Merah Dengan Visus Menurun Print
-
Upload
agungkurniawan -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
description
Transcript of Merah Dengan Visus Menurun Print
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya dan nikmat kesehatan yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan Refreshing yang berjudul “ Mata Merah Dengan Visus Menurun”
Refreshing ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan sekaligus memenuhi tugas kepaniteraan dokter muda Stase Mata Rumah Sakit Islam Pondok Kopi. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :1. Dr. Hj. Ratna Mahyudin, Sp.A, Sp.M2. Orang tua yang selalu mendukung baik secara moril dan materi dan selalu mendoakan
keberhasilan penyusun3. Teman-teman sejawat atas dukungan dan kerjasamanya
Semoga dengan adanya Refreshing ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penyusun dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.
Penyusun menyadari bahwa Refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun Refreshing yang lebih baik dimasa yang akan datang. Terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb. Jakarta, 28 Februari 2015
Penyusun
1
MATA MERAH DENGAN VISUS MENURUN
I. KERATITIS
Kornea dapat mengalami peradangan (keratitis) dengan atau tanpa adanya
komponen infektif. Hal ini diikuti perbaikan jaringan , dengan pembentukan luka
dan pembuluh darah, yang berakibat pengapuran kornea dan astigmatisma, sehingga
terjadi penurunan visus. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
kekurangan air mata, keracunan obat, alergi terhadap suatu jenis obat topikal dan
reaksi konjungtivitis kronis. Keratitis memberikan gejala silau, mata merah, dan
sensasi seperti kelilipan.
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan
epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma).
1. Keratitis Pungtata
Merupakakan keratitis pada kelenjar Bowman dengan adanya inflitrat berbentuk
bercak halus pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster, dan vaksinia,
trakoma, radiasi, dan mata kering. Keratitis pungtata biasanya bilateral dan
berjalan kronis tanpa terlihat kelainan konjungtiva.
a. Keratitis Superfisialis
Merupakakan keratitis superfisial dengan adanya inflitrat berbentuk bintik-
bintik putih pada permukaan kornea. Terjadi pada kornea superfisial, dan
hijau saat pewarnaan fluoresen. Penyebabnya di antaralain adalah
blefaritis, keratopati, dan keracunan obat topikal.
Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.
Pengobatan yang bisa diberikan adalah air mata buatan, tobramisisn tetes
mata, dan siklopegik.
2
b. Keratitis pungtata subepitel
Terjadi di daerah kelenjar bowman. Biasanya bilateral dan kronis, nampak
kelainan konjungtiva.
2. Keratitis Marginalis
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Bila
tidak diobati dapat menyebabkan tukak pada kornea. Penyakit ini dapat terjadi
berulang dengan adanya Streptococcus pneumonia, Hemophilus aegepty,
Moraxella lacunata, dan Esrichia. Biasanya penderita akan mengeluh sakit
seperti kelilipan, keluar banyak air mata, sakit, sengan fotofobia berat.
Pengobatan yang dapat diberikan berupa vitamin B dan C dosis tinggi.
3. Keratitis Interstisial
Keratitis ini terjadi pada jaringan kornea lebih dalam, merupakan keratitis
nonsupuratif profunda yang disertai dengan neovaskularisasi. Pasien biasanya
akan mengeluhkan fotofobia, keluar banyak air mata, dan penurunan visus.
Kelainan ini biasanya bilateral.
Pada kornea keruh, sehingga iris susah dilihat. Terdapat injeksi siliar disertai
pembuluh darah ke arah dalam sehingga memberikan gambaran merah pucat
“salmon patch”. Pada keratitis akibat sifilis akan ditemukan trias Hutchinson,
sadlenose, dan serologik positif terhadap sifilis.
Pengobatan yang dapat diberikan berupa tetes mata atropin untuk mencegah
sinekia.
4. Keratitis bakterial
Keratitis yang disebabkan oleh bakteri, dapat berupa bakteri gram negatif atau
gram positif. Terapi antibitotik yang diberikan untuk bakteri gram negatif
adalah tobramisin 15mg/ml, gentamisin 15mg/ml, polimiksin. Antibiotik untuk
gram positif antaralain cefazolin 50mg/ml, vancomycin , dan basitrasin. Selain
itu siklopegik diberikan untuk istirahat mata.
3
5. Keratitis Jamur
Pasien biasanya akan mengeluh sakit mata hebat, berair, dan silau. Gejala yang
bisa didapatkan pada pasien adalah infiltrat yang berhifa dan satelit. Disetai juga
adanya cincin endotel dengan plak yang tampak bercabang. Diagnosis dibuat
dengan preparat KOH10% menunjukkan adanya hifa. Pengobatan yang
diberikan adalah gentamisin setiap 1-2 jam.
6. Keratitis Herpes Simpleks
Virus herpes simpleks merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan
pada mukosa rongga hidung, rongga mulut, dan mata.
Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial
dan stromal. Pada yang epithelial akan mengakibatkan kerusakan sel epitel dan
membentuk ulkus kornea superfisialis. Pada yang stromal terjadi reaksi
imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang reaksi antigen-antibodi yang
menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stromal di
sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang
pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya.
a. Tipe epitel
Gambaran klinis infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikulasris akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif,
serta pembengkakan kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga
disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai troma tetapi jarang. Pada
dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan
tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan
menyerang stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrit, akan tetapi dapat juga
bentuk lain. Secara subjektif, keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak
dikeluhkan oleh penderita, keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit
membengkak atau mata berair yang bila sering diusap menyebabkan lecet
kulit palpabra. Secara objektif didapatkan iritasi yang ringan, sedikit merah,
berair, dan unilateral.
4
b. Tipe stromal
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan
keratitis stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea
adalah lesi disiformis tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak
spesifik dan lazim disebut keratitis meta-herpetika. Pada keadaan ini
penderita datang dengan keluhan silau, mata berair, penglihatan kabur dan
pada pemeriksaan didapatkan injeksi konjungtiva dan silier, penderita
menutup matanya karena silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma
yang dapat disertai uveitis dan hipopion.
Pada keratitis epitel/dendritik dapat diberikan trifuldin per 2 jam atau
antiviral oral 5x400mg/hari. Pada keratitis stromal
7. Keratokonjungtivitis Epidemi
Keratitis yang terbentuk pada keratokonjungtivitis epidemi adalah akibat
reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi
alergi terhadap adenovirus tipe 9, 19 atau 37. Penyakit ini timbul sebagai
suatu epidemi, bersifat bilateral.
Keluhan umum demam, gangguan saluran nafas, penglihatan menurun,
merasa seperti ada benda asing, berair, kadang disertai nyeri.
Pengobatan pada saat akut sebaiknya diberikan kompres dingin, cairan air
mata dan pengobatan penunjang lainnya.
Bila terdapat kekeruhan pada kornea yang menyebabkan penurunan visus
yang berat dapat diberikan steroid tetes mata 3 kali/hari.
8. Keratitis Dimmer/Numularis
Ditandai dengan infiltrat bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas.
Keratitis ini berjalan lambat, sering kali unilateral dan pada umumnya
didapatkan pada petani yang bekerja di sawah.
Secara subjektif, pasien mengeluh silau.
Secara objektif, mata yang terserang tampak merah karena injeksi siliar,
disertai lakrimasi.
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu hilangnya
tanda-tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi dalam
waktu yang lama, dapat 1-2 tahun
5
9. Keratitis Filamentosa
Keratitis yang disertai adanya filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada
permukaan kornea, gambaran khusus berupa filamen epitel halus.
Penyebabnya tidak diketahui. Kelainan ini ditemukan pada gejala sindrom mana
kering, diabetes militus, pasca bedah katarak, dan keracunan kornea oleh obat
tertentu.
Gejalanya rasa kelilipan, sakit, mata merah, silau, blefarospasme, dan epifora.
Pengobatan dengan larutasn hipertonik NaCl 5%, air mata hiperteonik.
10. Keratitis Herpes Zoster
Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf kranial
V, VII, dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan
ganglion Gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N V.
Biasanya yang terganggu adalah cabang oftalmik.
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah
dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel,
dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah hidung
dan kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit varisela
beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri
yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi kadang-kadang
rasa nyeri ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai edema
kulit yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas serta
sudah disertai dengan vesikel.
Secara objektif, tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang
oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis
median. Palpebra tampak menyempit apabila kelopak atas mengaami
pembengkakan. Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median
adalah khas untuk infeksi oleh herpes zoster.biasanya juga pembengkakan
kelenjar pre-aurikler regional yang sesuai dengan sisi cabang oftalmik N V yang
terkena.
6
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai
infeksi sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obat-
obatan yang meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik,
serta dapat dibantu dengan vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil selulose,
siklopegia.
Pemberian kortikosteroid oral maupun topikal merupkan kontraindikasi karena
dapat meningkatkan aktivitas virus, memperpanjang perjalanan klinik penyakit,
serta memicu infeksi bakteri atau jamur.
8. Keratitis Flikten
Merupakan reaksi imunologi terhadap stafilokokus aureus, koksidiodes imiitis
serta bakteri patogen lainnya. Terdapat hiperemia konjungtiva, dan memberikan
kesan kurangnya air mata. Secara subjektif, penderita biasanya datang karena
ada benjolan putih kemerahan di pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan
kornea terkena, maka mata berair, silau, dan dapat disertai rasa sakit dan
penglihatan kabur.
Terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus yang dikelilingi daerah
konjungtiva yang hiperemis.Bila kornea terkena, dapat ditemukan keratitis
dengan gambaran yang bermacam-macam; yaitu infiltrat dan neovaskularisasi.
Gambaran yang khas adalah terbentuknya papula atau pustula pada kornea atau
konjungtiva karena itu penyakit ini biasanya disebut kerato –konjungtivits
flikten.
Pada tukak dapat diberikan antibiotik topikal atau oral.
9. Keratitis Sika
Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh kurangnya
sekresi kelenjar lakrimal dan atau sel globet. Secara objektif, pada tingkat dry-
eye, kejernihan permukaan konjungtiva dan kornea hilang, tes schirmer
berkurang, tear-film kornea mudah pecah, tear break-up time berkurang, sukar
menggerakan kelopak mata. Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea,
keratitis filamentosa, atau pungtata. Pada kerusakan kornea yang lebih lanjut
dapat terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya. Apabila yang kurang
7
adalah komponen air dari air mata, diberikan air mata tiruan; sedangkan bila
komponen lemaknya yang berkurang maka diberikan lensa kontak.
10. Keratitis lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata tidak
dapat menutup sempurna, sehingga kornea menjadi kering, mudah terkena
trauma dan infeksi. Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut pada
tepi kelopak, dan dapat dikarenakan parese Nervus VII. Pengobatan keratitis
lagoftalmus adalah dengan mengatasi kausa dan air mata buatan. Untuk
mencegah infeksi sekunder diberikan salep mata.
11. Keratitis neuroparalitik
Akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terjadi kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Pasien akan mengeluh tajam
penglihatan menurun, silau dan tidak nyeri. Mata akan memberikan gejala
jarang berkedip karena hilangnya refleks mengedip, injeksi siliar, permukaan
kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea. Dapat terlihat terbentuknya
deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang dimulai pada bagian tengah
dan meninggalkan sedikit lapisan epitel kornea yang sehat di dekat limbus.
Pengobatan diberikan dengan air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea
tetap basah.
II. ULKUS KORNEA
Ulserasi kornea dapat meluas ke dua arah yaitu melebar dan mendalam. Ulkus yang
kecil dan superfisial akan lebih cepat sembuh, kornea dapat jernih kembali.
Pada ulkus yang menghancurkan membran Bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatriks kornea.
Gejala Subjektif sama seperti gejala keratitis. Gejala Objektif berupa injeksi siliar,
hilangnya sebagaian jaringan kornea, dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat
dapat terjadi iritis disertai hipopion.
8
1. Tukak karena Bakteri
Tukak streptokokus
Gambaran tukak kornea khas, tukak yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Tukak berwarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram.
Tukak cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh Streptokokus Pneumonia.
Pengobatan dengan Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi
subkojungtiva, dan intravena.
Tukak stafilokokus
Pada awalnya berupa tukak yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion tukak seringkali indolen yaitu
reaksi radangnya minimal. Tukak kornea marginal biasanya bebas kuman dan
disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap Stafilokokus Aureus.
Tukak Pseudomonas
Biasanya dimulai dengan tukak kecil di bagian sentral kornea dengan infiltrat
berwarna keabu-abuan disertai edema epitel dan stroma. Trauma kecil ini
dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea.
Tukak mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan diberikan Gentamaisin, tobramisin, karbensilin yang diberikan
secara lokal subkonjungtiva serta intravena.
2. Tukak Virus
Tukak kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuiti oleh vesikel-vesikel kecil di lapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan tukak. Tukak dapat juga terjadi pada bentuk diiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral.
3. Tukak Jamur
Tukak kornea oleh jamur akhir-akhir ini banyak ditemukan, hal ini dimungkinan
oleh penggunaan antibiotik secara berlebihan dalam waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang, Fusarium dan sefalosporim
menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang disertai lecet epitel.
9
Pengobatan obat anti jamur dengan spektrum luas. Apabila memungkinkan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitivitas untuk dapat memilih
obat jamur yang spesifik.
III. UVEITIS
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi terhadap antigen dari luar atau
antigen dari dalam.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor
akuos yang tampak pada penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan
lebi jelas bila menggunakan slit lamp, berkas sinar yang disebut fler.
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris pada permukaan
lensa (sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada
permukaan endotel kornea. Apabila presipitat keratik ini besar, berminyak
disebut mutton fat keratic precipitate. Akumulasi sel-sel radang dapat pula
terjadi pada tepi pupil disebut Koeppe nodules, bila di permukaan iris disebut
Busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut
bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak hingga
menimbulkan hipopion.
Uveitis Anterior
Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar
(iridosiklitis) biasanyan unilateral dengan onset akut. Keluhan pasien pada
awalnya dapat berupa sakit di mata, sakit kepala, fotofobia, dan lakrimasi.
Sakit mata lebih nyata pada iridosiklitis akut daripada iridosiklitis kronik dan
sangat hebat bila disertai dengan keratitis. Sakit terbatas di daerah periorbita
dan mata serta bertambah sakitnya bila dihadapkan pada cahaya dan tekanan.
10
Pada uveitis anterior supuratif dapat disertai gejala umum sepertii panas,
gelisah, menggigil, dan sebagainya.
Dari pemeriksaan akan didapatkan Terdapat injeksi siliar, presipitat keratik,
fler serta sel dalam bilik mata depan serta endapan fibrin pada pupil yang
dapat menyebabkan sinekia posterior.
Pengobatan Iridosiklitis adalah tetes mata sulfas atropin 1 %, prinsipnya untuk
membuat pupil selebar-lebarnya dan tetap tinggal lebar selama 2 minggu, tetes
mata steroid 4-6 x sehari tergantung pada beratnya penyakit, kortikosteroid
oral diberikan apabila pemberian lkal dipertimbangkan tidak cukup, antibiotik
diberikan apabila mikro-organisme penyebab diketahui.
Uveitis anterior akut dibedakan dalam bentun nongranulomatosa dan
granulomatosa. Nongranulomatosa akut disertai nyeri, fotofobia, penglihatan
buram, keratik presipitat kecil, pupil mengecil, sering terjadi kekambuhan.
Penyebab dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks,
pasca bedah, infeksi adenovirus, influenza, dan klamidia. Nongranulomatosa
kronis dapat disebabkan oleh artritis rheumatoid. Granulomatosa akut tidak
nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar (mutton fat), benjolan
Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau benjolan Busacca (penimbunan
sel pada permukaan iris), terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, tuberculosis, virus,
jamur, atau parasit.
Uveitis Posterior
Gejala berupa penglihatan buram terutama bila mengenai daerah sentral
makula, bintik terang (floater), vitreous keruh, mata jarang menjadi merah,
tidak sakit, fotofobia, infiltrat dalam retina dan koroid, edema papil dan
perdarahan retina.
Biasa disebabkan oleh trauma, pasca bedah, infeksi melalui sebaran darah
seperti TBC, sifilis, toksoplasma, juga penyakit autoimun.
IV. GLAUKOMA AKUT
Mata merah dengan penglihatan turun mendadak merupakan glaukoma sudut
tertutup. Glaukoma sudut tertutup akut ditandai dengan tekanan intraokular yang
meningkat secara mendadak, dan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun dengan
11
sudut bilik mata sempit. Gejala rasa sakit hebat di mata dan di kepala, perasaan
mual dan muntah. Pada pemeriksaan, ditemukan bengkak palpebra, visus menurun
(kadang sampai 1/~), konjungtiva : Injeksi siliar, kornea : edema, COA : dangkal
atau sedang, pupil : middilatasi / iridoplegi, Iris : sinekia (-), lensa : glaukoma
flicken, tekanan intraokular sangat tinggi, media refraksi keruh, funduskopi : papil
hiperemis.
Terapi :
Glaukoma sudut tertutup merupakan keadaan darurat bedah mata.
Pemberian obat-obatan untuk menurunkan TIO pre-operasi :
Pengobatan
Harus diingat bahwa kasus glaukoma akut adalah masalah pembedahan.
Pemberian obat hanya untuk tindakan darurat agar segera dirujuk ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas pembedahan mata.
Pengobatan dengan obat :
Miotik : pilokarpin 2-4 % tetes mata yang diteteskan setiap menit 1 tetes
selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Hasilnya
adalah liosis dan karenanya melepaskan iris dari jaringan trabekulum. Sudut
mata depan akan terbuka.
Carbonic Anhidrase Inhibitor : asetazolamid @ 250 mg, 2tablet sekaligus,
kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam. Kerja obat ini adalah
dengan mengurangi pembentukan akuos humor.
Obat hiperosmotik :
larutan gliserin, 50% yang diberikan oral. Dosis 1-1.5 gram/kg BB (0.7-1.5
cc/kgBB). Untuk praktisnya dapat dipakai 1 cc/kgBB. Obat ini harus diminum
sekaligus.
Mannitol 20% yang diberikan per infus ± 60 tetes/menit.
Kerja obat hiperosmotik adalah mempertinggi daya osmosis plasma.
Morfin : injeksi 10-15 mg mengurangi sakit dan mengecilkan pupil.
12
V. ENDOFTALMITIS
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat
infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Pasien biasanya
mengeluhan nyeri dan mata merah. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga
mata dan struktur di dalam nya. Peradangan supuratif di dalam bola mata akan
memberikan abses di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah
kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik
melalui peredaran darah (endogen).
Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder
pada tinclakan pembedahan yang membuka bola mata.
Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bekteri, jamur, ataupun parasit
dari fokus infeksi di dalam tubuh. Bakteri yang sering merupakan penyebab
adalah stafilokok, streptokok, pneumokok, pseudomonas dan basil sublitis. Jamur
yang sering mengakibatkan endoftalmitis supuratif adalah aktinomises, aspergilus,
fitomikosis sportrikum dan kokidioides. Peradangan yang disebabkan bakteri
akan memberikan gambaran klinik rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan
bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah, komea keruh,
bilik mata depan keruh yang kadang-kadang disertai dengan hipopion. Kekeruhan
ataupun abses di dalam badan kaca, keadaan ini akan memberikan refleks pupil
berwama putih sehingga gambaran seperti retinoblastoma atau
pseucloretinoblastoma. Endoftalmitis yang disebabkan jamur masa inkubasi
lambat kadang-kadang sampai 14 hari setelah infeksi dengan gejala mata
merah dan sakit. Di dalam badan kaca ditemukan masa putih abu-abu,
hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca, dengan proyeksi
sinar yang baik. Endoftalmitis diobati dengan antibiotika melalui periokular
atau subkonjungtiva.
Dari hasil pemeriksaan akan ditemukan
- visus sangat menurun (1/300 sampai 1/~)
- sekret (+/-)
- konjungtiva bulbi /; hiperemis, injeksi siliaris, injeksi konjungtiva,
kemosis
- kornea : keruh
- COA : hipopion
- Pupil, iris dan lensa biasanya sulit dinilai
13
- Funduskopi sulit dinilai
- TIO meningkat
Pengobatan yang dapat diberikan berupa Antibiotik topikal dan sistemik
ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari. Antibiotik yang sesuai
untuk kausa bila kuman adalah stafilokok, basitrasin (topikal), metisilin
(subkojuntiva dan IV). Sedang bila pnemokokus, streptokokus dan
stafilokokus - penisilin G (top, subkonj dan IV). Neiseria - penisilin G (top.
Subkonj. dan IV). Pseudomonas diobati dengan gentamisin; tobramisin dan
karbesilin (top. Subkonj. dan IV). Batang gram negatif. dengan gentamisin;
tobramisin dan karbesilin (top. subkonj. dan IV). Batang gram negatif lain -
gentamisin (top. subkonj. dan IV).
Sikloplegik diberikan 3 kali sehari tetes mata. Kortikosteroid dapat diberikan
dengan hati-hati. Apabila pengobatan gagal dilakukan eviserasi. Enukleasi
dilakukan bila mata telah tenang dan ftisis bulbi. Penyebabnya jamur
cliberikan amfoterisin B150 mikro gram sub - konjungtiva.
Penyulit endoftamitis adalah bila proses peradangan mengenai ketiga lapisan
mata (retina koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan
panoftalmitis. Prognosis endoftamitis dan panoftalmitis sangat buruk
terutama bila disebabkan jamur atau parasit.
VI. Panoftalmitis
Panoftalmitis merupakan peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan
kapsul tenon sehingga bila mata merupakan rongga abses. Infeksi ke dalam
bola mata dapat melalui peredaran darah (endogen), atau perforasi bola mata
(eksogen), dan akibat tukak kornea perforasi.
Panoftalmitis akan memberikan gejala kemunduran tajam penglihatan yang
berat disertai rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak, konjungtiva
kemotik, kornea keruh, bilik mata depan dengan hipopion, dan refleks putih
di dalam fundus dan okuli.
Pengobatan panoftalmitis adalah denga antibiotika dosis tinggi dan bila
gejala radang sangat berat, dilakukan segera eviserasi bola mata.
14
VII. Oftalmika Simpatika
Merupakan uveitis granulomatosa bilateral dengan penglihatan menurun dengan
mata merah. Penyebabnya akibat trauma tembus atau bedah mata intraokular, terjadi
5 hari sampai 60 tahun dan 90% terjadi dalam 1 tahun. Penyebabnya tidak diketahui,
tetapi berhubungan dengan sel-sel perpigmen di uvea. Gejala dini adalah gangguan
binokular akomodasi atau tanda radang ringan uvea anterior ataupun posterior,
disertai rasa sakit, fotofobia pada kedua mata.
Pada bilik mata depan terdapat reaksi intraokular berat berupa ‘mutton fat’ deposit
pada dataran belakang kornea, nodul kecil berpigmen pada lapisan epitel pigmen
retina, dan uvea menipis. Iris terdapat nodul inflitrasi, sinekia posterior perifer,
neovaskularisasi iris, oklusi pupil, katarak, ablasi retina eksudatif, dan papilitis.
Pengobatan dengan enukleasi mata yang buta sebelum mata tersebut menimbulkan
reaksi simpatis. Pengobatan dengan steroid topical, periokular steroid injeksi, steroid
sistemik, sikloplegik, bila steroid tidak efektif diberi obat anti depresi.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San
Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta :
EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113–116
4. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. Hal: 56
5. Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical
Association.1997. 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/
dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: Juli 2011)
6. Reed, KK. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University College of
Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida. Available at:
http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed: Juli 2011)
16