 628 S) yang langsung mampu memberikan nilai komposisi setiap parameter

ultimat.

2.3.3 Analisa Nilai Kalor

Nilai kalor sangat menentukan tingkatan atau golongan suatu bahan bakar,

nilai kalor dapat diukur menggunakan alat bom kalorimeter. Bom kalorimeter adalah

suatu alat yang digunakan untuk menentukan panas yang disebabkan oleh bahan

17

bakar dan oksigen pada volume tetap. Hasil pengukuran diperoleh dari selisih

pengukuran T1 dan T2 antara asam benzoat (benzoid acid) seperti persamaan (2.1) :

C = ( ⁄ )

( ) ( ) = (

⁄)…………………..…………...(2.1)

Dengan sample bahan uji seperti persamaan (2.2)

QC=

(

) ( )

( ) = ( ⁄ )………………………………….(2.2)

2.4 Pasir Silika

Pasir silika adalah salah satu mineral yang umum ditemukan di kerak

kontinen bumi. Mineral ini memiliki struktur kristal heksagonal yang terbuat dari

silika trigonal terkristalisasi (silikon dioksida, SiO2), dengan skala kekerasan Mohs 7

dan densitas 2,65 g/cm³. Bentuk umum kuarsa adalah prisma segienam yang

memiliki ujung piramida segienam. Pasir kuarsa Atau Pasir Silika mempunyai

komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO dan K2O berwarna

putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7

(skala Mohs), berat jenis 2,65, titik lebur 17150 oC, bentuk kristal hexagonal, panas

sfesifik 0,185 dan konduktivitas panas 12 – 1000 oC (Anonimus, 2013).

Material hamparan (bed material) yang digunakan pada gasifikasi sirkulasi

fluidized bed sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya proses fluidisasi yang

dihasilkan. Material hamparan adalah suatu jenis bahan yang digunakan pada sistem

gasifikasi sirkulasi fluidized bed sebagai media fluidisasi dan media penyimpanan

panas. Pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed, material hamparan ini akan difluidisasi

dengan menggunakan dorongan agen gasifikasi seperti udara, oksigen, uap atau

campurannya.

Pasir silika memiliki titik lebur yang tinggi sampai mencapai 18000 ,

sehingga sangat cocok digunakan untuk aplikasi gasifikasi sirkulasi fluidized bed.

Disamping untuk material hamparan pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed, pasir

silika banyak digunakan dalam industri semen, gelas, pengecoran besi baja, keramik

dan lain-lain.

18

Gambar 2.4 Pasir Silika

2.5 Fluidisasi

Fluidisasi merupakan salah satu teknik pengontakan fluida baik gas maupun

cairan dengan butiran padat. Pada fluidisasi, kontak antara fluida dengan partikel

padat dapat terjadi dengan baik karena permukaan kontak yang luas.

Bila cairan atau gas dilewatkan pada media hamparan partikel padat dengan

kecepatan yang rendah, maka hamparan tidak akan bergerak (diam), apabila

kecepatan fluida yang melewati hamparan dinaikan maka perbedaan tekanan

disepanjang hamparan akan meningkat pula. Pada saat perbedaan tekanan sama

dengan berat hamparan dibagi luas penampang, maka hamparan mulai bergerak dan

melayang-layang ke atas dan partikel-partikel padat ini akan bergerak-gerak dan

mempunyai perilaku seperti fluida. Keadaan seperti ini dikenal dengan hamparan

terfluidisasikan (fluidized bed).

2.5.1 Jenis-Jenis Fluidisasi

A. Fluidisasi Gelembung (Bubbling Fluidization)

Fluidisasi gelembung adalah jenis fluidisasi yang menggunakan udara

sebagai fluidanya. Hamparan zat padat yang terfluidisasi di dalam udara

biasanya menunjukan fluidisasi yang dikenal sebagai fluidisasi agregativ.

Fluidisasi ini terjadi jika kecepatan superficial gas di atas kecepatan fluidisasi

minimum. Bila kecepatan superficial gas di atas kecepatan jauh lebih besar dari

Umf kebanyakan gas itu mengalir melalui hamparan dalam bentuk gelembung

dan hanya sebagian kecil gas itu mengalir dalam saluran-saluran yang terbentuk

di antara partikel. Partikel itu bergerak tanpa aturan dan didukung oleh fluida

tetapi di ruang-ruang antara gelembung fraksi kosong kira-kira sama dengan

kondisi awal fluidisasi. Gelembung yang terbentuk berperilaku hampir seperti

19

gelembung udara dalam air, atau gelembung uap dalam zat cair yang mendidih

(hamparan didih).

Gambar 2.5 Skema Bubbling Fluidization

(Sumber: Paul Grabowski, 2004)

B. Circulation Fluidized Bed

Cyclone merupakan unit utama yang digunakan untuk meningkatkan

efisiensi gasifikasi dengan jalan membakar kembali melalui proses sirkulasi. Gas

panas dan tar, debu bercampur kembali ke reaktor. Siklon ini menggunakan gaya

sentrifugal untuk memisahkan padatan dari gas dengan mengarahkan aliran gas

menuju jalur melingkar. Karena pengaruh gaya inersia, partikel tidak akan

mampu mengikuti jalur tersebut sehingga akan terpisahkan dari aliran gas.

Meskipun secara fisik pemisahan partikel cukup kompleks, filter cyclone dengan

kinerja yang sudah diprediksikan sebelumnya dapat dirancang menggunakan

teknologi teoritis dan empiris yang sudah dikembangkan selama ini.

Pada penggunaannya, Circulation Fluidized Bed (CFB) lebih unggul

daripada Bubbling Fluidized Bed (BFB). Hal ini disebabkan oleh :

Adanya saluran sirkulasi (cyclonic) yang memungkinkan pengolahan

kembali bahan bakar yang belum terkonversi. Dengan adanya saluran

sirkulasi tersebut, waktu tinggal bahan bakar di dalam gasifier lebih lama

sehingga memungkinkan bahan bakar terkonversi sempurna.

Laju alir udara yang digunakan pada CFB lebih besar, dibandingkan

dengan kecepatan yang digunakan pada BFB. Hal ini menyebabkan

20

kecepatan kontak antara gas dengan padatan yang terjadi pada CFB

tinggi sehingga pencampuran massa dan perpindahan panas yang terjadi

lebih baik daripada BFB.

Gambar 2.6 Skema Reaktor Circulated Fulidized Bed

(Sumber: Klein A, 2002)

2.5.2 Rumus-Rumus Umum Fluidisasi

a. Volume Padatan:

(m3)……………………….……………………….……(2.3)

b. Luas Permukaan Padatan:

(m2)….……………………….…..……………..................(2.4)

Dimana: As = luas permukaan padatan (m2)

Vs = volume padatan (m3)

φ = sphericity (faktor kebolaan)

dm = diameter rata-rata (m)

c. Fraksi Ruang Kosong (Voidage)

( )

( )

(ms mb)

( )

...............................................................................(2.5)

d. Kecepatan Minimum Fluidisasi (Umf)

Langkah pertama adalah menentukan fraksi ruang kosong (εmf) yang

terjadi di dalam bed (hamparan) dengan mengunakan persamaan sebagai berikut:

21

*

+

……………....................................................…………….......(2.6)

Dimana: φ = faktor kebolaan pasir silika

Selanjutnya adalah menentukan bilangan Archimedes (Ar) dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

( )

( ) ……………..........................................….........(2.7)

Dimana: Ar = bilangan Archimedes

g = percepatan gravitasi bumi (m/detik2)

dp = diameter partikel pasir silika (m)

ρg = densitas udara (kg/m3)

ρp = densitas pasir silika (kg/m3)

μ = viskositas udara (kg/m.detik)

Bilangan Archimedes (Ar) ini akan digunakan untuk menentukan bilangan

Reynolds (Remf) dengan menggunakan Ergun equation sebagai berikut:

( )

……....................................…......(2.8)

Setelah bilangan Reynolds dapat dihitung dengan rumus di atas, maka

kecepatan minimum fluidisasi (Umf) dapat ditentukan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

(m/s) ................................................…....……......…......(2.9)

2.6 Gasifikasi

Gasifikasi adalah proses mengkonversikan bahan bakar padat menjadi bahan

bakar gas. Proses gasifikasi ini hampir sama dengan proses pembakaran, hanya saja

udara yang dimasukkan ke sistem gasifikasi dibatasi, hanya sekitar 30% udara

pembakaran. Co-gasifikasi adalah proses gasifikasi yang menggunakan campuran

dua material berbeda seperti biomassa dan batubara. Selama proses gasifikasi reaksi

kimia utama yang terjadi adalah endotermis (diperlukan panas luar selama proses

berlangsung). Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian

22

utama, yaitu padatan, cairan (termasuk gas yang dapat dikondensasikan) dan gas

permanen. Beberapa keunggulan dari teknologi co-gasifikasi, antara lain:

a. Mampu memproses dua bahan bakar sekaligus.

b. Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan

sebagai gas bahan bakar untuk pembangkit listrik dan sebagainya.

c. Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang

bernilai tinggi

d. Mampu mengurangi jumlah sampah padat.

e. Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioxin yang berbahaya.

Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu reaktor. Reaktor tersebut

dikenal dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara

bahan bakar dengan agen penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan

bakar dengan medium tersebut menentukan jenis gasifier yang digunakan.

Gambar 2.7 Gasifikasi

(Sumber: Anonim, 2007)

2.6.1 Jenis-Jenis Gasifikasi

A. Berdasarkan Tipe Reaktor

Berdasarkan tipe reaktor, dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: updraft

gasifier, downdraft gasifier dan crossdraft gasifier. Pada updraft gasifier, arah aliran

padatan ke bawah, sedangkan arah aliran gas ke atas. Pada downdraft gasifier, arah

aliran gas dan arah aliran padatan adalah sama-sama ke bawah. Crossdraft gasifier,

arah aliran gas dijaga mengalir mendatar dengan aliran padatan ke bawah. Pada

penelitian ini jenis gasifier yang digunakan adalah updraft gasifier.

23

Pada gasifier jenis ini, udara masuk melalui bawah gasifier melalui grate.

Aliran udara ini berlawanan arah (counter current) dengan aliran bahan bakar yang

masuk dari bagian atas gasifier. Gas produser yang dihasilkan keluar melalui bagian

atas gasifier sedangkan abu diambil pada bagian bawah gasifier. Reaksi pembakaran

pada gasifier ini terjadi di dekat grate kemudian diikuti reaksi kemudian diikuti

reaksi reduksi (proses gasifikasi). Reaksi reduksi akan menghasilkan gas

bertemperatur tinggi. Gas hasil reaksi (gas produser) tersebut bergerak ke bagian atas

gasifier menembus unggun bahan bakar menuju daerah yang bertemperatur lebih

rendah. Pada saat menembus unggun bahan bakar, gas produser akan kontak dengan

bahan bakar yang turun sehingga terjadi proses pirolisis dan pertukaran panas antara

gas dan bahan bakar. Panas sensible yang diberikan gas digunakan bahan bakar

untuk pemanasan awal dan pengeringan bahan bakar. Proses pirolisis dan

pengeringan tersebut terjadi pada bagian atas gasifier. Updraft gasifier mencapai

efisiensi tertinggi ketika gas panas yang dihasilkan meninggalkan gasifier pada

temperatur rendah.

Keuntungan menggunakan updraft gasifier adalah mekanismenya sederhana,

arang (charcoal) habis terbakar, suhu keluaran rendah dan efisiensi tinggi.

Kekurangan dari updraft gasifier adalah tingginya jumlah uap tar yang terkandung di

dalam gas keluaran dan kemampuan gas produser membawa muatan rendah.

Gambar 2.8 Updraft Gasifier

(Sumber: Brian Fisher, David Gagnon, and Devin Sutcliffe, 2010)

24

B. Gasifikasi Berdasarkan Mode Fluidisasi

Berdasarkan mode fluidisasinya, dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yakni

gasifikasi fluidized bed, fixed bed, moving bed dan entrained flow. Pada penelitian

ini, jenis gasifikasi yang diterapkan adalah gasifikasi fluidized bed.

Gasifikasi fluidized bed merupakan konversi bahan bakar padat menjadi gas

dengan menggunakan media gasifikasi sebagai pencampur bahan bakar dan biomassa

sehingga kedua bahan tersebut berperilaku seperti fluida. Gasifikasi fluidized bed

dioperasikan dengan cara memfluidisasi partikel bahan bakar dengan gas pendorong

yang berupa udara/oksigen, baik dicampur dengan kukus maupun tidak dicampur.

Pada gasifikasi fluidized bed, gas pendorong yang umum digunakan adalah udara.

Pada gasifier jenis ini, udara dan bahan bakar tercampur pada unggun yang terdiri

dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut sangat penting

karena berfungsi sebagai medium penyimpan panas.

Gasifikasi fluidized bed dioperasikan dengan suhu rendah, yaitu 600-1000 .

Suhu operasi tersebut berada di bawah suhu leleh abu, sehingga penghilangan abu

yang dihasilkan pada gasifikasi jenis ini lebih mudah. Hal inilah yang menyebabkan

gasifikasi fluidized bed dapat digunakan pada pengolahan bahan bakar dengan abu

tinggi, sehingga rentang penerapan gasifikasi fluidized bed lebih luas daripada

gasifikasi jenis lainnya.

2.6.2 Tahapan Proses Gasifikasi

Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis,

oksidasi, dan reduksi. Pada gasifikasi jenis fluidized bed, kontak yang terjadi saat

pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona

pengeringan, pirolisis, oksidasi dan reduksi tidak dapat dibedakan. Proses

pengeringan, pirolisis dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan

proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).

25

Gambar 2.9 Tahapan-Tahapan Proses Gasifikasi

(Sumber: Brian Fisher, David Gagnon, and Devin Sutcliffe, 2010)

Dalam proses pembakaran pada gasifikasi baik dengan sistem updraft,

downdraft, maupun crossdraft terdapat tingkatan-tingkatan pembagian daerah

pembakaran, yang secara berurutan adalah :

a. Pengeringan/Drying

Drying merupakan tahapan pertama dari proses gasifikasi, yaitu proses

penguapan kandungan air didalam biomassa melalui pemberian sejumlah

panas pada interval suhu 100 ~ 3000C. Pada drying ini, bahan bakar tidak

mengalami penguraian unsur-unsur kimianya (dekomposisi kimia), tetapi

hanya terjadi pelepasan kandungan air dalam bentuk uap air.

H2O(cair) H2O(gas)

b. Pirolisis/Devolatisasi

Proses drying dilanjutkan dengan dekomposisi termal kandungan volatile

matter berupa gas dan menyisakan arang karbon, dimana proses ini biasa

disebut sebagai pirolisis. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis,

yaitu gas ringan, tar dan arang. Komponen utama campuran gas-gas tersebut

adalah H2, CO, CO2, H2O, CH4 dan hidrokarbon lainnya. Fraksi tar termasuk

senyawa organik berat yang mana adalah gas ketika dilepaskan selama

pirolisis atau sebagai tetes cair (liquid drops), arang (char) disusun terutama

terdiri dari karbon dan adanya materi mineral pada bahan bakar padat

(Badeau dan Levi, 2009). Proses pirolisis terjadi pada suhu 1500 sampai

26

dengan 8000C. Untuk gasifikasi biomassa, pirolisis dapat direprentasikan

sebagai:

Bahan bakarpanas = Char + Volatil

c. Oksidasi/Pembakaran

Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di

dalam reaktor, terjadi pada suhu 6000C sampai dengan 1400

0C. Proses ini

menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik.

Oksigen yang dipasok ke dalam reaktor bereaksi dengan substansi yang

mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara

berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada

pirolisis. Adapun reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini adalah

sebagai berikut :

C + ⁄ O2 CO + 110,7 KJ/mol (partical oxidation)

C + O2 CO2 + 393,77 KJ/mol (total oxidation)

H2 + ⁄ O2 H2O + 742 KJ/mol (hydrogaen oxidation)

CO + ⁄ O2 CO2 + 283 KJ/mol (CO oxidation)

d. Reduksi/Gasifikasi

Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang

disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran, terjadi pada

suhu 6000C sampai dengan 900

0C. Produk yang dihasilkan pada proses ini

adalah gas mampu bakar seperti, H2, CO dan CH4. Berikut adalah reaksi

kimia yang terjadi pada zona reduksi, antara lain:

Boudart reaction:

C + CO2 = 2 CO – 172 (MJ/kmol)

Steam-carbon reaction:

C + H2O = CO + H2 – 131 (MJ/kmol)

Water-gas shift reaction:

CO + H2O = CO2 + H2 + 41 (MJ/kmol)

O methanation:

CO + 3 H2 – 206 (MJ/kmol) = CH4 + H2O

27

2.6.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi

Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses

dan kandungan gas yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Bahan bakar

Ada beberapa klarifikasi dalam mendefinisikan bahan baku yang dipakai

pada sistem gasifikasi berdasarkan kandungan dan sifat yang dimilikinya.

Pendefinisian bahan baku gasifikasi ini dimaksudkan untuk membedakan antara

bahan baku yang baik dan kurang baik. Adapun beberapa parameter yang dipakai

untuk mengklarifikasi, yaitu:

Kandungan Energi

Semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki bahan bakar maka gas hasil

gasifikasi tersebut semakin tinggi karena energi yang dikonversi juga

semakin tinggi.

Moisture

Bahan baku yang digunakan untuk proses gasifikasi umumnya memiliki

kandungan moisture yang rendah. Karena kandungan moisture tinggi

menyebabkan heat loss yang tinggi. Selain itu kandungan moisture yang

tinggi juga menyebabkan beban pendinginan semakin tinggi karena pressure

drop yang terjadi meningkat. Idealnya kandungan moisture yang sesuai untuk

bahan baku gasifikasi kurang dari 20%.

Debu

Semua bahan baku gasifikasi menghasilkan debu (dust). Adanya dust ini

sangat menggangu karena berpotensi menyumbat saluran sehingga

membutuhkan maintenance lebih. Desain gasifier yang baik setidaknya

mengasilkan kandungan debu yang tidak lebih dari 2-6 g/m3.

Tar

Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus

dihindari karena sifatnya yang korosif. Sesungguhnya tar adalah cairan hitam

kental yang terbentuk dari destilasi destruktif pada material organik. Selain

itu, tar memiliki bau yang tajam dan dapat mengganggu pernafasan. Pada

reaktor gasifikasi terbentuknya tar, yang memiliki approximate atomic

CH1.2O0,5 terjadi pada temperatur pirolisis yang kemudian terevaporasi dalam

28

bentuk asap, namun pada beberapa kejadian tar dapat berupa zat cair pada

temperatur yang lebih rendah. Desain gasifier yang baik setidaknya

menghasilkan tar tidak lebih dari 1 g/m3.

Ash dan slagging

Ash adalah kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku yang tetap

berupa oksida setelah proses pembakaran. Sedangkan slag adalah kumpulan

ash yang tebal. Pengaruh adanya ash dan slag pada gasifier adalah:

Menimbulkan penyumbatan pada gasifier.

Pada titik tertentu mengurangi respon pereaksi bahan baku.

b. Desain Reaktor

Terdapat berbagai macam bentuk reaktor/gasifier yang pernah dibuat untuk

proses gasifikasi. Untuk gasifier bertipe imbert yang memiliki neck di dalam

reaktornya, ukuran dan dimensi neck sangat mempengaruhi proses pirolisi,

pencampuran, heat loss dan nantinya akan mempengaruhi kandungan gas yang

dihasilkan.

c. Jenis Media Gasifikasi

Jenis media gasifikasi yang digunakan dalam umumnya adalah udara,

kombinasi oksigen dan uap. Penggunaan jenis media gasifikasi mempengaruhi

kandungan gas yang dimiliki oleh syngas. Perbedaan kandungan syngas terlihat pada

kandungan nitrogen dan mempengaruhi besar nilai kalor yang dikandungnya.

Penggunaan udara bebas menghasilkan senyawa nitrogen yang pekat di dalam

syngas, berlawanan dengan penggunaan oksigen/uap yang memiliki nilai kalor

syngas yang lebih baik dibandingkan menggunakan udara.

d. Rasio Bahan Bakar dan Udara (AFR)

Perbandingan bahan bakar dan udara dalam proses gasifikasi mempengaruhi

reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan syngas yang dihasilkan.

Kebutuhan udara pada proses gasifikasi berada diantara batas konversi energi

pirolisis dan pembakaran sehingga dibutuhkan rasio yang tepat jika hasil syngas yang

maksimal. Pada gasifikasi AFR yang tepat untuk proses gasifikasi berkisar pada

angka 1,25-1,5.

29

2.6.4 Parameter–Parameter Penting dalam Proses Gasifikasi

Parameter-parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses

gasifikasi (Bolenio, 2005), yaitu:

a. Temperatur Gasifikasi

Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi

adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air dalam bahan bakar agar

menghasilkan gas yang bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh

dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar. Untuk mempertahankan

temperatur, maka tangki reaktor diisolasi dengan bata tahan api agar tidak ada

panas yang keluar lingkungan sehingga efisiensi reaktor menjadi baik.

b. Spesifik Gasification Rate (SGR)

SGR mengindikasikan banyaknya bahan bakar rata-rata yang dapat

tergasifikasi dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak

berjalan sempurna, sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi

berjalan lambat. SGR dapat dihitung dengan cara:

SGR =

(Kg/m

2.dt)………………….(2.10)

c. Fuel Cunsumtion Rate (FCR)

Perkiraaan kecepatan bahan bakar yang dikonsumsi, dapat dihitung

dengan persamaan beikut:

FCR = Vbb x Fg ………………………………………………………..(2.11)

Dimana : = Laju masuk bahan bakar

Fg = Faktor gasifikasi (asumsi waktu proses gasifikasi terhadap

waktu pemasukan bahan bakar yang disesuaikan dengan

jumlah bahan bakar yang digunakan)

Bahan bakar yang dikonsumsi pada proses gasifikasi dapat dihitung

menggunakan rumus:

FCR =

=

(

)…..(2.12)

d. Gas Fuel Ratio (GFR)

GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

30

GFR

( ⁄ )……………………………..(2.13)

e. % Char

% Char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan dengan

banyaknya biomassa yang dibutuhkan. % char dapat dihitung menggunakan

rumus:

% char

x 100%...........................................................(2.14)

f. Air Fuel Rate (AFR)

Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran blower yang dibutuhkan

untuk reaktor gasifikasi. Jumlah udara yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan

menggunakan tingkat konsumsi bahan bakar (FCR), udara stoikiometri dari

bahan bakar (SA) dan rasio ekivalensi (ε) untuk gasifying 0,3-0,4.

AFR =

……………………………………………………..(2.15)

Dimana: AFR = Air Fuel Rate (tingkat aliran udara) (m3/jam)

FCR = Fuel Comsumption Rate (kg/jam)

ρa = Massa jenis udara (1,25 kg/m3)

ε = Rasio ekivalensi (0,3-0,4)

SA = Udara stoikiometri dari bahan bakar padat

g. Waktu Konsumsi Bahan Bakar

Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar

mengubah menjadi gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor. Ini termasuk

waktu untuk menyalakan bahan bakar dan waktu untuk menghasilkan gas,

ditambah waktu untuk benar-benar membakar semua bahan bakar dalam reaktor.

Kepadatan dari bahan bakar padat (ρ), volume reaktor (Vr) dan konsumsi bahan

bakar tingkat (FCR) adalah faktor yang digunakan dalam menentukan total waktu

untuk mengkonsumsi bahan bakar padat dalam reaktor. Dapat dihitung

menggunakan rumus di bawah ini:

t=

…...…………..…………………………………………………….(2.16)

Dimana : t : Waktu konsumsi bahan baku (jam)

: massa jenis bahan baku (kg/m3)

Vr : Volume reaktor (m3)

31

h. Kecepatan Udara

Hal ini mengacu pada kecepatan aliran udara di tempat bahan bakar.

Kecepatan udara dalam gasifier akan menyebabkan pembentukan saluran yang

sangat mungkin mempengaruhi gasifikasi. Diameter dari bereaksi (D) dan tingkat

aliran udara (AFR) menentukan kecepatan superfic udara di gasifier. Kecepatan

udara dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

VS =

…………………….……………………………………….….(2.17)

Dimana : VS = Kecepatan supersic gas (m/jam)

AFR = Tingkat aliran udara (m3/jam)

D = Diameter reaktor (m)

i. Jumlah Udara Pembakaran

Jika susunan bahan bakar diketahui, berdasarkan ketel uap

(Djokostyardjo, 1989) maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara pembakaran

untuk pembakaran sempurna.

Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan:

C + O2 CO2

12 kg C + 32 kg O2 44 kg CO2

1 kg C + 32/12 kgO2 44/12kg CO2 …………………………….(2.18)

Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan :

H2 + ½ O2 H2O

2 kg H2 + 16 O2 18 kg H2O

1 kg H2 + 8 kg O2 9 kg H2O ………………………………..…..….(2.19)

Belerang (S) terbakar berdasarkan persamaan :

S + O2 SO2

32 kg S + 32 kg O2 64 kg SO2

1 kg S + 1 kg O2 2kg SO2 …………………….…………….(2.20)

Dari perhitungan diatas kemudian dijumlahkan kebutuhan oksigennya

maka kebutuhan udara stoikiometri (SA) dari bahan bakar padat dapat dihitung

dengan persamaan:

SA = kebutuhan oksigen C + kebutuhan oksigen H + kebutuhan oksigen S –

kandungan O ...…………………………………………………....(2.21)

32

Kemudian kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung. Umumnya kadar

oksigen yang terkandung dalam udara antara 21 – 23 %, maka dari perbandingan

udara dan bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar :

Kebutuhan udara pembakaran =

x kebutuhan oksigen total.....(2.22)

2.6.5 Efisiensi Gasifikasi

Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain,

kandungan moisture, temperatur udara masuk, dan heat loss. Dapat disimpulkan

bahwa kandungan moisture bahan bakar semakin tinggi, nilai kalor syngas semakin

rendah, dengan kata lain efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan tingginya

kandungan moisture bahan bakar. Untuk pengaruh temperatur udara masuk, semakin

tinggi temperatur udara masuk gasifier akan menaikkan efisiensi gasifikasi.

Sedangkan pengaruh besarnya heat loss, semakin kecil heat loss semakin besar

pengaruhnya terhadap efisiensi gasifikasi.

Pengaruh temperatur dan besarnya nilai dari equivalen ratio gasifikasi juga

mempengaruhi efisiensi gasifikasi. Untuk bahan bakar biomassa dengan nilai

persentase karbon yang rendah, temperatur gasifikasi dikondisikan pada 782oC -

927oC pada ekuivalen ratio 0,244 - 0,295. Pada equivalen ratio yang lebih rendah,

jumlah udara menjadi berlimpah menjadikan panas banyak terbuang, efisiensi

gasifikasi turun. Untuk memastikan semua karbon bereaksi, temperatur harus tinggi

> 927oC dan equivalen ratio 0,4. Pada kondisi tersebut persentase tar yang dihasilkan

sangat tinggi. Ada dua cara untuk mengatasi hal tersebut, yaitu memanaskan udara

masuk gasifier dan memperlama waktu tinggal (residence time) produk gas. Efisiensi

gas hasil gasifikasi dapat dihitung dengan cara dan persamaan berikut:

Mencari N2 yang disupply dari udara yang mana mengandung sekitar 78%:

Supply N2 Udara = 0,769 x SA …………………………………………...(2.23)

Mencari total nitrogen yang diproduksi udara dan bahan bakar :

Total N =

…………(2.24)

Mencari jumlah gas nitrogen yang diproduksi:

Produksi N =

………………….....(2.25)

33

Mencari energi dari gas mampu bakar (syngas) yang dihasilkan:

Energi syngas = Produksi N x syngas pada hasil gasifikasi x HHV syngas....(2.26)

Mencari total energi dari gas mampu bakar/syngas (CO, H2 dan CH4)

Energi syngas = energi syngas CO + energi syngas H2 + energi syngas CH4…(2.27)

Mencari total energi input dari bahan bakar yang digunakan:

Energi Input = nilai kalor bahan bakar ……………………………..(2.28)

Mencari effisiensi gas hasil gasifikasi (ηg )

ηg =

x 100% ………………………………………….(2.29)

Tabel 2.5 Higher Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV) Gas mampu Bakar

Gas Higher Heating Value (MJ/kg mol) Lower Heating Value (MJ/kg mol)

CO 282,99 282,99

H2 285,84 241,83

CH4 890,36 802,34 Sumber: Basu, 2006

2.6.6 Perhitungan Kandungan Gas Hasil Gasifikasi

Untuk mengetahui kandungan gas, sampel gas diproses melalui alat GCxGC

kemudian mendapat hasil berdasarkan berat molekul unsur penyusun gas tersebut.

Persamaan–persamaan di bawah dapat digunakan untuk mengetahui persentase

kandungan gas hasil gasifikasi. Terlebih dahulu perlu mencari nilai abundance dari

N2 pada gas hasil gasifikasi, dengan persamaan:

….(2.30)

Setelah memperoleh nilai abundance N2, kemudian menghitung nilai

abundance dari CO, dengan persamaan:

…(2.31)

Setelah memperoleh nilai abundance N2 dan CO, dapat dilanjutkan perhitungan pada

persentase kandungan gas yang ingin diinginkan, dengan menggunakan persamaan:

...........(2.32)

34

Kemudian dilakukan penjumlah terhadap keseluruhan persentase kandungan gas

untuk memperoleh persentase kandungan dari H2, dengan persamaan:

( )…………..(2.33)